Aku meremas pipiku yang barusan ditampar dengan kejam. Kulit bak bayi itu langsung membiru. Aku ingin meringis sakit, tapi kutahan karena nggak mau kelihatan lemah di depannya.
Semua orang yang melihat kejadian itu sesaat menghentikan aktivitasnya, hanya sekedar untuk melihat apa kejadian selajutnya.
"Jasmine!" Suara Adrian mengglegar memenuhi ruang pasar yang luas itu. Cowok itu mendekati perempuan bernama Jasmine itu.
Sedang aku masih memegangi pipiku yang langsung berwarna biru lebam itu. Keyko menariku dalam pelukanya beruhasa melindungi aku dari wanita yang tak ingin kukenal sama sekali.
"Oh! Dasar perempuan murah! Laki-laki mana saja bisa memelukmu! Apa ini permainan kotor kamu!"
"Plakk!"
Adrian tak segan-segan lagi melabuhkan satu tamparan itu di pipi Jasmine.
"Adrian!" pekik Jasmine sambil memegangi pipinya yang barusan di tampar oleh Adrian. Ada air hangat di pelupuk matanya yang siap jatuh membasahi pipinya.
"
Sebelum aku menyadari apa yang terjadi, mobil alphard itu sudah melaju dan ini bukan menuju arah pulang. Tapi ke tempat yang tidak aku mengerti. Namun, aku tak berani untuk bertanya. Memandang dia pun aku takut. Akku menyesal membuatnya marah tadi. Mhngkin ini hukumanku. Dia akan menghukumku. Dan benar saja. Tak jauh dari seberang jan raya ada penginapan kecil, yang tak begitu ramai. Dengan tergesa dia turun dari mobil, tidak lupa menarik tsngankj menuju resepsionist. "Mbak! Pesan satu kamar yang masih kosong." Suaranya membuat jantungku seakan mau copot. "Pesan satu kamar? Mau ngapain? Oh tidak-tidak!" Aku mrnggekengkan kepala berkali-kali Pasti dia akan memintaku melayaninya lagi. Sebelum ini terjadi, aku dah bersiap untuk kabur darinya sebelum dia selesai chek-in. Tapi baru saja, kakiku akan melangkah menjauhinya, satu tangan kirinya sudsh menarik dan meremas pinggangku agar lebih merapat ketubuhnya. Dan keinginanku kabur dari
"Sayang," aku membuka mataku dengan berat. Kudapati pria itu terlihat tampan sekali, bertelanjang dada, sedang menindih tubuh kecilku dengan badan kekarnya yang berotot.Sebelum mulutku terbuka, bibirnya sudah melumat panas bibirku. Dengan masih terkantuk-kantuk aku membalas ciuman itu. Tapi, beberapa saat kemudian terdengar suara desahan dari bibirku.Keyko hanya tersenyum lantas berhenti setelah dengan jahilnya mengginggit puncak dadaku.Uh! Aku cubit lengannya yang berotot."Masih betah di sini?" tanyanya sambil membelai pipiku tirusku.Aku hanya menggerakan tanganku mencari-cari sesuatu di atas nakas."Ponselnya ada padaku. Sengaja Aku matiin, supaya nggak ada yang ganggu."Aku kembali menarik tangan lalu mengalungkannya di lehernya. Mataku meredup dan itu malah membual laki-laki jantan itu semakin berhasrat.Jari-jemari itu sudah menjalar di sana. Aku merasakan sensasi kenikmatan. Ku pejamkan mata dengan bibir terbuka dan se
Aku buru-buru masuk ke rumah setelah sampai di halaman. Kutinggalkan Keyko yang masih terpana melihat sikapku. Tapi sesampainya aku di dalam rumah, dengan jalan mundur tubuhku seolah terdorong keluar, melihat ada sosok lain di rumahku duduk di kursi roda. Berkali-kali aku menelan salivaku, mengetahui siapa orang yang datang. Bahkan aku hampir terjungkal ke belakang, saking aku terhipnotis dengan kedatangan orang itu. Antara kaget dan ketakutan, melihat sosok itu dengan tenanya memutar kursi rodanya mendekatiku. Aku sudah tidak berkutik. Saat seperti itu aku tidak mengharap pertolongan Keyko. Malah yang kuharapkan, sosok itu pergi dan jangan sampai melihat bahkan mendengar apapun tentang sosok yang sedang duduk di kursi roda itu. "Apa kabar, Gayatri?" Suaranya tenang. Bahkan ekspresi mukanya, itu lho! Tak seperti orang yang sedang tersakiti. Aku menelan salivaku dengan susah payah. Apalagi ketika sosok itu semakin mendekat ke arah
Seketika aku menciut mendengar ucapan Adhiatama Alderald. Begitu juga Jasmine. Wanita itu itu sama sekali tidak percaya dengan pendengarannya."Apa? Hamil?!" Mulut kecilnya itu memekik tajam saat mengucapkan beberapa kata keterkejutannya."Begitu murahnya, kah kamu Gayatri, hingga kamu rela dihamili orang kota?"Oh Tuhan--! Pedas sekali mulut si Jasmine ini, rasanya ingin kurobek-robek."Jasmine, jaga mulutmu!" ucapku tajam seraya menatapnya tidak suka."Bukan mulutku yang harus dijaga, Gayatri. Tapi harga dirimu, tubuhmu! Kenapa begitu murah kamu berikan pada orang kota. Dan, bukannya ini namanya kamu mengkhianati kakakku?"Hah! Mengkhianati? Ngigau kali, ini orang, ya? Siapa yang mengkhianati? Ada hubungan juga nggak dengan kakaknya.Aku menggelengkan kepala pelan. Sudah capek menghadapi dua orang kakak-beradik ini. Entah bagaimana lagi menghadapi mereka.Keyko yang sedari tadi lebih suka jadi penonton, tiba-giba merangkul pu
"Kamu yakin mau pulang sekarang?" Entah mengapa pertanyaan Keyko seolah menghantam dinding ulu hatiku. Memang kenapa kalau dia mau kembali ke kota sekarang? Salah? Huft! Aku mendenguskan napasku tanda tak suka dengan pertanyaannya. "Kenapa sich, kok kamu uring-uringan begini? Lagi datang tamu, ya?" Auto mataku membulat mendengar pertanyaannya bahkan sekarang melotot tajam. "Ihh! Serem ah!" katanya sambil mengacak rambutku. "Ihh! Rusak tahu! Diacak-acak gini!" gerutuku sambil memperbaiki tatanan surai hitamku. Aku kembali mendenguskan napas beratku sambil membenahi batang yang akan ku bawa ke kota. Sebenarnya aku masih berat meninggalkan tempat ini, namun tuntutan dari Jasmine dan saudaranya. Belum nanti gosip yang akan menerpaku gara-gara kemarin Keyko menyebar rumor yang benar-benar membuatku frustasi. "Kakak hamil? Sama siapa? Semenjak kapan?" Tuhkan, heboh! Ariana memperlihatkan ekspresi yang benar-benar membuatku stres. Man
Cari wanita itu sampai dapat! Dia membawa baby Azurra!" teriakan itu menggema di sepanjang gedung pusat perbelanjaan. Aku ngos-ngosan meredakan napasku yang tinggal satu-satu. Ya ampun! Apa yang sedang aku lakukan ini? Kenapa aku malah nyari masalah begini. Kalau kayak gini caranya aku bisa di tuduh menculik bayi dong? Haduhhh ...! Kenapa sich aku ini? Ceroboh sekali. Aku memaki dan merutuki diriku sendiri sambil sesekali menengok ke arah luar kalau-kalau pria dan anak buahnya itu masih di luar sana. Sedang bayi 2 atau 3 tahun ini dengan tanpa berdosa tidur nyenyak sekali di dalam dekapanku. Ya ampun, maafin aku ya Baby Azurra, karena aku, kamu harus sengsara begini," batinku terus saja berkata-kata. Terus saja aku perhatiin beberapa anak buah laki-laki itu. Aku binging harus bagaimana. Kenapa bisa aku kabur dengan masih menggendong bayi ini? Dalam kebingunganku yang seperti itu aku tercengang dan bahkan untuk menelan salivaku pun aku harus mati-matian.
"Kamu!" Bersamaan kami saling menunjuk. Aku tergeragap menyadari siapa tamu Cafe yang sedang aku layani. Mukaku pasti sudah seperti kepiting rebus. Metah padam. Antara malu dan grogi. "Kamu kerja di sini?" tanyanya setelah kegugupan kami lewat. "Iya," jawabku pendek lalu mengambil nampsn besarku setelah menaruh semua makanan di meja. Sekilas aku lirik Babu Azurra yang sedang tertidur pulas di boksnya. Kasihan kemana-mana harus di bawa. Di tidurin di boks. "Selamat menimati," ucapan terakhirku padanya sebelum aku beranjak pergi untuk melanjutkan pekerjaanku. "Tunggu!" serunya buru-buru ketika melihat badanku hampir tenggelam di bali tirai. Aku berhenti lalu membalikkan badan. "Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku dengan sopan. Beda dengan moment kemarin. "Bisakah kamu menemaniku makan siang?" pintanya juga sopan membuatku nggak enak hati. "Daiva Gayatri Maheswari!" Sungguh panggilan itu meresahkan. Tapi karena itulah
"Apa yang teerjadi dengan Azurra?" tanya Keyko dengan terengah dan mendapati Damian sedang duduk lesu di ruang tunggu. "Kena radang pencernaan,"jawabnya lesu. Keyko mendekati sepupunya lalu ikut menghenyakkan tubuhnya di sisi Damian yang masih menelungkupkan mukanya dengan kedua tangannya. "Dam, pilirkanlah dengan baik apa yang akan aku katakan padamu. Menikahlah lagi. Cari ppengganti Zahra." Damian menatap sekilas ke arah Keyko lalu mentap ke depan. Luru ke arah ruang perawan putranya. "Aku belum menemukan pengganti Zahra," jawabnya dengan enggan lalu menyandarkan kepalanya ke punggung kursi tunggu. "Kamu cari! Kalau kamu diam saja bagaimana dapat penggantinya Zahra!" Dengan sarkas Keyko menyerang Damian dengan kata-kata kerasnya. "Besok ikut denganku, akan aku kenalkan kamu dengan perempuan teman-temanku." "Teman-teman club malammu yang sudah pernah kamu cicipi." Keyko memberi kan toyoran keras ke arah kepala Damian.