"Kamu!"
Bersamaan kami saling menunjuk. Aku tergeragap menyadari siapa tamu Cafe yang sedang aku layani. Mukaku pasti sudah seperti kepiting rebus. Metah padam. Antara malu dan grogi.
"Kamu kerja di sini?" tanyanya setelah kegugupan kami lewat.
"Iya," jawabku pendek lalu mengambil nampsn besarku setelah menaruh semua makanan di meja. Sekilas aku lirik Babu Azurra yang sedang tertidur pulas di boksnya. Kasihan kemana-mana harus di bawa. Di tidurin di boks.
"Selamat menimati," ucapan terakhirku padanya sebelum aku beranjak pergi untuk melanjutkan pekerjaanku.
"Tunggu!" serunya buru-buru ketika melihat badanku hampir tenggelam di bali tirai. Aku berhenti lalu membalikkan badan.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku dengan sopan. Beda dengan moment kemarin.
"Bisakah kamu menemaniku makan siang?" pintanya juga sopan membuatku nggak enak hati.
"Daiva Gayatri Maheswari!" Sungguh panggilan itu meresahkan. Tapi karena itulah
Mampir yuk teman-teman ke karya saya🙏🏻
"Apa yang teerjadi dengan Azurra?" tanya Keyko dengan terengah dan mendapati Damian sedang duduk lesu di ruang tunggu. "Kena radang pencernaan,"jawabnya lesu. Keyko mendekati sepupunya lalu ikut menghenyakkan tubuhnya di sisi Damian yang masih menelungkupkan mukanya dengan kedua tangannya. "Dam, pilirkanlah dengan baik apa yang akan aku katakan padamu. Menikahlah lagi. Cari ppengganti Zahra." Damian menatap sekilas ke arah Keyko lalu mentap ke depan. Luru ke arah ruang perawan putranya. "Aku belum menemukan pengganti Zahra," jawabnya dengan enggan lalu menyandarkan kepalanya ke punggung kursi tunggu. "Kamu cari! Kalau kamu diam saja bagaimana dapat penggantinya Zahra!" Dengan sarkas Keyko menyerang Damian dengan kata-kata kerasnya. "Besok ikut denganku, akan aku kenalkan kamu dengan perempuan teman-temanku." "Teman-teman club malammu yang sudah pernah kamu cicipi." Keyko memberi kan toyoran keras ke arah kepala Damian.
Aku melihat Maya meringis sambil memegangi pipinya. Ada kemarahan di sinar coklat matanya. "Kamu siapa? Kok nampar saya?" tanyanya protes pada sosok pria tampan itu "Karena kamu pantas ditampar, Nona! Lihat kelakuan ksmu, semena-mena sama teman kerja!" Luapan emosi Keyko memuncak mana kala Maya semakin berani melawannya. "Heh! Itu bukan urusan Anda, ya! Jadi jangan sok jadi pahlawan. Dan kamu beraninya nampar cewek. Kamu ini siapanya Daiva, yang suka beli dia, ya. Aku pernah lihat dia keluar dari hotel sama seorang pria. Apa itu kamu?" "Plakkk-plakk!" Duh! Tamparan itu mendarat lagi di pipinya. Membuat Mbak Mika dan Mbak Dina keluar dari ruangannya. "Kamu saya ingatkan! Mulut pedas kamu itu jangan sampai saya jahit sendiri nanti!" Ya ampun! Keyko benar-benar sudah marah. "Key, sudah," ucapku lirih sambil memegangi lengannya. Keyko seketika luluh dan merangkulku mambuatku malu lalu aku berusaha untuk mrlepaslan diri dari
"Ma-mau apa, pa-pak Damaian?" Duh! Ya Alloh, Aku gugup dengan sikapnya yang tiba-tiba begitu dekat dan dia menundukkan wajahnya ke wajahku. Aku bisa lagi mengelak sampai tiba-tiba__ "Kak Iva sudah pulang?" Ariana dari dalam rumah memburuku keluar. Ya Alloh, selemet!" batinku lega. "Kakak pulang sama siapa?" tanyanya setelah sampai di dekatku. "Oh ini, teman Kakak," jawabku masih gugup. Ariana tampak mengangguk-angguk dan aku mengkode supaya Damian segera pergi. Pria itu pun mengerti dan segera kembali ke mobilnya. Agak lama diam di mobil akhirnya dia pun pergi meninggalkam halaman rumahku. Huft! Aku menarik napas lega. Sesaat kurasa badanku lemes rasa mual itu kembali menyerangku. Dengan tertatih aku berjalan ke dalam rumah dan kulihat Ariana sedang di kamarnya mungkin belajar. Karena kurakan pusing juga akhirnya aku berbaring. Saat begini jadi ingat Kalingga, manusia satu itu paling perhatian kalau masalah makananku. Tapi semenjak aku
Aku berjingkat dengancepatnya turun dari tempat tidurku, menyadari ada sesuatu di bawah selimutku. Pikiranku kacau. Itu apa yang ada di bawah selimut orang atau binatang atau jangan-jangan sosokyang nggak keliatan "Ihhhh!" Aku bergidik. Tanganku gemetaran ketika mencoba menyibak selimut yang menutupi tubuhku tadi. Kenapa horir begini sich pafahal masih siang. Jantung dan tanganku teryata satu frekuensi. Jantungku berdebar, tanganku bergetar. Tapi aku memang harus tahu apa yang ada di dalam sana? Dengan mata terpejam aku menyibakkan selimut itu. Hening! Nggak ada suara apapun. Pelan-pelan kubuka mataku. Dan___ "Aaaaaaaa ...!" Aku berteriak sekencang-kencangnya melihat sosok itu telanjang. Maksudku cuma pake boxer. Dan karena teriakanku yang melebihi meledaknya bom molotif itu akhirnya dia bangun. Menatapku dengan mata nanar sambil bangkit tak mengerti kenapa tiba-tiba aku teriak keras sekali. "Sayang! Ada apa sich? Teriakannya udah oers
Damian masih mengatur napasnya yang tersengal lebih tepatnya ngos-ngosan. Bukan karena marathon tapi karena menahan emosi yang sangat kuat. Saking kesalnya dia memutar arah menuju kantornya. Dan menancap gas mobilnya kuat-kuat. Di sepanjang jalan hatinya merutuk dan mencaci. Entah kenapa setiap mengingat itu rasanya ingin Damian mencabik-cabik wajah gadis itu. "Pak, Bu Claudia sudah menunggu di ruangan Bapak," dengan tergesa Vena sekertaris Damian menjajari jalan bosnya yang sepertinya sedang murka. "Saya tahu, Ve. Tolong jangan biarkan orang masuk sebelum urusan saya dengan Bu Claudia selesai!" tegas Damian. "Baik, Pak." Vena mengangguk hormat. Dia paham saat ini bosnya sedang murka di pucak kemarahannya. Sebelum Damian masuk ke ruangannya, terlebih dahulu dia mengirim pesan pada Keyko. [Key, cepet datang ke kantorku! Dia sudah kembali. Claudia!] Secepat mungkin pesan itu langsung dikirim ke ponsel Keyko. Setelah itu baru dia
Keyko Praha Gumelar, sudah hampir satu minggu menelantarkan perasaanku. Akhir-akhir ini jarang mengirimiku pesan apalagi menemuiku. Saking penasarannya aku nekat datang ke apartemennya. Mumpung masih pagi sekalian aku berangkat kerja. Ting tong! Kupencet bel pintu apartement itu karena kucoba memasukkan pasword yang dulu pake nomor tanggal lahirku sudah nggak bisa. Hening! Tidak ada jawaban sama sekali. Baru saja aku mau mencet bel lagi, tiba-tiba pintu terbuka dan aku langsung termangu. Melihat sosok canti sekali bak gadis bule berdiri di hadapanku. "Maaf, mau nyari siapa?" Aku terhenyak. Pertanyaan itu membuatku kaget. Entah siapa gadis cantik ini. Kenapa sepagi ini sudah ada di apartement kekasihnya. "Oh ini. Saya mau nyari Keyko. Apakah ada?" Aku bertanya balik. Sebelum gadis cantik itu menjawab suara bariton dari dalam membuat dadaku terasa sesak dan terhimpit. "Honey! Ini barang-barangnya sudah siap. Tinggal kamu pilih mau
Pagi itu aku memulai pekerjaan baruku di kantor Damian. Pekerjaan yang sebelumnya tudak pernah kubayangkan. Mimpi pun aku tidak pernah. Hari pertama kerja semua berjalan baik-baik saja. Seperti biasa aku memperkenalkan diri dan lain-lsin. Sampai aku terbiasa dengan pekerjaan baruku. Sempat juga aku mengasuh baby Azurra. Kalau baby sisternya lagi banyak pekerjaan di rumah. "Silakan di minum, Pak," ucapku sambil memberikan secangkir kopi kepada Damian yang masih sibuk kerja sore itu ketika semua karyawan sudah pada pulang. Lembur kerja sudah menjadi kerjaan rutinku. Malah terkadang sampai tengah malam aku baru pulang. Maka dari itu terkadang aku minta tolong sama Mbak Dina untuk menemani Ariana kalau aku lembur begini. Hubunganku dengan Mbak Dina malah semakin dekat semenjak aku dipecat dari Cafe. Dan kami tidak pernah saling ungkit apapun yang terjadi di Cafe waktu itu. "Iva, tolong ke ruangan Saya!" panggil Damian melalui interkom. Dengan sege
Aku tersengak dan terbatuk-batuk. Karena kekurangan oksigen. Aku rasa di ruangan ini atmosfer sudah di hisap oleh makhluk astral. Dengan lembut Damian melepaskan kecupan lembutnya pada bibirku. Dan sualnya aku menikmati semua prises ciumannya itu.Dengan teduhnya matanya menatapku. Dan secepat mungkin aku memalingkan muka. Apa yang sudah aku lakukan ini. Begitu mudahnya aku di cium oleh pria ini."Iva," paggilnya serak membuatku menelan saliva dengan susah payah setelah dia melepaskan ciumannya. Matanya tak berkedilp melihatku. Rasah risih dan salah tingkah menjalar di wajahku membuat pipiku merona.Aku buru-bru memalingkan muka agar tak tertangkap basah olehnya. Dengan cepet duda keren itu menangkup wajahku semakin membuat pipiku memerah.Apa mau duda ini? Duh Gusti! Bisa-bisa aku terjerat dengan rayuannya. Jangan sampai ya Tuhan!"Iva, jangan hindari aku!" Sarkasnya membuatku kembali menelan air ludah."Iya, Pak," jawabku dengan gugu