Tahun berganti tahun, banyak yang berubah dari seorang Allicia dari bocah cilik periang, selalu berceloteh ini itu, gadis cilik yang kritis dan menggemaskan suka bertanya banyak hal, hangat dan tidak suka duduk diam. Yang senang melakukan aktivitas dengan ketiga saudaranya dengan riang gembira, tak ada lagi rengekan penuh kemanjaan darinya.
Jangan harap bisa melihat senyuman manisnya lagi atau tatapan penuh kebahagiaan miliknya. Sejak kejadian beberapa tahun yang lalu merubahnya menjadi pribadi yang tertutup. Hanya dengan Austinlah kadang senyum tulusnya dia perlihatkan, itu pun hanya senyum di ujung bibirnya.
Dia masih berinteraksi dengan saudaranya dan mommynya tapi tak ada senyuman ataupun celoteh lucunya.
Saat dia bermain basket dengan Austin dia hanya memperhatikan anjuran Austin tanpa bertanya atau mengeluh, dia hanya mengangguk tanda mengerti.
Di sekolah pun dia selalu menyendiri, seakan dia punya dunianya sendiri. Walau begitu tidak ada yang berani mengganggunya, karena saudaranya selalu menemaninya layaknya bodyguard. Mereka selalu bergantian entah dengan Daffa kadang Bella tapi Austin yang lebih sering menemaninya, dia selalu mengajaknya bicara, dia tidak pernah lelah bercerita banyak hal pada adiknya kadang hal yang konyol, jika adiknya menanggapi dengan tersenyum itu sungguh kebahagiaan baginya.
Begitu pula saat Bella mengajaknya memasak dengan mommynya, gadis itu tidak membantah. Dia mengikuti kakaknya ke dapur, dia duduk di meja dapur memperhatikan kakak dan mommynya memasak kadang dia membantu mengupas atau memotong sesuatu. Setiap gerak gerik dan instruksi mommynya diperhatikannya dengan cermat. Saat menunggu pun dia hanya duduk menopang dagu, jika lelah dia meletakkan kepalanya di meja dapur.
Tapi sesaat ada dua anak perempuan yang satu serupa dengannya memasuki arah dapur, tanpa perlu meminta ijin gadis ini beringsut pergi tanpa kata. Tanpa melirik, dia akan pergi entah itu ke kamarnya, entah ke taman belakang. Yang dia tahu dia tidak mau satu ruangan dengan dua gadis itu dan juga daddynya. Baginya luka itu masih membekas, apalagi tak ada permintaan maaf dari mereka yang menorehkan luka.
Hatinya terkoyak, batinnya teriris sembilu...
Dia berjalan ke taman belakang. Dia menuju gazebo yang dibangun menyatu dengan kolam ikan milik keluarganya. Ada dek kecil, dia duduk disana sambil sebagian telapak kakinya terkena air. Diambilnya makanan ikan, ditaburkannya didekat kakinya. Rasa geli disana membuatnya terkikik geli, itulah baru terlihat seperti Allicia yang dulu. Itulah kenapa dia betah berlama-lama disana, kadang berbicara dengan ikan mas yang ada dikolam itu. Hanya ikan-ikan itulah pendengarnya.
Tanpa disadarinya ada sosok yang masih gagah diusianya yang sudah setengah baya, dari balkon kamarnya melihat interaksi putri kecilnya yang kini beranjak dewasa yang dulu selalu minta dimanjanya. Jashon sedih kini gadis itu menjauhinya. Ada perasaan sakit dihatinya, apalagi melihat kondisi putrinya yang sangat berubah. Bukan hanya padanya tapi pada seluruh orang.
Rasa sesalnya tak pernah tersampaikan, hanya terpendam dalam hatinya, dan itu menyiksanya. Rasa takut ditolak oleh putri kecilnyalah yang menghalangi langkahnya.
Hanya dari jauhlah dia bisa puas menatap putrinya itu. Senyumnya yang sangat jarang terlihat dan juga suaranya. Dia bahkan menaruh CCTV yang canggih di gazebonya itu hanya untuk melihat putrinya yang suaranya tidak pernah terdengar lagi memeriahkan suasana di rumah. Sekarang rumahnya suram tak ada gelak tawa lagi.
**
Akhirnya kemarin daddy mengajakku berobat untuk terakhir kali, dan akhirnya dokter menyatakan darahku bersih dari penyakit yang ditularkan mommy padaku. Aku bahagia sudah pasti. Sekarang tujuanku satu, menghancurkan keluarga yang sudah menyakiti mommy ku...
Pertama membuat putri mereka saling benci, dan membuat daddy sendiri yang akan mengusir putri tercintanya.
Dan hari ini saatnya....
Senyum iblis terukir di bibir manisnya.
**
Dia mengajak Aurora bermain di gazebo tempat Allicia bermain dengan ikannya.
Dia membawa sekeranjang buah apel kesukaan Aurora, dan sebuah pisau untuk mengupas. Senyum iblisnya terbit mengingat rencananya. Dia sudah merencanakan jauh hari, dia memperhatikan kebiasaan Cia, dan dia sudah mengatur semuanya sebaik mungkin. Dia sangat yakin untuk kali ini rencananya pasti akan berhasil.
"Kita kemana?" tanya Aurora
"Gazebo dekat kolam,” sahutnya datar. Memang jika dia hanya berdua maka dia akan berubah dingin, tapi jika ada anggota keluarga yang lain maka dia memasang expresi Angelnya.
"Tap... tapi disana ada Allicia,” cicitnya. Bukannya dia benci dengan Cia, bukan. Tapi dia tahu dia sudah menyakiti saudara kembarnya itu dan tidak mau mengganggunya.
Rasa bersalahnya membuatnya ikut tersakiti setiap kali menatap tatapan kosong Cia. Dia bisa merasakan rasa sesak dihatinya dan dia yakin itu bukan dari dirinya tapi rasa itu yang dirasakan kembarannya.
Walau mereka tidak pernah berinteraksi, tapi setiap Cia sedih maka dia juga merasa jantungnya ikut teremas. Rasa ngilu dia rasakan dan juga sesak saat beberapa tahun lalu daddy memarahi Cia, tapi dia tidak bisa melakukan apa pun, Cia maaf...Aku tidak berdaya, lirih batinnya.
"Hai bukannya kau rindu ingin bermain lagi dengannya?" tanya Angel penuh ejekan. Bibirnya mencibir Rora tanpa takut ketahuan siapa pun
"Iya, tapi_” Rora mencoba mencari alasan.
Dia takut Angel mempunyai rencana untuk menyakiti Cia, dan dia tidak mau ikut campur. Setidaknya dia tidak mau semakin dibenci oleh kembarannya sendiri.
Selama ini dia juga sangat merindukan kembarannya, ingin bermain bersamanya dan saudaranya yang lain.
Tapi kak Angel selalu melarangnya, kak Angel selalu memperlakukannya buruk, dia selalu mengancamnya.
"Sudah ayo, kita akan memberinya apel,” Ajaknya sambil menggandeng tangan Rora, menuju ke arah Cia yang sedang asik dengan dunianya sendiri.
Mereka mendekati Cia yang tak menyadari kedatangan keduanya, telinganya tertutup headseat matanya memejam, menikmati musik kesukaannya.
Mata Jashon memicing, kenapa mereka berdua mendekati Cia? Perasaannya jadi tidak enak, dia merasa ini tidak baik...
Jashon yang melihat itu menjadi panik. Ada perasaan yang tidak enak melihat Angel dan Rora mendekati Cia. Dia berlari menuruni tangga. Dia terus berlari, menuju taman belakang. Tiba-tiba terdengar teriakan Angel.
Dia terus menerobos keluar rumah, tak dipedulikannya kakinya yang bahkan tidak menggunakan alas kaki.
Tak dihiraukannya tatapan bertanya dari istrinya, yang melihatnya Pontang panting tergopoh gopoh, istrinya mengikutinya begitu pun dengan ketiga anak mereka.
Dia mempercepat langkahnya dan sesampainya di tempat anak-anaknya sontak matanya membesar tak percaya dengan apa yang dilihatnya, nafasnya terengah engah. Dadanya bergemuruh hebat, dia tidak mempercayai apa yang dilihatnya.
Dengan perasaan kalut, dia mengatakan hal yang akan disesalinya.
"Kau... menyakiti saudaramu Cia... Aku pernah bersalah padamu, Aku minta maaf untuk itu, tapi apa ini? kukira kamu sudah berubah. Aku menyesal pernah memanggilmu anak, aku berharap kau bukan putriku!!" bentaknya tak peduli dia sudah menyakiti putrinya. Seketika tubuh Cia bergetar, bukan karena takut, tapi karena ucapan Jashon yang sangat menusuk batinnya.
Saat ini dia membopong tubuh Rora yang bersimbah darah, berderap membawanya ke rumah sakit. Tak peduli ada hati yang tersakiti.
LAGI...
Hatinya berdarah LAGI...
Orang yang sama menyakitinya LAGI...
Kenapa tidak ada yang mempercayainya? Kenapa? tangisnya pilu...
Mereka keluarganya kan? Kenapa mereka meragukanku, kenapa? tanyanya pada diri sendiri...
>>!Bersambung>>
Selama ini Allicia selalu menyimpan tangisnya sendiri, dia memang berubah muram tapi dia tidak pernah menangis didepan siapa pun.Tapi mendengar bentakkan daddynya bukanlah hal yang ingin didengarnya. Dia rindu daddynya yang selalu menggendongnya saat daddynya pulang kerja, menciumi pipinya, bercerita banyak hal padanya hingga dia tertawa. Dia rindu daddy yang menjahilinya, dia rindu semua tentang daddynya, dia hanya ingin daddynya minta maaf karena dulu membentaknya atas kesalahan yang tidak diperbuatnya. Tapi keinginan sederhananya tidak pernah terwujud, sudah berapa ulang tahunnya ia lalui tanpa perayaan karena hatinya yang lara.Kenapa? Apa daddynya tidak lagi menyayanginya?Dan kini untuk kedua kalinya daddy membentaknya. Badannya bergetar usai daddy mengatakan hal yang tak ingin didengarnya. Daddy pergi dengan menggendong Aurora yang penuh darah, dia melihat kedua tangannya yang penuh darah, ada pisau ditangan kanannya.Sungguh dia tak tahu apa yang ter
Allicia PovSuara hiruk pikuk bandara Soekarno hatta, menyadarkanku akan perbedaan suasana dengan di New York, bahasa yang berbeda kadang mommy ajarkan padaku, bahkan kak Daffa dan kak Bella juga sering bercerita tentang tanah kelahiran mereka. Entahlah euforia baru ini membawaku seakan dalam dimensi yang berbeda, memberikan harapan baru padaku, sebuah Kesempatan kedua, sebuah kebahagiaan. Hidup Baru!!YeayyyAh rasanya tak sabar menjelang hari baru, lingkungan baru, teman baru. Sekolah? Apa papa Aby mengijinkannya untuk sekolah? Kenapa ini tidak terpikirkan olehku sebelumnya, dia cuma orang asing...Tapi aku ingin sekolah, apa aku tanyakan saja?"Pa...apa nanti aku juga sekolah?" tanyaku penuh harap."Tentu sayang, didekat rumah papa ada sekolah internasional jadi kamu bisa sekolah disana,” kata Papa Aby penuh kelembutan membuat perasaanku menghangat."Asik... nanti aku dapat teman baru ya pa?" sahutku senang"Pasti, siapa sih yang tidak mau
Angel merasa sangat puas sudah bisa membuat Allicia dibuang, mom kini aku anak daddy hanya aku putri daddy, aku juga akan buat wanita perusak rumah tangga mom dan dad itu pergi seperti putrinya, hanya mom yang pantas jadi istri dad, wanita itu jahat mengusir mom padahal mom hamil aku dan kondisi mom tidak baik, wanita itu benar benar iblis, tingkahnya sok baik padahal sudah membuatku tidak punya mom dan dad lagi, baik Daffa, Bella, Austin, Aurora dan juga Allicia mereka tidak berhak memanggil daddyku dengan panggilan daddy, tak akan kubiarkan. Tatapan penuh dendam berkilat dimata hazel itu. Hanya aku...aku satu-satunya putri Jashon Klein. Angel menatap sebuah foto seorang wanita cantik, dia selalu menyimpan foto Mommynya di kamarnya. Dia tersenyum bahagia sambil mengusap pelan foto Mommynya."Angel... Angel... Keluar,” Suara gedoran dan teriakan Jashon terdengar.Khayalannya terganggu oleh teriakan daddynya didepan pintu, ada apa?batinnya. Kenapa daddy memanggilnya
Jashon sadar kesalahan terbesar ada padanya.Badannya meluruh, dia menyadari dia tidak cukup bijak dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan keluarganya, dia bahkan menuduh putrinya sendiri, dia audah lupa kapan terakhir dia bercanda atau bercengkrama dengan putri kecilnya itu...Dia merindukan suara manjanya, senyum manisnya, mata birunya yang seterang langit biru, begitu cerah, dia baru melihat mata biru secerah mata putrinya."Kenapa kamu lakuin itu ke Allicia, salah apa dia sama kamu, kami bahkan udah anggap kamu kayak saudara sendiri, kenapa?" bentak Daffa pemuda remaja itu sangat gusar, dengan tingkah Angel, yang tak tau terimakasih."Karena aku juga anak Daddy, kenapa aku tidak mendapat nama daddy dinamaku seperti Allicia,” bantah Angela merasa marah."Karena kamu bukan anak daddy,” tantang Daffa lagi, semua sudah lacur, tak perlu rahasia itu ditutupi lagi."Bohong, aku anak daddy dengan mom Jessi, mom Kanaya yang jahat udah pisahin
Allicia povSudah seminggu lebih aku tinggal di Jakarta, aku juga sudah banyak teman, mereka semua ramah, tapi ada juga yang sikapnya nyebelin tapi abaikan mereka.Langkahku riang memasuki sebuah rumah yang sudah kutinggali lebih dari seminggu Ini. Dari tadi mulutku selalu menyanyikan lagu ini, ada yang suka nggak?Apa salah dan dosaku sayangCinta suciku kau buang buangLihat jurus yang kuberikan Jaran goyangJaran goyangMulutku asik berdendang lagu asik yang banyak digandrungi di sini, enak sih jadi pingin goyang. Kadang pinggulnya ikut bergoyang... Aseek...sedap cui...begitu kata anak gaul, batin Cia."Selamat datang Cia!" teriakku saat memasuki rumah yang sudah seminggu lebih ini kutempati."Aku pulang gitu salamnya, anak papa ini memang ngegemesin,” Saat aku masuk ternyata papa Aby udah ada di ruang tamu, asik dengan laptopnya, mengacak rambutku gemas saat aku mendekat pad
"Cia, daddy minta maaf ya. Daddy udah bentak kamu nuduh kamu tanpa daddy tau yang sebenarnya, tapi apa yang daddy lakukan saat itu daddy... daddy melihat kondisi Aurora yang berdarah dan melihatmu yang memegang pisau dan kedua tanganmu penuh darah, dalam kondisi panik daddy... menurutmu apa yang ada pikiran semua orang saat melihat Aurora terluka dan kamu memegang pisau pasti semua berpikiran bahwa kamu pelakunya, maaf... sungguh daddy minta maaf sayang, daddy sudah berpikir yang tidak tidak padamu,” Sesal Jashon, air matanya tak berhenti mengalir, melihat putrinya mengabaikannya dan bahkan tak mau memandangnya."Apa daddy pikir aku sanggup melakukannya, apa kalian semua berpikir aku bisa melukai saudaraku sendiri?" bentaknya, sudah cukup dia menanggung kesedihannya sendiri, rasa kecewanya sendiri."Sebenarnya yang membuatku terluka adalah kalian yang tidak mempercayaiku, apa aku begitu buruk dimata kalian, apa aku pernah melakukan kejahatan hingga kalian berpikir aku sa
Akhirnya keluarga Klein memutuskan membeli sebuah apartemen di dekat rumah Aby, Austin masuk di British International School tapi beda dengan Allicia dan Aurora yang masih di middle School, Austin dia masuk ke high school, sedang Bella dia kuliah mode di Paris, dia suka dengan dunia desain, sedang kakak tertuanya Daffa dia memutuskan kuliah di UI jurusan bisnis, dia juga sekarang tinggal dengan papanya, karena dia merasa kasian dengan Papanya, apalagi setelah Allicia kembali berkumpul dengan keluarganya, sesekali dia membantu Papanya dikantor. Keluarga besar Abymanyu terutama kedua orang tuanya tentu sangat senang dengan kembalinya kembali cucu-cucu mereka, hubungan mereka dengan Kanaya juga sudah membaik, semua rasa sakit masa lalu sudah mereka lebur.Karena bisnis Jashon yang ada di New York, maka Jashon dan Kanaya bolak balik Jakarta - New York, tapi mereka berdua tidak perduli, yang penting adalah putra putri mereka. Kehidupan mengajarkan pelajaran yang paling berart
Lamunan Angel terganggu karena pintu kamarnya terbuka dan masuklah pria sebaya dengan daddynya, dengan tubuh yang masih gagah, tanda jika lelaki itu pasti rajin merawat tubuhnya, lelaki itu mengunci pintu dan mengambil kunci dan disimpannya disaku celananya, lelaki itu mendekati Angel yang sudah duduk diatas kasur dengan mata tak pernah lepas dari sosok didepannya."Om siapa? Teman daddy ya?" tanyanya tenang, dia harus percaya daddynya tidak akan menyakiti nya, ya batinnya meyakinkan.Tidak ada yang perlu ditakutinya, mungkin om didepannya ini yang akam memberinya pekerjaan, pikirnya lagi.“Iya, daddymu teman om, daddy mu meminta om memberimu pekerjaan,” sahut lelaki itu duduk disebelah Angela, membenarkan anak rambut yang menutupi sebagian wajah gadis didepannya."Benarkah? tapi aku belum lulus high school, pekerjaan apa yang om berikan?" tanyanya antusias, dia berniat membuat daddynya bangga padanya."Melayani om malam ini, jika kau bisa melayani om, om akan