Semalam badan Cia demam, dia sering mengigau. Dia juga mendapat mimpi buruk, dia akan berteriak-teriak dalam tidurnya dan bangun dengan tubuh basah kuyub. Kanaya selalu setia merawat putrinya, setelah kemarin malam dia merutuki ketidakberdayaannya untuk melindungi putri kecilnya, dan berakhir dengan menghilangnya putri kecilnya itu. Dia digempur rasa bersalah. Dia akan mencurahkan kasih sayangnya untuk kesembuhan Cia.
Cia hanya memperbolehkannya, Austin, Daffa dan Bella untuk menjenguknya dan menemaninya. Dia akan melempar apa saja jika yang datang Jashon atau dua saudaranya yang lain. Dia juga akan berteriak histeris. Dan itu tentu saja membuat Jashon dilanda kesedihan yang teramat dalam.
Apalagi dokter Hans, dokter yang merawat Cia di kediaman keluarga Dexter menceritakan bagaimana keadaan Cia saat pertama kali dia datang ke sana. Setelah Selena memintanya ke rumah karena ada teman Marc yang sakit. Sungguh saat itu tubuh Cia sudah membiru, ada darah keluar dari hidungnya. Sepertinya tubuh mungilnya sudah terlalu lama berada di antara badai salju. Apa yang akan terjadi jika tidak ada Marc yang kebetulan lewat disana, karena sedikit lagi nyawa Cia sudah tidak dapat tertolong lagi.
Rasa sesak itu begitu menyesakkan dadanya, dia merasa sudah gagal menjaga putrinya. Andai dia tidak membentak Cia, ini semua tidak akan terjadi. Tapi semua sudah terjadi, bahkan istrinya dan ketiga anaknya ikut marah padanya, bahkan enggan bicara dengannya, tapi dia memang pantas mendapatkannya. Cia masih terlalu kecil...Jashon hanya berharap Cia mau memaafkannya.
Walau dia belum meminta maaf pada Cia, baru dia masuk kamar, Cia sudah histeris....
Maaf Cia... Maafkan Daddy nak.
***
“Mom, aku tidak mau ikut, aku tinggal disini saja. Aku ingin bertemu dengannya lagi.” Marc menolak ikut mom dan dadnya yang akan pindah ke London. Karena tugas kerjanya sebagai Kedubes di New York sudah berakhir. Dan kini Jonathan Dexter bisa berfokus pada bisnis yang juga ditekuninya selain menjadi Duta besar perwakilan dari London.
“Marc, kita tidak bisa tetap tinggal disini sayang. Tempat ini akan ditempati orang lain yang akan menggantikan posisi dad nantinya.” Selena berusaha membujuk putranya itu dari kemarin, tapi putranya itu menolak pergi.
“Mmm gimana kalau kita menjenguk sekaligus berpamitan pada gadis kecilmu itu sebelum kita pergi, bagaimana?” mata Marc mengerjap senang.
“Ayo mom, aku mau bertemu gadisku lagi. Bisa tidak kalau kita memgajaknya juga. Kurasa dia tidak senang dengan daddynya, maukah mom berbicara dengan orang tuanya?” suatu ide muncul di kepala tampannya. Dia mengatakannya sambil tersenyum bahagia, membayangkan dia akan mengajak gadis kecilnya berkeliling kota London. Dia sangat yakin gadis itu belum pernah pergi ke sana.
“Mommy sih tidak keberatan Marc, tapi gadis cantik itu kan punya keluarga yang menyayanginya.” Selena memberi pengertian kepada jagoannya itu pelan, karena dia sangat mengenal putranya itu. Dia paling tidak suka jika ditolak, seperti daddynya.
“Baiklah, biar aku saja yang bicara dengan keluarganya,” putusnya. Dia menganggukkan kepalanya pasti, seakan dia baru memutuskan tujuan hidupnya.
***
Gadis cilik itu masih bergelung dalam selimut tebalnya. Badannya sudah tidak demam lagi, tapi kepalanya masih nyeri.
“Sayang, ada yang mengunjungimu,” bisik mommynya sambil menepuk ringan pipinya yang kemerahan dan gembil menggemaskan. Mommynya mencium kedua pipi dan keningnya dengan sayang, sampai putrinya membuka matanya.
“Ssiapa mom hoammm?” tanyanya serak, efek bangun tidur. Dia menguap dua kali.
“Penolongmu,” bisiknya menggoda, dan putri kecilnya itu pipinya semakin memerah. Ohhh gadis kecilnya dan cinta monyetnya. Mungkinkah? Apa secepat ini?
Gadis itu duduk membenarkan geraian rambutnya yang kusut. Gerakan salah tingkah putrinya itu membuatnya gemas. Gadis kecilnya menatap matanya seakan bertanya ‘Bagaimana penampilanku?’ Dia memberi isyarat Ok dengan tangan kananya. Putrinya terkekeh geli, ini pertama kalinya dia mendengar suara kekehan putrinya itu setelah kejadian beberapa waktu lalu. Ingin rasanya dia melakukan apapun untuk mendengar suara merdu itu. Sepertinya bocah tampan yang sudah menolong putrinya itu bisa membuatnya ceria lagi.
Dia mencium kening putrinya ini, dikecupnya lagi kedua pipi putri kecilnya itu, sebelum beranjak dari kamar putrinya.
Tak berapa lama mommynya datang dengan seorang wanita sebaya dengan mommynya dan seorang bocah laki-laki bermata biru. Kedatangannya membuatnya tersenyum bahagia.
“Hai sweetheart gimana keadaanmu sayang?” tanya wanita yang Cia yakin adalah ibu dari bocah lelaki bermata biru itu. Ada kemiripan dengan mereka, cuma mata mereka berbeda. Mungkin sama sepertinya yang menuruninya dari daddynya. Apalagi Cia mengingat wanita itu juga yang ikut merawatnya kemarin.
“Baik aunty, masih pusing sih... Little bite,” jawabnya sambil menyatukan ibu jari dan telunjuknya dengan ekspresi menggemaskan miliknya.
"Ya ampun kamu menggemaskan sekali,” seru wanita itu langsung memeluk gadis kecil yang membuat putra kecilnya terpesona, dikecupinya seluruh wajah gadis kecil itu gemas.
"Mom... kau memonopolinya,” seru bocah lelaki itu gusar.
"Wah kamu cemburu son?" goda Selena kepada putranya.
"Iya... dia milikku, hanya aku yang boleh mencium dan memeluknya,” ucapnya terus terang, ucapannya membuat kaget mommy Kanaya dan tentu gadis kecil itu makin merona tanpa dia tau alasannya.
"Kau hanya milikku, jangan biarkan orang lain memelukmu. Jika kau sedih ingatlah aku, genggam bandul pemberianku dan anggap aku memelukkmu seperti ini,” ujarnya tegas, dan langsung memeluk gadisnya menyalurkan rindunya.
"Aku akan pergi, karena tugas daddyku disini sudah selesai. Jadi janji akan menungguku atau kau mau ikut denganku, mommyku tidak keberatan kalau kau ikut dengan kami. Hmm gimana?" tanyanya menembus mata biru gadisnya, mengecup dua mata gadisnya lembut.
"Sayang kau membuatnya bingung, mom dan dadnya pasti keberatan,” tegur mommynya
"Ayo Daddy sudah menunggu, kita harus pergi,” ucap mom Selena, tidak enak karena mengganggu putranya. Tapi bagaimana lagi suaminya sudah menunggu di bandara. Seharusnya mereka berangkat bersama tapi karena Marc, mereka berangkat sendiri.
Marc menatap mommynya tak percaya, ada kesedihan yang tersirat dari sorot matanya. Dia beralih menatap Cia, pandangannya nanar. Rasa tak rela berpisah dari Cia.
"Namaku Marc, Marcus Dexter, ingat kau milik Marc,” ucapnya penuh ketegasan. Cia hanya mengangguk mantap, membuat Marc tersenyum senang. Apalagi saat mendengar jawaban gadisnya matanya berbinar indah
"Cia milik Marc, Marc milik Allicia,” jawabnya sendu tapi ada janji disana.
"Iya Marc milik Allicia, Allicia milik Marcus,” bisiknya ditelinga gadisnya, Allicianya. Dikecupnya lembut kening gadis itu lembut, dirapikannya anak rambut gadis kecil itu lembut direkamnya wajah cantiknya dalam ingatannya.
Dia menoleh ke arah meja dekat meja belajar Cia, disana tertata rapi beberapa foto Cia dari dia bayi sampai sekarang
"Boleh kuambil ini sebagai hadiah?" tanyanya sambil mengambil frame berisi foto Cia, gadis itu mengagguk kecil.
"Setelah dewasa aku akan menjemputmu,” ucapnya tegas sebelum meninggalkan kamar.
Allicia mengangguk kecil, ada kesedihan yang merayapi hatinya. Baru saja dia merasakan hatinya bahagia, baru pertama dia merasa sangat dekat dengan orang asing tapi merasa mengenalnya seumur hidupnya, sedang yang dikenalnya sedari bayi seperti orang asing buatnya.
***
Setibanya diluar kamar Cia, pandangan Marc menjadi nanar, rasanya berat meninggalkan Cia. Entahlah dia merasa hal buruk akan terjadi pada gadis kecilnya, Entahlah tapi dia berharap gadisnya baik-baik saja.
Dia berjalan kearah mommynya yang memang sejak tadi memberi waktu berdua dengan Cia. Pandangannya bertemu dengan wajah serupa Cia tapi bermanik hazel. Cantik tapi tak secantik Cia, jadi Cia punya kembaran? Menarik batinnya. Gadis cilik itu memandangnya penuh rasa ingin tahu. Dia merasa gadis itu ingin mendekatinya, tapi kedatangan seorang gadis seusia dengannya membuat gadis cilik kembaran Cia mengurungkan niatnya. Mereka berdua berjalan ke salah satu kamar.
Pandangannya tertuju pada kamar Cia lagi, belum juga dia pergi, dia sudah merindukan gadis cilik itu. Selamat tinggal sayang. aku pergi untuk kembali...tunggu aku, gumam Marc pelan.
>>Bersambung>>
Tahun berganti tahun, banyak yang berubah dari seorang Allicia dari bocah cilik periang, selalu berceloteh ini itu, gadis cilik yang kritis dan menggemaskan suka bertanya banyak hal, hangat dan tidak suka duduk diam. Yang senang melakukan aktivitas dengan ketiga saudaranya dengan riang gembira, tak ada lagi rengekan penuh kemanjaan darinya.Jangan harap bisa melihat senyuman manisnya lagi atau tatapan penuh kebahagiaan miliknya. Sejak kejadian beberapa tahun yang lalu merubahnya menjadi pribadi yang tertutup. Hanya dengan Austinlah kadang senyum tulusnya dia perlihatkan, itu pun hanya senyum di ujung bibirnya.Dia masih berinteraksi dengan saudaranya dan mommynya tapi tak ada senyuman ataupun celoteh lucunya.Saat dia bermain basket dengan Austin dia hanya memperhatikan anjuran Austin tanpa bertanya atau mengeluh, dia hanya mengangguk tanda mengerti.Di sekolah pun dia selalu menyendiri, seakan dia punya dunianya sendiri. Walau begitu tidak ada yang berani me
Selama ini Allicia selalu menyimpan tangisnya sendiri, dia memang berubah muram tapi dia tidak pernah menangis didepan siapa pun.Tapi mendengar bentakkan daddynya bukanlah hal yang ingin didengarnya. Dia rindu daddynya yang selalu menggendongnya saat daddynya pulang kerja, menciumi pipinya, bercerita banyak hal padanya hingga dia tertawa. Dia rindu daddy yang menjahilinya, dia rindu semua tentang daddynya, dia hanya ingin daddynya minta maaf karena dulu membentaknya atas kesalahan yang tidak diperbuatnya. Tapi keinginan sederhananya tidak pernah terwujud, sudah berapa ulang tahunnya ia lalui tanpa perayaan karena hatinya yang lara.Kenapa? Apa daddynya tidak lagi menyayanginya?Dan kini untuk kedua kalinya daddy membentaknya. Badannya bergetar usai daddy mengatakan hal yang tak ingin didengarnya. Daddy pergi dengan menggendong Aurora yang penuh darah, dia melihat kedua tangannya yang penuh darah, ada pisau ditangan kanannya.Sungguh dia tak tahu apa yang ter
Allicia PovSuara hiruk pikuk bandara Soekarno hatta, menyadarkanku akan perbedaan suasana dengan di New York, bahasa yang berbeda kadang mommy ajarkan padaku, bahkan kak Daffa dan kak Bella juga sering bercerita tentang tanah kelahiran mereka. Entahlah euforia baru ini membawaku seakan dalam dimensi yang berbeda, memberikan harapan baru padaku, sebuah Kesempatan kedua, sebuah kebahagiaan. Hidup Baru!!YeayyyAh rasanya tak sabar menjelang hari baru, lingkungan baru, teman baru. Sekolah? Apa papa Aby mengijinkannya untuk sekolah? Kenapa ini tidak terpikirkan olehku sebelumnya, dia cuma orang asing...Tapi aku ingin sekolah, apa aku tanyakan saja?"Pa...apa nanti aku juga sekolah?" tanyaku penuh harap."Tentu sayang, didekat rumah papa ada sekolah internasional jadi kamu bisa sekolah disana,” kata Papa Aby penuh kelembutan membuat perasaanku menghangat."Asik... nanti aku dapat teman baru ya pa?" sahutku senang"Pasti, siapa sih yang tidak mau
Angel merasa sangat puas sudah bisa membuat Allicia dibuang, mom kini aku anak daddy hanya aku putri daddy, aku juga akan buat wanita perusak rumah tangga mom dan dad itu pergi seperti putrinya, hanya mom yang pantas jadi istri dad, wanita itu jahat mengusir mom padahal mom hamil aku dan kondisi mom tidak baik, wanita itu benar benar iblis, tingkahnya sok baik padahal sudah membuatku tidak punya mom dan dad lagi, baik Daffa, Bella, Austin, Aurora dan juga Allicia mereka tidak berhak memanggil daddyku dengan panggilan daddy, tak akan kubiarkan. Tatapan penuh dendam berkilat dimata hazel itu. Hanya aku...aku satu-satunya putri Jashon Klein. Angel menatap sebuah foto seorang wanita cantik, dia selalu menyimpan foto Mommynya di kamarnya. Dia tersenyum bahagia sambil mengusap pelan foto Mommynya."Angel... Angel... Keluar,” Suara gedoran dan teriakan Jashon terdengar.Khayalannya terganggu oleh teriakan daddynya didepan pintu, ada apa?batinnya. Kenapa daddy memanggilnya
Jashon sadar kesalahan terbesar ada padanya.Badannya meluruh, dia menyadari dia tidak cukup bijak dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan keluarganya, dia bahkan menuduh putrinya sendiri, dia audah lupa kapan terakhir dia bercanda atau bercengkrama dengan putri kecilnya itu...Dia merindukan suara manjanya, senyum manisnya, mata birunya yang seterang langit biru, begitu cerah, dia baru melihat mata biru secerah mata putrinya."Kenapa kamu lakuin itu ke Allicia, salah apa dia sama kamu, kami bahkan udah anggap kamu kayak saudara sendiri, kenapa?" bentak Daffa pemuda remaja itu sangat gusar, dengan tingkah Angel, yang tak tau terimakasih."Karena aku juga anak Daddy, kenapa aku tidak mendapat nama daddy dinamaku seperti Allicia,” bantah Angela merasa marah."Karena kamu bukan anak daddy,” tantang Daffa lagi, semua sudah lacur, tak perlu rahasia itu ditutupi lagi."Bohong, aku anak daddy dengan mom Jessi, mom Kanaya yang jahat udah pisahin
Allicia povSudah seminggu lebih aku tinggal di Jakarta, aku juga sudah banyak teman, mereka semua ramah, tapi ada juga yang sikapnya nyebelin tapi abaikan mereka.Langkahku riang memasuki sebuah rumah yang sudah kutinggali lebih dari seminggu Ini. Dari tadi mulutku selalu menyanyikan lagu ini, ada yang suka nggak?Apa salah dan dosaku sayangCinta suciku kau buang buangLihat jurus yang kuberikan Jaran goyangJaran goyangMulutku asik berdendang lagu asik yang banyak digandrungi di sini, enak sih jadi pingin goyang. Kadang pinggulnya ikut bergoyang... Aseek...sedap cui...begitu kata anak gaul, batin Cia."Selamat datang Cia!" teriakku saat memasuki rumah yang sudah seminggu lebih ini kutempati."Aku pulang gitu salamnya, anak papa ini memang ngegemesin,” Saat aku masuk ternyata papa Aby udah ada di ruang tamu, asik dengan laptopnya, mengacak rambutku gemas saat aku mendekat pad
"Cia, daddy minta maaf ya. Daddy udah bentak kamu nuduh kamu tanpa daddy tau yang sebenarnya, tapi apa yang daddy lakukan saat itu daddy... daddy melihat kondisi Aurora yang berdarah dan melihatmu yang memegang pisau dan kedua tanganmu penuh darah, dalam kondisi panik daddy... menurutmu apa yang ada pikiran semua orang saat melihat Aurora terluka dan kamu memegang pisau pasti semua berpikiran bahwa kamu pelakunya, maaf... sungguh daddy minta maaf sayang, daddy sudah berpikir yang tidak tidak padamu,” Sesal Jashon, air matanya tak berhenti mengalir, melihat putrinya mengabaikannya dan bahkan tak mau memandangnya."Apa daddy pikir aku sanggup melakukannya, apa kalian semua berpikir aku bisa melukai saudaraku sendiri?" bentaknya, sudah cukup dia menanggung kesedihannya sendiri, rasa kecewanya sendiri."Sebenarnya yang membuatku terluka adalah kalian yang tidak mempercayaiku, apa aku begitu buruk dimata kalian, apa aku pernah melakukan kejahatan hingga kalian berpikir aku sa
Akhirnya keluarga Klein memutuskan membeli sebuah apartemen di dekat rumah Aby, Austin masuk di British International School tapi beda dengan Allicia dan Aurora yang masih di middle School, Austin dia masuk ke high school, sedang Bella dia kuliah mode di Paris, dia suka dengan dunia desain, sedang kakak tertuanya Daffa dia memutuskan kuliah di UI jurusan bisnis, dia juga sekarang tinggal dengan papanya, karena dia merasa kasian dengan Papanya, apalagi setelah Allicia kembali berkumpul dengan keluarganya, sesekali dia membantu Papanya dikantor. Keluarga besar Abymanyu terutama kedua orang tuanya tentu sangat senang dengan kembalinya kembali cucu-cucu mereka, hubungan mereka dengan Kanaya juga sudah membaik, semua rasa sakit masa lalu sudah mereka lebur.Karena bisnis Jashon yang ada di New York, maka Jashon dan Kanaya bolak balik Jakarta - New York, tapi mereka berdua tidak perduli, yang penting adalah putra putri mereka. Kehidupan mengajarkan pelajaran yang paling berart