Chapter 4 Bertemu Evander Lagi "Bersiaplah, untuk makan malam bersamaku." Oh, Tuhan! Bianca ingin menghancurkan ponselnya setelah membaca pesan yang dikirimkan Evander. Baru satu hari Lisa bekerja di Binter Canarias dan Evander sudah berusaha menindasnya dengan memaksanya pergi makan malam. Pria itu benar-benar menjengkelkan. "Hari ini aku tidak bisa menemanimu makan malam karena aku harus menjaga putra Lisa." Tulis Bianca di pesan pendeknya. "Lalu, ke mana Lisa?" tanya Evander. "Dia baru sehari bekerja di kantormu, dia masih butuh biaya untuk membayar baby sitter yang menjaga putranya di siang hari," jawab Bianca. Evander tidak membalas pesannya lagi dan Bianca merasa bersyukur, akhirnya ia terbebas dari pria itu. Bianca lalu melanjutkan aktivitasnya di dapur, ia menyusun piring-piring dan peralatan dapur lainnya ke dalam mesin pencuci piring lalu mengaktifkan mesin. Bianca mengeluarkan sayuran, daging, susu, pasta, dan beberapa jenis bawang dari dalam kulkas lal
Chapter 5 Wanita-wanita Evander Ilona Callie adalah wanita yang pernah paling dihindari oleh Evander sepanjang hidupnya. Sungguh sial semalam ia bertemu lagi dengan Ilona dan lebih sial lagi Bianca meninggalkannya, membuatnya terjebak dengan Ilona dan terpaksa meladeni Ilona yang berbicara tak tentu arah sementara dirinya harus berpura-pura menjadi pendengar yang baik. Evander tidak akan memaafkan Bianca dan wanita itu harus membayarnya, Evander akan membuat perhitungan dengannya. Evander dengan malas turun dari tempat tidur, pagi ini ada pertemuan penting yang harus dihadiri dan fakta dirinya kurang tidur membuatnya sedikit tidak bersemangat. Setelah membersihkan diri pria itu mengambil MacBook-nya dan membaca materi pertemuan ditemani secangkir kopi tanpa gula. Ia lalu mengaktifkan ponselnya dan suara pesan di ponselnya berbunyi dan Evander mengernyit membaca siapa pengirim pesan tersebut. Pesan itu dari Ilona dan Isabel, Evander tidak menggubrisnya dan melanjutkan kegiata
Chapter 6 Selalu Mengancam Bianca sedang mengamati pohon bunga Peony yang tingginya belum ada satu jengkal, menunggu waktu tiga tahun untuk Peony berbunga rasanya sangat konyol. Sialan! Tetapi, obsesinya menanam dan merawat bunga sendiri sudah bulat. Lagi pula menanti Peony-nya berbunga lalu bunga itu akan hidup selama lima puluh sampai seratus tahun menurutnya waktu tiga tahun terlalu singkat untuk sebuah penantian, itu sungguh sepadan. Bianca mencatat perkembangan pohon Peony dan bunga lain di bukunya sebagai rutinitasnya setiap pagi setelah membuka toko dan Alma bertugas menjaga tokonya. Bianca juga memperkerjakan satu orang untuk membantunya mengurus tumbuhan di rumah kaca karena mustahil semua dikerjakan sendiri. "Bianca, apa kau sudah melihat bunga Lily kita??" tanya Don, orang yang ia percaya membantunya merawat bunga. "Aku belum melihatnya pagi ini," kata Bianca. "Kau harus melihatnya, ada satu yang memiliki kuncup. Sepertinya ia akan berbunga!" katanya denga
Chapter 7Mencium Bianca"Kau tidak perlu pergi jika tidak ingin pergi, abaikan saja ancamannya," kata Lisa ketika Bianca sedang bersiap untuk pergi menemani Evander bertemu client. Dulu ketika menjadi mahasiswa di Complutense University of Madrid, Bianca dan Lisa adalah teman satu kamar di asrama. Bahkan ketika mereka sudah lulus pun pada akhirnya mereka masih memutuskan untuk tinggal berdekatan hingga Lisa menikah dan memutuskan tinggal di apartemen suaminya. Lalu ketika suami Lisa meninggal, Lisa kembali memutuskan untuk menyewa apartemen di gedung di mana Bianca tinggal agar mereka dapat kembali berdekatan.Bianca awalnya sangsi terhadap pertemanannya dengan Lisa, ia sedikit trauma. Takut akan dimanfaatkan sepeti apa yang Evander pernah lakukan padanya dulu. Tetapi, seiring berjalannya waktu Lisa tidak pernah memanfaatkannya. Jika Lisa memanfaatkannya saat ingin bekerja di Binter Canarias itu pengecualian, Bianca memaklumi karena keadaan Lisa yang sedang kurang beruntung dan ang
Chapter 8Pacar Palsu “Astaga....” Bianca menggelengkan kepalanya karena Evander pagi-pagi sekali sudah berada di depan toko bunganya. Bahkan toko bunganya belum buka.“Aku hanya kebetulan lewat dan aku ingin melihat-lihat toko bungamu,” kata Evander.Bianca sanksi dengan ucapan Evander, bagaimanapun pria yang sedang ia hadapi adalah Evander yang dikenalnya sebagai pria licik jika menyangkut keuntungannya pribadi. Evander pasti memiliki tujuan lain padanya, entah itu ada hubungannya dengan Ilona atau tujuan lain, tetapi yang jelas kali ini Bianca bersumpah tidak akan terjebak dalam permainan Evander.Hanya katak bodoh yang terjatuh pada lubang yang sama dua kali dan Bianca tidak ingin menjadi kataka bodoh itu, ia harus lebih waspada terhadap Evander. Bianca tidak menggubrisnya, ia memasukkan kunci pada lubang kunci tokonya lalu memutarnya dan membuka pintu tokonya. Tidak lama Evander menyusulnya dan pria itu membawa boneka di tangannya.“Kuharap kau menyukainya,” ucap Evander seraya
Chapter 9 Berdamai Gawat, batin Lisa. Ia baru saja tiba di kantor dan kepala divisi memberitahu kalau dirinya dipanggil CEO. Evander memanggilnya pasti bukan masalah pekerjaan, tetapi pasti ada hubungannya dengan Bianca dan ketika memasuki ruangan Evander yang dilihat Evander sedang menekan pelipisnya seolah sedang berpikir keras. "Kau memanggilku, Sir?" tanya Lisa mencoba berhati-hati. "Duduklah," kata Evander. Ragu-ragu Lisa duduk di kursi seberang meja kerja Evander. "Apa ada yang salah dengan pekerjaanku?" tanya Lisa mencoba bersikap senormal mungkin sebagai seorang karyawan. "Valentine sebentar lagi," kata Evander lalu menjeda ucapannya beberapa saat dan menatap Lisa dengan serius. "Temanku mengundangku ke pesta valentine-nya." Lisa tidak berani menebak apa kalimat selanjutnya yang akan diucapkan Evander. "Dan?" "Aku ingin mengajak Bianca menghadiri pesta di malam Valentine." Lisa ingin tertawa keras-keras mendengar apa yang dituturkan Evander, terdengar kekanakan se
Chapter 10BadaiBianca dan Evander keluar dari toko bunga lalu masuk ke dalam mobil, mereka menuju China Crown di Salamaca. Sementara hujan mulai membasahi jalanan dan gedung kota Madrid, Evander memeriksa perkiraan cuaca di layar yang terdapat di dasbor mobilnya. “Akan ada badai,” kata Evander. “Semoga tidak terjadi,” sahut Bianca. “Cuaca tidak menentu sekarang.” “Benar.” “Aku benci hujan.” “Karena memengaruhi jadwal penerbangan?” “Ya, salah satunya,” jawab Evander, “bagaimana denganmu?” “Aku menyukainya. Mendengarkan rintik hujan seperti mendengarkan alunan musik klasik, ada kedamaian di sana.” Evander tersenyum mendengar alasan Bianca. “Kau masih suka musik klasik?” “Kukira kau melupakannya.” Tidak ada yang dilupakan Evander, bahkan ciuman pertama mereka di perpustakaan pun Evander masih jelas mengingatnya. Itu adalah ciuman pertama Evander, juga Bianca. Mereka melakukannya di lorong perpustakaan, di antara jejeran rak-rak buku dan bersembunyi dari banyaknya orang di pe
Chapter 11 Evander Cemburu Badai yang menerjang Madrid kemarin sore membuat atap kaca kebun bunganya roboh dan menimpa beberapa tanaman bunga, untungnya kerusakannya tidak terlalu parah sehingga tidak menimbulkan masalah besar. Hanya saja beberapa bunga yang memerlukan perlakuan khusus di bawah bangunan beratap kaca harus dipindahkan untuk sementara, terutama bunga Lily of the Valey yang memerlukan banyak matahari tetapi harus tetap terjaga kelembapannya. Bianca mengulurkan botol minuman dingin pada Evander yang beru selesai memindahkan kotak berisi tanaman Lily, mantan kekasihnya itu datang pagi-pagi sekali bahkan saat toko bunganya belum buka dan membantunya melakukan pekerjaan memperbaiki kebun bunganya yang rusak sehingga mempercepat pekerjaan para pekerja. Entah apa motif Evander, antahlah. Bianca tidak mau ambil pusing saat ini yang pasti ia hanya ingin kebunnya diperbaiki secepatnya dan bunga-bunganya aman. “Kurasa bangunan ini harus dirombak secara menyeluruh, mate
Chapter 25Membantu Evander “Tapi, aku belum pernah....” “Kau pasti pernah melakukannya saat kuliah, di depan dosen, teman-teman kuliah,” potong Evander dan Bianca mengangguk meski terlihat ragu-ragu. “Kalau begitu, bukan masalah. Kau hanya tinggal membaca materinya.” “Bagaimana jika penampilanku buruk? Maksudku, aku takut terlalu gugup dan mengacaukannya,” kata Bianca dengan panik.“Aku akan berada di sampingmu, aku akan membantumu.” Bianca menghela napasnya dengan berat, juga iba menyaksikan Evander yang sepertinya sangat membutuhkan bantuannya. “Berikan materinya.” Evander mengambil ponselnya di dalam saku celananya lalu mengirimkan dokumen ke surat elektronik Bianca, tetapi ketika membukanya Bianca justru mengerutkan keningnya sangat dalam. “Aku butuh dokumen fisiknya, membaca dokumen sebanyak ini di layar membuat mataku lelah,” kata Bianca.“Apa kau memiliki printer?” tanya Evander. Bianca mengangguk. “Tapi kita harus ke toko untuk mencetaknya.” Evander berpikir sejenak.
Chapter 24Membiasakan Diri Begitu ciuman bibir mereka terlepas Bianca segera menjauhi Evander seraya meraih sikunya lalu menyeret Evander keluar dari toko karena Bianca tidak ingin terjebak lebih lama lagi di dalam ruangan bersama Evander yang pasti akan membuatnya semakin canggung dan gugup. Sementara bibir Evander mengulas senyum tipis menyaksikan Bianca yang terlihat salah tingkah dengan wajah merah merona yang tidak bisa disembunyikan.Namun, alih-alih mengantar Bainca kembali ke tempat tinggalnya Evander justru membelokkan membelokkan mobil ke area street food terdekat.“Tapi, aku ingin makan di rumah. Aku sangat lelah,” kata Bianca seraya menatap malas ke arah luar. “Kalau begitu, tunggu di sini, oke? Aku akan membelikanmu makanan, kau tidak perlu memasak lagi di rumah,” kata Evander. Bianca sangat lelah hingga sepertinya setelah membersihkan tubuh ia hanya butuh tidur bukan makan. Tetapi, ia tidak ingin membantah Evander.“Apa yang ingin kau makan?” tanya Evander.“Apa saja
Chapter 23Ciuman Mesra“Aku sedang berusaha memperbaiki semuanya, kumohon jangan terus mendesakku untuk pergi,” lanjut Evander lambat-lambat seraya menggenggam tangan Bianca. “Aku akan membuktikan padamu kalau aku layak bersamamu lagi dan aku tidak akan menyerah.” Bianca menghela napasnya perlahan dan mengembuskannya dengan lembut kemudian berkata, “Sebenarnya akulah yang merasa tidak pantas untuk kau kejar hingga sebegitunya.” “Akulah yang tidak pantas untukmu,” kata Evander lalu mendekatkan telapak tangan Bianca ke bibirnya lalu mengecup punggung telapak tangan Bianca dengan lembut.Sentuhan bibir Evander di kulitnya seolah menghantarkan sengatan listrik yang mengaliri tubuhnya, refleks Bianca hendak menarik tangannya tetapi Evander menahannya. “Aku pernah menyakitimu dan aku bukanlah pria suci tanpa masa lalu, tapi kuharap kau menerimaku dan aku berjanji aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama, aku tidak akan pernah menyakitimu lagi,” ucap Evander dengan tegas tetapi lembu
Chapter 22Banyak Kesalahan di Masa Lalu Evander duduk di kursi sebuah teras cafe di sekitar jalan A-6, ia sengaja memilih tempat duduk di luar ruangan meskipun cuaca cukup dingin di bulan Februari karena kedatangannya ke cafe tersebut bukan untuk bersantai ataupun menikmati hangatnya kopi di sana. Lima menit setelah Evander duduk dan dua gelas kopi telah tersaji di mejanya Isabel datang dengan mengenakan pakaian musim dinginnya yang berasal dari merk kenamaan duniadan merupakan edisi terbatas. “Kau yakin kita duduk di sini?” tanya Isabel seraya menarik bangku. “Aku hanya sebentar,” kata Evander dengan santai. Isabel duduk seraya mengeratkan mantelnya seraya matanya melirik kotak berwarna merah muda di atas meja. “Apa kau akan merayakan Valentine?” Evander kebetulan baru saja melewati sekumpulan orang-orang yang merayakan Valentine dan membagikan kado di jalanan di dekat cafe, ia menjadi salah satu orang mendapatkan kado dari orang-orang itu. Evander berencana membuang kado ters
Chapter 21Seseorang yang Istimewa Beberapa hari telah terlewati, Bianca menjalani hari-hari seperti biasa sementara Evander datang dan pergi ke La Luna Florist sesuka hatinya. Bianca tidak mempermasalahkannya lagi, bahkan di akhir pekan Evander membantunya di toko juga mulai menjadi hal yang tidak asing bagi Bianca.Tidak dipungkiri jika hubungannya dengan Evander semakin dekat dan perasaannya juga sedikit melunak, tembok pertahanan Bianca sedikit demi sedikit terkikis dan Bianca pun menyadari hal itu. Namun, Bianca tidak berusaha menghindari Evander lagi karena menghindar hanya akan berakhir sia-sia dan tentunya dirinya juga lelah jika harus terus-terusan berdebat dengan Evander setiap kali bertemu. Setiap Sabtu, Evander juga mengajaknya mengunjungi Giselle dan pada pandangan Bianca, ibunda Evander adalah sosok wanita yang memiliki tutur kata yang lembut dan terlihat penyayang. Giselle juga teman mengobrol yang lumayan asyik bahkan hingga sejauh ini Bianca tidak menemukan tanda-ta
Chapter 20Izin MenciumSabtu pagi dilewati oleh Bianca dengan menikmati sarapan yang dibuat oleh Evander sambil berbincang-bincang seputar tentang teman-teman sekolah mereka lalu ketika sarapan selesai kemudian mereka bekerja sama membereskan meja makan membuat Bianca merasakan sedikit kehangatan. Selama ini ia menjalani hari-harinya di Madrid dengan monoton, bangun pagi lalu pergi ke toko bunga dan di sore hari pulang ke tempat tinggalnya untuk memasak lalu beristirahat di malam hari. Aktivitas lain adalah pergi ke pasar bunga, pergi berbelanja kebutuhan sehari-hari, atau mengunjungi unit Lisa untuk bermain dengan Agusto jika Lisa tidak mengunjunginya. Hari ini menjadi hari pertama dalam hidupnya di Madrid ada seseorang yang di tempat tinggalnya beraktivitas bersamanya dan berbincang-bincang membuat suasana pagi harinya sedikit hidup.Baru saja Bianca hendak mengeringkan tangannya setelah mencuci piring, pintu apartemennya berbunyi. Bianca yakin itu Lisa dan masih di tempatnya teta
Chapter 19Seksi dan menggairahkan Isabel menyandarkan punggungnya di jok Mini Cooper -nya seraya memandangi beberapa orang yang menyeberang di zebra cross di depan mobilnya. Setelah bertemu kakaknya di restoran ia kembali ke tempat tinggalnya untuk bersiap pergi ke Barcelona menemui ayahnya, tetapi ayahnya justru menghubunginya untuk memberitahu siapa pria yang akan dijodohkan dengannya. Tentu saja Isabel mengurungkan niatnya untuk pergi ke Barcelona karena tidak ada lagi yang perlu didiskusikan dengan ayahnya, justru seharusnya ia ingin berterima kasih. Ia lalu menemui Evander dengan maksud untuk memberitahu perihal perjodohan mereka, tetapi tidak menyangka jika Evander sedang bersama Bianca di tempat tinggalnya.Entah sejak kapan Evander dan Bianca menjalin hubungan, yang jelas setelah pria incarannya itu mengunggah foto Bianca dengan boneka Teddy Bear, ia menemui Evander. Ia melemparkan seluruh harga dirinya seolah mengemis kepada pria itu agar hubungan mereka tetap seperti sedi
Chapter 18PacarBianca tidak pernah membayangkan bagaimana Evander dengan kehidupan sempurnanya—memiliki segalanya, keluarga yang utuh lalu orang tuanya bercerai dan ibunya harus menjalani terapi di panti rehabilitasi sementara ayahnya telah memiliki kehidupan baru dengan wanita lain lalu ia harus menjalani kehidupan baru yang pastinya sangat berbeda. Pastinya tidak mudah menjalani kehidupan seorang diri hingga mungkin sangat kesepian dan kini telah berada di puncak kesepiannya hingga tidak mampu membendungnya lagi. Batin Bianca merasa tersentuh, tangannya terulur dan dengan pelan menepuk-nepuk punggung Evander, membiarkan Evander semakin erat memeluknya beberapa saat berharap agar pria itu merasa lebih baik.Evander mengusap matanya yang dipenuhi air mata. “Maafkan aku, kau harus mendengarkan aku.” Bianca menjilat bibirnya. “Aku tidak keberatan mendengarkannya, meskipun aku mungkin tidak bisa membantumu.” Evander merenggangkan pelukannya lalu meletakkan kedua tangannya dibahu Bia
Chapter 17 Pria Kesepian “Kau gila!” dengus Bianca lalu berbalik dan kembali melangkah dangan hati gusar. Menikah, menikah apa? Ia belum pernah berpikir untuk menikah apalagi menikah dengan Evander. “Bisakah kita bicara serius?” tanya Evander seraya mengikuti Bianca yang melangkah dengan cepat. “Dengar, aku sudah bilang jangan menemuiku lagi,” kata Bianca tanpa menoleh, “aku bahkan belum memaafkanmu dan kau sekarang justru membual seperti ini.” Evander menarik siku Bianca membuat Bianca menghentikan langkahnya, wanita itu menghela napas kesal sambil menatap Evander dengan tatapan yang tidak bisa dibilang ramah. “Ayo temui orang tuamu. Ke Barcelona,” kata Evander tanpa ragu-ragu. Bianca justru tertawa pelan tanpa humor. “Drama apa yang sedang kau mainkan?” “Bi, aku serius," kata Evander dengan sangat tegas. Bianca tersenyum sinis seraya melepaskan sikunya yang dipegang Evander. “Kau dulu mempermainkan aku, lalu saat kita bertemu kembali tiba-tiba kau ingin kita me