Chapter 18PacarBianca tidak pernah membayangkan bagaimana Evander dengan kehidupan sempurnanya—memiliki segalanya, keluarga yang utuh lalu orang tuanya bercerai dan ibunya harus menjalani terapi di panti rehabilitasi sementara ayahnya telah memiliki kehidupan baru dengan wanita lain lalu ia harus menjalani kehidupan baru yang pastinya sangat berbeda. Pastinya tidak mudah menjalani kehidupan seorang diri hingga mungkin sangat kesepian dan kini telah berada di puncak kesepiannya hingga tidak mampu membendungnya lagi. Batin Bianca merasa tersentuh, tangannya terulur dan dengan pelan menepuk-nepuk punggung Evander, membiarkan Evander semakin erat memeluknya beberapa saat berharap agar pria itu merasa lebih baik.Evander mengusap matanya yang dipenuhi air mata. “Maafkan aku, kau harus mendengarkan aku.” Bianca menjilat bibirnya. “Aku tidak keberatan mendengarkannya, meskipun aku mungkin tidak bisa membantumu.” Evander merenggangkan pelukannya lalu meletakkan kedua tangannya dibahu Bia
Chapter 19Seksi dan menggairahkan Isabel menyandarkan punggungnya di jok Mini Cooper -nya seraya memandangi beberapa orang yang menyeberang di zebra cross di depan mobilnya. Setelah bertemu kakaknya di restoran ia kembali ke tempat tinggalnya untuk bersiap pergi ke Barcelona menemui ayahnya, tetapi ayahnya justru menghubunginya untuk memberitahu siapa pria yang akan dijodohkan dengannya. Tentu saja Isabel mengurungkan niatnya untuk pergi ke Barcelona karena tidak ada lagi yang perlu didiskusikan dengan ayahnya, justru seharusnya ia ingin berterima kasih. Ia lalu menemui Evander dengan maksud untuk memberitahu perihal perjodohan mereka, tetapi tidak menyangka jika Evander sedang bersama Bianca di tempat tinggalnya.Entah sejak kapan Evander dan Bianca menjalin hubungan, yang jelas setelah pria incarannya itu mengunggah foto Bianca dengan boneka Teddy Bear, ia menemui Evander. Ia melemparkan seluruh harga dirinya seolah mengemis kepada pria itu agar hubungan mereka tetap seperti sedi
Chapter 20Izin MenciumSabtu pagi dilewati oleh Bianca dengan menikmati sarapan yang dibuat oleh Evander sambil berbincang-bincang seputar tentang teman-teman sekolah mereka lalu ketika sarapan selesai kemudian mereka bekerja sama membereskan meja makan membuat Bianca merasakan sedikit kehangatan. Selama ini ia menjalani hari-harinya di Madrid dengan monoton, bangun pagi lalu pergi ke toko bunga dan di sore hari pulang ke tempat tinggalnya untuk memasak lalu beristirahat di malam hari. Aktivitas lain adalah pergi ke pasar bunga, pergi berbelanja kebutuhan sehari-hari, atau mengunjungi unit Lisa untuk bermain dengan Agusto jika Lisa tidak mengunjunginya. Hari ini menjadi hari pertama dalam hidupnya di Madrid ada seseorang yang di tempat tinggalnya beraktivitas bersamanya dan berbincang-bincang membuat suasana pagi harinya sedikit hidup.Baru saja Bianca hendak mengeringkan tangannya setelah mencuci piring, pintu apartemennya berbunyi. Bianca yakin itu Lisa dan masih di tempatnya teta
Chapter 21Seseorang yang Istimewa Beberapa hari telah terlewati, Bianca menjalani hari-hari seperti biasa sementara Evander datang dan pergi ke La Luna Florist sesuka hatinya. Bianca tidak mempermasalahkannya lagi, bahkan di akhir pekan Evander membantunya di toko juga mulai menjadi hal yang tidak asing bagi Bianca.Tidak dipungkiri jika hubungannya dengan Evander semakin dekat dan perasaannya juga sedikit melunak, tembok pertahanan Bianca sedikit demi sedikit terkikis dan Bianca pun menyadari hal itu. Namun, Bianca tidak berusaha menghindari Evander lagi karena menghindar hanya akan berakhir sia-sia dan tentunya dirinya juga lelah jika harus terus-terusan berdebat dengan Evander setiap kali bertemu. Setiap Sabtu, Evander juga mengajaknya mengunjungi Giselle dan pada pandangan Bianca, ibunda Evander adalah sosok wanita yang memiliki tutur kata yang lembut dan terlihat penyayang. Giselle juga teman mengobrol yang lumayan asyik bahkan hingga sejauh ini Bianca tidak menemukan tanda-ta
Chapter 22Banyak Kesalahan di Masa Lalu Evander duduk di kursi sebuah teras cafe di sekitar jalan A-6, ia sengaja memilih tempat duduk di luar ruangan meskipun cuaca cukup dingin di bulan Februari karena kedatangannya ke cafe tersebut bukan untuk bersantai ataupun menikmati hangatnya kopi di sana. Lima menit setelah Evander duduk dan dua gelas kopi telah tersaji di mejanya Isabel datang dengan mengenakan pakaian musim dinginnya yang berasal dari merk kenamaan duniadan merupakan edisi terbatas. “Kau yakin kita duduk di sini?” tanya Isabel seraya menarik bangku. “Aku hanya sebentar,” kata Evander dengan santai. Isabel duduk seraya mengeratkan mantelnya seraya matanya melirik kotak berwarna merah muda di atas meja. “Apa kau akan merayakan Valentine?” Evander kebetulan baru saja melewati sekumpulan orang-orang yang merayakan Valentine dan membagikan kado di jalanan di dekat cafe, ia menjadi salah satu orang mendapatkan kado dari orang-orang itu. Evander berencana membuang kado ters
Chapter 23Ciuman Mesra“Aku sedang berusaha memperbaiki semuanya, kumohon jangan terus mendesakku untuk pergi,” lanjut Evander lambat-lambat seraya menggenggam tangan Bianca. “Aku akan membuktikan padamu kalau aku layak bersamamu lagi dan aku tidak akan menyerah.” Bianca menghela napasnya perlahan dan mengembuskannya dengan lembut kemudian berkata, “Sebenarnya akulah yang merasa tidak pantas untuk kau kejar hingga sebegitunya.” “Akulah yang tidak pantas untukmu,” kata Evander lalu mendekatkan telapak tangan Bianca ke bibirnya lalu mengecup punggung telapak tangan Bianca dengan lembut.Sentuhan bibir Evander di kulitnya seolah menghantarkan sengatan listrik yang mengaliri tubuhnya, refleks Bianca hendak menarik tangannya tetapi Evander menahannya. “Aku pernah menyakitimu dan aku bukanlah pria suci tanpa masa lalu, tapi kuharap kau menerimaku dan aku berjanji aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama, aku tidak akan pernah menyakitimu lagi,” ucap Evander dengan tegas tetapi lembu
Chapter 24Membiasakan Diri Begitu ciuman bibir mereka terlepas Bianca segera menjauhi Evander seraya meraih sikunya lalu menyeret Evander keluar dari toko karena Bianca tidak ingin terjebak lebih lama lagi di dalam ruangan bersama Evander yang pasti akan membuatnya semakin canggung dan gugup. Sementara bibir Evander mengulas senyum tipis menyaksikan Bianca yang terlihat salah tingkah dengan wajah merah merona yang tidak bisa disembunyikan.Namun, alih-alih mengantar Bainca kembali ke tempat tinggalnya Evander justru membelokkan membelokkan mobil ke area street food terdekat.“Tapi, aku ingin makan di rumah. Aku sangat lelah,” kata Bianca seraya menatap malas ke arah luar. “Kalau begitu, tunggu di sini, oke? Aku akan membelikanmu makanan, kau tidak perlu memasak lagi di rumah,” kata Evander. Bianca sangat lelah hingga sepertinya setelah membersihkan tubuh ia hanya butuh tidur bukan makan. Tetapi, ia tidak ingin membantah Evander.“Apa yang ingin kau makan?” tanya Evander.“Apa saja
Chapter 25Membantu Evander “Tapi, aku belum pernah....” “Kau pasti pernah melakukannya saat kuliah, di depan dosen, teman-teman kuliah,” potong Evander dan Bianca mengangguk meski terlihat ragu-ragu. “Kalau begitu, bukan masalah. Kau hanya tinggal membaca materinya.” “Bagaimana jika penampilanku buruk? Maksudku, aku takut terlalu gugup dan mengacaukannya,” kata Bianca dengan panik.“Aku akan berada di sampingmu, aku akan membantumu.” Bianca menghela napasnya dengan berat, juga iba menyaksikan Evander yang sepertinya sangat membutuhkan bantuannya. “Berikan materinya.” Evander mengambil ponselnya di dalam saku celananya lalu mengirimkan dokumen ke surat elektronik Bianca, tetapi ketika membukanya Bianca justru mengerutkan keningnya sangat dalam. “Aku butuh dokumen fisiknya, membaca dokumen sebanyak ini di layar membuat mataku lelah,” kata Bianca.“Apa kau memiliki printer?” tanya Evander. Bianca mengangguk. “Tapi kita harus ke toko untuk mencetaknya.” Evander berpikir sejenak.
Chapter 30Skandal Pelanggan Besoknya Evander seperti hari-hari sebelumnya, datang ke tempat tinggal Bianca pagi-pagi sekali, mereka menyiapkan sarapan untuk bersama kemudian pergi ke toko bunga. Suasana tentu saja berubah, sepanjang jalan menuju toko bunga Evander menggenggam tangan Bianca dan sesekali mereka berciuman saat mobil berhenti di lampu merah, juga Evander yang tidak terhitung berapa kali mengecup punggung tangan Bianca hingga membuat pipi Bianca merah merona. “Aku akan menjemputmu untuk makan siang,” kata Evander ketika tiba di depan toko seraya menarik rem tangan mobil. “Bukankah kau bilang mau menjenguk sekretarismu saat istirahat makan siang?” tanya Bianca seraya melepaskan sabuk pengamannya. Evander juga melepaskan sabuk pengamannya. “Ya, bersamamu.” “Kau bilang baru akan mengumumkan hubungan kita setelah masalahmu dengan ayahmu selesai, kau bilang sekretarismu adalah orang yang dipilih langsung oleh ayahmu." Evander menekan tombol untuk memundurkan joknya lalu
Chapter 29Mengaku Cemburu“Apa aku memiliki pilihan untuk menolakmu?” tanya Bianca sembari tersenyum dan matanya menatap Evander. “Aku tidak menerima penolakanmu.” “Kalau begitu, bukankah sudah jelas?” Evander menatap mata Bianca dengan penuh kasih sayang dan kebahagiaan yang tergambar jelas di matanya. “Aku akan melakukan apa saja untuk mendapatkanmu, aku juga akan melakukan yang terbaik untukmu, untuk kita, dan... aku tidak akan mengulangi kesalahanku.” “Jika kau berani meninggalkanku lagi....” “Itu tidak akan terjadi,” potong Evander. “Tidak akan ada kesempatan ketiga, kesempatanmu hanya kali ini saja.” Evander menatap Bianca penuh kesungguhan, tangannya terulur menyentuh kening Bianca dengan lembut lalu berkata, “Aku pasti menepati janjiku, aku tidak akan mengecewakanmu lagi karena aku tidak ingin hidup tanpa dirimu. Kau tahu keadaan keluargaku, aku tidak memiliki tempat yang hangat yang disebut keluarga, tetapi bersamamu aku merasa semua ruang kosong itu terisi. Kau adala
Chapter 28365 DaysEvander tidak berkata-kata lagi, memilih bangkit dari duduknya untuk mencuci tangannya lalu mulai menikmati makanannya dengan hati-hati sembari dalam benaknya berpikir jika ia harus segera mendapatkan pengakuan cinta Bianca atau berada di dalam hubungan yang ambigu seperti dirinya dan Isabel. Tentunya Evander tidak ingin berada di posisi Isabel, ia tidak ingin mencintai sendirian dan Evander bersumpah akan membiarkan Bianca lolos. Wanita di depannya harus menjadi miliknya, secepatnya. Evander mengulurkan ayam yang sudah ia gigit kepada Bianca untuk mencairkan suasana yang lumayan tegang di antara mereka. “Ayamnya enak, cobalah,” katanya. Bianca menatap ayam di tangan Evander yang posisinya sangat dekat dengan mulutnya, ia sudah kenyang dan tidak memiliki selera makan lagi terlebih dengan suasana kaku yang membuat setiap detik yang dilalui terasa begitu lambat ia tidak berencana makan sambil menikmati ketegangan yang menyelimuti ruangan itu. Juga ayam yang disodor
Chapter 27Cemburu pada Vanya“Bukannya kau seharusnya makan siang dan mau menjenguk Valeria?” tanya Lisa. Bianca menatap ayam goreng di tangannya lalu mematah sayap ayam di tangannya seolah ingin menghancurkannya. “Evander ada kesibukan lain," sahutnya dengan muram dan pelan agar tidak kedengaran orang lain di kantin perusahaan. "Dia pergi dengan gadis itu."“Apa kau bilang?” kata Lisa dengan alis berkerut dalam. Tetapi, ia ingat sesuatu dan ia tidak bisa menahan untuk tersenyum. “Gadis yang di lobi tadi?” Bianca mengangguk dengan kesal dan semakin merengut karena Lisa tersenyum seperti mengejeknya. “Kau sedang cemburu, Bi!” kata Lisa sembari menahan suara tawanya agar tidak lepas kendali. Bianca menghela napas karena sangat kesal dan ia pun menyadari kalau kini sedang cemburu. Dadanya sangat panas hingga sepertinya hendak meledak dan ia sudah berusaha menahannya sekuat tenaga. Lagi pula apa haknya cemburu? Bukannya dirinya belum menerima cinta Evander dan mereka belum kembali m
Chapter 26Salah Paham Pukul dua belas siang pertemuan berakhir, Evander menghela napas lega seraya menatap Bianca. Satu persatu peserta pertemuan meninggalkan ruangan, tetapi Mr. Alwar Benecio sepertinya tidak terburu-buru meninggalkan ruangan.Alwar Belecio salah satu orang yang duduk di kursi direksi dan orang yang pertama menyetujui perubahan yang Evander cetuskan. Selama pertemuan bisa dibilang Mr. Alwar menjadi orang yang paling sabar mendengarkan penjelasan-penjelasan Evander dan tidak segan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang hampir membunuh Evander.Namun, Evander menyukai kesan tegas dan terus terang itu. Sementara Mr. Alwar yang berusia enam puluh lima tahun itu adalah pria yang cukup modern di usianya yang tidak muda lagi dan ia menyukai anak muda yang berani seperti Evander yang berani memimpin perusahaan di usainya yang dinilainya belum matang. “Sebenarnya langkahmu sebagai orang yang baru memimpin perusahaan terlalu berani, Anak Muda,” kata Mr. Alwar seraya bangkit
Chapter 25Membantu Evander “Tapi, aku belum pernah....” “Kau pasti pernah melakukannya saat kuliah, di depan dosen, teman-teman kuliah,” potong Evander dan Bianca mengangguk meski terlihat ragu-ragu. “Kalau begitu, bukan masalah. Kau hanya tinggal membaca materinya.” “Bagaimana jika penampilanku buruk? Maksudku, aku takut terlalu gugup dan mengacaukannya,” kata Bianca dengan panik.“Aku akan berada di sampingmu, aku akan membantumu.” Bianca menghela napasnya dengan berat, juga iba menyaksikan Evander yang sepertinya sangat membutuhkan bantuannya. “Berikan materinya.” Evander mengambil ponselnya di dalam saku celananya lalu mengirimkan dokumen ke surat elektronik Bianca, tetapi ketika membukanya Bianca justru mengerutkan keningnya sangat dalam. “Aku butuh dokumen fisiknya, membaca dokumen sebanyak ini di layar membuat mataku lelah,” kata Bianca.“Apa kau memiliki printer?” tanya Evander. Bianca mengangguk. “Tapi kita harus ke toko untuk mencetaknya.” Evander berpikir sejenak.
Chapter 24Membiasakan Diri Begitu ciuman bibir mereka terlepas Bianca segera menjauhi Evander seraya meraih sikunya lalu menyeret Evander keluar dari toko karena Bianca tidak ingin terjebak lebih lama lagi di dalam ruangan bersama Evander yang pasti akan membuatnya semakin canggung dan gugup. Sementara bibir Evander mengulas senyum tipis menyaksikan Bianca yang terlihat salah tingkah dengan wajah merah merona yang tidak bisa disembunyikan.Namun, alih-alih mengantar Bainca kembali ke tempat tinggalnya Evander justru membelokkan membelokkan mobil ke area street food terdekat.“Tapi, aku ingin makan di rumah. Aku sangat lelah,” kata Bianca seraya menatap malas ke arah luar. “Kalau begitu, tunggu di sini, oke? Aku akan membelikanmu makanan, kau tidak perlu memasak lagi di rumah,” kata Evander. Bianca sangat lelah hingga sepertinya setelah membersihkan tubuh ia hanya butuh tidur bukan makan. Tetapi, ia tidak ingin membantah Evander.“Apa yang ingin kau makan?” tanya Evander.“Apa saja
Chapter 23Ciuman Mesra“Aku sedang berusaha memperbaiki semuanya, kumohon jangan terus mendesakku untuk pergi,” lanjut Evander lambat-lambat seraya menggenggam tangan Bianca. “Aku akan membuktikan padamu kalau aku layak bersamamu lagi dan aku tidak akan menyerah.” Bianca menghela napasnya perlahan dan mengembuskannya dengan lembut kemudian berkata, “Sebenarnya akulah yang merasa tidak pantas untuk kau kejar hingga sebegitunya.” “Akulah yang tidak pantas untukmu,” kata Evander lalu mendekatkan telapak tangan Bianca ke bibirnya lalu mengecup punggung telapak tangan Bianca dengan lembut.Sentuhan bibir Evander di kulitnya seolah menghantarkan sengatan listrik yang mengaliri tubuhnya, refleks Bianca hendak menarik tangannya tetapi Evander menahannya. “Aku pernah menyakitimu dan aku bukanlah pria suci tanpa masa lalu, tapi kuharap kau menerimaku dan aku berjanji aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama, aku tidak akan pernah menyakitimu lagi,” ucap Evander dengan tegas tetapi lembu
Chapter 22Banyak Kesalahan di Masa Lalu Evander duduk di kursi sebuah teras cafe di sekitar jalan A-6, ia sengaja memilih tempat duduk di luar ruangan meskipun cuaca cukup dingin di bulan Februari karena kedatangannya ke cafe tersebut bukan untuk bersantai ataupun menikmati hangatnya kopi di sana. Lima menit setelah Evander duduk dan dua gelas kopi telah tersaji di mejanya Isabel datang dengan mengenakan pakaian musim dinginnya yang berasal dari merk kenamaan duniadan merupakan edisi terbatas. “Kau yakin kita duduk di sini?” tanya Isabel seraya menarik bangku. “Aku hanya sebentar,” kata Evander dengan santai. Isabel duduk seraya mengeratkan mantelnya seraya matanya melirik kotak berwarna merah muda di atas meja. “Apa kau akan merayakan Valentine?” Evander kebetulan baru saja melewati sekumpulan orang-orang yang merayakan Valentine dan membagikan kado di jalanan di dekat cafe, ia menjadi salah satu orang mendapatkan kado dari orang-orang itu. Evander berencana membuang kado ters