Chapter 30Skandal Pelanggan Besoknya Evander seperti hari-hari sebelumnya, datang ke tempat tinggal Bianca pagi-pagi sekali, mereka menyiapkan sarapan untuk bersama kemudian pergi ke toko bunga. Suasana tentu saja berubah, sepanjang jalan menuju toko bunga Evander menggenggam tangan Bianca dan sesekali mereka berciuman saat mobil berhenti di lampu merah, juga Evander yang tidak terhitung berapa kali mengecup punggung tangan Bianca hingga membuat pipi Bianca merah merona. “Aku akan menjemputmu untuk makan siang,” kata Evander ketika tiba di depan toko seraya menarik rem tangan mobil. “Bukankah kau bilang mau menjenguk sekretarismu saat istirahat makan siang?” tanya Bianca seraya melepaskan sabuk pengamannya. Evander juga melepaskan sabuk pengamannya. “Ya, bersamamu.” “Kau bilang baru akan mengumumkan hubungan kita setelah masalahmu dengan ayahmu selesai, kau bilang sekretarismu adalah orang yang dipilih langsung oleh ayahmu." Evander menekan tombol untuk memundurkan joknya lalu
Prologue Madrid, 09:30 am. Bianca mengumpat, tidak seharusnya ia sebagai seorang penjual bunga berada di sebuah gedung perkantoran dengan mengenakan pakaian berupa rok span ketat yang membuat bentuk bokongnya terekspos dan setelan blazer yang membuatnya terlihat seperti guru matematika yang selalu memasang tampang serius. "Sialan," umpatnya pelan sekali lagi sambil berkaca di toilet. Sahabatnya tersayang baru saja kehilangan suaminya yang meninggal akibat kecelakaan sementara Ia memiliki seorang anak yang masih kecil dan kebetulan anak itu sakit sehingga Lisa tidak bisa pergi untuk wawancara di perusahaan penerbangan Binter Canarias. Lisa sangat membutuhkan pekerjaan itu karena setelah kehilangan suaminya otomatis ia menjadi tulang punggung untuk dirinya sendiri dan anaknya yang masih kecil, hari ini Bianca datang ke kantor untuk bertemu bagian personalia mewakili Lisa bukan untuk menyamar menjadi Lisa. Wawancara kali ini sangat penting karena penentu agar Lisa bisa di
Chapter 1Si Brengsek "Ya Tuhan, Bianca... kau baru saja menghancurkan karierku," erang Lisa yang duduk di bangku tunggu rumah sakit."Karier yang belum dimulai," ralat Bianca tidak terima."Bi, itu satu-satunya harapanku," kata Lisa terlihat putus asa. Bianca Stanton, wanita berusia dua puluh tujuh tahun pemilik mata berwarna hijau itu menghela napas berat. Ia juga tidak menyangka kalau paginya akan menjadi hari yang sangat buruk pagi ini, ia tidak menyangka jika dirinya akan bertemu dengan Evander Torrado. Ia bahkan tidak menyangka seorang Evander secepat itu duduk di kursi CEO di sebuah perusahaan penerbangan di negaranya.Bianca lebih tidak percaya lagi jika perusahaan penerbangan itu ternyata milik keluarga Torrado setelah ia mencari tahu tentang perusahaan itu. Benar-benar ceroboh karena tidak mencari tahu terlebih dahulu sebelum memberikan bantuan kepada Lisa. "Aku tidak tahan lagi ingin sekali menamparnya," kata Bianca terlihat jengah. "Asal kau tahu, tamparan saja tidak
Chapter 2La Luna Florist"Kau sepertinya dalam suasana hati yang tidak bagus," kata Valeria Adams, sekretaris Evander seraya meletakkan secangkir kopi di atas meja.Evander melirik gelas berisi kopi yang mengepulkan asap panas di atas meja, suasanya hatinya memang sedang sangat kacau dan penyebabnya tentu saja Bianca. Evander tidak menyangka jika hari kedua menduduki jabatan sebagai CEO di perusahaan penerbangan milik ayahnya justru mendapatkan tamparan dari seorang wanita, pria pemilik mata biru itu meraba pipinya yang beberapa jam lalu ditampar oleh Bianca.Evander secara tidak sengaja melihat Bianca sedang berbicara dengan resepsionis, ia lalu memerintahkan sekretarisnya untuk menyelidiki untuk apa Bianca datang ke kantornya. Evander lalu menginstruksikan kepada sekretarisnya agar mengarahkan Bianca ke ruangannya, tetapi Evander tidak menyangka jika kejadian sembilan tahun yang lalu masih membuat Bianca marah dan rupanya menyimpan dendam sehingga meluapkannya dengan menampar dir
Chapter 3 Geram "Jadi, Evander memintamu melupakan dendam di masa lalu kalian lalu kalian harus berteman lagi?" tanya Lisa, ibu dari seorang balita yang sedang dirawat di rumah sakit. "Kumohom jangan menatapku seperti itu," kata Bianca lalu mendengus karena Lisa menatapnya seolah sedang membujuk dan memohon padanya. "Hanya berteman, Bi. Berteman. Setelah aku bekerja dan posisiku aman, kau bisa memutuskan pertemanan itu dan membalas dendam jika itu mungkin," kata Lisa sembari memotong tangkai mawar kemudian meletakkannya pada gundukan mawar yang belum disusun oleh Bianca. Balas dendam? Balas dendam seperti apa? Lagi pula menampar Evander di hari pertama mereka bertemu kembali sudah cukup membuat Bianca puas. "Aku lebih baik menghidupi putramu sampai kau mendapatkan pekerjaan ketimbang harus menjadi teman Evander lagi," kata Bianca cukup serius. "Kau pikir membesarkan anak hanya memberinya makan, pakaian, dan tempat tinggal? Ada asuransi pendidikan dan asuransi kesehat
Chapter 4 Bertemu Evander Lagi "Bersiaplah, untuk makan malam bersamaku." Oh, Tuhan! Bianca ingin menghancurkan ponselnya setelah membaca pesan yang dikirimkan Evander. Baru satu hari Lisa bekerja di Binter Canarias dan Evander sudah berusaha menindasnya dengan memaksanya pergi makan malam. Pria itu benar-benar menjengkelkan. "Hari ini aku tidak bisa menemanimu makan malam karena aku harus menjaga putra Lisa." Tulis Bianca di pesan pendeknya. "Lalu, ke mana Lisa?" tanya Evander. "Dia baru sehari bekerja di kantormu, dia masih butuh biaya untuk membayar baby sitter yang menjaga putranya di siang hari," jawab Bianca. Evander tidak membalas pesannya lagi dan Bianca merasa bersyukur, akhirnya ia terbebas dari pria itu. Bianca lalu melanjutkan aktivitasnya di dapur, ia menyusun piring-piring dan peralatan dapur lainnya ke dalam mesin pencuci piring lalu mengaktifkan mesin. Bianca mengeluarkan sayuran, daging, susu, pasta, dan beberapa jenis bawang dari dalam kulkas lal
Chapter 5 Wanita-wanita Evander Ilona Callie adalah wanita yang pernah paling dihindari oleh Evander sepanjang hidupnya. Sungguh sial semalam ia bertemu lagi dengan Ilona dan lebih sial lagi Bianca meninggalkannya, membuatnya terjebak dengan Ilona dan terpaksa meladeni Ilona yang berbicara tak tentu arah sementara dirinya harus berpura-pura menjadi pendengar yang baik. Evander tidak akan memaafkan Bianca dan wanita itu harus membayarnya, Evander akan membuat perhitungan dengannya. Evander dengan malas turun dari tempat tidur, pagi ini ada pertemuan penting yang harus dihadiri dan fakta dirinya kurang tidur membuatnya sedikit tidak bersemangat. Setelah membersihkan diri pria itu mengambil MacBook-nya dan membaca materi pertemuan ditemani secangkir kopi tanpa gula. Ia lalu mengaktifkan ponselnya dan suara pesan di ponselnya berbunyi dan Evander mengernyit membaca siapa pengirim pesan tersebut. Pesan itu dari Ilona dan Isabel, Evander tidak menggubrisnya dan melanjutkan kegiata
Chapter 6 Selalu Mengancam Bianca sedang mengamati pohon bunga Peony yang tingginya belum ada satu jengkal, menunggu waktu tiga tahun untuk Peony berbunga rasanya sangat konyol. Sialan! Tetapi, obsesinya menanam dan merawat bunga sendiri sudah bulat. Lagi pula menanti Peony-nya berbunga lalu bunga itu akan hidup selama lima puluh sampai seratus tahun menurutnya waktu tiga tahun terlalu singkat untuk sebuah penantian, itu sungguh sepadan. Bianca mencatat perkembangan pohon Peony dan bunga lain di bukunya sebagai rutinitasnya setiap pagi setelah membuka toko dan Alma bertugas menjaga tokonya. Bianca juga memperkerjakan satu orang untuk membantunya mengurus tumbuhan di rumah kaca karena mustahil semua dikerjakan sendiri. "Bianca, apa kau sudah melihat bunga Lily kita??" tanya Don, orang yang ia percaya membantunya merawat bunga. "Aku belum melihatnya pagi ini," kata Bianca. "Kau harus melihatnya, ada satu yang memiliki kuncup. Sepertinya ia akan berbunga!" katanya denga
Chapter 30Skandal Pelanggan Besoknya Evander seperti hari-hari sebelumnya, datang ke tempat tinggal Bianca pagi-pagi sekali, mereka menyiapkan sarapan untuk bersama kemudian pergi ke toko bunga. Suasana tentu saja berubah, sepanjang jalan menuju toko bunga Evander menggenggam tangan Bianca dan sesekali mereka berciuman saat mobil berhenti di lampu merah, juga Evander yang tidak terhitung berapa kali mengecup punggung tangan Bianca hingga membuat pipi Bianca merah merona. “Aku akan menjemputmu untuk makan siang,” kata Evander ketika tiba di depan toko seraya menarik rem tangan mobil. “Bukankah kau bilang mau menjenguk sekretarismu saat istirahat makan siang?” tanya Bianca seraya melepaskan sabuk pengamannya. Evander juga melepaskan sabuk pengamannya. “Ya, bersamamu.” “Kau bilang baru akan mengumumkan hubungan kita setelah masalahmu dengan ayahmu selesai, kau bilang sekretarismu adalah orang yang dipilih langsung oleh ayahmu." Evander menekan tombol untuk memundurkan joknya lalu
Chapter 29Mengaku Cemburu“Apa aku memiliki pilihan untuk menolakmu?” tanya Bianca sembari tersenyum dan matanya menatap Evander. “Aku tidak menerima penolakanmu.” “Kalau begitu, bukankah sudah jelas?” Evander menatap mata Bianca dengan penuh kasih sayang dan kebahagiaan yang tergambar jelas di matanya. “Aku akan melakukan apa saja untuk mendapatkanmu, aku juga akan melakukan yang terbaik untukmu, untuk kita, dan... aku tidak akan mengulangi kesalahanku.” “Jika kau berani meninggalkanku lagi....” “Itu tidak akan terjadi,” potong Evander. “Tidak akan ada kesempatan ketiga, kesempatanmu hanya kali ini saja.” Evander menatap Bianca penuh kesungguhan, tangannya terulur menyentuh kening Bianca dengan lembut lalu berkata, “Aku pasti menepati janjiku, aku tidak akan mengecewakanmu lagi karena aku tidak ingin hidup tanpa dirimu. Kau tahu keadaan keluargaku, aku tidak memiliki tempat yang hangat yang disebut keluarga, tetapi bersamamu aku merasa semua ruang kosong itu terisi. Kau adala
Chapter 28365 DaysEvander tidak berkata-kata lagi, memilih bangkit dari duduknya untuk mencuci tangannya lalu mulai menikmati makanannya dengan hati-hati sembari dalam benaknya berpikir jika ia harus segera mendapatkan pengakuan cinta Bianca atau berada di dalam hubungan yang ambigu seperti dirinya dan Isabel. Tentunya Evander tidak ingin berada di posisi Isabel, ia tidak ingin mencintai sendirian dan Evander bersumpah akan membiarkan Bianca lolos. Wanita di depannya harus menjadi miliknya, secepatnya. Evander mengulurkan ayam yang sudah ia gigit kepada Bianca untuk mencairkan suasana yang lumayan tegang di antara mereka. “Ayamnya enak, cobalah,” katanya. Bianca menatap ayam di tangan Evander yang posisinya sangat dekat dengan mulutnya, ia sudah kenyang dan tidak memiliki selera makan lagi terlebih dengan suasana kaku yang membuat setiap detik yang dilalui terasa begitu lambat ia tidak berencana makan sambil menikmati ketegangan yang menyelimuti ruangan itu. Juga ayam yang disodor
Chapter 27Cemburu pada Vanya“Bukannya kau seharusnya makan siang dan mau menjenguk Valeria?” tanya Lisa. Bianca menatap ayam goreng di tangannya lalu mematah sayap ayam di tangannya seolah ingin menghancurkannya. “Evander ada kesibukan lain," sahutnya dengan muram dan pelan agar tidak kedengaran orang lain di kantin perusahaan. "Dia pergi dengan gadis itu."“Apa kau bilang?” kata Lisa dengan alis berkerut dalam. Tetapi, ia ingat sesuatu dan ia tidak bisa menahan untuk tersenyum. “Gadis yang di lobi tadi?” Bianca mengangguk dengan kesal dan semakin merengut karena Lisa tersenyum seperti mengejeknya. “Kau sedang cemburu, Bi!” kata Lisa sembari menahan suara tawanya agar tidak lepas kendali. Bianca menghela napas karena sangat kesal dan ia pun menyadari kalau kini sedang cemburu. Dadanya sangat panas hingga sepertinya hendak meledak dan ia sudah berusaha menahannya sekuat tenaga. Lagi pula apa haknya cemburu? Bukannya dirinya belum menerima cinta Evander dan mereka belum kembali m
Chapter 26Salah Paham Pukul dua belas siang pertemuan berakhir, Evander menghela napas lega seraya menatap Bianca. Satu persatu peserta pertemuan meninggalkan ruangan, tetapi Mr. Alwar Benecio sepertinya tidak terburu-buru meninggalkan ruangan.Alwar Belecio salah satu orang yang duduk di kursi direksi dan orang yang pertama menyetujui perubahan yang Evander cetuskan. Selama pertemuan bisa dibilang Mr. Alwar menjadi orang yang paling sabar mendengarkan penjelasan-penjelasan Evander dan tidak segan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang hampir membunuh Evander.Namun, Evander menyukai kesan tegas dan terus terang itu. Sementara Mr. Alwar yang berusia enam puluh lima tahun itu adalah pria yang cukup modern di usianya yang tidak muda lagi dan ia menyukai anak muda yang berani seperti Evander yang berani memimpin perusahaan di usainya yang dinilainya belum matang. “Sebenarnya langkahmu sebagai orang yang baru memimpin perusahaan terlalu berani, Anak Muda,” kata Mr. Alwar seraya bangkit
Chapter 25Membantu Evander “Tapi, aku belum pernah....” “Kau pasti pernah melakukannya saat kuliah, di depan dosen, teman-teman kuliah,” potong Evander dan Bianca mengangguk meski terlihat ragu-ragu. “Kalau begitu, bukan masalah. Kau hanya tinggal membaca materinya.” “Bagaimana jika penampilanku buruk? Maksudku, aku takut terlalu gugup dan mengacaukannya,” kata Bianca dengan panik.“Aku akan berada di sampingmu, aku akan membantumu.” Bianca menghela napasnya dengan berat, juga iba menyaksikan Evander yang sepertinya sangat membutuhkan bantuannya. “Berikan materinya.” Evander mengambil ponselnya di dalam saku celananya lalu mengirimkan dokumen ke surat elektronik Bianca, tetapi ketika membukanya Bianca justru mengerutkan keningnya sangat dalam. “Aku butuh dokumen fisiknya, membaca dokumen sebanyak ini di layar membuat mataku lelah,” kata Bianca.“Apa kau memiliki printer?” tanya Evander. Bianca mengangguk. “Tapi kita harus ke toko untuk mencetaknya.” Evander berpikir sejenak.
Chapter 24Membiasakan Diri Begitu ciuman bibir mereka terlepas Bianca segera menjauhi Evander seraya meraih sikunya lalu menyeret Evander keluar dari toko karena Bianca tidak ingin terjebak lebih lama lagi di dalam ruangan bersama Evander yang pasti akan membuatnya semakin canggung dan gugup. Sementara bibir Evander mengulas senyum tipis menyaksikan Bianca yang terlihat salah tingkah dengan wajah merah merona yang tidak bisa disembunyikan.Namun, alih-alih mengantar Bainca kembali ke tempat tinggalnya Evander justru membelokkan membelokkan mobil ke area street food terdekat.“Tapi, aku ingin makan di rumah. Aku sangat lelah,” kata Bianca seraya menatap malas ke arah luar. “Kalau begitu, tunggu di sini, oke? Aku akan membelikanmu makanan, kau tidak perlu memasak lagi di rumah,” kata Evander. Bianca sangat lelah hingga sepertinya setelah membersihkan tubuh ia hanya butuh tidur bukan makan. Tetapi, ia tidak ingin membantah Evander.“Apa yang ingin kau makan?” tanya Evander.“Apa saja
Chapter 23Ciuman Mesra“Aku sedang berusaha memperbaiki semuanya, kumohon jangan terus mendesakku untuk pergi,” lanjut Evander lambat-lambat seraya menggenggam tangan Bianca. “Aku akan membuktikan padamu kalau aku layak bersamamu lagi dan aku tidak akan menyerah.” Bianca menghela napasnya perlahan dan mengembuskannya dengan lembut kemudian berkata, “Sebenarnya akulah yang merasa tidak pantas untuk kau kejar hingga sebegitunya.” “Akulah yang tidak pantas untukmu,” kata Evander lalu mendekatkan telapak tangan Bianca ke bibirnya lalu mengecup punggung telapak tangan Bianca dengan lembut.Sentuhan bibir Evander di kulitnya seolah menghantarkan sengatan listrik yang mengaliri tubuhnya, refleks Bianca hendak menarik tangannya tetapi Evander menahannya. “Aku pernah menyakitimu dan aku bukanlah pria suci tanpa masa lalu, tapi kuharap kau menerimaku dan aku berjanji aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama, aku tidak akan pernah menyakitimu lagi,” ucap Evander dengan tegas tetapi lembu
Chapter 22Banyak Kesalahan di Masa Lalu Evander duduk di kursi sebuah teras cafe di sekitar jalan A-6, ia sengaja memilih tempat duduk di luar ruangan meskipun cuaca cukup dingin di bulan Februari karena kedatangannya ke cafe tersebut bukan untuk bersantai ataupun menikmati hangatnya kopi di sana. Lima menit setelah Evander duduk dan dua gelas kopi telah tersaji di mejanya Isabel datang dengan mengenakan pakaian musim dinginnya yang berasal dari merk kenamaan duniadan merupakan edisi terbatas. “Kau yakin kita duduk di sini?” tanya Isabel seraya menarik bangku. “Aku hanya sebentar,” kata Evander dengan santai. Isabel duduk seraya mengeratkan mantelnya seraya matanya melirik kotak berwarna merah muda di atas meja. “Apa kau akan merayakan Valentine?” Evander kebetulan baru saja melewati sekumpulan orang-orang yang merayakan Valentine dan membagikan kado di jalanan di dekat cafe, ia menjadi salah satu orang mendapatkan kado dari orang-orang itu. Evander berencana membuang kado ters