Chapter 10BadaiBianca dan Evander keluar dari toko bunga lalu masuk ke dalam mobil, mereka menuju China Crown di Salamaca. Sementara hujan mulai membasahi jalanan dan gedung kota Madrid, Evander memeriksa perkiraan cuaca di layar yang terdapat di dasbor mobilnya. “Akan ada badai,” kata Evander. “Semoga tidak terjadi,” sahut Bianca. “Cuaca tidak menentu sekarang.” “Benar.” “Aku benci hujan.” “Karena memengaruhi jadwal penerbangan?” “Ya, salah satunya,” jawab Evander, “bagaimana denganmu?” “Aku menyukainya. Mendengarkan rintik hujan seperti mendengarkan alunan musik klasik, ada kedamaian di sana.” Evander tersenyum mendengar alasan Bianca. “Kau masih suka musik klasik?” “Kukira kau melupakannya.” Tidak ada yang dilupakan Evander, bahkan ciuman pertama mereka di perpustakaan pun Evander masih jelas mengingatnya. Itu adalah ciuman pertama Evander, juga Bianca. Mereka melakukannya di lorong perpustakaan, di antara jejeran rak-rak buku dan bersembunyi dari banyaknya orang di pe
Chapter 11 Evander Cemburu Badai yang menerjang Madrid kemarin sore membuat atap kaca kebun bunganya roboh dan menimpa beberapa tanaman bunga, untungnya kerusakannya tidak terlalu parah sehingga tidak menimbulkan masalah besar. Hanya saja beberapa bunga yang memerlukan perlakuan khusus di bawah bangunan beratap kaca harus dipindahkan untuk sementara, terutama bunga Lily of the Valey yang memerlukan banyak matahari tetapi harus tetap terjaga kelembapannya. Bianca mengulurkan botol minuman dingin pada Evander yang beru selesai memindahkan kotak berisi tanaman Lily, mantan kekasihnya itu datang pagi-pagi sekali bahkan saat toko bunganya belum buka dan membantunya melakukan pekerjaan memperbaiki kebun bunganya yang rusak sehingga mempercepat pekerjaan para pekerja. Entah apa motif Evander, antahlah. Bianca tidak mau ambil pusing saat ini yang pasti ia hanya ingin kebunnya diperbaiki secepatnya dan bunga-bunganya aman. “Kurasa bangunan ini harus dirombak secara menyeluruh, mate
Chapter 12Bukan Mainan Saat memasuki lobi apartemennya, Evander mendapati Valeria berada di sana. Ia memang tidak memberikan kode akses tempat tinggalnya kepada siapa pun termasuk sekretaris pribadinya, bukan tanpa alasan. Ia tidak ingin privasinya terganggu. Wanita itu terlihat kesal menatap Evander sambil melangkah mendekat. “Ada sesuatu yang mendesak?” tanya Evander dengan santai. “Kau tidak mengaktifkan ponselmu dan aku tidak tahu harus ke mana mencarimu,” jawab Valeria. Evander melangkah dengan acuh diikuti Valeria menuju lift. “Mulai sekarang kau bisa mencariku ke La Luna Florist.” “Kau harus bisa membedakan mana kepentingan pribadi dan pekerjaan, kau tidak bisa mencampuradukkannya bahkan mematikan ponselmu dan mengabaikan pekerjaan karena wanita,” kata Valeria dengan ketus. “Kurasa kau tidak berhak menceramahiku,” kata Evander tanpa menoleh. “Kau kesal karena Isabel?” “Salah satunya iya dan orang tua mantan kekasihmu belum menyerah ingin menanamkan saham di perusahaan
Chapter 13 Kesempatan Kedua Bianca terbelalak karena Evander tiba-tiba merebut ponselnya lalu mematikan telepon. “Kau,” desis Bianca geram. Evander dengan gerakan santai memasukkan ponsel ke dalam saku celananya. “Aku tidak suka ada orang yang mengganggu makan malamku,” kata Evander dengan tegas dan menatap Bianca dengan tatapan datar. Bianca menghela napas dan menatap Evander dengan jengah sementara Lisa berdiri meninggalkan tempat tinggal Bianca. “Dia pelanggan tokoku dan dia memesan bunga, kau tidak seharusnya....” “Pria itu memiliki maksud lain, memesan bunga hanya alasannya saja,” potong Evander. “Aku tidak peduli apa modus pria itu, yang aku pedulikan hanya dia membeli bungaku,” kata Bianca seraya mengangkat dagunya tinggi-tinggi seolah menentang Evander. Evander menatap Bianca dengan jengkel, ia bisa saja membeli seluruh bunga di toko Bianca beserta tokonya dan Bianca seharusnya tahu jika ia bisa melakukannya. Tetapi, Evander menahan diri untuk tidak memperlihatkan
Chapter 14Calon IstriBianca mengira jika urusannya dengan Evander telah selesai kemarin malam setelah dengan tegas ia menolak pria itu, tetapi di luar dugaan pria itu pagi-pagi sekali sudah berada di depan toko bunganya. Bianca menghela napasnya karena kesal pagi harinya harus berurusan dengan Evander padahal kemarin malam setelah mendapatkan penolakan darinya, Evander meninggalkan tempat tinggal Bianca.“Kurasa hari ini kau tidak perlu membantuku lagi karena rumah kacaku sudah hampir selesai,” kata Bianca dingin seraya memasukkan kunci pintu toko bunganya. “Aku tahu, tapi aku datang ke sini bukan untuk membantu pekerjaan kebunmu lagi,” jawab Evander membuat Bianca mengerutkan kedua alisnya. “Aku membawa laptopku.”Bianca menoleh pada Evander yang berdiri di sampingnya dan memang benar pria itu menjinjing tas laptop lalu pandangan Bianca beralih ke mata Evander. “Dengar, kau seharusnya bekerja di kantormu,” kata Bianca seraya memutar kuci pintu.Evander membalas tatapan Bianca den
Chapter 15Kesepakatan Bianca belum mengucapkan apa pun kepada Evander atas pengakuan pria di depannya ketika ponselnya berdering dan saat ia menjawab panggilan itu berasal dari wanita yang tidak dikenal dan parahnya wanita itu mencari Evander. Ia ingin sekali memaki Evander yang menurutnya lancang memberikan nomornya kepada orang lain apalagi kepada wanita. Bianca memberikan ponselnya kepada Evander sambil merengut lalu bersedekap di depan Evander tanpa berniat menjauh, ia menatap Evander dengan tatapan mengintimidasi. “Valeria,” kata Evander.“Aku sudah bilang jangan mematikan ponselmu dan kau tidak mengindahkan aku,” sembur Valeria begitu mendengar suara Evander.“Ada apa?” tanya Evander seraya tersenyum kepada Bianca dan satu tangannya terulur mengusap-usap kepala Bianca. “Ayahmu meminta bertemu hari ini,” jawab Valeria. “Dia di Madrid?” “Jam berapa dia tiba?” “Ayahmu ada di ruanganmu.” Seketika alis Evander berkerut dalam. “Kau tidak serius, kan?” “Apa aku pernah bercan
Chapter 16 Perjodohan Isabel Rodríguez mengemudikan mobilnya meninggalkan toko pakaiannya di Madrid, tidak terasa ia telah menjalankan bisnisnya selama tiga tahun dan bisnisnya kini berkembang cukup baik. Sebagai pengamat fashion ia selalu mengikuti gaya busana anak muda yang sedang menjadi tren lalu mengaplikasikannya pada bisnisnya tanpa meninggalkan model pakaian basic di tokonya membuat tokonya hampir tidak pernah sepi pembeli baik secara offline maupun online. Meskipun begitu Isabel tidak lantas puas dengan pencapaiannya, sebagai orang yang baru terjun ke dunia ia bertekad untuk terus mengembangkan bisnisnya dan pastinya ingin bisa bertahan di bisnis fashion yang memang menjadi impiannya. Orang tuanya adalah pengusaha, kedua kakak laki-lakinya juga pengusaha yang meneruskan bisnis keluarga. Hanya Isabel yang berjalan sendiri menggeluti bisnis yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan bisnis keluarga. Tetapi, keluarganya sangat mendukungnya bahkan mengeluarkan dana yang ti
Chapter 17 Pria Kesepian “Kau gila!” dengus Bianca lalu berbalik dan kembali melangkah dangan hati gusar. Menikah, menikah apa? Ia belum pernah berpikir untuk menikah apalagi menikah dengan Evander. “Bisakah kita bicara serius?” tanya Evander seraya mengikuti Bianca yang melangkah dengan cepat. “Dengar, aku sudah bilang jangan menemuiku lagi,” kata Bianca tanpa menoleh, “aku bahkan belum memaafkanmu dan kau sekarang justru membual seperti ini.” Evander menarik siku Bianca membuat Bianca menghentikan langkahnya, wanita itu menghela napas kesal sambil menatap Evander dengan tatapan yang tidak bisa dibilang ramah. “Ayo temui orang tuamu. Ke Barcelona,” kata Evander tanpa ragu-ragu. Bianca justru tertawa pelan tanpa humor. “Drama apa yang sedang kau mainkan?” “Bi, aku serius," kata Evander dengan sangat tegas. Bianca tersenyum sinis seraya melepaskan sikunya yang dipegang Evander. “Kau dulu mempermainkan aku, lalu saat kita bertemu kembali tiba-tiba kau ingin kita me
Chapter 25Membantu Evander “Tapi, aku belum pernah....” “Kau pasti pernah melakukannya saat kuliah, di depan dosen, teman-teman kuliah,” potong Evander dan Bianca mengangguk meski terlihat ragu-ragu. “Kalau begitu, bukan masalah. Kau hanya tinggal membaca materinya.” “Bagaimana jika penampilanku buruk? Maksudku, aku takut terlalu gugup dan mengacaukannya,” kata Bianca dengan panik.“Aku akan berada di sampingmu, aku akan membantumu.” Bianca menghela napasnya dengan berat, juga iba menyaksikan Evander yang sepertinya sangat membutuhkan bantuannya. “Berikan materinya.” Evander mengambil ponselnya di dalam saku celananya lalu mengirimkan dokumen ke surat elektronik Bianca, tetapi ketika membukanya Bianca justru mengerutkan keningnya sangat dalam. “Aku butuh dokumen fisiknya, membaca dokumen sebanyak ini di layar membuat mataku lelah,” kata Bianca.“Apa kau memiliki printer?” tanya Evander. Bianca mengangguk. “Tapi kita harus ke toko untuk mencetaknya.” Evander berpikir sejenak.
Chapter 24Membiasakan Diri Begitu ciuman bibir mereka terlepas Bianca segera menjauhi Evander seraya meraih sikunya lalu menyeret Evander keluar dari toko karena Bianca tidak ingin terjebak lebih lama lagi di dalam ruangan bersama Evander yang pasti akan membuatnya semakin canggung dan gugup. Sementara bibir Evander mengulas senyum tipis menyaksikan Bianca yang terlihat salah tingkah dengan wajah merah merona yang tidak bisa disembunyikan.Namun, alih-alih mengantar Bainca kembali ke tempat tinggalnya Evander justru membelokkan membelokkan mobil ke area street food terdekat.“Tapi, aku ingin makan di rumah. Aku sangat lelah,” kata Bianca seraya menatap malas ke arah luar. “Kalau begitu, tunggu di sini, oke? Aku akan membelikanmu makanan, kau tidak perlu memasak lagi di rumah,” kata Evander. Bianca sangat lelah hingga sepertinya setelah membersihkan tubuh ia hanya butuh tidur bukan makan. Tetapi, ia tidak ingin membantah Evander.“Apa yang ingin kau makan?” tanya Evander.“Apa saja
Chapter 23Ciuman Mesra“Aku sedang berusaha memperbaiki semuanya, kumohon jangan terus mendesakku untuk pergi,” lanjut Evander lambat-lambat seraya menggenggam tangan Bianca. “Aku akan membuktikan padamu kalau aku layak bersamamu lagi dan aku tidak akan menyerah.” Bianca menghela napasnya perlahan dan mengembuskannya dengan lembut kemudian berkata, “Sebenarnya akulah yang merasa tidak pantas untuk kau kejar hingga sebegitunya.” “Akulah yang tidak pantas untukmu,” kata Evander lalu mendekatkan telapak tangan Bianca ke bibirnya lalu mengecup punggung telapak tangan Bianca dengan lembut.Sentuhan bibir Evander di kulitnya seolah menghantarkan sengatan listrik yang mengaliri tubuhnya, refleks Bianca hendak menarik tangannya tetapi Evander menahannya. “Aku pernah menyakitimu dan aku bukanlah pria suci tanpa masa lalu, tapi kuharap kau menerimaku dan aku berjanji aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama, aku tidak akan pernah menyakitimu lagi,” ucap Evander dengan tegas tetapi lembu
Chapter 22Banyak Kesalahan di Masa Lalu Evander duduk di kursi sebuah teras cafe di sekitar jalan A-6, ia sengaja memilih tempat duduk di luar ruangan meskipun cuaca cukup dingin di bulan Februari karena kedatangannya ke cafe tersebut bukan untuk bersantai ataupun menikmati hangatnya kopi di sana. Lima menit setelah Evander duduk dan dua gelas kopi telah tersaji di mejanya Isabel datang dengan mengenakan pakaian musim dinginnya yang berasal dari merk kenamaan duniadan merupakan edisi terbatas. “Kau yakin kita duduk di sini?” tanya Isabel seraya menarik bangku. “Aku hanya sebentar,” kata Evander dengan santai. Isabel duduk seraya mengeratkan mantelnya seraya matanya melirik kotak berwarna merah muda di atas meja. “Apa kau akan merayakan Valentine?” Evander kebetulan baru saja melewati sekumpulan orang-orang yang merayakan Valentine dan membagikan kado di jalanan di dekat cafe, ia menjadi salah satu orang mendapatkan kado dari orang-orang itu. Evander berencana membuang kado ters
Chapter 21Seseorang yang Istimewa Beberapa hari telah terlewati, Bianca menjalani hari-hari seperti biasa sementara Evander datang dan pergi ke La Luna Florist sesuka hatinya. Bianca tidak mempermasalahkannya lagi, bahkan di akhir pekan Evander membantunya di toko juga mulai menjadi hal yang tidak asing bagi Bianca.Tidak dipungkiri jika hubungannya dengan Evander semakin dekat dan perasaannya juga sedikit melunak, tembok pertahanan Bianca sedikit demi sedikit terkikis dan Bianca pun menyadari hal itu. Namun, Bianca tidak berusaha menghindari Evander lagi karena menghindar hanya akan berakhir sia-sia dan tentunya dirinya juga lelah jika harus terus-terusan berdebat dengan Evander setiap kali bertemu. Setiap Sabtu, Evander juga mengajaknya mengunjungi Giselle dan pada pandangan Bianca, ibunda Evander adalah sosok wanita yang memiliki tutur kata yang lembut dan terlihat penyayang. Giselle juga teman mengobrol yang lumayan asyik bahkan hingga sejauh ini Bianca tidak menemukan tanda-ta
Chapter 20Izin MenciumSabtu pagi dilewati oleh Bianca dengan menikmati sarapan yang dibuat oleh Evander sambil berbincang-bincang seputar tentang teman-teman sekolah mereka lalu ketika sarapan selesai kemudian mereka bekerja sama membereskan meja makan membuat Bianca merasakan sedikit kehangatan. Selama ini ia menjalani hari-harinya di Madrid dengan monoton, bangun pagi lalu pergi ke toko bunga dan di sore hari pulang ke tempat tinggalnya untuk memasak lalu beristirahat di malam hari. Aktivitas lain adalah pergi ke pasar bunga, pergi berbelanja kebutuhan sehari-hari, atau mengunjungi unit Lisa untuk bermain dengan Agusto jika Lisa tidak mengunjunginya. Hari ini menjadi hari pertama dalam hidupnya di Madrid ada seseorang yang di tempat tinggalnya beraktivitas bersamanya dan berbincang-bincang membuat suasana pagi harinya sedikit hidup.Baru saja Bianca hendak mengeringkan tangannya setelah mencuci piring, pintu apartemennya berbunyi. Bianca yakin itu Lisa dan masih di tempatnya teta
Chapter 19Seksi dan menggairahkan Isabel menyandarkan punggungnya di jok Mini Cooper -nya seraya memandangi beberapa orang yang menyeberang di zebra cross di depan mobilnya. Setelah bertemu kakaknya di restoran ia kembali ke tempat tinggalnya untuk bersiap pergi ke Barcelona menemui ayahnya, tetapi ayahnya justru menghubunginya untuk memberitahu siapa pria yang akan dijodohkan dengannya. Tentu saja Isabel mengurungkan niatnya untuk pergi ke Barcelona karena tidak ada lagi yang perlu didiskusikan dengan ayahnya, justru seharusnya ia ingin berterima kasih. Ia lalu menemui Evander dengan maksud untuk memberitahu perihal perjodohan mereka, tetapi tidak menyangka jika Evander sedang bersama Bianca di tempat tinggalnya.Entah sejak kapan Evander dan Bianca menjalin hubungan, yang jelas setelah pria incarannya itu mengunggah foto Bianca dengan boneka Teddy Bear, ia menemui Evander. Ia melemparkan seluruh harga dirinya seolah mengemis kepada pria itu agar hubungan mereka tetap seperti sedi
Chapter 18PacarBianca tidak pernah membayangkan bagaimana Evander dengan kehidupan sempurnanya—memiliki segalanya, keluarga yang utuh lalu orang tuanya bercerai dan ibunya harus menjalani terapi di panti rehabilitasi sementara ayahnya telah memiliki kehidupan baru dengan wanita lain lalu ia harus menjalani kehidupan baru yang pastinya sangat berbeda. Pastinya tidak mudah menjalani kehidupan seorang diri hingga mungkin sangat kesepian dan kini telah berada di puncak kesepiannya hingga tidak mampu membendungnya lagi. Batin Bianca merasa tersentuh, tangannya terulur dan dengan pelan menepuk-nepuk punggung Evander, membiarkan Evander semakin erat memeluknya beberapa saat berharap agar pria itu merasa lebih baik.Evander mengusap matanya yang dipenuhi air mata. “Maafkan aku, kau harus mendengarkan aku.” Bianca menjilat bibirnya. “Aku tidak keberatan mendengarkannya, meskipun aku mungkin tidak bisa membantumu.” Evander merenggangkan pelukannya lalu meletakkan kedua tangannya dibahu Bia
Chapter 17 Pria Kesepian “Kau gila!” dengus Bianca lalu berbalik dan kembali melangkah dangan hati gusar. Menikah, menikah apa? Ia belum pernah berpikir untuk menikah apalagi menikah dengan Evander. “Bisakah kita bicara serius?” tanya Evander seraya mengikuti Bianca yang melangkah dengan cepat. “Dengar, aku sudah bilang jangan menemuiku lagi,” kata Bianca tanpa menoleh, “aku bahkan belum memaafkanmu dan kau sekarang justru membual seperti ini.” Evander menarik siku Bianca membuat Bianca menghentikan langkahnya, wanita itu menghela napas kesal sambil menatap Evander dengan tatapan yang tidak bisa dibilang ramah. “Ayo temui orang tuamu. Ke Barcelona,” kata Evander tanpa ragu-ragu. Bianca justru tertawa pelan tanpa humor. “Drama apa yang sedang kau mainkan?” “Bi, aku serius," kata Evander dengan sangat tegas. Bianca tersenyum sinis seraya melepaskan sikunya yang dipegang Evander. “Kau dulu mempermainkan aku, lalu saat kita bertemu kembali tiba-tiba kau ingin kita me