Home / Romansa / Duda dan Janda Bertetangga / 3. Tetangga Yang Baik Hati

Share

3. Tetangga Yang Baik Hati

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2024-10-22 12:50:47

"Kok sudah pulang?" tegur Iqbal pada Gea, yang tampak baru saja masuk apartemen tak begitu lama darinya.

Gea menghempaskan tubuhnya di atas sofa di samping papanya. “Tante Kintan yang meminta aku pulang. Katanya orang tua yang setelah lelah bekerja, ketika pulang perasaan lelah itu akan sirna saat melihat wajah anaknya yang tersenyum menyambut,” ucap Gea sambil menatap papanya.

"Ck. Tante Kintan bikin aku baper aja!" Gea mencebik sambil memeluk Iqbal manja.

“Pa.”

“Hm?”

"Menurut papa, Tante Kintan cantik kan?"

"Kamu yang cantik," elak Iqbal sambil mencubit gemas pipi putrinya. "Jangan mulai deh, Ge!" Dengusnya, yang tahu kalau anaknya ini pasti berniat menjodohkan dirinya dengan Kintan.

Gea pun nyengir lebar karena taktiknya ketahuan. "Pa, aku boleh main ke rumah Tante Kintan ya, kalau papa sedang bekerja? Aku seneng banget bisa bermain dengan Khalil dan Khafi. Rasanya seperti punya adik sendiri."

Iqbal menatap putrinya sambil membelai rambut Gea. Ia tahu Gea kesepian sendirian di apartemen ini, tidak ada yang menemaninya karena Iqbal sibuk bekerja.

Asisten rumah tangga juga hanya datang 3x dalam seminggu, karena hanya mengurus dua orang sehingga tak banyak yang dikerjakan.

"Pa... kok diem aja sih? Boleh nggak, Gea main ke apartemen sebelah kalau papa sedang kerja?" ulang Gea.

Iqbal masih mengelus rambut sebahu anak gadisnya sambil berpikir sejenak, lalu akhirnya ia pun mengangguk.

"Iya, boleh. Tapi kamu jangan sampai merepotkan Tante Kintan, ya?"

"YES!!" seru Gea girang. "Oh iya pa, Tante Kintan itu kan profesinya pelukis mural. Terus Gea minta dia untuk melukis kamar Gea. Boleh kan? Katanya gratis kok kalau buat Gea."

'Pelukis?'

Sontak, Iqbal pun kembali teringat pada pemandangan yang ia lihat sebelumnya tadi.

Kintan dengan tampilan celana pendek hot pants yang menggoda, dan kaus ketat yang membuat kedua bulatan penuh di dadanya itu terlihat menggiurkan.

Juga bibir merah merekah yang sedang bersenandung pelan, mengundang untuk di...

‘Ehem. Aku mikir apa sih??’

Iqbal pun mendehem pelan untuk mengusir bayangan wanita itu dari pikirannya yang mulai kemana-mana.

Duh, kenapa malah wanita dari apartemen sebelah yang membuat otaknya jadi travelling??

"Ya, boleh saja kalau kamu mau," jawab Iqbal akhirnya kepada Gea, membuat anak remaja itu pun seketika tersenyum gembira.

"Yeaayy!! Papa lihat saja nanti, lukisan Tante Kintan tuh pasti bagus banget!"

***

Besoknya sama seperti kemarin, Gea pum kembali mengunjungi apartemen Kintan sepulang sekolah.

Kintan bahkan juga mengajaknya untuk makan siang bersama, agar Gea tidak perlu lagi repot-repot masak sendiri.

"Hm... enaaak banget, Ma!" seru Gea dengan maniknya yang berbinar-binar menikmati masakan Kintan yang sangat lezat.

Menyenangkan sekali ketika pulang sekolah dan makanan telah tersedia tanpa harus memasak sendiri.

Gea pun sudah mulai berani memanggil Kintan dengan sebutan ‘Mama’, dan ia juga senang karena melihat wanita itu yang juga tidak tampak keberatan.

Kintan memang tidak terlalu menganggap serius panggilan itu, lagi pula sebenarnya ia pun tak tega jika menolak melihat bagaimana senangnya Gea.

"Oh iya Gea, gimana kalau mural kamarmu dikerjakan siang ini saja? Mumpung Pak Iqbal sedang di kantor?" usul Kintan, saat mereka telah selesai makan dan sedang bersantai di depan televisi.

Kintan tidak mau kepergok lelaki itu lagi karena malu. Kemarin pakaiannya sedikit kurang sopan, dan perilakunya yang menyetel lagu dengan volume keras pasti telah membuat tetangganya itu kesal.

Kintan tidak ingin punya musuh di sini.

"Iya, boleh saja, Ma. Hm… gimana kalau aku juga ikut bantuin?" Usul Gea.

"Eh, nggak boleeh! Kak Gea main sama Khafi aja...," rengek Khafi manja sambil memegang tangan Gea kuat.

Gea pun tertawa dan mencubit gemas pipi gembil anak kecil itu. "Okee... Kalau gitu Kak Gea sama Khafi ndut aja deh!" Ucapnya sambil mengacak rambut Khafi main-main.

Suara denting bel yang tiba-tiba terdengar, membuat Bi Yani yang sedang mencuci piring pun menghentikan kegiatannya untuk membuka pintu.

“Bu Kintan, itu ada Pak Bimo yang datang,” beri tahu Bi Yani yang telah kembali lagi ke ruang makan.

Kintan mengangguk. “Iya, saya ganti baju dulu.”

Wanita itu pun segera berdiri dan menghambur ke dalam kamarnya untuk ganti baju, karena saat ini ia hanya memakai tank top dan hot pants baju faforitnya kalau sedang santai hanya bersama anak-anak di rumah.

Tak pelak, Gea pun menatap dengan rasa penasaran pada ruang tamu yang terhalang tembok.

‘Pak Bimo? Siapa itu?’

"Sst.. Bi Yani, sini...," bisik pelan Gea.

Bi Yani yang sedang kembali mencuci piring pun menghentikan kegiatannya dan mendekati Gea.

"Bi, Pak Bimo itu siapa sih?" Tanya anak perempuan itu.

"Ooh... Pak Bimo itu teman sekolahnya Bu Kintan, dia juga pemilik apartemen ini yang disewa oleh Bu Kintan," ungkap Bi Yani.

Gea manggut-manggut sembari mencerna informasi itu. "Jadi gitu ya..."

Saat itu juga Kintan terlihat keluar dari kamarnya. Hot pants super pendeknya telah diganti dengan rok selutut bunga-bunga biru, sedangkan tank topnya tetap dipakai, hanya saja dilapisi lagi dengan kardigan navy.

"Mama mau pergi?" tanya Gea pada Kintan, setelah ia mengamati wanita itu sejenak.

"Nggak. Cuma mau menemui tamu aja," jawab Kintan santai sambil tersenyum dan berlalu menuju tamunya.

Gea lalu menatap Khalil yang sibuk dengan gadgetnya, sedangkan Khafi asik nonton tivi. Bi Yani masih sibuk membersihkan dapur.

Oke, kondisi cukup aman.

Nggak bakal ada yang lihat kalau Gea ngintip dan mencari tahu seperti apa sebenarnya tamu yang namanya Pak Bimo itu.

Gea pun perlahan berjingkat untuk mengintip, lalu beberapa saat kemudian ia pun mendesah kesal.

‘Hhh.. kayaknya Pak Bimo itu naksir sama Mama Kintan, deh. Kelihatan dari tatapan matanya yang tidak lepas dari Mama Kintan dari tadi!' Gerutunya dalam hati

Lalu dengan mood yang mulai jelek, Gea pun memutuskan untuk menonton kartun di televisi bersama Khafi.

***

"Gimana apartemennya, Ntan? Cocok nggak?" tanya Bimo yang duduk di sofa di samping Kintan.

"Cocok, Bim. Apartemen kamu bersih dan bagus. Anak-anak juga betah di sini," jawab Kintan.

Bimo tersenyum. "Syukurlah. Kalau butuh apa-apa hubungi aku aja. Aku akan bantu apa pun itu," tambahnya.

Kintan mengangguk penuh syukur, karena memang ia merasa telah terbantu oleh Bimo yang menawarkan untuk menyewa apartemen miliknya.

"By the way, aku mau mengajak kamu dinner nanti malam, bisa nggak?" todong Bimo langsung dan tiba-tiba, membuat Kintan menaikkan kedua alisnya.

Tampak wanita itu berpikir sejenak. "Tunggu dulu. Dinner dalam rangka apa dulu nih?" Tanyanya curiga.

"Ya ampun, Ntan. Kita kan temen, yaa... anggep aja ini sebagai traktiran dalam rangka ucapan terima kasih karena telah menjadi penyewa apartemen ini... gimana?"

"Kalau sebagai sesama teman sih, oke... tapi aku nggak bisa kasih lebih dari itu ya," tegas Kintan sambil tersenyum.

Bimo manggut-manggut. "Nggak masalah," sahutnya diam-diam penuh maksud, karena jauh di dalam benaknya, Bimo memang ingin mendekati Kintan.

Si janda dua anak yang sejak semasa sekolah dulu sudah ia taksir.

***

Sekarang Kintan sudah berada di kamar Gea lagi, melanjutkan lukisannya yang belum selesai kemarin.

Kali ini, ia sudah mulai sejak jam 2 siang sebagai antisipasi sebelum Pak Iqbal pulang kerja.

Kalau sesuai jadwal normal sih, pulang kerja jam 5 sore. Walaupun menurut Gea papanya selalu lembur, Kintan akan tetap pulang sebelum jam 5 sore untuk jaga-jaga.

Kali ini ia memutar lagu-lagunya The Chainsmokers dan ikut bernyanyi sambil menari.

Karena suara musik yang kencang, ia tidak tahu kalau ponselnya Gea yang tertinggal di kamarnya itu sedang berdering sejak tadi.

Sementara itu di seberang sana…

"Gea kemana, sih? Ponselnya nggak diangkat terus dari tadi??" ucap Iqbal pada diri sendiri.

Saat ini ia sedang berada di lobby bawah apartemen, setelah berkendara sendiri dari kantor.

Seketika ia pun mengingat ucapan putrinya itu tadi pagi, yang mengatakan kalau sepulang sekolah akan mampir ke apartemen sebelah.

‘Jangan-jangan Gea sedang berada di rumah Bu Kintan, dan ponsel itu malah ketinggalan di kamarnya!’ Iqbal pun mereka-reka sembari menghela napas pelan.

Tadinya, ia hendak meminta Gea untuk membawakan dokumen penting mengenai pekerjaan yang tertinggal di rumah, untuk dibawa ke lobby apartemen di bawah.

Maksudnya sih supaya Iqbal tidak perlu repot-repot parkir mobil dan naik ke apartemennya.

Tapi ya sudahlah…

Iqbal pun memutuskan untuk turun dari mobil dan langsung naik saja ke atas.

Saat ia membuka pintu apartemennya, kembali terdengar suara musik yang keras dari kamar Gea. Dan sudah jelas pula bahwa itu bukanlah lagu K-pop kegemaran anaknya itu.

Apakah wanita itu datang lagi?

Sambil berjalan mengendap-endap menuju kamar Gea, Iqbal berpikir betapa bodohnya dirinya.

Buat apa dia mengendap-endap di rumahnya sendiri?? Kayak orang yang mau mengintip saja!

Yah, tapi tidak salah juga sih. Memang dia berniat mau ngintip juga.

Sesampainya depan kamar Gea, Iqbal pun terperanjat. Ia tak bisa menahan jantungnya yang berdebar dengan begitu kencang, berdentam dengan keras di dadanya.

Iqbal mengerjap pelan, dan menelan ludahnya dengan susah payah.

Kintan, wanita itu… tampak bersinar. Ia sedang melukis bunga lili dengan begitu indah.

Wanita itu masih fokus melukis, namun bibirnya yang merah ranum itu pun ikut bersenandung lagu yang sama dengan yang diputar di ponselnya. Dari The Chainsmokers, tapi Iqbal lupa judulnya.

Atasan tank top yang ia kenakan membuat gundukan indah dan penuh di dadanya itu semakin tercetak jelas. Jeans hot pants robek-robek membuat pahanya yang mulus dan seputih susu terpampang nyata.

‘Apa wanita ini sengaja menggodaku?’

Pikiran itu pun cepat-cepat ia hilangkan, karena tampak tak masuk akal baginya. Saat ini masih jam 3 sore, masih waktunya kerja. Jadi kalau memang Kintan berniat segenit itu, paling tidak ia pasti melakukannya di pukul 5 sore ketika jam pulang.

Masalahnya… apa harus banget pakaiannya kurang bahan seperti itu?!

Tiba-tiba saja Kintan menggerakkan tubuhnya dengan lincah, menari-nari sambil terus bernyanyi tanpa menyadari bahwa ada seseorang yang bediri di bingkai pintu tengah memandangnya lekat-lekat.

Padahal wanita cantik dan seksi bertebaran di kantornya, dan tidak sedikit juga yang menggoda Iqbal, tapi kenapa malah janda dua anak ini yang membuat mata Iqbal tak mampu berkedip?

Memang ia mengakui kalau Kintan sangat cantik dan awet muda.

Bahkan ketika pertama kalinya ia melihat wanita ini memungut mainan yang jatuh di lantai, Iqbal pun diam-diam sudah mengaguminya.

Namun kala itu ia mengira Kintan masih berusia 19 atau 20 tahun, bukan seorang wanita yang sudah berusia matang apalagi seorang janda.

Iqbal yang masih terus terpaku menatap Kintan, hingga tanpa sengaja pandangan mereka pun bertemu.

“Aaaaa…!!!”

Sontak saja Kintan berteriak karena kaget, dan tanpa sengaja kakinya menginjak genangan kecil cat yang tumpah di lantai hingga membuatnya terpeleset.

Wanita itu sudah pasrah mengira tubuhnya akan menghantam lantai dengan keras, jika saja Iqbal tidak segera bergerak cepat untuk menarik tangannya.

Lengan pria itu memeluk erat pinggang ramping Kintan, membuatnya bisa merasakan panasnya telapak tangan lelaki itu di kulitnya hingga menembus pakaian yang Kintan kenakan.

Tanpa sadar mereka pun saling berpandangan, dengan tubuh yang saling menempel dan lengan yang saling mengait.

Mungkin karena ia sudah lama tidak bersama wanita, atau mungkin karena situasi yang mendukung, atau juga karena wangi aroma di rambut Kintan…

Iqbal pun sibuk mencari 1001 alasan karena rasanya saat ini otaknya sudah korslet, dan tiba-tiba saja ia pun langsung memagut keras bibir penuh merekah Kintan dengan bibirnya.

Persetan dengan tetangga sendiri.

Yang pasti, hasratnya harus tuntas saat ini juga... atau ia bisa gila.

***

Related chapters

  • Duda dan Janda Bertetangga   4. POV Kintan

    Kintan senang sekali, karena sedikit lagi lukisan bunga lili kamar Gea akan selesai lebih cepat dari yang ia kira sebelumnya. Sebelum jam 5 sore juga sepertinya bisa selesai nih, jadi sepertinya dia nggak perlu balik lagi ke apartemen ini. Yah, mudah-mudahan saja Gea suka dengan hasilnya nanti. Saking senangnya, dia pun menari sesuka hati mengikuti irama musik yang menghentak. Sesekali ia mengangkat kedua tangannya yang memegang kuas ke atas, menggoyangkan pinggul dan kepalanya dengan gaya yang seksi. Kintan masih terus saja menggerakkan seluruh tubuhnya, merasa menjadi diri sendiri dan melupakan segalanya untuk saat ini. Hanya menari, mengikuti alunan musik yang dinamis. Tapi… ada yang aneh. Sekilas, ia seperti melihat bayangan seseorang yang tinggi berdiri di depan pintu kamar Gea. Seketika ia pun menoleh, dan terkesiap saat melihat Pak Iqbal yang berdiri diam di sana, menatapnya dengan raut datar dan sukar terbaca. "Aaaaaaaaa!!!" Kintan pun berteriak kaget. ‘

    Last Updated : 2024-10-22
  • Duda dan Janda Bertetangga   5. Mengikuti Kintan

    Saat ini Iqbal menunggu di dalam mobilnya terparkir di dekat lobby apartemen. Matanya awas menatap orang-orang yang berseliweran di sekitar, mencari-cari keberadaan Kintan di antara mereka.‘Itu dia!’Iqbal melihat Kintan yang baru saja keluar dari pintu lobby, dan wanita itu tampak berdiri seperti sedang menunggu seseorang.Iqbal pun mendesah lega. Syukurlah Kintan belum dijemput. Rencana pria itu untuk mengikutinya diam-diam malam ini pun tampaknya bisa berjalan lancar.Penampilan Kintan yang terlihat sangat cantik, sepertinya menarik perhatian beberapa pria yang berjalan melewatinya. Tatapan kagum dan siulan pelan para lelaki itu tak pelak membuat Iqbal geram dan ingin turun dari mobilnya, namun untung sebuah mobil silver tiba-tiba datang dan berhenti tepat di tempat Kintan berdiri. Naluri kompetisi seorang lelaki pun mendadak muncul, saat Iqbal melihat jenis mobil yang menjemput Kintan dan serta merta mencemoohnya. “Ck. Ternyata tipe mobilnya masih jauh di bawah mobilku. Haha.

    Last Updated : 2024-11-22
  • Duda dan Janda Bertetangga   6. Di Kamar Kintan

    “Pak Iqbal! K-kok saya malah digendong?!” protes Kintan kaget dengan pipi yang telah cerah merona, tak pelak membuat Iqbal mengamati wanita itu dengan ekspresi tertarik. ‘Hei, apa wanita ini malu? Hm, lucu juga ekspresinya...’ Iqbal menahan senyumnya melihat rona di wajah Kintan yang semakin tampak benderang, mungkin juga karena Iqbal yang semakin mempererat dekapannya. Kalau sudah begini, Kintan malah tidak terlihat seperti wanita yang sudah pernah menikah, tapi seperti gadis muda polos yang masih perawan. “Lebih cepat dengan cara yang seperti ini. Lagian nggak ada yang lihat kok, jadi santai saja,” sahut Iqbal kalem. Kintan pun menggeleng lemah. "Ta-tapi..." "Tutup mata saja kalau malu," tukas Iqbal dengan nada perintah yang tidak mau dibantah. Kintan mendelik kesal mendengar saran nggak nyambung yang di luar prediksi BMKG itu. Apa hubungannya malu dengan tutup mata coba?! Tapi kemudian tak pelak Kintan pun malah benar-benar menutup kedua matanya, ketika merasakan ke

    Last Updated : 2024-11-22
  • Duda dan Janda Bertetangga   7. Bersamamu

    Seharusnya Kintan belajar dari kejadian tadi sore. Seharusnya ia yang sudah berpengalaman pernah menikah dan berumah tangga, tidak dengan begitu mudahnya terbuai seperti gadis remaja.Namun perlakuan Iqbal yang lembut serta permainan perpaduan bibir dan lidah pria itu yang sangat terampil tak pelak membuat wanita itu terbawa suasana, saat Iqbal tiba-tiba mendekatkan wajah untuk menciumnya.Sebagai seorang wanita, tentu saja Kintan memiliki perasaan untuk menolak demi harga dirinya. Namun sebagai seorang wanita juga, ia pun tak bisa menampik perasaan menggebu yang tiba-tiba hadir dan perasaan meremang yang menyenangkan saat bibirnya bertemu dengan bibir Iqbal. Ini adalah kedua kalinya Iqbal menciumnya. Namun untuk kali ini entah kemana akal sehatnya berada, karena Kintan tak lagi menolaknya. Sial. Iqbal sangat ahli berciuman!Berulang kali ia berusaha sekuat tenaga untuk menekan hasratnya agar tidak mendesah, merasakan nikmat yang diberikan pria itu padanya.Rasa menerima dan menolak

    Last Updated : 2024-11-22
  • Duda dan Janda Bertetangga   8. Belum Bisa Melupakan

    Iqbal menatap Kintan yang tiba-tiba terdiam termangu, seperti ada sesuatu yang hinggap dan menetap di dalam pikirannya."Kintan?" panggil Iqbal pelan. Tadinya pria itu ingin menggoda kaki jenjang Kintan dengan memberikan kecupan-kecupan panas di paha dan betis rampingnya, namun melihat Kintan yang tiba-tiba tidak merespon sentuhannya pun tak pelak membuat Iqbal bertanya-tanya."Iqbal, maaf. Aku... aku tidak bisa melanjutkan ini," ucap lirih Kintan. Ada getar suram di dalam suaranya yang membuat Iqbal khawatir.Lelaki itu pun mengangkat wajahnya dari bagian bawah tubuh Kintan, dan menatapnya dengan penuh perhatian. "Ada apa, Kintan?"Kintan menggigit bibirnya. Awalnya ia sangat menikmati cumbu mesra Iqbal, bahkan ikut merespon ciuman serta sentuhannya yang menyenangkan dan membuatnya panas-dingin itu. Tapi seketika pikirannya justru melayang pada Kemal, dan kehidupan rumah tangganya dahulu, membuat Kintan merasa gamang."Maaf... aku... aku belum bisa melupakan Kemal, suamiku yang te

    Last Updated : 2024-11-22
  • Duda dan Janda Bertetangga   9. Perjodohan

    Saat berada di dalam lift, Gea pun langsung dikelilingi oleh celoteh riang Khalil dan Khafi. Anak-anaknya Kintan benar-benar menyukai anak remaja itu, dan seolah berebut perhatiannya. Gea pun senang bercengkrama dengan mereka, terlihat dari senyumnya yang terus terkembang di bibirnya menanggapi anak-anak kecil itu.Di lain sisi, Iqbal dan Kintan hanya memandangi mereka semua dalam senyum. Lalu Iqbal melirik Kintan yang masih menatap anak-anak mereka yang sekarang sedang tertawa riang dan bersenda gurau."Maafkan aku, sekali lagi untuk yang tadi malam," bisik pelan Iqbal dari arah belakang Kintan. "Kamu baik-baik saja?"Kintan merasakan hembusan napas Iqbal yang menerpa tengkuk dan telinganya. Seketika membuat wanita itu merinding, teringat akan bisikan lelaki itu semalam yang membuatnya begitu berhasrat. Kintan pun mengangguk tanpa menoleh ke belakang. Ia terlalu gugup.Sesampainya mereka di area parkir basement, Kintan bermaksud untuk mengambil Khafi yang masih berada dalam gendon

    Last Updated : 2024-11-22
  • Duda dan Janda Bertetangga   10. Perjodohan Part 2

    **BEBERAPA JAM SEBELUMNYA**Iqbal menatap layar ponselnya yang bergetar dan melihat nama Yessita, sepupunya itu yang menelpon."Halo, Yessita?""Halo, kak Iqbal. Apa kabar?""Baik. Kamu sendiri apa kabar nih?""Baik juga kak. Kak Iqbal di kantor ya? Aku ganggu nggak?""Nggak apa-apa, Yess. Oh iya, ada apa nih tumben telepon?"“Kak Iqbal, aku baru aja bikin cafe. Nanti siang mampir di sini yuk? Sekalian cobain masakan dan minuman di sini, terus kasih saran dan kritik sekalian biar cafenya rame. Sampai sekarang pengunjungnya sedikit aja nih kak,” adu Yessi."Ooh, sekadang kamu punya cafe ya? Oke. Kirim alamatnya ya, nanti siang aku mampir.""Sip. Ditunggu ya kak, byeee.""Ok bye."***Iqbal tidak percaya. Itu... Kintan?Wanita itu sedang duduk bersama Yessita, dan juga menatapnya dengan wajah yang tampak sama kagetnya.‘Berarti dia juga tidak menyangka kalau kita ternyata mengenal orang yang sama, yaitu Yessita. Apa jangan-jangan mereka berteman ya?' Batin Iqbal heran."Kak Iqbal, akhir

    Last Updated : 2024-11-22
  • Duda dan Janda Bertetangga   11. Salah Sangka

    Sementara itu di cafe, Yessi terkesiap melihat saldo di tabungannya yang bertambah sangat banyak. Kak Iqbal ternyata telah mentransfernya uang sebanyak 200 juta! Dia menggenggam ponselnya erat-erat, seakan ingin memastikan kalau ia tidak sedang bermimpi.Yessi terngiang kembali ucapan kak Iqbal tadi siang saat pria itu berada di cafenya."Aku mau jadi investor kamu, Yess. Nanti aku transfer uangnya. Please, diterima ya... Uangnya bisa buat modal kamu untuk mengembangkan bisnis cafe ini, atau mungkin kamu ingin buat bisnis yang lain juga nggak apa-apa," ucap Iqbal padanya."Ih, kak Iqbal apa-apaan, sih?" Yessi pun benar-benar kaget saat Iqbal berkata seperti itu. Ia tidak menyangka sama sekali jika Iqbal tiba-tiba mengajukan diri sebagai investor di cafenya! Walaupun bisnis Yessi ini memang sudah di ambang kebangkrutan karena sepinya pengunjung, namun ia tidak pernah berpikir untuk meminta suntikan dana pada orang lain karena terlalu malu. Lebih baik ia meminjam uang di bank darid

    Last Updated : 2024-11-22

Latest chapter

  • Duda dan Janda Bertetangga   52. Akhir Perjalanan Kita

    "Lebih cepat, Toni!" bentak Ibram gusar. Toni pun semakin mempercepat laju mobilnya, menyelip sana-sini mencari celah di antara lalu-lalang kendaraan yang masih memenuhi jalanan. Alarm dari alat penyadap yang ditempelkan pada anting-anting Katya telah berbunyi. Wanita itu dalam bahaya. Ibram benar-benar kecolongan untuk yang kedua kalinya, saat ia mendapati istri dan keponakannya telah menghilang entah kemana. Polisi sudah bertindak dan dikerahkan untuk mencari Katya dan Adel, dengan mengikuti sinyal yang dipancarkan alat penyadap itu. "BRENGSEK! BAJINGAN! LELAKI BIADAB!" Ibram terus memaki sambil memukul dasbor di depannya. "Kali ini kau benar-benar akan kubunuh!" "Pak, orang-orang kita sudah berada dekat dengan Kean, mungkin mereka akan sampai duluan di tempat itu," lapor Toni setelah ia mendapatkan info dari wireless earphone di telinganya. "Serang dia jika Katya dan Adel berada dalam bahaya," perintah Ibram. Beberapa belas menit kemudian, Ibram dan Toni telah s

  • Duda dan Janda Bertetangga   51. Penyiksaan

    Ibram, David dan Toni duduk di depan meja bar, sementara Katya, Brissa dan Zizi berada di meja restoran di seberang mereka. "Halo, temanku ini baru saja menikah, tolong berikan minuman yang terbaik dan termahal di sini," ucap David pada bartender yang menghampiri mereka. "Tidak, Dave," tolak Ibram tegas. "Aku harus menyetir pulang nanti." David berdecak kesal. "Ibram, kamu benar-benar tidak menyenangkan! Bukankah Toni yang akan mengantarmu pulang nanti?" "Tidak. Toni akan mengantarmu, Brie dan Zizi. Aku hanya ingin menjaga Katya," tegasnya. David mendesah dan tertawa pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu benar-benar telah berubah, Ibram. Apa itu karena Katya?" Ibram tersenyum. "Aku sekarang seorang suami, Dave. Akulah yang bertanggung jawab atas keselamatan istriku," tukasnya. David mengangkat gelas berisi minuman keras untuk bersulang pada Ibram. "Untuk suami paling beruntung di dunia," ucap David, ada rasa bangga atas perubahan positif pada sahabatnya itu, nam

  • Duda dan Janda Bertetangga   50. Menikah

    Katya terlihat sangat cantik dalam balutan gaun panjang putih dan sederhana. Gaun itu berlengan panjang dengan deretan kancing berlian di sepanjang siku hingga pergelangan tangan, menutup hingga batas bawah lehernya, dan terulur jauh menutupi kaki. Meskipun terkesan sopan dan menutup, namun karena jatuh mengikuti bentuk tubuh Katya, tetap saja terlihat sangat sangat seksi. Ibram bolak-balik menatap Katya sambil menggeleng-gelengkan kepala, tidak rela jika garis tubuh kekasihnya itu dinikmati oleh beberapa pasang mata pria brengsek dan dijadikan fantasi liar mereka. "Nggak ada gaun yang lebih sopan?" tanya Ibram sambil mengerutkan wajah tidak suka pada stylist yang bertugas mengatur kostum pengantin mereka. Wanita berambut bob berkacamata itu hanya bisa menggaruk-garuk kepala bingung. Katya telah bergonta-ganti baju lima kali, dan ini adalah pakaian tersopan yang mereka punya. "Maafkan saya, Pak Ibram... tapi kami tidak memiliki gaun yang lebih tertutup lagi. Masalahnya adalah

  • Duda dan Janda Bertetangga   49. Bentuk Tanggungjawab

    Ibram melepaskan ciumannya dan memeluk tubuh Katya, untuk memberikan kesempatan pada gadis itu agar bisa mengatur napasnya. "Katya, menikahlah denganku," ucap Ibram lembut. "Dulu aku pernah melamarmu dan kamu menolaknya karena merasa belum ada cinta di hatiku, bukan?" Ibram mengingat saat-saat dirinya dan Katya berada di rumah pantai miliknya. "Apa sekarang kamu masih juga belum yakin jika aku mencintaimu?" ada nada murung di suara Ibram. "Diriku yang sekarang dan diriku yang dulu sudah jatuh begitu dalam padamu, Katya." lelaki itu pun melepaskan pelukannya untuk menatap lekat Katya yang terdiam membisu. "Jadilah istriku, pendamping hidupku, dan pelindungmu seumur hidup," ucapnya dengan suara parau, sarat akan emosi yang membuncah di dalam dada. "Aku mencintaimu, Katya Lovina. Wanita tercantik di dunia yang beraroma vanilla." Dan Katya pun merasa dadanya meledak dalam kebahagiaan. Tentu saja ia sangat yakin sekarang kalau Ibram benar-benar mencintainya, bukan karena obs

  • Duda dan Janda Bertetangga   48. Mengingat Segalanya

    Ibram terbaring di sebelah Katya, berusaha meredakan rasa sakit hebat yang menyerang kepala dan membuatnya kesulitan untuk bernafas. Ingatan-ingatan yang datang padanya bagai ribuan paku yang menghujam deras ke dalam otaknya, membuatnya gemetar menahan rasa sakit yang hampir tak tertahankan. Namun Ibram berusaha untuk menerima dan tidak menolak seluruh pesan dari pikirannya itu, meskipun acak dan berupa kilasan-kilasan cepat bagaikan kilat yang menyambar-nyambar dirinya. Jessi yang menyelingkuhi Gamal. Gamal yang meninggal akibat kanker nasofaring. Kuliahnya yang sempat kacau karena ia sangat berduka. Adel yang masih kecil namun sudah ditinggalkan ayahnya selamanya dan ibunya yang entah kemana. Mengasuh Adel. Mendirikan One Million. Mengakuisisi beberapa perusahaan. Menemukan Katya Lovina. Dan jatuh cinta padanya. Dengan napas yang masih memburu, ia pun menatap ke arah samping. Katya. Gadis itu berbaring di sisinya, dan membalas tatapannya dengan wajah bingung. "Pak Ibram

  • Duda dan Janda Bertetangga   47. Sentuhan

    'APAA??? Dia mengira ada sesuatu antara aku dan Toni??' Katya menepis kasar tangan Ibram dari bahunya. "Pak Ibram, apa maksudmu bertanya seperti itu?" "Kau selingkuh dengan Toni, kan? Mengakulah! Toni memang jauh lebih muda dariku dan kau pasti merasa lebih cocok dengan lelaki yang tidak terlalu jauh perbedaan usianya denganmu!" ucap Ibram ketus. "Hah! Entah apa yang sudah kalian berdua lakukan di belakangku, menjijikkan sekali." "Apa anda sudah puas menghinaku? Sepertinya memang percuma, apa pun yang kukatakan, anda pasti tidak akan pernah percaya bukan? Aku akan selalu jelek di matamu," tukas Katya pelan. Ia sudah benar-benar lelah sekarang. "Anda sudah menuduhku hanya mengincar uangmu, dan kini menuduhku selingkuh dengan orang kepercayaanmu? Selanjutnya apa lagi? Apa lagi yang anda tuduhkan? Begitu sulitkah bagimu menerima bahwa aku benar-benar mencintaimu dengan tulus tanpa ada maksud apa pun?" tanya Katya dengan suara yang mulai parau karena menahan tangis. "Jika memang

  • Duda dan Janda Bertetangga   46. Hanya Berharap Di Sisimu

    Ibram terdiam, namun tubuhnya tetap saja memunggungi Katya. 'Hahh... gadis ini benar-benar keras kepala! Sepertinya dia hanya ingin menggangguku saja.''Meskipun... yah, tidak bisa disalahkan juga karena diriku yang dulu sangat bodoh karena telah memberikan harapan pada gadis ini.' Seketika ada setitik rasa kasihan terbit di dada Ibram saat mengingat ekspresi wajahnya pada acara pertunangan melalui Youtube tadi. Pantas saja gadis ini salah paham, karena Ibram memang bersikap seakan benar-benar mencintainya! 'Apa itu benar? Apa aku pernah mencintainya? AKU?? IBRAM MAHESA??' Perlahan Ibram pun membalikkan badannya menatap Katya. "Apa kau yakin dengan semua ucapanmu itu?" cetus Ibram. "Tidak akan ikut campur urusanku, tidak mengharapkan apa pun dariku, dan hanya merawatku hingga sembuh lalu pergi dari hadapanku?" Ibram mengulang ucapan Katya tadi. Katya mengangguk mantap. "Ya. Aku sangat yakin dengan semua ucapanku, Ibram." Hmm... menarik. "Baiklah. Kau boleh melakukannya. Tapi

  • Duda dan Janda Bertetangga   45. Amnesia Retrograde

    Katya menangis dalam kesendirian di teras rumah sakit yang sepi. Ia ingin sekali menjerit kuat-kuat, memuntahkan segala kesedihan yang terus menimpanya bertubi-tubi. Setelah ayahnya, Sienna, dan sekarang Ibram pun juga telah meninggalkannya. Bukan meninggalkan secara harfiah karena tubuhnya masih berada di dunia fana ini, hanya saja ingatannya pada Katya yang telah pergi. Ibram mengalami amnesia retrograde karena cedera akibat benturan keras di kepalanya, dan ingatannya hanya sampai saat ia kuliah di Amerika bersama David... Ia tidak mengingat apa pun setelah itu. Bahkan saat ia diberitahu bahwa Gamal, kakaknya yang telah meninggal, Ibram pun sangat terkejut dan masih tidak percaya. Lalu ketika Katya mengatakan bahwa mereka telah bertunangan, Ibram hanya terdiam dan menatap gadis itu dengan tatapan kosong. Seketika itu juga Katya mengerti, bahwa lelaki itu telah hilang. Lelaki yang ia cintai dan mencintainya. Ibram yang Katya cintai telah pergi, tergantikan oleh Ibram lai

  • Duda dan Janda Bertetangga   44. Seperti Ibram Di Masa Lalu

    Katya berada di dalam ambulans yang membawa Ibram menuju rumah sakit. Sejak tadi air matanya tidak dapat berhenti mengalir, melihat tubuh kekasihnya yang diam tak bergerak serta darah segar yang terus mengalir dari kepalanya. Wajah dan tubuh Katya telah penuh bersimbah darah, namun ia sudah tidak peduli lagi. Ia hanya ingin Ibram selamat. Katya sangat takut kehilangan lelaki yang begitu dicintainya. Ia telah kehilangan ayahnya dan juga adiknya Sienna, dan ia tidak akan sanggup untuk bernafas lagi jika ia juga kehilangan Ibram. Tidak! Lebih baik ia ikut ke alam yang sama dengan mereka, karena di dunia ini sudah tidak akan ada cinta lagi untuknya. Katya segera menelepon Zizi, Toni, dan David dari ponsel Ibram. Namun hanya ponsel David yang sulit dihubungi. Lagipula, ini semua karena David! Karena pesan dari David yang membingungkan itu, membuat Katya terperangkap sebagai umpan untuk menjebak Ibram. Apakah ponsel David telah di hack? Ibram harus segera dioperasi, kare

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status