Beranda / Romansa / Duda dan Janda Bertetangga / 3. Tetangga Yang Baik Hati

Share

3. Tetangga Yang Baik Hati

Penulis: Black Aurora
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-22 08:19:41

"Kok sudah pulang?" tegur Iqbal pada Gea, yang tampak baru saja masuk apartemen tak begitu lama darinya.

Gea menghempaskan tubuhnya di atas sofa di samping papanya. “Tante Kintan yang meminta aku pulang. Katanya orang tua yang setelah lelah bekerja, ketika pulang perasaan lelah itu akan sirna saat melihat wajah anaknya yang tersenyum menyambut,” ucap Gea sambil menatap papanya.

"Ck. Tante Kintan bikin aku baper aja!" Gea mencebik sambil memeluk Iqbal manja.

“Pa.”

“Hm?”

"Menurut papa, Tante Kintan cantik kan?"

"Kamu yang cantik," elak Iqbal sambil mencubit gemas pipi putrinya. "Jangan mulai deh, Ge!" Dengusnya, yang tahu kalau anaknya ini pasti berniat menjodohkan dirinya dengan Kintan.

Gea pun nyengir lebar karena taktiknya ketahuan. "Pa, aku boleh main ke rumah Tante Kintan ya, kalau papa sedang bekerja? Aku seneng banget bisa bermain dengan Khalil dan Khafi. Rasanya seperti punya adik sendiri."

Iqbal menatap putrinya sambil membelai rambut Gea. Ia tahu Gea kesepian sendirian di apartemen ini, tidak ada yang menemaninya karena Iqbal sibuk bekerja.

Asisten rumah tangga juga hanya datang 3x dalam seminggu, karena hanya mengurus dua orang sehingga tak banyak yang dikerjakan.

"Pa... kok diem aja sih? Boleh nggak, Gea main ke apartemen sebelah kalau papa sedang kerja?" ulang Gea.

Iqbal masih mengelus rambut sebahu anak gadisnya sambil berpikir sejenak, lalu akhirnya ia pun mengangguk.

"Iya, boleh. Tapi kamu jangan sampai merepotkan Tante Kintan, ya?"

"YES!!" seru Gea girang. "Oh iya pa, Tante Kintan itu kan profesinya pelukis mural. Terus Gea minta dia untuk melukis kamar Gea. Boleh kan? Katanya gratis kok kalau buat Gea."

'Pelukis?'

Sontak, Iqbal pun kembali teringat pada pemandangan yang ia lihat sebelumnya tadi.

Kintan dengan tampilan celana pendek hot pants yang menggoda, dan kaus ketat yang membuat kedua bulatan penuh di dadanya itu terlihat menggiurkan.

Juga bibir merah merekah yang sedang bersenandung pelan, mengundang untuk di...

‘Ehem. Aku mikir apa sih??’

Iqbal pun mendehem pelan untuk mengusir bayangan wanita itu dari pikirannya yang mulai kemana-mana.

Duh, kenapa malah wanita dari apartemen sebelah yang membuat otaknya jadi travelling??

"Ya, boleh saja kalau kamu mau," jawab Iqbal akhirnya kepada Gea, membuat anak remaja itu pun seketika tersenyum gembira.

"Yeaayy!! Papa lihat saja nanti, lukisan Tante Kintan tuh pasti bagus banget!"

***

Besoknya sama seperti kemarin, Gea pum kembali mengunjungi apartemen Kintan sepulang sekolah.

Kintan bahkan juga mengajaknya untuk makan siang bersama, agar Gea tidak perlu lagi repot-repot masak sendiri.

"Hm... enaaak banget, Ma!" seru Gea dengan maniknya yang berbinar-binar menikmati masakan Kintan yang sangat lezat.

Menyenangkan sekali ketika pulang sekolah dan makanan telah tersedia tanpa harus memasak sendiri.

Gea pun sudah mulai berani memanggil Kintan dengan sebutan ‘Mama’, dan ia juga senang karena melihat wanita itu yang juga tidak tampak keberatan.

Kintan memang tidak terlalu menganggap serius panggilan itu, lagi pula sebenarnya ia pun tak tega jika menolak melihat bagaimana senangnya Gea.

"Oh iya Gea, gimana kalau mural kamarmu dikerjakan siang ini saja? Mumpung Pak Iqbal sedang di kantor?" usul Kintan, saat mereka telah selesai makan dan sedang bersantai di depan televisi.

Kintan tidak mau kepergok lelaki itu lagi karena malu. Kemarin pakaiannya sedikit kurang sopan, dan perilakunya yang menyetel lagu dengan volume keras pasti telah membuat tetangganya itu kesal.

Kintan tidak ingin punya musuh di sini.

"Iya, boleh saja, Ma. Hm… gimana kalau aku juga ikut bantuin?" Usul Gea.

"Eh, nggak boleeh! Kak Gea main sama Khafi aja...," rengek Khafi manja sambil memegang tangan Gea kuat.

Gea pun tertawa dan mencubit gemas pipi gembil anak kecil itu. "Okee... Kalau gitu Kak Gea sama Khafi ndut aja deh!" Ucapnya sambil mengacak rambut Khafi main-main.

Suara denting bel yang tiba-tiba terdengar, membuat Bi Yani yang sedang mencuci piring pun menghentikan kegiatannya untuk membuka pintu.

“Bu Kintan, itu ada Pak Bimo yang datang,” beri tahu Bi Yani yang telah kembali lagi ke ruang makan.

Kintan mengangguk. “Iya, saya ganti baju dulu.”

Wanita itu pun segera berdiri dan menghambur ke dalam kamarnya untuk ganti baju, karena saat ini ia hanya memakai tank top dan hot pants baju faforitnya kalau sedang santai hanya bersama anak-anak di rumah.

Tak pelak, Gea pun menatap dengan rasa penasaran pada ruang tamu yang terhalang tembok.

‘Pak Bimo? Siapa itu?’

"Sst.. Bi Yani, sini...," bisik pelan Gea.

Bi Yani yang sedang kembali mencuci piring pun menghentikan kegiatannya dan mendekati Gea.

"Bi, Pak Bimo itu siapa sih?" Tanya anak perempuan itu.

"Ooh... Pak Bimo itu teman sekolahnya Bu Kintan, dia juga pemilik apartemen ini yang disewa oleh Bu Kintan," ungkap Bi Yani.

Gea manggut-manggut sembari mencerna informasi itu. "Jadi gitu ya..."

Saat itu juga Kintan terlihat keluar dari kamarnya. Hot pants super pendeknya telah diganti dengan rok selutut bunga-bunga biru, sedangkan tank topnya tetap dipakai, hanya saja dilapisi lagi dengan kardigan navy.

"Mama mau pergi?" tanya Gea pada Kintan, setelah ia mengamati wanita itu sejenak.

"Nggak. Cuma mau menemui tamu aja," jawab Kintan santai sambil tersenyum dan berlalu menuju tamunya.

Gea lalu menatap Khalil yang sibuk dengan gadgetnya, sedangkan Khafi asik nonton tivi. Bi Yani masih sibuk membersihkan dapur.

Oke, kondisi cukup aman.

Nggak bakal ada yang lihat kalau Gea ngintip dan mencari tahu seperti apa sebenarnya tamu yang namanya Pak Bimo itu.

Gea pun perlahan berjingkat untuk mengintip, lalu beberapa saat kemudian ia pun mendesah kesal.

‘Hhh.. kayaknya Pak Bimo itu naksir sama Mama Kintan, deh. Kelihatan dari tatapan matanya yang tidak lepas dari Mama Kintan dari tadi!' Gerutunya dalam hati

Lalu dengan mood yang mulai jelek, Gea pun memutuskan untuk menonton kartun di televisi bersama Khafi.

***

"Gimana apartemennya, Ntan? Cocok nggak?" tanya Bimo yang duduk di sofa di samping Kintan.

"Cocok, Bim. Apartemen kamu bersih dan bagus. Anak-anak juga betah di sini," jawab Kintan.

Bimo tersenyum. "Syukurlah. Kalau butuh apa-apa hubungi aku aja. Aku akan bantu apa pun itu," tambahnya.

Kintan mengangguk penuh syukur, karena memang ia merasa telah terbantu oleh Bimo yang menawarkan untuk menyewa apartemen miliknya.

"By the way, aku mau mengajak kamu dinner nanti malam, bisa nggak?" todong Bimo langsung dan tiba-tiba, membuat Kintan menaikkan kedua alisnya.

Tampak wanita itu berpikir sejenak. "Tunggu dulu. Dinner dalam rangka apa dulu nih?" Tanyanya curiga.

"Ya ampun, Ntan. Kita kan temen, yaa... anggep aja ini sebagai traktiran dalam rangka ucapan terima kasih karena telah menjadi penyewa apartemen ini... gimana?"

"Kalau sebagai sesama teman sih, oke... tapi aku nggak bisa kasih lebih dari itu ya," tegas Kintan sambil tersenyum.

Bimo manggut-manggut. "Nggak masalah," sahutnya diam-diam penuh maksud, karena jauh di dalam benaknya, Bimo memang ingin mendekati Kintan.

Si janda dua anak yang sejak semasa sekolah dulu sudah ia taksir.

***

Sekarang Kintan sudah berada di kamar Gea lagi, melanjutkan lukisannya yang belum selesai kemarin.

Kali ini, ia sudah mulai sejak jam 2 siang sebagai antisipasi sebelum Pak Iqbal pulang kerja.

Kalau sesuai jadwal normal sih, pulang kerja jam 5 sore. Walaupun menurut Gea papanya selalu lembur, Kintan akan tetap pulang sebelum jam 5 sore untuk jaga-jaga.

Kali ini ia memutar lagu-lagunya The Chainsmokers dan ikut bernyanyi sambil menari.

Karena suara musik yang kencang, ia tidak tahu kalau ponselnya Gea yang tertinggal di kamarnya itu sedang berdering sejak tadi.

Sementara itu di seberang sana…

"Gea kemana, sih? Ponselnya nggak diangkat terus dari tadi??" ucap Iqbal pada diri sendiri.

Saat ini ia sedang berada di lobby bawah apartemen, setelah berkendara sendiri dari kantor.

Seketika ia pun mengingat ucapan putrinya itu tadi pagi, yang mengatakan kalau sepulang sekolah akan mampir ke apartemen sebelah.

‘Jangan-jangan Gea sedang berada di rumah Bu Kintan, dan ponsel itu malah ketinggalan di kamarnya!’ Iqbal pun mereka-reka sembari menghela napas pelan.

Tadinya, ia hendak meminta Gea untuk membawakan dokumen penting mengenai pekerjaan yang tertinggal di rumah, untuk dibawa ke lobby apartemen di bawah.

Maksudnya sih supaya Iqbal tidak perlu repot-repot parkir mobil dan naik ke apartemennya.

Tapi ya sudahlah…

Iqbal pun memutuskan untuk turun dari mobil dan langsung naik saja ke atas.

Saat ia membuka pintu apartemennya, kembali terdengar suara musik yang keras dari kamar Gea. Dan sudah jelas pula bahwa itu bukanlah lagu K-pop kegemaran anaknya itu.

Apakah wanita itu datang lagi?

Sambil berjalan mengendap-endap menuju kamar Gea, Iqbal berpikir betapa bodohnya dirinya.

Buat apa dia mengendap-endap di rumahnya sendiri?? Kayak orang yang mau mengintip saja!

Yah, tapi tidak salah juga sih. Memang dia berniat mau ngintip juga.

Sesampainya depan kamar Gea, Iqbal pun terperanjat. Ia tak bisa menahan jantungnya yang berdebar dengan begitu kencang, berdentam dengan keras di dadanya.

Iqbal mengerjap pelan, dan menelan ludahnya dengan susah payah.

Kintan, wanita itu… tampak bersinar. Ia sedang melukis bunga lili dengan begitu indah.

Wanita itu masih fokus melukis, namun bibirnya yang merah ranum itu pun ikut bersenandung lagu yang sama dengan yang diputar di ponselnya. Dari The Chainsmokers, tapi Iqbal lupa judulnya.

Atasan tank top yang ia kenakan membuat gundukan indah dan penuh di dadanya itu semakin tercetak jelas. Jeans hot pants robek-robek membuat pahanya yang mulus dan seputih susu terpampang nyata.

‘Apa wanita ini sengaja menggodaku?’

Pikiran itu pun cepat-cepat ia hilangkan, karena tampak tak masuk akal baginya. Saat ini masih jam 3 sore, masih waktunya kerja. Jadi kalau memang Kintan berniat segenit itu, paling tidak ia pasti melakukannya di pukul 5 sore ketika jam pulang.

Masalahnya… apa harus banget pakaiannya kurang bahan seperti itu?!

Tiba-tiba saja Kintan menggerakkan tubuhnya dengan lincah, menari-nari sambil terus bernyanyi tanpa menyadari bahwa ada seseorang yang bediri di bingkai pintu tengah memandangnya lekat-lekat.

Padahal wanita cantik dan seksi bertebaran di kantornya, dan tidak sedikit juga yang menggoda Iqbal, tapi kenapa malah janda dua anak ini yang membuat mata Iqbal tak mampu berkedip?

Memang ia mengakui kalau Kintan sangat cantik dan awet muda.

Bahkan ketika pertama kalinya ia melihat wanita ini memungut mainan yang jatuh di lantai, Iqbal pun diam-diam sudah mengaguminya.

Namun kala itu ia mengira Kintan masih berusia 19 atau 20 tahun, bukan seorang wanita yang sudah berusia matang apalagi seorang janda.

Iqbal yang masih terus terpaku menatap Kintan, hingga tanpa sengaja pandangan mereka pun bertemu.

“Aaaaa…!!!”

Sontak saja Kintan berteriak karena kaget, dan tanpa sengaja kakinya menginjak genangan kecil cat yang tumpah di lantai hingga membuatnya terpeleset.

Wanita itu sudah pasrah mengira tubuhnya akan menghantam lantai dengan keras, jika saja Iqbal tidak segera bergerak cepat untuk menarik tangannya.

Lengan pria itu memeluk erat pinggang ramping Kintan, membuatnya bisa merasakan panasnya telapak tangan lelaki itu di kulitnya hingga menembus pakaian yang Kintan kenakan.

Tanpa sadar mereka pun saling berpandangan, dengan tubuh yang saling menempel dan lengan yang saling mengait.

Mungkin karena ia sudah lama tidak bersama wanita, atau mungkin karena situasi yang mendukung, atau juga karena wangi aroma di rambut Kintan…

Iqbal pun sibuk mencari 1001 alasan karena rasanya saat ini otaknya sudah korslet, dan tiba-tiba saja ia pun langsung memagut keras bibir penuh merekah Kintan dengan bibirnya.

Persetan dengan tetangga sendiri.

Yang pasti, hasratnya harus tuntas saat ini juga... atau ia bisa gila.

***

Bab terkait

  • Duda dan Janda Bertetangga    4. POV Kintan

    Kintan senang sekali, karena sedikit lagi lukisan bunga lili kamar Gea akan selesai lebih cepat dari yang ia kira sebelumnya. Sebelum jam 5 sore juga sepertinya bisa selesai nih, jadi sepertinya dia nggak perlu balik lagi ke apartemen ini. Yah, mudah-mudahan saja Gea suka dengan hasilnya nanti. Saking senangnya, dia pun menari sesuka hati mengikuti irama musik yang menghentak. Sesekali ia mengangkat kedua tangannya yang memegang kuas ke atas, menggoyangkan pinggul dan kepalanya dengan gaya yang seksi. Kintan masih terus saja menggerakkan seluruh tubuhnya, merasa menjadi diri sendiri dan melupakan segalanya untuk saat ini. Hanya menari, mengikuti alunan musik yang dinamis. Tapi… ada yang aneh. Sekilas, ia seperti melihat bayangan seseorang yang tinggi berdiri di depan pintu kamar Gea. Seketika ia pun menoleh, dan terkesiap saat melihat Pak Iqbal yang berdiri diam di sana, menatapnya dengan raut datar dan sukar terbaca. "Aaaaaaaaa!!!" Kintan pun berteriak kaget. ‘

  • Duda dan Janda Bertetangga    5. Mengikuti Kintan

    Saat ini Iqbal menunggu di dalam mobilnya terparkir di dekat lobby apartemen. Matanya awas menatap orang-orang yang berseliweran di sekitar, mencari-cari keberadaan Kintan di antara mereka.‘Itu dia!’Iqbal melihat Kintan yang baru saja keluar dari pintu lobby, dan wanita itu tampak berdiri seperti sedang menunggu seseorang.Iqbal pun mendesah lega. Syukurlah Kintan belum dijemput. Rencana pria itu untuk mengikutinya diam-diam malam ini pun tampaknya bisa berjalan lancar.Penampilan Kintan yang terlihat sangat cantik, sepertinya menarik perhatian beberapa pria yang berjalan melewatinya. Tatapan kagum dan siulan pelan para lelaki itu tak pelak membuat Iqbal geram dan ingin turun dari mobilnya, namun untung sebuah mobil silver tiba-tiba datang dan berhenti tepat di tempat Kintan berdiri. Naluri kompetisi seorang lelaki pun mendadak muncul, saat Iqbal melihat jenis mobil yang menjemput Kintan dan serta merta mencemoohnya. “Ck. Ternyata tipe mobilnya masih jauh di bawah mobilku. Haha.

  • Duda dan Janda Bertetangga    6. Di Kamar Kintan

    “Pak Iqbal! K-kok saya malah digendong?!” protes Kintan kaget dengan pipi yang telah cerah merona, tak pelak membuat Iqbal mengamati wanita itu dengan ekspresi tertarik. ‘Hei, apa wanita ini malu? Hm, lucu juga ekspresinya...’ Iqbal menahan senyumnya melihat rona di wajah Kintan yang semakin tampak benderang, mungkin juga karena Iqbal yang semakin mempererat dekapannya. Kalau sudah begini, Kintan malah tidak terlihat seperti wanita yang sudah pernah menikah, tapi seperti gadis muda polos yang masih perawan. “Lebih cepat dengan cara yang seperti ini. Lagian nggak ada yang lihat kok, jadi santai saja,” sahut Iqbal kalem. Kintan pun menggeleng lemah. "Ta-tapi..." "Tutup mata saja kalau malu," tukas Iqbal dengan nada perintah yang tidak mau dibantah. Kintan mendelik kesal mendengar saran nggak nyambung yang di luar prediksi BMKG itu. Apa hubungannya malu dengan tutup mata coba?! Tapi kemudian tak pelak Kintan pun malah benar-benar menutup kedua matanya, ketika merasakan ke

  • Duda dan Janda Bertetangga    7. Bersamamu

    Seharusnya Kintan belajar dari kejadian tadi sore. Seharusnya ia yang sudah berpengalaman pernah menikah dan berumah tangga, tidak dengan begitu mudahnya terbuai seperti gadis remaja.Namun perlakuan Iqbal yang lembut serta permainan perpaduan bibir dan lidah pria itu yang sangat terampil tak pelak membuat wanita itu terbawa suasana, saat Iqbal tiba-tiba mendekatkan wajah untuk menciumnya.Sebagai seorang wanita, tentu saja Kintan memiliki perasaan untuk menolak demi harga dirinya. Namun sebagai seorang wanita juga, ia pun tak bisa menampik perasaan menggebu yang tiba-tiba hadir dan perasaan meremang yang menyenangkan saat bibirnya bertemu dengan bibir Iqbal. Ini adalah kedua kalinya Iqbal menciumnya. Namun untuk kali ini entah kemana akal sehatnya berada, karena Kintan tak lagi menolaknya. Sial. Iqbal sangat ahli berciuman!Berulang kali ia berusaha sekuat tenaga untuk menekan hasratnya agar tidak mendesah, merasakan nikmat yang diberikan pria itu padanya.Rasa menerima dan menolak

  • Duda dan Janda Bertetangga    8. Belum Bisa Melupakan

    Iqbal menatap Kintan yang tiba-tiba terdiam termangu, seperti ada sesuatu yang hinggap dan menetap di dalam pikirannya."Kintan?" panggil Iqbal pelan. Tadinya pria itu ingin menggoda kaki jenjang Kintan dengan memberikan kecupan-kecupan panas di paha dan betis rampingnya, namun melihat Kintan yang tiba-tiba tidak merespon sentuhannya pun tak pelak membuat Iqbal bertanya-tanya."Iqbal, maaf. Aku... aku tidak bisa melanjutkan ini," ucap lirih Kintan. Ada getar suram di dalam suaranya yang membuat Iqbal khawatir.Lelaki itu pun mengangkat wajahnya dari bagian bawah tubuh Kintan, dan menatapnya dengan penuh perhatian. "Ada apa, Kintan?"Kintan menggigit bibirnya. Awalnya ia sangat menikmati cumbu mesra Iqbal, bahkan ikut merespon ciuman serta sentuhannya yang menyenangkan dan membuatnya panas-dingin itu. Tapi seketika pikirannya justru melayang pada Kemal, dan kehidupan rumah tangganya dahulu, membuat Kintan merasa gamang."Maaf... aku... aku belum bisa melupakan Kemal, suamiku yang te

  • Duda dan Janda Bertetangga    9. Perjodohan

    Saat berada di dalam lift, Gea pun langsung dikelilingi oleh celoteh riang Khalil dan Khafi. Anak-anaknya Kintan benar-benar menyukai anak remaja itu, dan seolah berebut perhatiannya. Gea pun senang bercengkrama dengan mereka, terlihat dari senyumnya yang terus terkembang di bibirnya menanggapi anak-anak kecil itu.Di lain sisi, Iqbal dan Kintan hanya memandangi mereka semua dalam senyum. Lalu Iqbal melirik Kintan yang masih menatap anak-anak mereka yang sekarang sedang tertawa riang dan bersenda gurau."Maafkan aku, sekali lagi untuk yang tadi malam," bisik pelan Iqbal dari arah belakang Kintan. "Kamu baik-baik saja?"Kintan merasakan hembusan napas Iqbal yang menerpa tengkuk dan telinganya. Seketika membuat wanita itu merinding, teringat akan bisikan lelaki itu semalam yang membuatnya begitu berhasrat. Kintan pun mengangguk tanpa menoleh ke belakang. Ia terlalu gugup.Sesampainya mereka di area parkir basement, Kintan bermaksud untuk mengambil Khafi yang masih berada dalam gendon

  • Duda dan Janda Bertetangga    10. Perjodohan Part 2

    **BEBERAPA JAM SEBELUMNYA**Iqbal menatap layar ponselnya yang bergetar dan melihat nama Yessita, sepupunya itu yang menelpon."Halo, Yessita?""Halo, kak Iqbal. Apa kabar?""Baik. Kamu sendiri apa kabar nih?""Baik juga kak. Kak Iqbal di kantor ya? Aku ganggu nggak?""Nggak apa-apa, Yess. Oh iya, ada apa nih tumben telepon?"“Kak Iqbal, aku baru aja bikin cafe. Nanti siang mampir di sini yuk? Sekalian cobain masakan dan minuman di sini, terus kasih saran dan kritik sekalian biar cafenya rame. Sampai sekarang pengunjungnya sedikit aja nih kak,” adu Yessi."Ooh, sekadang kamu punya cafe ya? Oke. Kirim alamatnya ya, nanti siang aku mampir.""Sip. Ditunggu ya kak, byeee.""Ok bye."***Iqbal tidak percaya. Itu... Kintan?Wanita itu sedang duduk bersama Yessita, dan juga menatapnya dengan wajah yang tampak sama kagetnya.‘Berarti dia juga tidak menyangka kalau kita ternyata mengenal orang yang sama, yaitu Yessita. Apa jangan-jangan mereka berteman ya?' Batin Iqbal heran."Kak Iqbal, akhir

  • Duda dan Janda Bertetangga    11. Salah Sangka

    Sementara itu di cafe, Yessi terkesiap melihat saldo di tabungannya yang bertambah sangat banyak. Kak Iqbal ternyata telah mentransfernya uang sebanyak 200 juta! Dia menggenggam ponselnya erat-erat, seakan ingin memastikan kalau ia tidak sedang bermimpi.Yessi terngiang kembali ucapan kak Iqbal tadi siang saat pria itu berada di cafenya."Aku mau jadi investor kamu, Yess. Nanti aku transfer uangnya. Please, diterima ya... Uangnya bisa buat modal kamu untuk mengembangkan bisnis cafe ini, atau mungkin kamu ingin buat bisnis yang lain juga nggak apa-apa," ucap Iqbal padanya."Ih, kak Iqbal apa-apaan, sih?" Yessi pun benar-benar kaget saat Iqbal berkata seperti itu. Ia tidak menyangka sama sekali jika Iqbal tiba-tiba mengajukan diri sebagai investor di cafenya! Walaupun bisnis Yessi ini memang sudah di ambang kebangkrutan karena sepinya pengunjung, namun ia tidak pernah berpikir untuk meminta suntikan dana pada orang lain karena terlalu malu. Lebih baik ia meminjam uang di bank darid

Bab terbaru

  • Duda dan Janda Bertetangga    15. Mantan Istri

    Hari ini hari Minggu. Iqbal sedang bersiap-siap dengan kopernya untuk berangkat ke bandara dalam perjalanan dinas ke Jogja. Gea menatap wajah papanya yang terlihat sangat tampan dengan jas hitam dan kaos turtleneck coklat tua di dalamnya. Anak remaja itu pun menahan napasnya, membayangkan pasti banyak tante-tante ganjen yang akan menggoda papanya. Ck. Gea masih ingat sekali waktu mereka traveling ke bali tahun lalu. Sepanjang jalan menuju terminal keberangkatan, hampir semua makhluk yang berjenis kelamin wanita melirik, menatap, bahkan memandang dan menggoda dengan terang-terangan kepada papanya. Lalu saat mereka sedang makan siang di resto bandara di Bali, tiba-tiba pelayan resto itu mendatangi Iqbal dan menyerahkan sebuah note berisi nomor ponsel seseorang yang bernama Berlian, lengkap dengan cetakan bibir berlipstik merah menyala di dalamnya. Sewaktu mereka traveling ke Labuan Bajo, seorang turis domestik yang seksi bahkan mengajak papanya secara langsung untuk ikut

  • Duda dan Janda Bertetangga    14. You Are Wonderful

    Mereka semua sibuk mengunyah dan menikmati bekal makanan yang Kintan bawa sambil mengobrol dan bersenda gurau.Setelahnya makan dan berberes-beres, Kintan langsung melanjutkan pekerjaannya melukis mural, sementara Khalil dan Khafi asyik menonton film kartun kesukaan mereka di youtube dari ponsel Kintan.Gea sendiri sibuk memotret diam-diam Kintan yang sedang melukis, kemudian mengeditnya sedikit dan mempostingnya di instagram miliknya.Sedangkan Iqbal baru saja kembali dari membeli minuman untuk mereka semua. Boba milk tea untuk anak-anak, Ice matcha untuk Kintan, dan kopi untuknya. Khalil dan Khafi sangat antusias dan berterima kasih dengan heboh pada Iqbal saat mereka menerima minuman kesukaannya."Minum dulu, Kintan," ucap Iqbal sambil menyodorkan gelas hitam pada Kintan, yang disambut dengan ceria oleh wanita itu."Terima kasih ya. Kamu nggak perlu repot-repot beliin," tukas Kintan sambil tersenyum."Nggak masalah. Terima kasih juga sudah capek-capek bikin bekal makan siang yang

  • Duda dan Janda Bertetangga    13. Keinginan Gea

    Kintan menaruh baki berisi minuman dan biskuit homemade di atas meja, lalu ia pun ikut duduk berhadapan dengan Iqbal."Eh iya, ngomong-ngomong kok tumben banget jam segini udah pulang? Nggak lembur?" tanya Kintan sambil meletakkan cangkir teh di hadapan Iqbal.“Meeting tadi sore dibatalkan karena pihak vendor yang berhalangan hadir, jadi aku pulang lebih cepat,” jawab Iqbal singkat. Ia masih merasa gamang dengan perasaan barunya kepada Kintan.Kintan manggut-manggut. "Sayang sekali Gea nggak ada ya, padahal papanya pulang lebih cepat."Iqbal pun menghela napas pelan mendengarnya. Terasa berat rasanya berada sendiri di apartemen itu, karena biasanya Iqbal selalu bersama Gea. "Iya, apalagi Gea baru akan pulang nanti malam. Katanya setelah belajar bersama, ia juga diajak jalan-jalan oleh temannya."Iqbal mengalihkan tatapannya ke dinding di belakang Kintan, menatap lukisan kanvas bergambar bunga warna warni yang cukup besar terpajang di dinding ruang tamu. "Itu lukisanmu, ya?"Kintan m

  • Duda dan Janda Bertetangga    12. Khafi Yang Ngambek

    Sore hari yang cukup melelahkan di apartemen Kintan. Mbok Yani yang masih merasa kurang sehat, akhirnya minta ijin pulang kampung untuk istirahat. Tentu saja perubahan mendadak ini membuat Kintan cukup kelimpungan. Untunglah besok hari Sabtu, hari dimana putra sulungnya Khalil libur sekolah. Kintan bisa langsung menitipkan kedua anaknya di daycare agar ia bisa fokus menyelesaikan pekerjaannya melukis mural di tokonya Bimo.Hari ini pin si bungsu Khafi tiba-tiba ngambek dan menangis kencang, mungkin karena ia kesal seharian berada di Daycare dan tidak bertemu dengan Gea. Kemarin Gea memang sudah bilang kalau sepulang sekolah hari ini ia akan ke rumah temannya untuk belajar kelompok. Sepertinya Khafi merasa kehilangan sosok Gea yang biasanya selalu mengajaknya bermain."Khafi, udah dong nangisnya, kita berenang aja yuk?" bujuk Kintan sambil melambai-lambaikan baju renang Doraemon kesayangannya."Nggak maauu... Khaafii ngga mau leenaaang, huhuuhuu," tangisnya pun malah semakin kencan

  • Duda dan Janda Bertetangga    11. Salah Sangka

    Sementara itu di cafe, Yessi terkesiap melihat saldo di tabungannya yang bertambah sangat banyak. Kak Iqbal ternyata telah mentransfernya uang sebanyak 200 juta! Dia menggenggam ponselnya erat-erat, seakan ingin memastikan kalau ia tidak sedang bermimpi.Yessi terngiang kembali ucapan kak Iqbal tadi siang saat pria itu berada di cafenya."Aku mau jadi investor kamu, Yess. Nanti aku transfer uangnya. Please, diterima ya... Uangnya bisa buat modal kamu untuk mengembangkan bisnis cafe ini, atau mungkin kamu ingin buat bisnis yang lain juga nggak apa-apa," ucap Iqbal padanya."Ih, kak Iqbal apa-apaan, sih?" Yessi pun benar-benar kaget saat Iqbal berkata seperti itu. Ia tidak menyangka sama sekali jika Iqbal tiba-tiba mengajukan diri sebagai investor di cafenya! Walaupun bisnis Yessi ini memang sudah di ambang kebangkrutan karena sepinya pengunjung, namun ia tidak pernah berpikir untuk meminta suntikan dana pada orang lain karena terlalu malu. Lebih baik ia meminjam uang di bank darid

  • Duda dan Janda Bertetangga    10. Perjodohan Part 2

    **BEBERAPA JAM SEBELUMNYA**Iqbal menatap layar ponselnya yang bergetar dan melihat nama Yessita, sepupunya itu yang menelpon."Halo, Yessita?""Halo, kak Iqbal. Apa kabar?""Baik. Kamu sendiri apa kabar nih?""Baik juga kak. Kak Iqbal di kantor ya? Aku ganggu nggak?""Nggak apa-apa, Yess. Oh iya, ada apa nih tumben telepon?"“Kak Iqbal, aku baru aja bikin cafe. Nanti siang mampir di sini yuk? Sekalian cobain masakan dan minuman di sini, terus kasih saran dan kritik sekalian biar cafenya rame. Sampai sekarang pengunjungnya sedikit aja nih kak,” adu Yessi."Ooh, sekadang kamu punya cafe ya? Oke. Kirim alamatnya ya, nanti siang aku mampir.""Sip. Ditunggu ya kak, byeee.""Ok bye."***Iqbal tidak percaya. Itu... Kintan?Wanita itu sedang duduk bersama Yessita, dan juga menatapnya dengan wajah yang tampak sama kagetnya.‘Berarti dia juga tidak menyangka kalau kita ternyata mengenal orang yang sama, yaitu Yessita. Apa jangan-jangan mereka berteman ya?' Batin Iqbal heran."Kak Iqbal, akhir

  • Duda dan Janda Bertetangga    9. Perjodohan

    Saat berada di dalam lift, Gea pun langsung dikelilingi oleh celoteh riang Khalil dan Khafi. Anak-anaknya Kintan benar-benar menyukai anak remaja itu, dan seolah berebut perhatiannya. Gea pun senang bercengkrama dengan mereka, terlihat dari senyumnya yang terus terkembang di bibirnya menanggapi anak-anak kecil itu.Di lain sisi, Iqbal dan Kintan hanya memandangi mereka semua dalam senyum. Lalu Iqbal melirik Kintan yang masih menatap anak-anak mereka yang sekarang sedang tertawa riang dan bersenda gurau."Maafkan aku, sekali lagi untuk yang tadi malam," bisik pelan Iqbal dari arah belakang Kintan. "Kamu baik-baik saja?"Kintan merasakan hembusan napas Iqbal yang menerpa tengkuk dan telinganya. Seketika membuat wanita itu merinding, teringat akan bisikan lelaki itu semalam yang membuatnya begitu berhasrat. Kintan pun mengangguk tanpa menoleh ke belakang. Ia terlalu gugup.Sesampainya mereka di area parkir basement, Kintan bermaksud untuk mengambil Khafi yang masih berada dalam gendon

  • Duda dan Janda Bertetangga    8. Belum Bisa Melupakan

    Iqbal menatap Kintan yang tiba-tiba terdiam termangu, seperti ada sesuatu yang hinggap dan menetap di dalam pikirannya."Kintan?" panggil Iqbal pelan. Tadinya pria itu ingin menggoda kaki jenjang Kintan dengan memberikan kecupan-kecupan panas di paha dan betis rampingnya, namun melihat Kintan yang tiba-tiba tidak merespon sentuhannya pun tak pelak membuat Iqbal bertanya-tanya."Iqbal, maaf. Aku... aku tidak bisa melanjutkan ini," ucap lirih Kintan. Ada getar suram di dalam suaranya yang membuat Iqbal khawatir.Lelaki itu pun mengangkat wajahnya dari bagian bawah tubuh Kintan, dan menatapnya dengan penuh perhatian. "Ada apa, Kintan?"Kintan menggigit bibirnya. Awalnya ia sangat menikmati cumbu mesra Iqbal, bahkan ikut merespon ciuman serta sentuhannya yang menyenangkan dan membuatnya panas-dingin itu. Tapi seketika pikirannya justru melayang pada Kemal, dan kehidupan rumah tangganya dahulu, membuat Kintan merasa gamang."Maaf... aku... aku belum bisa melupakan Kemal, suamiku yang te

  • Duda dan Janda Bertetangga    7. Bersamamu

    Seharusnya Kintan belajar dari kejadian tadi sore. Seharusnya ia yang sudah berpengalaman pernah menikah dan berumah tangga, tidak dengan begitu mudahnya terbuai seperti gadis remaja.Namun perlakuan Iqbal yang lembut serta permainan perpaduan bibir dan lidah pria itu yang sangat terampil tak pelak membuat wanita itu terbawa suasana, saat Iqbal tiba-tiba mendekatkan wajah untuk menciumnya.Sebagai seorang wanita, tentu saja Kintan memiliki perasaan untuk menolak demi harga dirinya. Namun sebagai seorang wanita juga, ia pun tak bisa menampik perasaan menggebu yang tiba-tiba hadir dan perasaan meremang yang menyenangkan saat bibirnya bertemu dengan bibir Iqbal. Ini adalah kedua kalinya Iqbal menciumnya. Namun untuk kali ini entah kemana akal sehatnya berada, karena Kintan tak lagi menolaknya. Sial. Iqbal sangat ahli berciuman!Berulang kali ia berusaha sekuat tenaga untuk menekan hasratnya agar tidak mendesah, merasakan nikmat yang diberikan pria itu padanya.Rasa menerima dan menolak

DMCA.com Protection Status