Home / Romansa / Duda dan Janda Bertetangga / 10. Perjodohan Part 2

Share

10. Perjodohan Part 2

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2024-11-22 08:43:05

**BEBERAPA JAM SEBELUMNYA**

Iqbal menatap layar ponselnya yang bergetar dan melihat nama Yessita, sepupunya itu yang menelpon.

"Halo, Yessita?"

"Halo, kak Iqbal. Apa kabar?"

"Baik. Kamu sendiri apa kabar nih?"

"Baik juga kak. Kak Iqbal di kantor ya? Aku ganggu nggak?"

"Nggak apa-apa, Yess. Oh iya, ada apa nih tumben telepon?"

“Kak Iqbal, aku baru aja bikin cafe. Nanti siang mampir di sini yuk? Sekalian cobain masakan dan minuman di sini, terus kasih saran dan kritik sekalian biar cafenya rame. Sampai sekarang pengunjungnya sedikit aja nih kak,” adu Yessi.

"Ooh, sekadang kamu punya cafe ya? Oke. Kirim alamatnya ya, nanti siang aku mampir."

"Sip. Ditunggu ya kak, byeee."

"Ok bye."

***

Iqbal tidak percaya. Itu... Kintan?

Wanita itu sedang duduk bersama Yessita, dan juga menatapnya dengan wajah yang tampak sama kagetnya.

‘Berarti dia juga tidak menyangka kalau kita ternyata mengenal orang yang sama, yaitu Yessita. Apa jangan-jangan mereka berteman ya?' Batin Iqbal heran.

"Kak Iqbal, akhirnya sampai juga," seru Yessi dengan senyuman gembira. "Oh iya, kenalin ini teman Yessita waktu kuliah dulu, namanya..."

"Kintan. Namanya Kintan," sambung Iqbal sambil terus menatap Kintan lekat tanpa ia sadari.

Mata Yessi pun membulat kaget. "Loh? Kalian saling kenal?" tanyanya pada Kintan.

Kintan mengangguk pelan. "Pak Iqbal tetanggaku di apartemen," jelas wanita itu kemudian.

Tawa meledak pun keluar dari mulut Yessi. "Ya ampun, kebetulan macam apa ini? Jadi... kalian ini bertetangga??" Yessi kembali bertanya, seakan benar-benar ingin meyakinkan apa yang ia dengar tadi.

Iqbal dan Kintan pun sama-sama mengangguk dengan kompak.

‘Ih. Bisa barengan gitu anggukannya, hahah... Fix mereka jodoh. Duda dan janda, bertetangga pula!’ Yessi membatin sambil tersenyum dalam hati.

"Kak Iqbal, duduk yuk. Aku ambil menunya dulu ya, sebentar." Lalu sepupunya Iqbal itu pun beranjak berdiri untuk mengambil buku menu di meja kasir.

Iqbal memutuskan untuk mengambil tempat duduk di samping Kintan. Meskipun keterkejutannya belum juga reda, namun ia berusaha untuk nampak biasa saja.

"Kamu dan Yessita sejak kapan berteman?" tanya Iqbal penasaran setelah duduk.

"Mm... sejak kuliah semester 2 kalau nggak salah sih. Yessi dan aku kebetulan ambil kelas yang sama, terus ya... kita dekat," terang Kintan.

Iqbal mengangguk paham. "Kalau di keluarga besar kami, semua orang memanggilnya Yessita. Dia sepupuku. Dulu aku sering mengantar-jemput ke tempat kuliahnya juga," ucap Iqbal. "Sayang sekali waktu itu aku belum mengenal kamu," timpalnya kemudian tanpa sadar.

Kintan pun hanya diam. Apa yang harus ia katakan untuk merespon kalimat Iqbal barusan?

"Kelihatannya kalian akrab ya? Menyenangkan juga punya kakak sepupu yang bisa diandalkan." Dan akhirnya Kintan pun memilih untuk mengubah topik pembicaraan.

Iqbal mengedikkan bahu sambil mencomot french fries yang ada di depan Kintan. "Kami sama-sama anak tunggal, mungkin itu yang menyebabkan kami bisa dekat. Lagipula rumah orang tua kami juga tinggal di komplek yang sama. Jadi intensitas bertemunya makin sering," jelasnya, sambil mengunyah french fries.

Bahkan sewaktu Iqbal masih SD dan SMP, ia sering menginap di rumah sepupunya itu. Orang tua Yessita juga sudah menganggap Iqbal seperti anaknya sendiri, bahkan ia pun memiliki kamar khusus untuknya di rumah Yessita.

Namun semenjak SMU dan seterusnya hingga sekarang, mereka tidak terlalu sering bertemu lagi karena kesibukan masing-masing.

Apalagi ketika kuliah, Iqbal mendapatkan beasiswa ke Kanada, sehingga bisa dibilang kalau mereka sempat lost contact.

Saat Iqbal kembali ke Indonesia karena kuliahnya telah selesai, barulah ia mulai sering bertemu kembali dengan Yessita, karena ia memutuskan untuk rehat selama 1 bulan sebelum ia mulai melamar kerja.

Karena itu, selama 1 bulan itu Iqbal sering mengantar-jemput sepupunya itu ke kampus untuk mengisi waktu rehatnya.

"Nih, menunya kak!" seru Yessi sambil memberikan sebuah buku dengan kertas tebal yang didominasi dengan warna hijau dan krem.

"Silahkan, bebas mau pesan apa aja di sini, dan gratis! Tapi... ada syaratnya," Yessi mengerling pada Iqbal dan Kintan. "Harus selfie dengan makanan dari sini, terus posting di medsos. Okay? Hitung-hitung promosi," ujarnya sambil nyengir.

Iqbal akhirnya memesan Iga bakar, sementara Kintan memesan beef steak untuk dirinya, dan salad ukuran besar untuk dimakan bersama-sama.

Kintan juga memesan fried chicken untuk Khalil dan Khafi.

Tak lupa mereka selfie dengan berbagai pesanan mereka untuk dipajang di sosmed masing-masing.

Sementara Yessie sengaja dengan sembunyi-sembumyi memotret Kintan dan Iqbal yang sedang asik ngobrol berdua. Setelahnya, ia posting di sosmed miliknya.

Saat mereka selesai makan, Kintan pun berpura-pura hendak ke toilet. Padahal sesungguhnya ia menuju Kasir dan diam-diam membayar semua pesanan mereka.

Dari awal ia memang ingin membayar sendiri, namun saat Yessi bilang gratis, ia hanya diam saja karena tidak ingin membuat temannya itu tersinggung.

Tapi mana mungkin ia setega itu sama Yessi, dengan santainya makan gratis padahal cafenya sepi pengunjung begini.

Ketika Kintan hendak berjalan kembali menuju meja mereka, langkahnya tiba-tiba terhenti.

Iqbal dan Yessi sudah berdiri dari kursi mereka, dan terlihat sepertinya mereka terlibat dalam pembicaraan yang serius.

Kintan pun menimang-nimang, apakah ia tetap menuju ke sana ataukah menunggu dulu?

Dan akhirnya ia pun memutuskan untuk menunggu, karena tidak ingin mengganggu pembicaraan Iqbal dan Yessi yang terlihat makin serius itu.

Kintan berdiri sambil bersender pada pilar putih yang berada tak jauh dari Yessi dan Iqbal berdiri, namun cukup tersembunyi sehingga mereka tidak akan bisa melihat dirinya.

Dan Kintan pun sangat terkejut, ketika tiba-tiba ia melihat Yessi memeluk erat tubuh Iqbal… dan lelaki itu pun membalasnya!

Kintan membelalakkan matanya tak percaya.

Apa mereka benar-benar sepupu? Kenapa pelukannya begitu lama dan mesra?

Yah, kalau dipikir-pikir Yessi itu sangat cantik dan Iqbal juga benar-benar tampan. Mereka bisa jadi pasangan yang sangat serasi, kalau saja bukan bersaudara sepupu.

Lalu, apakah ini yang namanya cinta terlarang?

Seketika ada rasa nyeri hang menusuk di perut Kintan. Aduh. Apa gara-gara saos sambel yang kebanyakan ia makan ya?

Uh. Kintan pun cepat-cepat mengambil obat maag dari tas dan buru-buru menelannya. Selain obat alergi, ia juga selalu menyimpan obat maag dalam tas yang ia bawa kemana-mana, untuk jaga-jaga.

Kintan kembali mengintip, dan sekarang Yessi sudah melepaskan pelukannya dari tubuh Iqbal. Hufft. Aman, sekarangia bisa keluar.

"Eh, Kintan. Baru aja kak Iqbal nanyain tuh. Kok katanya lama banget ke toilet. Ciyeee... khawatir ya Kak?" usil Yessi sambil menyikut lengan Iqbal yang terus saja menatap Kintan tanpa putus.

Kintan hanya tersenyum membalasnya. "Maaf lama. Tadi ada telepon masuk, jadi ya kuterima dulu," sahutnya berbohong.

"Yessita, kita pulang dulu ya," pamit Iqbal, kemudian ia kembali menatap Kintan. "Aku antar ya?" tawarnya.

Kintan menggeleng. Dadanya berdesir mendengar kata 'kita' yang diucapkan Iqbal dengan begitu ringannya. Ia pun berusaha menghalau perasaan gundah setelah mendengar kata itu.

‘Jangan berlebihan, Kintan. Itu cuma kata tanpa arti apapun.’

"Terima kasih, tapi kebetulan hari ini aku bukan kembali ke apartemen, tapi ke daerah Selatan untuk mengurus pekerjaan," tolaknya. "Aku naik transport online saja dari sini."

"Pekerjaan? Melukis mural ya?" tanya Iqbal penuh minat, yang dibalas anggukan oleh Kintan.

"Oke. Nggak masalah kok, kantorku juga nggak jauh dari situ. Jadi bisa sekalian jalan," ujar Iqbal santai.

Setelah berpikir sejenak, Kintan pun memutuskan untuk mengiyakan ajakan pria itu. Yah, nggak apa-apa deh. Lumayanlah irit ongkos, karena tadi dia nebeng Bimo ke cafe Yessi dan meninggalkan mobilnya di toko bunga Bimo.

Setelah berpamitan pada Yessi, Kintan pun masuk ke dalam mobil Iqbal bersama lelaki itu dan berlalu dari cafe.

Selama di dalam mobil, Kintan dan Iqbal sama sekali tidak sempat mengobrol, karena Kintan yang sibuk menelepon daycare tempatnya menitipkan Khafi.

Kintan meminta bantuan pemilik daycare yang juga adalah temannya, untuk menjemput Khalil anak sulungnya di sekolah dan ikut membawa Khalil ke daycare, karena dia masih belum selesai bekerja.

"Ini tempatnya ya?" tanya Iqbal setelah mereka sampai di depan toko bunga milik Bimo.

"Iya, benar. Berhenti di situ saja." Kintan pun meminta Iqbal untuk menepi di depan toko.

"Terima kasih banyak untuk tumpangannya," ucap wanita itu sambil tersenyum dan membuka pintu mobil.

Namun ekor matanya menatap gerakan dari pintu pengemudi. Sesosok tubuh tinggi atletis dengan wajah yang sangat tampan yang juga mengikutinya keluar dari mobil.

"Pak Iqbal?" tanya Kintan dengan dahi mengernyit heran. Kenapa lelaki ini juga ikut turun dari mobilnya?

"Uhm...," Iqbal terlihat bingung seperti sedang mencari sesuatu.

"Aku mau beli kopi dulu," ucap pria itu sambil menunjuk kedai kopi kecil di samping toko, merasa lega karena akhirnya ia menemukan apa yang ia cari, yaitu alasan.

"Kamu mau juga?" tawarnya pada Kintan.

"Tidak, aku tidak minum kopi, terima kasih," tolaknya halus, sambil tetap tersenyum. "Baiklah, kalau begitu aku masuk dulu ya!" ucap Kintan pada Iqbal yang sedang menutup pintu mobilnya dan masih menatap wanita itu dalam diam.

Sepuluh menit kemudian, Kintan yang sedang sibuk melukis dan memberi warna dasar pada lukisan bunganya, tiba-tiba mendengar suara pintu toko dibuka dari luar.

"Kintan?"

Wanita itu pun sontak menoleh pada sumber suara yang memanggil namanya. Kintan melihat Iqbal berjalan masuk ke dalam toko dengan dua gelas kertas di tangannya.

"Pak Iqbal?" Kintan segera menuruni tangga dan berjalan menghampiri pria itu.

"Masih di sini?" tanya Kintan tanpa sadar. "Eh maaf, maksudnya... kirain tadi Pak Iqbal langsung ke kantor," ralatnya sambil nyengir.

Iqbal tertawa perlahan melihat ekspresi Kintan yang merasa tidak enak karena telah berbicara seperti itu tadi.

"Ini baru mau ke kantor. Cuma mau kasih kamu ice matcha. Suka nggak? Katanya nggak mau kopi, kan?" Iqbal mengulurkan gelas kertas berwarna hitam pada Kintan.

"Wah, terima kasih!" ucap Kintan gembira, menyambut gelas itu dan langsung meminumnya.

Manis. Aroma khas matcha mengalir membasahi tenggorokannya, membuat tubuhnya terasa lebih segar dan berenergi.

Iqbal melihat-lihat lukisan Kintan di langit-langit toko sementara Kintan sedang asik menikmati minumannya. Lelaki itu terlihat terkesima melihat hasil karya Kintan yang baru setengah jadi.

"Keren banget lukisan kamu," ucapnya takjub, sambil terus menengadah ke langit ruangan.

Sambil menyeruput ice matchanya, Kintan tersenyum diam-diam, entah kenapa merasa begitu senang karena Iqbal memuji hasil kerjanya.

"Ini masih berantakan dan belum selesai sih, tapi terima kasih."

Iqbal mengalihkan tatapannya kembali ke wajah Kintan. "Kamu mulai melukis sejak kapan?" tanyanya sambil duduk di lantai, yang diikuti oleh Kintan yang duduk di sebelahnya.

"Sejak SMP aku suka iseng melukis di scrapbook. Terus lama-kelamaan mulai berani di atas kanvas. Waktu kuliah, dinding kamar deh yang jadi korban," sahut Kintan.

"Jadi dari situ mulainya belajar melukis mural ya?"

“Hu-um,” sahut Kintan mengangguk.

"Terus, kalau melukisnya pakai kostum seksi tank top dan hot pants, sejak kapan?"

Kintan langsung tersedak ice matchanya sendiri mendengar pertanyaan konyol dari Iqbal, sementara lelaki itu malah tergelak.

"Pak Iqbal!" serunya kesal. Dan juga malu, karena lelaki itu mengungkit kejadian yang sampai sekarang masih membuat Kintan merinding.

"Maaf, maaf. Habisnya aku sengaja datang ke sini dan membayangkan melihat kamu dengan kostum itu. Eh, ternyata..." Iqbal mengerling nakal pada sweater longgar yang dikenakan Kintan.

Bibir Kintan pun sontak cemberut. "Huh. Jangan suka mancing-mancing deh, pak! Kali ini aku tidak akan semudah itu terpengaruh lagi," tukasnya penuh percaya diri.

"Yakin?" Iqbal menaikkan alisnya sambil menahan senyum.

Sekarang ia mulai merasakan hawa panas di seluruh tubuhnya. Ucapan Kintan tadi seperti sebuah tantangan yang membuatnya tergoda untuk menyentuh wanita itu.

‘Hm... bercanda sedikit saja boleh kan?’ Iqbal pun mulai mengangkat tangannya hendak menyentuh wajah Kintan.

Kintan segera menghindar dengan gerakan secepat kecepatan cahaya. "Eitss... Jangan pegang-pegang! Nanti nyetrum gimana?" kelakar Kintan, berusaha menghindari situasi dimana Iqbal dan dirinya akan kembali terjebak hasrat dan terseret arusnya, hingga sulit untuk menemukan jalan kembali.

Iqbal tampak seperti pura-pura berpikir dengan keras. "Gimana ya? Daripada bertanya-tanya, ayo langsung saja kita coba!" ucapnya sambil membuka dan melemparkan jasnya ke samping.

Lalu dengan gaya yang seksi, ia membuka ikatan dasi dan menyampirkannya ke leher Kintan yang diam terpaku dengan mata membelalak nanar.

Kemudian Iqbal membuka kancing kemejanya satu-persatu, dengan perlahan-lahan, namun sedikit demi sedikit memperlihatkan dadanya bidangnya yang berotot. Senyum tampan dan menggoda pun tersungging di bibirnya.

GLEK!

Kintan pun sontak menelan ludahnya melihat pesona dada Iqbal yang sangat maskulin dan raba-able. Gilaaa!!

‘Dia memang enggak senggol-senggol aku lagi sih... tapi kenapa juga malah disuguhin tarian striptis ginii?? Kan nggak kuat...’ jeritnya dalam hati.

‘Tunggu. Ingat, Kintan. Dia dan Yessi sepertinya ada hubungan terlarang, jadi menjauhlah dan jangan ikut campur dalam masalah mereka!!’

Kintan pun menutup wajahnya dengan kedua tangan sebelum ia benar-benar khilaf. "Pak Iqbal! Jangan gila deh! Kalau dilihat orang lain, gimanaa?" teriaknya kesal.

"Yaa... nggak apa-apa juga.Paling-paling kita disuruh nikah. Aku sih, mau-mau aja nikah sama kamu, Kintan." Iqbal sengaja merendahkan suara seraknya agar Kintan semakin terganggu.

Lucu banget lihat ekspresi janda cantik ini yang malu-malu seperti itu. Haha.

Kintan menunjuk dada Iqbal sambil tetap menutup matanya. "Tutup nggak? Kalau nggak ditutup, aku telepon Yessi, nih!" ancam Kintan kesal.

Iqbal pun seketika mengerutkan keningnya. "Yessita? Memangnya apa hubungannya dengan dia?" tanyanya tidak mengerti.

Kintan membuka matanya. Sekarang malah ia yang menatap heran Iqbal. "Kalian sebenarnya ada hubungan kan? Karena tadi… tanpa sengaja aku melihat kalian berpelukan seperti sepasang kekasih," tukas Kintan.

Raut Iqbal terlihat sangat terkejut mendengar ucapan Kintan, tapi detik selanjutnya tawa membahana pun keluar dari mulutnya.

"Yessita? Aku? Hahaha..." dia pun kembali tertawa terbahak-bahak.

Sudah dua kali Kintan meihat tawa lebar dan lepas Iqbal, dan mau tidak mau Kintan mengakui kalau lelaki ini bahkan masih saja terlihat sangat tampan meskipun ia sedang tertawa seperti itu.

Tapi Kintan masih tidak mengerti kenapa Iqbal menertawai ucapannya barusan?

***

Related chapters

  • Duda dan Janda Bertetangga    11. Salah Sangka

    Sementara itu di cafe, Yessi terkesiap melihat saldo di tabungannya yang bertambah sangat banyak. Kak Iqbal ternyata telah mentransfernya uang sebanyak 200 juta! Dia menggenggam ponselnya erat-erat, seakan ingin memastikan kalau ia tidak sedang bermimpi.Yessi terngiang kembali ucapan kak Iqbal tadi siang saat pria itu berada di cafenya."Aku mau jadi investor kamu, Yess. Nanti aku transfer uangnya. Please, diterima ya... Uangnya bisa buat modal kamu untuk mengembangkan bisnis cafe ini, atau mungkin kamu ingin buat bisnis yang lain juga nggak apa-apa," ucap Iqbal padanya."Ih, kak Iqbal apa-apaan, sih?" Yessi pun benar-benar kaget saat Iqbal berkata seperti itu. Ia tidak menyangka sama sekali jika Iqbal tiba-tiba mengajukan diri sebagai investor di cafenya! Walaupun bisnis Yessi ini memang sudah di ambang kebangkrutan karena sepinya pengunjung, namun ia tidak pernah berpikir untuk meminta suntikan dana pada orang lain karena terlalu malu. Lebih baik ia meminjam uang di bank darid

  • Duda dan Janda Bertetangga    12. Khafi Yang Ngambek

    Sore hari yang cukup melelahkan di apartemen Kintan. Mbok Yani yang masih merasa kurang sehat, akhirnya minta ijin pulang kampung untuk istirahat. Tentu saja perubahan mendadak ini membuat Kintan cukup kelimpungan. Untunglah besok hari Sabtu, hari dimana putra sulungnya Khalil libur sekolah. Kintan bisa langsung menitipkan kedua anaknya di daycare agar ia bisa fokus menyelesaikan pekerjaannya melukis mural di tokonya Bimo.Hari ini pin si bungsu Khafi tiba-tiba ngambek dan menangis kencang, mungkin karena ia kesal seharian berada di Daycare dan tidak bertemu dengan Gea. Kemarin Gea memang sudah bilang kalau sepulang sekolah hari ini ia akan ke rumah temannya untuk belajar kelompok. Sepertinya Khafi merasa kehilangan sosok Gea yang biasanya selalu mengajaknya bermain."Khafi, udah dong nangisnya, kita berenang aja yuk?" bujuk Kintan sambil melambai-lambaikan baju renang Doraemon kesayangannya."Nggak maauu... Khaafii ngga mau leenaaang, huhuuhuu," tangisnya pun malah semakin kencan

  • Duda dan Janda Bertetangga    13. Keinginan Gea

    Kintan menaruh baki berisi minuman dan biskuit homemade di atas meja, lalu ia pun ikut duduk berhadapan dengan Iqbal."Eh iya, ngomong-ngomong kok tumben banget jam segini udah pulang? Nggak lembur?" tanya Kintan sambil meletakkan cangkir teh di hadapan Iqbal.“Meeting tadi sore dibatalkan karena pihak vendor yang berhalangan hadir, jadi aku pulang lebih cepat,” jawab Iqbal singkat. Ia masih merasa gamang dengan perasaan barunya kepada Kintan.Kintan manggut-manggut. "Sayang sekali Gea nggak ada ya, padahal papanya pulang lebih cepat."Iqbal pun menghela napas pelan mendengarnya. Terasa berat rasanya berada sendiri di apartemen itu, karena biasanya Iqbal selalu bersama Gea. "Iya, apalagi Gea baru akan pulang nanti malam. Katanya setelah belajar bersama, ia juga diajak jalan-jalan oleh temannya."Iqbal mengalihkan tatapannya ke dinding di belakang Kintan, menatap lukisan kanvas bergambar bunga warna warni yang cukup besar terpajang di dinding ruang tamu. "Itu lukisanmu, ya?"Kintan m

  • Duda dan Janda Bertetangga    14. You Are Wonderful

    Mereka semua sibuk mengunyah dan menikmati bekal makanan yang Kintan bawa sambil mengobrol dan bersenda gurau.Setelahnya makan dan berberes-beres, Kintan langsung melanjutkan pekerjaannya melukis mural, sementara Khalil dan Khafi asyik menonton film kartun kesukaan mereka di youtube dari ponsel Kintan.Gea sendiri sibuk memotret diam-diam Kintan yang sedang melukis, kemudian mengeditnya sedikit dan mempostingnya di instagram miliknya.Sedangkan Iqbal baru saja kembali dari membeli minuman untuk mereka semua. Boba milk tea untuk anak-anak, Ice matcha untuk Kintan, dan kopi untuknya. Khalil dan Khafi sangat antusias dan berterima kasih dengan heboh pada Iqbal saat mereka menerima minuman kesukaannya."Minum dulu, Kintan," ucap Iqbal sambil menyodorkan gelas hitam pada Kintan, yang disambut dengan ceria oleh wanita itu."Terima kasih ya. Kamu nggak perlu repot-repot beliin," tukas Kintan sambil tersenyum."Nggak masalah. Terima kasih juga sudah capek-capek bikin bekal makan siang yang

  • Duda dan Janda Bertetangga    15. Mantan Istri

    Hari ini hari Minggu. Iqbal sedang bersiap-siap dengan kopernya untuk berangkat ke bandara dalam perjalanan dinas ke Jogja. Gea menatap wajah papanya yang terlihat sangat tampan dengan jas hitam dan kaos turtleneck coklat tua di dalamnya. Anak remaja itu pun menahan napasnya, membayangkan pasti banyak tante-tante ganjen yang akan menggoda papanya. Ck. Gea masih ingat sekali waktu mereka traveling ke bali tahun lalu. Sepanjang jalan menuju terminal keberangkatan, hampir semua makhluk yang berjenis kelamin wanita melirik, menatap, bahkan memandang dan menggoda dengan terang-terangan kepada papanya. Lalu saat mereka sedang makan siang di resto bandara di Bali, tiba-tiba pelayan resto itu mendatangi Iqbal dan menyerahkan sebuah note berisi nomor ponsel seseorang yang bernama Berlian, lengkap dengan cetakan bibir berlipstik merah menyala di dalamnya. Sewaktu mereka traveling ke Labuan Bajo, seorang turis domestik yang seksi bahkan mengajak papanya secara langsung untuk ikut

  • Duda dan Janda Bertetangga    1. Tetangga Baru

    Kintan menengadah menatap gedung apartemen yang berada di depannya. Cuaca yang cukup terik siang ini, membuat wanita itu menyipitkan mata dan menangkup satu tangan di atas kepala, untuk menghalau sinar matahari yang menyilaukan mata.“Halo, tempat tinggal yang baru! Be nice with us, okay?” Gumannya sembari menyunggingkan senyum. Sambil menghela napas pelan, wanita itu pun berjalan dengan penuh semangat memasuki gedung 23 lantai itu.Kintan memiliki alasan tersendiri saat pindah dari rumah yang selama ini ia tingggali selama bertahun-tahun ke gedung apartemen ini, yaitu agar tidak terganggu dengan tetangga-tetangganya yang mendadak berubah rese dan julid. Terutama, sejak status dirinya yang tiba-tiba menjanda, karena kematian suaminya 6 bulan yang lalu.Ck. Memangnya kenapa sih dengan status janda?? Nggak ngerti deh dengan pemikiran picik mereka, yang seolah alergi dengannya dan merasa kalau Kintan adalah sebuah ancaman bagi suami-suami mereka.Padahal Kintan pun sama sekali tidak

  • Duda dan Janda Bertetangga    2. Adaptasi

    "Khal, berenang yuk!" ajak Kintan pada si sulung yang bernama Khalil, yang sedari tadi cuma cemberut menatap ke arah jendela kaca di kamarnya. Jendela yang memperlihatkan pemandangan indah kota di siang hari.Khalil merasa kesal karena harus pindah, karena ia pun menjadi kesepian karena tidak memiliki banyak teman bermain seperti di rumah yang dulu."Kakaaaakk... ayoooo kita belenaaang!!" ajak Kahfi, adiknya yang masih berusia 3 tahun dengan suara cemprengnya yang bikin telinga sakit. "Kakaaakkk dengel gak siiih? Ayooo kitaa lenaaang!"Khalil mendengus kesal. "Iyaaa iyaaa... berisik ah! Tunggu deh, aku ganti baju renang dulu." Lalu anak laki-laki itu pun mengambil baju renang yang sudah disiapkan oleh Kintan di atas tempat tidurnya.Ketika Khalil masuk ke kamar mandi untuk ganti baju, Kintan dan Kahfi langsung melakukan tos berdua."Berhasil!" bisik Kintan sambil tersenyum senang pada anak bungsunya.Kahfi pun nyengir. Mereka memang sengaja membuat Khalil nggak tahan mendengar suara

  • Duda dan Janda Bertetangga    3. Tetangga Yang Baik Hati

    "Kok sudah pulang?" tegur Iqbal pada Gea, yang tampak baru saja masuk apartemen tak begitu lama darinya.Gea menghempaskan tubuhnya di atas sofa di samping papanya. “Tante Kintan yang meminta aku pulang. Katanya orang tua yang setelah lelah bekerja, ketika pulang perasaan lelah itu akan sirna saat melihat wajah anaknya yang tersenyum menyambut,” ucap Gea sambil menatap papanya."Ck. Tante Kintan bikin aku baper aja!" Gea mencebik sambil memeluk Iqbal manja. “Pa.” “Hm?”"Menurut papa, Tante Kintan cantik kan?""Kamu yang cantik," elak Iqbal sambil mencubit gemas pipi putrinya. "Jangan mulai deh, Ge!" Dengusnya, yang tahu kalau anaknya ini pasti berniat menjodohkan dirinya dengan Kintan.Gea pun nyengir lebar karena taktiknya ketahuan. "Pa, aku boleh main ke rumah Tante Kintan ya, kalau papa sedang bekerja? Aku seneng banget bisa bermain dengan Khalil dan Khafi. Rasanya seperti punya adik sendiri."Iqbal menatap putrinya sambil membelai rambut Gea. Ia tahu Gea kesepian sendirian di ap

Latest chapter

  • Duda dan Janda Bertetangga    15. Mantan Istri

    Hari ini hari Minggu. Iqbal sedang bersiap-siap dengan kopernya untuk berangkat ke bandara dalam perjalanan dinas ke Jogja. Gea menatap wajah papanya yang terlihat sangat tampan dengan jas hitam dan kaos turtleneck coklat tua di dalamnya. Anak remaja itu pun menahan napasnya, membayangkan pasti banyak tante-tante ganjen yang akan menggoda papanya. Ck. Gea masih ingat sekali waktu mereka traveling ke bali tahun lalu. Sepanjang jalan menuju terminal keberangkatan, hampir semua makhluk yang berjenis kelamin wanita melirik, menatap, bahkan memandang dan menggoda dengan terang-terangan kepada papanya. Lalu saat mereka sedang makan siang di resto bandara di Bali, tiba-tiba pelayan resto itu mendatangi Iqbal dan menyerahkan sebuah note berisi nomor ponsel seseorang yang bernama Berlian, lengkap dengan cetakan bibir berlipstik merah menyala di dalamnya. Sewaktu mereka traveling ke Labuan Bajo, seorang turis domestik yang seksi bahkan mengajak papanya secara langsung untuk ikut

  • Duda dan Janda Bertetangga    14. You Are Wonderful

    Mereka semua sibuk mengunyah dan menikmati bekal makanan yang Kintan bawa sambil mengobrol dan bersenda gurau.Setelahnya makan dan berberes-beres, Kintan langsung melanjutkan pekerjaannya melukis mural, sementara Khalil dan Khafi asyik menonton film kartun kesukaan mereka di youtube dari ponsel Kintan.Gea sendiri sibuk memotret diam-diam Kintan yang sedang melukis, kemudian mengeditnya sedikit dan mempostingnya di instagram miliknya.Sedangkan Iqbal baru saja kembali dari membeli minuman untuk mereka semua. Boba milk tea untuk anak-anak, Ice matcha untuk Kintan, dan kopi untuknya. Khalil dan Khafi sangat antusias dan berterima kasih dengan heboh pada Iqbal saat mereka menerima minuman kesukaannya."Minum dulu, Kintan," ucap Iqbal sambil menyodorkan gelas hitam pada Kintan, yang disambut dengan ceria oleh wanita itu."Terima kasih ya. Kamu nggak perlu repot-repot beliin," tukas Kintan sambil tersenyum."Nggak masalah. Terima kasih juga sudah capek-capek bikin bekal makan siang yang

  • Duda dan Janda Bertetangga    13. Keinginan Gea

    Kintan menaruh baki berisi minuman dan biskuit homemade di atas meja, lalu ia pun ikut duduk berhadapan dengan Iqbal."Eh iya, ngomong-ngomong kok tumben banget jam segini udah pulang? Nggak lembur?" tanya Kintan sambil meletakkan cangkir teh di hadapan Iqbal.“Meeting tadi sore dibatalkan karena pihak vendor yang berhalangan hadir, jadi aku pulang lebih cepat,” jawab Iqbal singkat. Ia masih merasa gamang dengan perasaan barunya kepada Kintan.Kintan manggut-manggut. "Sayang sekali Gea nggak ada ya, padahal papanya pulang lebih cepat."Iqbal pun menghela napas pelan mendengarnya. Terasa berat rasanya berada sendiri di apartemen itu, karena biasanya Iqbal selalu bersama Gea. "Iya, apalagi Gea baru akan pulang nanti malam. Katanya setelah belajar bersama, ia juga diajak jalan-jalan oleh temannya."Iqbal mengalihkan tatapannya ke dinding di belakang Kintan, menatap lukisan kanvas bergambar bunga warna warni yang cukup besar terpajang di dinding ruang tamu. "Itu lukisanmu, ya?"Kintan m

  • Duda dan Janda Bertetangga    12. Khafi Yang Ngambek

    Sore hari yang cukup melelahkan di apartemen Kintan. Mbok Yani yang masih merasa kurang sehat, akhirnya minta ijin pulang kampung untuk istirahat. Tentu saja perubahan mendadak ini membuat Kintan cukup kelimpungan. Untunglah besok hari Sabtu, hari dimana putra sulungnya Khalil libur sekolah. Kintan bisa langsung menitipkan kedua anaknya di daycare agar ia bisa fokus menyelesaikan pekerjaannya melukis mural di tokonya Bimo.Hari ini pin si bungsu Khafi tiba-tiba ngambek dan menangis kencang, mungkin karena ia kesal seharian berada di Daycare dan tidak bertemu dengan Gea. Kemarin Gea memang sudah bilang kalau sepulang sekolah hari ini ia akan ke rumah temannya untuk belajar kelompok. Sepertinya Khafi merasa kehilangan sosok Gea yang biasanya selalu mengajaknya bermain."Khafi, udah dong nangisnya, kita berenang aja yuk?" bujuk Kintan sambil melambai-lambaikan baju renang Doraemon kesayangannya."Nggak maauu... Khaafii ngga mau leenaaang, huhuuhuu," tangisnya pun malah semakin kencan

  • Duda dan Janda Bertetangga    11. Salah Sangka

    Sementara itu di cafe, Yessi terkesiap melihat saldo di tabungannya yang bertambah sangat banyak. Kak Iqbal ternyata telah mentransfernya uang sebanyak 200 juta! Dia menggenggam ponselnya erat-erat, seakan ingin memastikan kalau ia tidak sedang bermimpi.Yessi terngiang kembali ucapan kak Iqbal tadi siang saat pria itu berada di cafenya."Aku mau jadi investor kamu, Yess. Nanti aku transfer uangnya. Please, diterima ya... Uangnya bisa buat modal kamu untuk mengembangkan bisnis cafe ini, atau mungkin kamu ingin buat bisnis yang lain juga nggak apa-apa," ucap Iqbal padanya."Ih, kak Iqbal apa-apaan, sih?" Yessi pun benar-benar kaget saat Iqbal berkata seperti itu. Ia tidak menyangka sama sekali jika Iqbal tiba-tiba mengajukan diri sebagai investor di cafenya! Walaupun bisnis Yessi ini memang sudah di ambang kebangkrutan karena sepinya pengunjung, namun ia tidak pernah berpikir untuk meminta suntikan dana pada orang lain karena terlalu malu. Lebih baik ia meminjam uang di bank darid

  • Duda dan Janda Bertetangga    10. Perjodohan Part 2

    **BEBERAPA JAM SEBELUMNYA**Iqbal menatap layar ponselnya yang bergetar dan melihat nama Yessita, sepupunya itu yang menelpon."Halo, Yessita?""Halo, kak Iqbal. Apa kabar?""Baik. Kamu sendiri apa kabar nih?""Baik juga kak. Kak Iqbal di kantor ya? Aku ganggu nggak?""Nggak apa-apa, Yess. Oh iya, ada apa nih tumben telepon?"“Kak Iqbal, aku baru aja bikin cafe. Nanti siang mampir di sini yuk? Sekalian cobain masakan dan minuman di sini, terus kasih saran dan kritik sekalian biar cafenya rame. Sampai sekarang pengunjungnya sedikit aja nih kak,” adu Yessi."Ooh, sekadang kamu punya cafe ya? Oke. Kirim alamatnya ya, nanti siang aku mampir.""Sip. Ditunggu ya kak, byeee.""Ok bye."***Iqbal tidak percaya. Itu... Kintan?Wanita itu sedang duduk bersama Yessita, dan juga menatapnya dengan wajah yang tampak sama kagetnya.‘Berarti dia juga tidak menyangka kalau kita ternyata mengenal orang yang sama, yaitu Yessita. Apa jangan-jangan mereka berteman ya?' Batin Iqbal heran."Kak Iqbal, akhir

  • Duda dan Janda Bertetangga    9. Perjodohan

    Saat berada di dalam lift, Gea pun langsung dikelilingi oleh celoteh riang Khalil dan Khafi. Anak-anaknya Kintan benar-benar menyukai anak remaja itu, dan seolah berebut perhatiannya. Gea pun senang bercengkrama dengan mereka, terlihat dari senyumnya yang terus terkembang di bibirnya menanggapi anak-anak kecil itu.Di lain sisi, Iqbal dan Kintan hanya memandangi mereka semua dalam senyum. Lalu Iqbal melirik Kintan yang masih menatap anak-anak mereka yang sekarang sedang tertawa riang dan bersenda gurau."Maafkan aku, sekali lagi untuk yang tadi malam," bisik pelan Iqbal dari arah belakang Kintan. "Kamu baik-baik saja?"Kintan merasakan hembusan napas Iqbal yang menerpa tengkuk dan telinganya. Seketika membuat wanita itu merinding, teringat akan bisikan lelaki itu semalam yang membuatnya begitu berhasrat. Kintan pun mengangguk tanpa menoleh ke belakang. Ia terlalu gugup.Sesampainya mereka di area parkir basement, Kintan bermaksud untuk mengambil Khafi yang masih berada dalam gendon

  • Duda dan Janda Bertetangga    8. Belum Bisa Melupakan

    Iqbal menatap Kintan yang tiba-tiba terdiam termangu, seperti ada sesuatu yang hinggap dan menetap di dalam pikirannya."Kintan?" panggil Iqbal pelan. Tadinya pria itu ingin menggoda kaki jenjang Kintan dengan memberikan kecupan-kecupan panas di paha dan betis rampingnya, namun melihat Kintan yang tiba-tiba tidak merespon sentuhannya pun tak pelak membuat Iqbal bertanya-tanya."Iqbal, maaf. Aku... aku tidak bisa melanjutkan ini," ucap lirih Kintan. Ada getar suram di dalam suaranya yang membuat Iqbal khawatir.Lelaki itu pun mengangkat wajahnya dari bagian bawah tubuh Kintan, dan menatapnya dengan penuh perhatian. "Ada apa, Kintan?"Kintan menggigit bibirnya. Awalnya ia sangat menikmati cumbu mesra Iqbal, bahkan ikut merespon ciuman serta sentuhannya yang menyenangkan dan membuatnya panas-dingin itu. Tapi seketika pikirannya justru melayang pada Kemal, dan kehidupan rumah tangganya dahulu, membuat Kintan merasa gamang."Maaf... aku... aku belum bisa melupakan Kemal, suamiku yang te

  • Duda dan Janda Bertetangga    7. Bersamamu

    Seharusnya Kintan belajar dari kejadian tadi sore. Seharusnya ia yang sudah berpengalaman pernah menikah dan berumah tangga, tidak dengan begitu mudahnya terbuai seperti gadis remaja.Namun perlakuan Iqbal yang lembut serta permainan perpaduan bibir dan lidah pria itu yang sangat terampil tak pelak membuat wanita itu terbawa suasana, saat Iqbal tiba-tiba mendekatkan wajah untuk menciumnya.Sebagai seorang wanita, tentu saja Kintan memiliki perasaan untuk menolak demi harga dirinya. Namun sebagai seorang wanita juga, ia pun tak bisa menampik perasaan menggebu yang tiba-tiba hadir dan perasaan meremang yang menyenangkan saat bibirnya bertemu dengan bibir Iqbal. Ini adalah kedua kalinya Iqbal menciumnya. Namun untuk kali ini entah kemana akal sehatnya berada, karena Kintan tak lagi menolaknya. Sial. Iqbal sangat ahli berciuman!Berulang kali ia berusaha sekuat tenaga untuk menekan hasratnya agar tidak mendesah, merasakan nikmat yang diberikan pria itu padanya.Rasa menerima dan menolak

DMCA.com Protection Status