Beranda / Romansa / Duda dan Janda Bertetangga / 10. Perjodohan Part 2

Share

10. Perjodohan Part 2

Penulis: Black Aurora
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-22 08:43:05

**BEBERAPA JAM SEBELUMNYA**

Iqbal menatap layar ponselnya yang bergetar dan melihat nama Yessita, sepupunya itu yang menelpon.

"Halo, Yessita?"

"Halo, kak Iqbal. Apa kabar?"

"Baik. Kamu sendiri apa kabar nih?"

"Baik juga kak. Kak Iqbal di kantor ya? Aku ganggu nggak?"

"Nggak apa-apa, Yess. Oh iya, ada apa nih tumben telepon?"

“Kak Iqbal, aku baru aja bikin cafe. Nanti siang mampir di sini yuk? Sekalian cobain masakan dan minuman di sini, terus kasih saran dan kritik sekalian biar cafenya rame. Sampai sekarang pengunjungnya sedikit aja nih kak,” adu Yessi.

"Ooh, sekadang kamu punya cafe ya? Oke. Kirim alamatnya ya, nanti siang aku mampir."

"Sip. Ditunggu ya kak, byeee."

"Ok bye."

***

Iqbal tidak percaya. Itu... Kintan?

Wanita itu sedang duduk bersama Yessita, dan juga menatapnya dengan wajah yang tampak sama kagetnya.

‘Berarti dia juga tidak menyangka kalau kita ternyata mengenal orang yang sama, yaitu Yessita. Apa jangan-jangan mereka berteman ya?' Batin Iqbal heran.

"Kak Iqbal, akhirnya sampai juga," seru Yessi dengan senyuman gembira. "Oh iya, kenalin ini teman Yessita waktu kuliah dulu, namanya..."

"Kintan. Namanya Kintan," sambung Iqbal sambil terus menatap Kintan lekat tanpa ia sadari.

Mata Yessi pun membulat kaget. "Loh? Kalian saling kenal?" tanyanya pada Kintan.

Kintan mengangguk pelan. "Pak Iqbal tetanggaku di apartemen," jelas wanita itu kemudian.

Tawa meledak pun keluar dari mulut Yessi. "Ya ampun, kebetulan macam apa ini? Jadi... kalian ini bertetangga??" Yessi kembali bertanya, seakan benar-benar ingin meyakinkan apa yang ia dengar tadi.

Iqbal dan Kintan pun sama-sama mengangguk dengan kompak.

‘Ih. Bisa barengan gitu anggukannya, hahah... Fix mereka jodoh. Duda dan janda, bertetangga pula!’ Yessi membatin sambil tersenyum dalam hati.

"Kak Iqbal, duduk yuk. Aku ambil menunya dulu ya, sebentar." Lalu sepupunya Iqbal itu pun beranjak berdiri untuk mengambil buku menu di meja kasir.

Iqbal memutuskan untuk mengambil tempat duduk di samping Kintan. Meskipun keterkejutannya belum juga reda, namun ia berusaha untuk nampak biasa saja.

"Kamu dan Yessita sejak kapan berteman?" tanya Iqbal penasaran setelah duduk.

"Mm... sejak kuliah semester 2 kalau nggak salah sih. Yessi dan aku kebetulan ambil kelas yang sama, terus ya... kita dekat," terang Kintan.

Iqbal mengangguk paham. "Kalau di keluarga besar kami, semua orang memanggilnya Yessita. Dia sepupuku. Dulu aku sering mengantar-jemput ke tempat kuliahnya juga," ucap Iqbal. "Sayang sekali waktu itu aku belum mengenal kamu," timpalnya kemudian tanpa sadar.

Kintan pun hanya diam. Apa yang harus ia katakan untuk merespon kalimat Iqbal barusan?

"Kelihatannya kalian akrab ya? Menyenangkan juga punya kakak sepupu yang bisa diandalkan." Dan akhirnya Kintan pun memilih untuk mengubah topik pembicaraan.

Iqbal mengedikkan bahu sambil mencomot french fries yang ada di depan Kintan. "Kami sama-sama anak tunggal, mungkin itu yang menyebabkan kami bisa dekat. Lagipula rumah orang tua kami juga tinggal di komplek yang sama. Jadi intensitas bertemunya makin sering," jelasnya, sambil mengunyah french fries.

Bahkan sewaktu Iqbal masih SD dan SMP, ia sering menginap di rumah sepupunya itu. Orang tua Yessita juga sudah menganggap Iqbal seperti anaknya sendiri, bahkan ia pun memiliki kamar khusus untuknya di rumah Yessita.

Namun semenjak SMU dan seterusnya hingga sekarang, mereka tidak terlalu sering bertemu lagi karena kesibukan masing-masing.

Apalagi ketika kuliah, Iqbal mendapatkan beasiswa ke Kanada, sehingga bisa dibilang kalau mereka sempat lost contact.

Saat Iqbal kembali ke Indonesia karena kuliahnya telah selesai, barulah ia mulai sering bertemu kembali dengan Yessita, karena ia memutuskan untuk rehat selama 1 bulan sebelum ia mulai melamar kerja.

Karena itu, selama 1 bulan itu Iqbal sering mengantar-jemput sepupunya itu ke kampus untuk mengisi waktu rehatnya.

"Nih, menunya kak!" seru Yessi sambil memberikan sebuah buku dengan kertas tebal yang didominasi dengan warna hijau dan krem.

"Silahkan, bebas mau pesan apa aja di sini, dan gratis! Tapi... ada syaratnya," Yessi mengerling pada Iqbal dan Kintan. "Harus selfie dengan makanan dari sini, terus posting di medsos. Okay? Hitung-hitung promosi," ujarnya sambil nyengir.

Iqbal akhirnya memesan Iga bakar, sementara Kintan memesan beef steak untuk dirinya, dan salad ukuran besar untuk dimakan bersama-sama.

Kintan juga memesan fried chicken untuk Khalil dan Khafi.

Tak lupa mereka selfie dengan berbagai pesanan mereka untuk dipajang di sosmed masing-masing.

Sementara Yessie sengaja dengan sembunyi-sembumyi memotret Kintan dan Iqbal yang sedang asik ngobrol berdua. Setelahnya, ia posting di sosmed miliknya.

Saat mereka selesai makan, Kintan pun berpura-pura hendak ke toilet. Padahal sesungguhnya ia menuju Kasir dan diam-diam membayar semua pesanan mereka.

Dari awal ia memang ingin membayar sendiri, namun saat Yessi bilang gratis, ia hanya diam saja karena tidak ingin membuat temannya itu tersinggung.

Tapi mana mungkin ia setega itu sama Yessi, dengan santainya makan gratis padahal cafenya sepi pengunjung begini.

Ketika Kintan hendak berjalan kembali menuju meja mereka, langkahnya tiba-tiba terhenti.

Iqbal dan Yessi sudah berdiri dari kursi mereka, dan terlihat sepertinya mereka terlibat dalam pembicaraan yang serius.

Kintan pun menimang-nimang, apakah ia tetap menuju ke sana ataukah menunggu dulu?

Dan akhirnya ia pun memutuskan untuk menunggu, karena tidak ingin mengganggu pembicaraan Iqbal dan Yessi yang terlihat makin serius itu.

Kintan berdiri sambil bersender pada pilar putih yang berada tak jauh dari Yessi dan Iqbal berdiri, namun cukup tersembunyi sehingga mereka tidak akan bisa melihat dirinya.

Dan Kintan pun sangat terkejut, ketika tiba-tiba ia melihat Yessi memeluk erat tubuh Iqbal… dan lelaki itu pun membalasnya!

Kintan membelalakkan matanya tak percaya.

Apa mereka benar-benar sepupu? Kenapa pelukannya begitu lama dan mesra?

Yah, kalau dipikir-pikir Yessi itu sangat cantik dan Iqbal juga benar-benar tampan. Mereka bisa jadi pasangan yang sangat serasi, kalau saja bukan bersaudara sepupu.

Lalu, apakah ini yang namanya cinta terlarang?

Seketika ada rasa nyeri hang menusuk di perut Kintan. Aduh. Apa gara-gara saos sambel yang kebanyakan ia makan ya?

Uh. Kintan pun cepat-cepat mengambil obat maag dari tas dan buru-buru menelannya. Selain obat alergi, ia juga selalu menyimpan obat maag dalam tas yang ia bawa kemana-mana, untuk jaga-jaga.

Kintan kembali mengintip, dan sekarang Yessi sudah melepaskan pelukannya dari tubuh Iqbal. Hufft. Aman, sekarangia bisa keluar.

"Eh, Kintan. Baru aja kak Iqbal nanyain tuh. Kok katanya lama banget ke toilet. Ciyeee... khawatir ya Kak?" usil Yessi sambil menyikut lengan Iqbal yang terus saja menatap Kintan tanpa putus.

Kintan hanya tersenyum membalasnya. "Maaf lama. Tadi ada telepon masuk, jadi ya kuterima dulu," sahutnya berbohong.

"Yessita, kita pulang dulu ya," pamit Iqbal, kemudian ia kembali menatap Kintan. "Aku antar ya?" tawarnya.

Kintan menggeleng. Dadanya berdesir mendengar kata 'kita' yang diucapkan Iqbal dengan begitu ringannya. Ia pun berusaha menghalau perasaan gundah setelah mendengar kata itu.

‘Jangan berlebihan, Kintan. Itu cuma kata tanpa arti apapun.’

"Terima kasih, tapi kebetulan hari ini aku bukan kembali ke apartemen, tapi ke daerah Selatan untuk mengurus pekerjaan," tolaknya. "Aku naik transport online saja dari sini."

"Pekerjaan? Melukis mural ya?" tanya Iqbal penuh minat, yang dibalas anggukan oleh Kintan.

"Oke. Nggak masalah kok, kantorku juga nggak jauh dari situ. Jadi bisa sekalian jalan," ujar Iqbal santai.

Setelah berpikir sejenak, Kintan pun memutuskan untuk mengiyakan ajakan pria itu. Yah, nggak apa-apa deh. Lumayanlah irit ongkos, karena tadi dia nebeng Bimo ke cafe Yessi dan meninggalkan mobilnya di toko bunga Bimo.

Setelah berpamitan pada Yessi, Kintan pun masuk ke dalam mobil Iqbal bersama lelaki itu dan berlalu dari cafe.

Selama di dalam mobil, Kintan dan Iqbal sama sekali tidak sempat mengobrol, karena Kintan yang sibuk menelepon daycare tempatnya menitipkan Khafi.

Kintan meminta bantuan pemilik daycare yang juga adalah temannya, untuk menjemput Khalil anak sulungnya di sekolah dan ikut membawa Khalil ke daycare, karena dia masih belum selesai bekerja.

"Ini tempatnya ya?" tanya Iqbal setelah mereka sampai di depan toko bunga milik Bimo.

"Iya, benar. Berhenti di situ saja." Kintan pun meminta Iqbal untuk menepi di depan toko.

"Terima kasih banyak untuk tumpangannya," ucap wanita itu sambil tersenyum dan membuka pintu mobil.

Namun ekor matanya menatap gerakan dari pintu pengemudi. Sesosok tubuh tinggi atletis dengan wajah yang sangat tampan yang juga mengikutinya keluar dari mobil.

"Pak Iqbal?" tanya Kintan dengan dahi mengernyit heran. Kenapa lelaki ini juga ikut turun dari mobilnya?

"Uhm...," Iqbal terlihat bingung seperti sedang mencari sesuatu.

"Aku mau beli kopi dulu," ucap pria itu sambil menunjuk kedai kopi kecil di samping toko, merasa lega karena akhirnya ia menemukan apa yang ia cari, yaitu alasan.

"Kamu mau juga?" tawarnya pada Kintan.

"Tidak, aku tidak minum kopi, terima kasih," tolaknya halus, sambil tetap tersenyum. "Baiklah, kalau begitu aku masuk dulu ya!" ucap Kintan pada Iqbal yang sedang menutup pintu mobilnya dan masih menatap wanita itu dalam diam.

Sepuluh menit kemudian, Kintan yang sedang sibuk melukis dan memberi warna dasar pada lukisan bunganya, tiba-tiba mendengar suara pintu toko dibuka dari luar.

"Kintan?"

Wanita itu pun sontak menoleh pada sumber suara yang memanggil namanya. Kintan melihat Iqbal berjalan masuk ke dalam toko dengan dua gelas kertas di tangannya.

"Pak Iqbal?" Kintan segera menuruni tangga dan berjalan menghampiri pria itu.

"Masih di sini?" tanya Kintan tanpa sadar. "Eh maaf, maksudnya... kirain tadi Pak Iqbal langsung ke kantor," ralatnya sambil nyengir.

Iqbal tertawa perlahan melihat ekspresi Kintan yang merasa tidak enak karena telah berbicara seperti itu tadi.

"Ini baru mau ke kantor. Cuma mau kasih kamu ice matcha. Suka nggak? Katanya nggak mau kopi, kan?" Iqbal mengulurkan gelas kertas berwarna hitam pada Kintan.

"Wah, terima kasih!" ucap Kintan gembira, menyambut gelas itu dan langsung meminumnya.

Manis. Aroma khas matcha mengalir membasahi tenggorokannya, membuat tubuhnya terasa lebih segar dan berenergi.

Iqbal melihat-lihat lukisan Kintan di langit-langit toko sementara Kintan sedang asik menikmati minumannya. Lelaki itu terlihat terkesima melihat hasil karya Kintan yang baru setengah jadi.

"Keren banget lukisan kamu," ucapnya takjub, sambil terus menengadah ke langit ruangan.

Sambil menyeruput ice matchanya, Kintan tersenyum diam-diam, entah kenapa merasa begitu senang karena Iqbal memuji hasil kerjanya.

"Ini masih berantakan dan belum selesai sih, tapi terima kasih."

Iqbal mengalihkan tatapannya kembali ke wajah Kintan. "Kamu mulai melukis sejak kapan?" tanyanya sambil duduk di lantai, yang diikuti oleh Kintan yang duduk di sebelahnya.

"Sejak SMP aku suka iseng melukis di scrapbook. Terus lama-kelamaan mulai berani di atas kanvas. Waktu kuliah, dinding kamar deh yang jadi korban," sahut Kintan.

"Jadi dari situ mulainya belajar melukis mural ya?"

“Hu-um,” sahut Kintan mengangguk.

"Terus, kalau melukisnya pakai kostum seksi tank top dan hot pants, sejak kapan?"

Kintan langsung tersedak ice matchanya sendiri mendengar pertanyaan konyol dari Iqbal, sementara lelaki itu malah tergelak.

"Pak Iqbal!" serunya kesal. Dan juga malu, karena lelaki itu mengungkit kejadian yang sampai sekarang masih membuat Kintan merinding.

"Maaf, maaf. Habisnya aku sengaja datang ke sini dan membayangkan melihat kamu dengan kostum itu. Eh, ternyata..." Iqbal mengerling nakal pada sweater longgar yang dikenakan Kintan.

Bibir Kintan pun sontak cemberut. "Huh. Jangan suka mancing-mancing deh, pak! Kali ini aku tidak akan semudah itu terpengaruh lagi," tukasnya penuh percaya diri.

"Yakin?" Iqbal menaikkan alisnya sambil menahan senyum.

Sekarang ia mulai merasakan hawa panas di seluruh tubuhnya. Ucapan Kintan tadi seperti sebuah tantangan yang membuatnya tergoda untuk menyentuh wanita itu.

‘Hm... bercanda sedikit saja boleh kan?’ Iqbal pun mulai mengangkat tangannya hendak menyentuh wajah Kintan.

Kintan segera menghindar dengan gerakan secepat kecepatan cahaya. "Eitss... Jangan pegang-pegang! Nanti nyetrum gimana?" kelakar Kintan, berusaha menghindari situasi dimana Iqbal dan dirinya akan kembali terjebak hasrat dan terseret arusnya, hingga sulit untuk menemukan jalan kembali.

Iqbal tampak seperti pura-pura berpikir dengan keras. "Gimana ya? Daripada bertanya-tanya, ayo langsung saja kita coba!" ucapnya sambil membuka dan melemparkan jasnya ke samping.

Lalu dengan gaya yang seksi, ia membuka ikatan dasi dan menyampirkannya ke leher Kintan yang diam terpaku dengan mata membelalak nanar.

Kemudian Iqbal membuka kancing kemejanya satu-persatu, dengan perlahan-lahan, namun sedikit demi sedikit memperlihatkan dadanya bidangnya yang berotot. Senyum tampan dan menggoda pun tersungging di bibirnya.

GLEK!

Kintan pun sontak menelan ludahnya melihat pesona dada Iqbal yang sangat maskulin dan raba-able. Gilaaa!!

‘Dia memang enggak senggol-senggol aku lagi sih... tapi kenapa juga malah disuguhin tarian striptis ginii?? Kan nggak kuat...’ jeritnya dalam hati.

‘Tunggu. Ingat, Kintan. Dia dan Yessi sepertinya ada hubungan terlarang, jadi menjauhlah dan jangan ikut campur dalam masalah mereka!!’

Kintan pun menutup wajahnya dengan kedua tangan sebelum ia benar-benar khilaf. "Pak Iqbal! Jangan gila deh! Kalau dilihat orang lain, gimanaa?" teriaknya kesal.

"Yaa... nggak apa-apa juga.Paling-paling kita disuruh nikah. Aku sih, mau-mau aja nikah sama kamu, Kintan." Iqbal sengaja merendahkan suara seraknya agar Kintan semakin terganggu.

Lucu banget lihat ekspresi janda cantik ini yang malu-malu seperti itu. Haha.

Kintan menunjuk dada Iqbal sambil tetap menutup matanya. "Tutup nggak? Kalau nggak ditutup, aku telepon Yessi, nih!" ancam Kintan kesal.

Iqbal pun seketika mengerutkan keningnya. "Yessita? Memangnya apa hubungannya dengan dia?" tanyanya tidak mengerti.

Kintan membuka matanya. Sekarang malah ia yang menatap heran Iqbal. "Kalian sebenarnya ada hubungan kan? Karena tadi… tanpa sengaja aku melihat kalian berpelukan seperti sepasang kekasih," tukas Kintan.

Raut Iqbal terlihat sangat terkejut mendengar ucapan Kintan, tapi detik selanjutnya tawa membahana pun keluar dari mulutnya.

"Yessita? Aku? Hahaha..." dia pun kembali tertawa terbahak-bahak.

Sudah dua kali Kintan meihat tawa lebar dan lepas Iqbal, dan mau tidak mau Kintan mengakui kalau lelaki ini bahkan masih saja terlihat sangat tampan meskipun ia sedang tertawa seperti itu.

Tapi Kintan masih tidak mengerti kenapa Iqbal menertawai ucapannya barusan?

***

Bab terkait

  • Duda dan Janda Bertetangga    11. Salah Sangka

    Sementara itu di cafe, Yessi terkesiap melihat saldo di tabungannya yang bertambah sangat banyak. Kak Iqbal ternyata telah mentransfernya uang sebanyak 200 juta! Dia menggenggam ponselnya erat-erat, seakan ingin memastikan kalau ia tidak sedang bermimpi.Yessi terngiang kembali ucapan kak Iqbal tadi siang saat pria itu berada di cafenya."Aku mau jadi investor kamu, Yess. Nanti aku transfer uangnya. Please, diterima ya... Uangnya bisa buat modal kamu untuk mengembangkan bisnis cafe ini, atau mungkin kamu ingin buat bisnis yang lain juga nggak apa-apa," ucap Iqbal padanya."Ih, kak Iqbal apa-apaan, sih?" Yessi pun benar-benar kaget saat Iqbal berkata seperti itu. Ia tidak menyangka sama sekali jika Iqbal tiba-tiba mengajukan diri sebagai investor di cafenya! Walaupun bisnis Yessi ini memang sudah di ambang kebangkrutan karena sepinya pengunjung, namun ia tidak pernah berpikir untuk meminta suntikan dana pada orang lain karena terlalu malu. Lebih baik ia meminjam uang di bank darid

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Duda dan Janda Bertetangga    12. Khafi Yang Ngambek

    Sore hari yang cukup melelahkan di apartemen Kintan. Mbok Yani yang masih merasa kurang sehat, akhirnya minta ijin pulang kampung untuk istirahat. Tentu saja perubahan mendadak ini membuat Kintan cukup kelimpungan. Untunglah besok hari Sabtu, hari dimana putra sulungnya Khalil libur sekolah. Kintan bisa langsung menitipkan kedua anaknya di daycare agar ia bisa fokus menyelesaikan pekerjaannya melukis mural di tokonya Bimo.Hari ini pin si bungsu Khafi tiba-tiba ngambek dan menangis kencang, mungkin karena ia kesal seharian berada di Daycare dan tidak bertemu dengan Gea. Kemarin Gea memang sudah bilang kalau sepulang sekolah hari ini ia akan ke rumah temannya untuk belajar kelompok. Sepertinya Khafi merasa kehilangan sosok Gea yang biasanya selalu mengajaknya bermain."Khafi, udah dong nangisnya, kita berenang aja yuk?" bujuk Kintan sambil melambai-lambaikan baju renang Doraemon kesayangannya."Nggak maauu... Khaafii ngga mau leenaaang, huhuuhuu," tangisnya pun malah semakin kencan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Duda dan Janda Bertetangga    13. Keinginan Gea

    Kintan menaruh baki berisi minuman dan biskuit homemade di atas meja, lalu ia pun ikut duduk berhadapan dengan Iqbal."Eh iya, ngomong-ngomong kok tumben banget jam segini udah pulang? Nggak lembur?" tanya Kintan sambil meletakkan cangkir teh di hadapan Iqbal.“Meeting tadi sore dibatalkan karena pihak vendor yang berhalangan hadir, jadi aku pulang lebih cepat,” jawab Iqbal singkat. Ia masih merasa gamang dengan perasaan barunya kepada Kintan.Kintan manggut-manggut. "Sayang sekali Gea nggak ada ya, padahal papanya pulang lebih cepat."Iqbal pun menghela napas pelan mendengarnya. Terasa berat rasanya berada sendiri di apartemen itu, karena biasanya Iqbal selalu bersama Gea. "Iya, apalagi Gea baru akan pulang nanti malam. Katanya setelah belajar bersama, ia juga diajak jalan-jalan oleh temannya."Iqbal mengalihkan tatapannya ke dinding di belakang Kintan, menatap lukisan kanvas bergambar bunga warna warni yang cukup besar terpajang di dinding ruang tamu. "Itu lukisanmu, ya?"Kintan m

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Duda dan Janda Bertetangga    14. You Are Wonderful

    Mereka semua sibuk mengunyah dan menikmati bekal makanan yang Kintan bawa sambil mengobrol dan bersenda gurau.Setelahnya makan dan berberes-beres, Kintan langsung melanjutkan pekerjaannya melukis mural, sementara Khalil dan Khafi asyik menonton film kartun kesukaan mereka di youtube dari ponsel Kintan.Gea sendiri sibuk memotret diam-diam Kintan yang sedang melukis, kemudian mengeditnya sedikit dan mempostingnya di instagram miliknya.Sedangkan Iqbal baru saja kembali dari membeli minuman untuk mereka semua. Boba milk tea untuk anak-anak, Ice matcha untuk Kintan, dan kopi untuknya. Khalil dan Khafi sangat antusias dan berterima kasih dengan heboh pada Iqbal saat mereka menerima minuman kesukaannya."Minum dulu, Kintan," ucap Iqbal sambil menyodorkan gelas hitam pada Kintan, yang disambut dengan ceria oleh wanita itu."Terima kasih ya. Kamu nggak perlu repot-repot beliin," tukas Kintan sambil tersenyum."Nggak masalah. Terima kasih juga sudah capek-capek bikin bekal makan siang yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Duda dan Janda Bertetangga    15. Mantan Istri

    Hari ini hari Minggu. Iqbal sedang bersiap-siap dengan kopernya untuk berangkat ke bandara dalam perjalanan dinas ke Jogja. Gea menatap wajah papanya yang terlihat sangat tampan dengan jas hitam dan kaos turtleneck coklat tua di dalamnya. Anak remaja itu pun menahan napasnya, membayangkan pasti banyak tante-tante ganjen yang akan menggoda papanya. Ck. Gea masih ingat sekali waktu mereka traveling ke bali tahun lalu. Sepanjang jalan menuju terminal keberangkatan, hampir semua makhluk yang berjenis kelamin wanita melirik, menatap, bahkan memandang dan menggoda dengan terang-terangan kepada papanya. Lalu saat mereka sedang makan siang di resto bandara di Bali, tiba-tiba pelayan resto itu mendatangi Iqbal dan menyerahkan sebuah note berisi nomor ponsel seseorang yang bernama Berlian, lengkap dengan cetakan bibir berlipstik merah menyala di dalamnya. Sewaktu mereka traveling ke Labuan Bajo, seorang turis domestik yang seksi bahkan mengajak papanya secara langsung untuk ikut

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Duda dan Janda Bertetangga    16. Masa Lalu Iqbal

    Iqbal dan Rani telah berada di dalam lift menuju ke lobby lantai dasar, dan Rani masih terus menatap Iqbal dengan lekat."Jadi dia ya?" tanya Rani pada Iqbal."Dia siapa?" tanya balik Iqbal tidak mengerti."Si pelukis mural yang ada di insta*gram Gea? Dia itu tetanggamu kan?"Iqbal tidak mengerti apa maksud Rani, karena dia tidak punya satu pun akun medsos. "Mungkin," jawabnya singkat sambil mengedikkan bahu.Rani tertawa sinis. "Kamu suka sama dia?"Iqbal menatap sekilas namun tajam pada wanita di sampingnya. "Bukan urusanmu.""Iqbal!" jerit Rani frustasi, mengagetkan Iqbal dan membuatnya terlonjak. Untung saja di dalam lift itu hanya ada mereka berdua."Apaan sih? Berisik banget!" sentak Iqbal jengkel."Bisa nggak, jangan irit-irit kalau kasih jawaban?! Aku kan cuma mau ngobrol santai dengan kamu, apa sulitnya sih?" Rani menghentakkan kakinya dengan kesal."Ya sudah. Ngobrol," sahut Iqbal tidak peduli."Aku kangen kamu, tahu!" Guman Rani manja.“Aku nggak.” "Iqbal!" Rani kembali be

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Duda dan Janda Bertetangga    17. Kejutan Manis

    Yessi bermaksud untuk menginap di apartemen Kintan selama dua hari, dari hari Minggu sampai hari Senin. Tadinya Yessi berkeinginan tinggal sampai Rabu saja sesuai dengan permintaan Iqbal, namun masalahnya hari Senin malam orang tua Kintan akan datang berkunjung dan menginap, sehingga Yessi pun memutuskan untuk pulang saja.Kintan sedikit bernapas lega karena Khalil dan Khafi juga terlihat gembira dengan kehadiran opa dan omanya yang sering mengajak jalan-jalan dan bermain, sehingga Khafi tidak rewel lagi.Karena Khafi yang selalu dekat dengan opanya, membuat Kintan sekarang memiliki kesempatan lebih untuk memperhatikan Khalil, anak sulungnya,Kintan masih teringat saat Khalil mengira Iqbal adalah Kemal dalam tidurnya, dan memeluknya erat serta mengatakan kangen pada papanya.Padahal selama ini Khalil tidak pernah terlihat sedih atau murung memikirkan papanya, namun jauh di dalam hatinya, anak sulung Kintan itu ternyata menyimpan rasa luka yang begitu dalam.Kintan tidak dapat berbuat

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Duda dan Janda Bertetangga    18. Sweet and Hot

    "Aku membutuhkanmu. Menginginkanmu. Jadilah milikku, Kintan Larasati."Iqbal masih memeluk erat Kintan tanpa melepaskannya, seakan ia takut wanita itu akan pergi dan menghilang selamanya dari pandangannya.Kintan pun diam, otaknya seketika kosong dan maniknya masih membelalak kaget atas ucapan Iqbal barusan. Iqbal telah menyebut nama panjangnya--mungkin ia mengetahuinya dari Yessi--dan meminta Kintan menjadi istrinya?Apa dia sedang melamarku?? Benarkah??Kintan membuka mulutnya. "Iqbal..." dan ucapan Kintan pun terputus, karena ia bingung harus berkata apa.Setelah beberapa lama, Iqbal pun akhirnya melepaskan dekapannya dan menatap mata Kintan dalam-dalam, seakan berusaha untuk mencari jawaban Kintan di situ."Iqbal, ini... terlalu terburu-buru. Kita bahkan baru kenal beberapa minggu! Apa yang membuatmu yakin untuk melamarku?" Kintan akhirnya bisa mengeluarkan suaranya setelah beberapa saat sebelumnya tenggorokannya seperti tercekat."Aku sangat yakin," ucap Iqbal sambil memegang er

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24

Bab terbaru

  • Duda dan Janda Bertetangga    127. My Personal Asisstant

    Kintan benar-benar bingung dan kaget menatap pria tampan yang kini sedang menggendongnya, bahkan ia sampai lupa dengan kakinya yang sedang sakit dan terkilir. Sedang apa Iqbal di sini? "Ssst... Bukankah itu Iqbal Bimasakti? CEO FlashJet yang baru saja mengumumkan identitasnya?" bisik pelan seseorang. "Apa yang dia lakukan di sini?" ucap yang lain. "Kenapa dia menggendong Kintan Larasati? Jangan-jangan mereka saling mengenal?" "Ehm, ternyata dia jauh lebih tampan daripada di televisi ya.." Suara-suara kasak kusuk yang terdengar di sekeliling mereka, membuat rona merah menjalar di wajah Kintan. Terlebih karena Iqbal menatapnya begitu intens dan tak melepas pandangannya dari wajah Kintan sedetik pun "Pak Iqbal? Anda kemari?" Iqbal dan Kintan menoleh pada suara ceria yang menegur Iqbal. Kintan kembali mendapatkan kejutan, karena yang barusan menyapa Iqbal adalah... Katya! Tanpa sadar, Kintan menelan ludah dan mencengkram bagian dada baju Iqbal. Seketika ia mengingat perkataan lela

  • Duda dan Janda Bertetangga    126. Gathering

    Seharusnya Kintan menampar wajah tampan itu. Atau paling tidak, mendorong tubuh Iqbal dan segera pergi sejauh mungkin dari sini. Tapi yang malah dilakukan oleh tubuhnya adalah menerima bibir pink pucat itu yang bergerak dengan bebas untuk menyesap bibirnya. "Kintan bodoh!" rutuk hatinya, ketika lagi-lagi ia terbuai saat lidah Iqbal yang basah dan hangat itu berhasil menerobos masuk ke dalam mulutnya. Dan kedua tangan yang seharusnya bersikap tegas terhadap perbuatan lelaki itu, kini malah berada di kepala Iqbal, dengan jari Kintan yang terbenam di dalam rambut lebat lelaki itu. Terdengar suara erangan lirih penuh suka cita dari mulut Iqbal, saat jemari Kintan meremas lembut rambutnya, karena wanita itu semakin larut dalam permainan lidah mereka. Tanpa melepaskan ciuman mereka, Iqbal mengangkat pinggang Kintan dan memindahkan tubuh ramping itu dari kursi penumpang ke atas tubuhnya. Kintan sedikit kaget saat Iqbal mengangkat tubuhnya dengan sangat gampang, namun lelaki itu ta

  • Duda dan Janda Bertetangga    125. Ciuman Strawberry Cheesecake

    Kini mata Kintan pun benar-benar terbelalak sempurna. "Kamu... ada di depan rumahku?" gumannya tak percaya. Kintan melirik jam di dinding ruang makan.Jam 01.30? Apa yang Iqbal lakukan di malam buta begini di depan rumahnya?"Keluarlah. Aku ada di dalam mobil."Kintan menggigit bibirnya karena bingung. Apakah dia harus keluar menemui Iqbal?"Kalau kamu tidak keluar juga, akan kusampaikan kepada Katya tentang Ibram yang menyukaimu," ancam Iqbal."Ck. Kamu tidak akan berani melakukannya," tukas Kintan dengan yakin."Benarkah? Asal kamu tahu kalau Katya Lovina dan aku telah saling mengenal. Bahkan aku pun memiliki nomor ponselnya," sahut Iqbal dengan santai."Aku mengenalnya, Kintan. Dan hanya masalah waktu saja hingga aku memberitahukan semua ini kepada Katya. Kecuali jika kamu keluar dan menemuiku sekarang," tukasnya ringan, seakan yang baru ia ucapkan itu bukanlah sebuah ancaman."Lalu apa maumu Iqbal? Untuk apa aku harus menemuimu?""Untuk menagih," sahut Iqbal cepat."Menagih?""999

  • Duda dan Janda Bertetangga    124. Telepon Tengah Malam

    Tunggu sebentar, sepertinya ada yang salah di sini. Hatinya terasa bergetar karena melihat tatapan teduh Arga yang ditujukan padanya??!! Rasanya sekarang Kintan ingin sekali membenturkan kepalanya kembali ke lantai, biar sekalian aja benjolnya nambah satu lagi! Kintan pun memaki-maki otaknya dalam hati. Jangan-jangan karena amnesia yang nggak sembuh-sembuh, membuat otaknya mulai agak geser! Huufft... tarik napas, Kintan. Nggak perlu terlalu dipikirkan. Nggak ada perasaan lebih dari seorang tetangga biasa dan rekan kerja di One Million yang nggak perlu kamu rasakan pada Arga. Nggak ada! Uhm... Tapi... kenapa Arga menatapnya seperti itu? Entah kenapa Kintan merasa sekilas tatapan Arga mirip sekali dengan Iqbal, meskipun warna mata mereka sangat jauh berbeda. Arga berwarna hitam seperti Kintan, sedangkan Iqbal berwarna coklat terang yang cemerlang. Tapi Iqbal juga menatapnya seperti Arga, teduh dan... mendebarkan. Haaah... kayaknya mulai Kintan berhalusinasi. Apa itu akibat dari

  • Duda dan Janda Bertetangga    123. Kolektor

    Jam 7 malam.Kepala Kintan pusing dan penat seharian ini. Benjol yang makin terasa berdenyut dan juga kekhawatirannya pada masalah agensi One Million milik Ibram, membuat wanita itu mencari-cari obat migrain di dalam laci obat.Setelah menenggak obat putih itu, Kintan pun merebahkan kepalanya di sandaran sofa. Pikirannya melayang pada perkataan Ibram di kantor tadi.Hufff... bagaimana mungkin Iqbal setega itu meminta Katya, istri sepupunya itu untuk menjadi brand ambassador FlashJet sebagai ganti klaim kepemilikannya atas One Million?Apa sebenarnya yang ia mau dari Katya?Uh, Kintan akan benar-benar marah padanya jika lelaki itu ternyata hanya berniat untuk menyakiti istri sepupunya itu!Awas saja kamu, Iqbal!Tiba-tiba Kintan mendengar suara pintu pagarnya dibuka dari luar. Seketika ia pun mengangkat kepalanya yang sedang rebahan. Siapa yang masuk?Arga muncul di depan pintu rumah Kintan yang terbuka dengan senyum manis berlesung pipinya. "Hai, Kintan."Kintan berdiri dan membalas

  • Duda dan Janda Bertetangga    122. Out Of The Box

    Kintan langsung terbangun saat ia mendengar suara dering ponsel. Dengan mata masih mengantuk, ia berusaha meraih ponselnya dari atas nakas. Eh? Khalil anak sulungnya menelepon? Baru saja Kintan mau menjawabnya, tapi ternyata keburu putus. 'Uh. Memangnya jam berapa sih sekarang?'Dan matanya pun melotot saat melihat jam bulat di dinding kamarnya yang sudah menunjukkan pukul 3 sore!! Waktunya anak-anaknya pulang sekolah. Gawat!!Kintan pun menjerit frustasi dan buru-buru bangun dari tempat tidurnya. Namun dasar ceroboh, karena terlalu panik, akhirnya kakinya malah terbelit selimut tebal dan membuatnya hilang keseimbangan, lalu terjatuh berdebam di lantai yang keras."ADDUUUUHH!!" jerit Kintan kesakitan sambil mengusap-usap keningnya yang sempat terbentur. Sialan! Bakal benjol deh ini!Dengan sedikit pusing, ia berdiri dan menatap wajahnya di cermin besar. 'Ampun... rambut awut-awutan, muka kusut, jidat benjol... Nggak ada manis-manisnya! Ah, sudahlah...'Kintan pun buru-buru mengambi

  • Duda dan Janda Bertetangga    121. Pantas Mendapatkan 1000 Tamparan

    Kintan sudah berada di dalam mobil milik Iqbal menuju pulang ke rumahnya.Akhirnya mobil Kintan yang mengeluarkan asap itu diurus dan dijemput oleh salah satu karyawan Iqbal yang akan membawanya ke bengkel.Keheningan mewarnai perjalanan mereka di dalam mobil, mereka masih sama-sama terdiam seakan bingung mau membicarakan apa."Kamu... baik-baik saja, kan? Dua minggu ini?" akhirnya Iqbal pun membuka suara.Kintan pun memaki Iqbal dalam hati. 'Pertanyaan yang ngeselin! Ngapain dia nanya begitu, cobaa?? Habis nyakitin, ninggalin lagi!! Gimana mau baik-baik saja, haa??!!'SARAAPP!!!Berlawanan dengan isi hatinya yang rasanya kepengen nyakar-nyakar wajah ganteng Iqbal, Kintan hanya memalingkan wajahnya ke jendela samping dan mengangguk pelan.Iqbal pun mendesah dalam hati. 'Harusnya tidak seperti ini. Harusnya aku sudah tidak boleh menemui Kintan lagi!! Dasar Iqbal blo'on.'"Kenapa kamu mengikuti aku?" tanya Kintan tiba-tiba, membuat Iqbal gelagapan dengan pertanyaan tembak langsung seper

  • Duda dan Janda Bertetangga    120. Kamu Hot Banget

    "Kamu baik-baik saja?" Kintan tersenyum pada Arga yang menemaninya menuju parkiran mobil. Pasti Arga bertanya seperti itu karena melihat wajahnya yang kusut tanpa gairah. "Aku baik-baik saja, Arga." "Tinggalkan saja mobilmu di sini dan naiklah ke mobilku, Kintan. Nanti akan kusuruh supir kantor untuk mengambil mobilmu." Kintan menggeleng. "Tidak, terima kasih. Lagipula tujuanku bukan ke kantor, tapi pulang ke rumah." "Kamu yakin mau menyetir sendiri?" tanya Arga lagi, memastikan. "Iya, Arga. Aku yakin." Arga menatap Kintan cukup lama, membuat wanita itu jengah. "Baiklah, kalau begitu naiklah ke mobilmu, aku akan mengikutimu dari belakang hingga sampai ke rumah." Kintan ingin menolaknya, tapi akhirnya ia hanya membiarkan saja Arga mengantarnya. Dering suara ponsel Arga mengagetkan mereka berdua. Segera lelaki itu mengangkatnya, dan terlihat ada yang berubah dari ekspresinya. "Kintan, maaf aku tidak bisa mengantarmu," ucapnya sambil mendesah. "Prissy menelepon dan mengabarkan b

  • Duda dan Janda Bertetangga    119. Buram

    “Tetaplah di sini." Kintan menatap tangan kokoh yang memegang lengannya dengan erat, dan ia benar-benar bingung harus bersikap bagaimana. Apa dia tetap di sini saja mengikuti kemauan Iqbal? Ataukah ia hempaskan saja tangan itu dan berlalu pergi dengan cuek seakan tidak terjadi apa-apa? Meskipun... saat ini Kintan bisa merasakan degup jantungnya yang berdetak tak normal karena terlalu kencang... "Kintan, ayo." Arga yang tadi berjalan di depan Kintan, kini berbalik arah dan memanggilnya. Lelaki itu menatap tangan Iqbal yang memegangi tangan Kintan, dan ia merasa ingin sekali melepaskan tautan itu, serta membawa Kintan pergi jauh dari sini. Arga bahkan tidak peduli jika Iqbal akan menghajarnya habis-habisan seperti waktu mereka berada di Lombok, asalkan Kintan memang benar-benar melepaskan tangan lelaki itu. Namun pertanyaannya adalah, apakah Kintan benar-benar ingin melepasnya? Untuk beberapa saat yang terasa begitu lama, Kintan pun akhirnya mendesah. "Lepaskan tanganku, Iqbal,

DMCA.com Protection Status