Beranda / Romansa / Duda Pilihan Mama / Pernikahan Andara

Share

Pernikahan Andara

Penulis: Ayu Anggita
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-20 08:00:31

Andara menatap sang kakak dengan tatapan penuh tanya. Apalagi setelah kakaknya itu tak melanjutkan kalimatnya hingga selesai. Menambah rasa penasaran dalam benak Andara. Namun, saat matanya melihat sosok yang sedang berjalan mendekat ke arah mereka. Tahu lah dia kenapa sang kakak menghentikan kata-katanya.

“Pagi-pagi bukannya ngerjain kerjaan rumah malah ngerumpi,” sinis sosok wanita paruh baya yang baru saja tiba di rumah Andara.

“Tahu diri dikit lah kalau tinggal di rumah mertua. Jangan seenak jidatnya aja,” lanjutnya dengan nada yang semakin tak enak didengar.

Wanita berhijab yang sejak tadi duduk bersama dengan Andara hanya menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Dia lalu menatap wanita itu dan tersenyum.

“Ini lagi,” lanjutnya. Matanya menatap Andara dengan sinis. “Bukannya belajar bagaimana jadi istri yang baik. Malah ikut-ikutan ngerumpi di sini.”

“Dasar malas!” umpatnya. “Untung masih ada yang mau nikahin,” lanjut wanita itu.

Andara mengerutkan keningnya. Dia lantas berdiri dari tempat duduknya. Mulutnya sedikit terbuka untuk menjawab omongan orang itu. Akan tetapi, tangannya ditarik oleh sang kakak.

“Apa? Enggak terima?” tantang wanita berbadan bongsor itu.

Andara mendecakkan lidahnya. Kemudian tanpa menggubris wanita itu, dia berjalan masuk ke dalam rumah. Diikuti oleh sang kakak di belakangnya. Kini tinggallah wanita itu yang menggerutu tak jelas.

Di lain tempat, seorang laki-laki tengah menatap kosong keluar jendela. Hatinya dipenuhi rasa tak nyaman setelah menerima perjodohan ini. Namun, dirinya tak bisa mundur lagi. Dia harus tetap maju dan menjalani ini semua dengan ikhlas.

“Kok melamun?” tegur seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu.

Lelaki yang tak lain adalah Galang—calon suami Andara itu menoleh. Seulas senyum tergambar di wajah tampannya.

“Lagi mikirin apa sih, Mas?” tanya seseorang yang tak lain adalah Anessa. Dia lantas mempercepat jalannya dan memeluk pinggang kakaknya dengan manja.

Galang menghela napas panjang dan menggeleng. “Enggak ada yang dipikirkan kok. Cuma lagi gabut aja,” terang laki-laki yang mirip dengan Arlonsy Miraldi itu.

“Terus? Kenapa ngelamun? Enggak baik tahu ngelamun gitu,” cerocos Anessa.

Galang mengalihkan pandangannya lagi. Ada perasaan asing di sudut hatinya ketika mengingat tentang pernikahan yang sebentar lagi akan dilangsungkan. Bukan perasaan terpaksa, tetapi perasaan yang tak pernah ia rasakan selama ini. Apalagi setelah melihat wajah calon istrinya. Perasaannya semakin tak karuan saja.

“Aku senang Mas Galang mau menikah lagi,” ujar Anessa membuyarkan lamunan sang kakak.

Galang menatap sang adik yang masih bergelayut manja. Keningnya berkerut ketika matanya beradu pandang dengan sang adik kesayangannya.

“Apalagi calon istri Mas Galang itu adalah sahabat baik aku. Makin senang aja aku.” Anessa tersenyum ketika melontarkan kalimat itu. Sedangkan Galang masih belum bisa mencerna ucapan sang adik.

“Kenapa begitu?” tanyanya. “Bukannya dulu kamu paling nggak suka kalau lihat Mas bawa cewek ke rumah? Kenapa sekarang malah berbeda?”

Anessa tersenyum manis. “Karena cewek yang sekarang ini beda dari cewek-cewek yang pernah Mas Galang kenalin ke aku,” sahut Anessa.

“Bedanya?” Galang semakin dibuat heran dan penasaran dengan jawaban yang diberikan Anessa.

“Nanti juga Mas Galang bakalan tahu sendiri. Yang jelas dia ini orang yang sangat baik. Bahkan lebih baik dari mantan istri Mas yang sok artis itu,” ujar Anessa.

“Jangan bawa-bawa orang lain! Apalagi orang dari masa lalu,” kesal Galang.

Anessa tersenyum. “Aku bahagia banget ketika dengar Mas Galang pisah dari dia. Cewek yang nggak tahu sopan santun itu,” lanjut Anessa.

Galang menatap sang adik dengan sorot mata tajam. Dia tak suka mendengar ada orang yang mengungkit kejadian di masa lalunya. Melihat sorot mata sang kakak, Anessa segera menghentikan omongannya. Dia paham betul ketika sorot mata kakaknya berubah, itu berarti emosinya sudah mulai naik.

“Aku jadi nggak sabar melihat Mas Galang bersanding dengan Andara,” ucap Anessa mengalihkan pembicaraan.

“Semoga ini menjadi yang terakhir buat Mas Galang,” lanjutnya. Setelah itu Anessa melepaskan pelukannya dan keluar dari kamar sang kakak.

*******************

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Halaman rumah Andara sudah dipasang tenda dan pernak-pernik khas acara pernikahan. Di dalam tenda juga sudah terpasang pelaminan bernuansa putih dan krem. Tampilannya semakin cantik dengan bunga-bunga yang menghiasi di sekitarnya.

Desty—kakak ipar Andara tampak sibuk menata aneka kue di atas piring suguhan untuk para tamu yang datang. Ada juga beberapa camilan seperti keripik dan juga kacang.

“Mbak ini ditaruh mana?” Seorang gadis cantik bertanya pada Desty sembari mengangkat sebuah piring yang berisi aneka kue.

“Taruh meja depan ya. Terus stoplesnya kamu taruh di ruang tamu aja,” jelas Desty.

Gadis itu mengangguk dan segera berlalu meninggalkan Desty yang kembali sibuk dengan kegiatannya.

“Des,” tegur seseorang. “Kok belum dandan sih?” tanya orang itu.

Desty menoleh dan tersenyum. “Desty mau nyelesain ini dulu, Ma. Tanggung sebentar lagi selesai,” jawab Desty.

“Udah tinggalin aja. Biar dikerjain sama yang lain. Kamu kan harus siap-siap untuk menyambut tamu,” sergah Mama.

“Bentar lagi, Ma. Tinggal dikit lagi kok. Sebentar lagi juga …”

“Udah tinggalin aja itu! Tinggal kamu aja lho yang belum dandan,” potong Mama. “Mama tunggu di kamar ya.”

Tanpa menunggu respon dari Desty, Mama berlalu pergi dari sana. Desty hanya menghela napas panjang sembari meneruskan pekerjaannya yang belum selesai.

Saat tengah asik menyusun makanan di piring, seseorang menegur Desty dengan ketusnya.

“Tinggalin aja Ndoro Ratu. Biar kami para Abdi yang nyelesain ini semua.” Seorang wanita bertubuh bongsor menegurnya dengan nada yang tak enak didengar telinga.

Desty menoleh dan mendapat wajah masam saudara dari mama mertuanya itu. Dalam hati dia kesal juga kenapa mama mertuanya harus meminta tolong pada saudaranya yang terkenal dengan mulut pedasnya itu.

Tanpa menunggu jawaban Desty, wanita berbadan bongsor itu merebut piring yang sedang dipegang oleh Desty. Kemudian dia mulai mengisinya dengan aneka kue yang ada di situ.

Desty menghela napas panjang. Setelah itu dia segera bangkit dari duduknya dan mengikuti langkah mama mertuanya masuk ke sebuah kamar.

“Dasar menantu nggak guna! Bisanya cuma nyari muka dan perhatian saja! Huh!” gerutu wanita itu.

“Kalau aku jadi mertuanya, sudah aku suruh cerain wanita modelan begitu. Nikah udah lama belum bisa hamil. Eh malah belagu minta didandanin segala. Menyambut tamu konon. Huh! Dasar nggak tahu malu!” Wanita itu terus saja mengomel sembari menatap kue di atas piring.

Pukul 09.00 para tamu dan pengiring pengantin sudah datang. Desty dan beberapa orang yang dimintai tolong sebagai penyambut tamu segera berdiri dan menyambut para tamu yang datang. Beberapa di antaranya membantu membawakan barang seserahan yang dibawa oleh pengantin laki-laki dan memasukkannya ke dalam rumah.

“Jam berapa akadnya?” tanya seorang bapak-bapak.

“Sebentar lagi. Penghulunya masih dalam perjalanan ke mari,” jelas Zacky—kakak kandung Andara.

Tepat pukul 10.00, akad akan nikah dilaksanakan. Galang tampak bersiap mengucapkan ikrar janji suci untuk kedua kalinya di hadapan penghulu dan wali nikah. Dia tampak begitu mempesona dalam balutan jas berwarna putih dan celana yang senada.

Tak berapa lama, pengantin wanitanya keluar dari dalam rumah dan berjalan menuju meja akad. Andara tampak begitu cantik dengan busana pengantin berwarna putih lengkap dengan siger di kepalanya.

“Apakah semuanya sudah siap? Atau masih ada yang ditunggu lagi?” Pak Penghulu bertanya sembari menatap wali dan saksi nikah secara bergantian.

“Sudah siap semuanya, Pak. Monggo segera dilaksanakan akad nikahnya,” jawab Papa.

“Baiklah kalau begitu kita ….”

Pak penghulu menghentikan ucapannya ketika mendengar seruan dari seorang gadis yang tiba-tiba hadir di tengah prosesi akad nikah. Semua orang menoleh dan tampak saling berbisik ketika gadis itu mulai berbicara.

"Tunggu!" pekik gadis itu. "Pernikahan ini tidak boleh dilanjutkan!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Duda Pilihan Mama   Mama Sakit

    “Pernikahan ini tidak boleh dilanjutkan!” ulang gadis itu. Para tamu dan keluarga kedua mempelai tampak saling bertukar pandang. Mereka terkejut sekaligus resah mendengar penuturan gadis yang berbalut busana kebaya itu. “Maksudnya apa?” tanya salah seorang tamu yang hadir. “Harusnya dia nikahnya sama aku, bukan sama dia!” ucapnya dengan lantang. Andara yang mendengar itu lantas menoleh ke arah Galang. Lelaki itu tampak menggelengkan kepalanya. Memberi isyarat bahwa dirinya tidak mengenal gadis itu. “Lihat! Aku sudah mengenakan pakaian pengantin. Sudah berdandan dan …” Belum selesai kalimat gadis itu terucap, seorang lelaki dan perempuan paruh baya tampak tergopoh-gopoh berjalan ke arah tenda hajatan. “Nduk … Ayo pulang dulu.” Perempuan paruh baya itu menggamit lengan sang gadis dan sedikit menariknya untuk keluar dari tempat itu. “Iiihhh … apaan sih? Aku itu mau nikah, Bu. Tuh lihat tamunya udah pada datang. Calon suamiku juga udah nungguin

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-09
  • Duda Pilihan Mama   Salah Paham

    Suara deheman keras membuat Andara dan teman lelakinya menoleh. “Mas Galang!” serunya kaget. “Baru pulang kerja, Mas?” tanyanya. Galang tak bereaksi. Dia hanya diam sambil terus menatap ke arah istri dan teman lelakinya itu secara bergantian. “Em … Ra, aku pulang dulu ya. Udah malam soalnya!” pamit teman kuliah Andara itu. Andara mengangguk dan tersenyum manis. “Makasih ya, Wid. Hati-hati di jalan!” ujar Andara. Pemuda itu hanya tersenyum sembari mengangkat jempolnya tinggi-tinggi. Setelah itu motor melaju membelah malam yang dingin. Meninggalkan pelataran rumah Andara yang tiba-tiba terasa panas. Sepeninggal temannya, Andara masuk ke dalam rumah. Disusul kemudian oleh Galang yang berjalan di belakangnya. “Tasnya taruh aja di kamarku,” ucap Andara dengan nada sedikit dingin. “Itu kamarnya yang pintunya ada tulisan CR7.” Andara meneruskan ucapannya sembari menudingkan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-26
  • Duda Pilihan Mama   Semakin Meruncing

    “Aku memang nggak pernah setuju sama perjodohan ini. Tapi, aku juga nggak mau menjadikan pernikahan ini sebagai permainan,” geram Galang. Andara melongo mendengar penuturan Galang yang terdengar tegas. “Lho siapa yang bilang kalau Mas Galang mempermainkan pernikahan ini?” sergah Andara. Andara sudah tak bisa lagi memendung emosinya ketika mendengar ucapan Galang. Walaupun suaranya masih terdengar lembut. “Memang nggak ada. Tapi, kamu …,” tunjuk Galang. “Kamu secara nggak langsung udah mulai mempermainkan pernikahan ini. Kamu udah mulai main belakang,” sahut Galang. “Maksud kamu apa sih? Kenapa nyasar nggak karuan gini ngomongnya,” kesal Andara. Galang mendengus kesal mendengar ucapan sang istri. Dia lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Sedangkan Andara masih menatap tajam ke arah lelaki yang berstatus suaminya itu. “Sekarang aku tanya,” ucap Andara akhirnya. “Kenapa tiba-tiba k

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-26
  • Duda Pilihan Mama   Kenyataan Pahit

    Andara tampak duduk termenung. Matanya basah dan sembab. Entah sudah berapa kali air matanya jatuh membasahi pipinya. Pikirannya kacau dan hatinya berdenyut nyeri. Kejadian beberapa jam yang lalu terus berputar di dalam otaknya. Seolah mengejek nasibnya. “Jadi, selama ini aku itu beban buat Papa dan Mama?” tanya Andara setelah mendengar sesuatu yang seharusnya tak ia dengar. “Jadi, selama ini kalian merawat ku supaya bisa menjadi tumbal untuk melunasi utang yang bahkan aku sendiri nggak tahu bentuknya seperti apa?” lanjutnya dengan suara bergetar. “Bukan begitu, Ra. Kami hanya …” Andara menepis tangan sang mama ketika perempuan itu hendak menyentuhnya. Matanya memerah dengan sorot tajam yang mengerikan. “Jadi ini alasan kalian nggak mengizinkan aku untuk berhubungan dengan orang lain?” cecar Andara. “Ini juga yang menjadi alasan kalian nggak merestui hubungan aku yang dulu?” pekik Andara.

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-12
  • Duda Pilihan Mama   Perjodohan

    “APA?!” pekik Andara. “DIJODOHKAN?!” Kedua matanya membulat sempurna kala mendengar perkataan kedua orang tuanya. Bahkan saking kagetnya, Andara sampai berdiri dari tempat duduknya. “Aku nggak mau, Ma. Buat apa sih dijodoh-jodohkan kayak gitu?” kesal Andara. “Emangnya ini zamannya Siti Nurbaya apa? Pakai jodoh-jodohan segala!” sungut gadis berparas manis itu. Mama menghela napas panjang. Wanita yang masih tampak cantik di usianya yang menginjak 50 tahun itu tampak menatap sang anak dengan tatapan lembut. “Bukan dijodohkan, Ra. Kami cuma membantu kamu untuk menemukan pasangan yang terbaik untuk masa depan kamu.” Kali ini Papa yang menjawab. Mewakili sang istri yang terdiam di sampingnya. Andara melirik papanya dan berdecak kesal. “Apaan sih, Pa? Aku itu masih pengin kuliah. Masih pengin berkarir juga nantinya. Enggak mau ah kalau harus nikah muda. Apalagi pakai acara dijodoh-jodohkan kayak gini! E

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Duda Pilihan Mama   Kecewa

    Andara menangis dalam dekapan Anessa—sahabatnya. Dia tak menyangka kisah cintanya dengan Dirga akan berakhir seperti ini. Dikhianati dan dicampakkan begitu saja seperti sampah yang tak berguna. “Udah, Ra,” ucap Anessa. “Jangan kamu tangisi lagi si Dirga! Dia nggak pantas kamu tangisi kayak gini.” Andara melepaskan pelukannya. Matanya yang memerah dan basah menatap ke arah sang sahabat. “Kamu beruntung tahu kebusukan Dirga sebelum semuanya terlambat. Sebelum hubungan kalian berjalan terlalu jauh dan …” “Bisa anterin aku pulang, Nes?” potong Andara. “Aku nggak mau ada orang yang lihat aku nangis kayak gini,” lanjut Andara. Anessa mengerutkan keningnya. Namun, sedetik kemudian dia mengangguk setuju. Gadis berambut panjang itu lantas mengambil ponsel pintarnya di dalam tas selempang miliknya. “Aku pesankan taksi dulu ya!” ujar Anessa. Andara mengangguk. “Aku nggak nyang

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Duda Pilihan Mama   Pertemuan Pertama

    Andara tampak duduk termenung di atas tempat tidurnya. Matanya menatap ke sudut ruangan bernuansa putih itu dengan pandangan kosong. Pikirannya melayang-layang tak tentu arah. Hatinya gamang dan kembali mempertanyakan keputusan yang baru saja ia ambil. ‘Apa benar keputusan yang aku ambil ini?’ batinnya. ‘Apa ini yang aku inginkan dan harapkan?’ ‘Apa aku akan mencintai dia? Bukan hanya menjadikannya pelarian dari rasa sakit yang Dirga berikan?’ Andara menghela napas panjang. Menutup matanya sejenak dan membiarkan hati serta otaknya memilih jawaban yang menurutnya masih abu-abu itu. ‘Kalau memang ini adalah jalan yang Tuhan berikan, aku ikhlas menjalani semua ini,’ ujarnya dalam hati. “Dan kalau memang Tuhan menghendaki demikian, pasti jalan untuk bertemu akan semakin lebar,” gumamnya. “Tak ada halangan yang bisa mematahkan semuanya jika Tuhan sudah turun tangan.” Andara menghela napas

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07

Bab terbaru

  • Duda Pilihan Mama   Kenyataan Pahit

    Andara tampak duduk termenung. Matanya basah dan sembab. Entah sudah berapa kali air matanya jatuh membasahi pipinya. Pikirannya kacau dan hatinya berdenyut nyeri. Kejadian beberapa jam yang lalu terus berputar di dalam otaknya. Seolah mengejek nasibnya. “Jadi, selama ini aku itu beban buat Papa dan Mama?” tanya Andara setelah mendengar sesuatu yang seharusnya tak ia dengar. “Jadi, selama ini kalian merawat ku supaya bisa menjadi tumbal untuk melunasi utang yang bahkan aku sendiri nggak tahu bentuknya seperti apa?” lanjutnya dengan suara bergetar. “Bukan begitu, Ra. Kami hanya …” Andara menepis tangan sang mama ketika perempuan itu hendak menyentuhnya. Matanya memerah dengan sorot tajam yang mengerikan. “Jadi ini alasan kalian nggak mengizinkan aku untuk berhubungan dengan orang lain?” cecar Andara. “Ini juga yang menjadi alasan kalian nggak merestui hubungan aku yang dulu?” pekik Andara.

  • Duda Pilihan Mama   Semakin Meruncing

    “Aku memang nggak pernah setuju sama perjodohan ini. Tapi, aku juga nggak mau menjadikan pernikahan ini sebagai permainan,” geram Galang. Andara melongo mendengar penuturan Galang yang terdengar tegas. “Lho siapa yang bilang kalau Mas Galang mempermainkan pernikahan ini?” sergah Andara. Andara sudah tak bisa lagi memendung emosinya ketika mendengar ucapan Galang. Walaupun suaranya masih terdengar lembut. “Memang nggak ada. Tapi, kamu …,” tunjuk Galang. “Kamu secara nggak langsung udah mulai mempermainkan pernikahan ini. Kamu udah mulai main belakang,” sahut Galang. “Maksud kamu apa sih? Kenapa nyasar nggak karuan gini ngomongnya,” kesal Andara. Galang mendengus kesal mendengar ucapan sang istri. Dia lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Sedangkan Andara masih menatap tajam ke arah lelaki yang berstatus suaminya itu. “Sekarang aku tanya,” ucap Andara akhirnya. “Kenapa tiba-tiba k

  • Duda Pilihan Mama   Salah Paham

    Suara deheman keras membuat Andara dan teman lelakinya menoleh. “Mas Galang!” serunya kaget. “Baru pulang kerja, Mas?” tanyanya. Galang tak bereaksi. Dia hanya diam sambil terus menatap ke arah istri dan teman lelakinya itu secara bergantian. “Em … Ra, aku pulang dulu ya. Udah malam soalnya!” pamit teman kuliah Andara itu. Andara mengangguk dan tersenyum manis. “Makasih ya, Wid. Hati-hati di jalan!” ujar Andara. Pemuda itu hanya tersenyum sembari mengangkat jempolnya tinggi-tinggi. Setelah itu motor melaju membelah malam yang dingin. Meninggalkan pelataran rumah Andara yang tiba-tiba terasa panas. Sepeninggal temannya, Andara masuk ke dalam rumah. Disusul kemudian oleh Galang yang berjalan di belakangnya. “Tasnya taruh aja di kamarku,” ucap Andara dengan nada sedikit dingin. “Itu kamarnya yang pintunya ada tulisan CR7.” Andara meneruskan ucapannya sembari menudingkan

  • Duda Pilihan Mama   Mama Sakit

    “Pernikahan ini tidak boleh dilanjutkan!” ulang gadis itu. Para tamu dan keluarga kedua mempelai tampak saling bertukar pandang. Mereka terkejut sekaligus resah mendengar penuturan gadis yang berbalut busana kebaya itu. “Maksudnya apa?” tanya salah seorang tamu yang hadir. “Harusnya dia nikahnya sama aku, bukan sama dia!” ucapnya dengan lantang. Andara yang mendengar itu lantas menoleh ke arah Galang. Lelaki itu tampak menggelengkan kepalanya. Memberi isyarat bahwa dirinya tidak mengenal gadis itu. “Lihat! Aku sudah mengenakan pakaian pengantin. Sudah berdandan dan …” Belum selesai kalimat gadis itu terucap, seorang lelaki dan perempuan paruh baya tampak tergopoh-gopoh berjalan ke arah tenda hajatan. “Nduk … Ayo pulang dulu.” Perempuan paruh baya itu menggamit lengan sang gadis dan sedikit menariknya untuk keluar dari tempat itu. “Iiihhh … apaan sih? Aku itu mau nikah, Bu. Tuh lihat tamunya udah pada datang. Calon suamiku juga udah nungguin

  • Duda Pilihan Mama   Pernikahan Andara

    Andara menatap sang kakak dengan tatapan penuh tanya. Apalagi setelah kakaknya itu tak melanjutkan kalimatnya hingga selesai. Menambah rasa penasaran dalam benak Andara. Namun, saat matanya melihat sosok yang sedang berjalan mendekat ke arah mereka. Tahu lah dia kenapa sang kakak menghentikan kata-katanya. “Pagi-pagi bukannya ngerjain kerjaan rumah malah ngerumpi,” sinis sosok wanita paruh baya yang baru saja tiba di rumah Andara. “Tahu diri dikit lah kalau tinggal di rumah mertua. Jangan seenak jidatnya aja,” lanjutnya dengan nada yang semakin tak enak didengar. Wanita berhijab yang sejak tadi duduk bersama dengan Andara hanya menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Dia lalu menatap wanita itu dan tersenyum. “Ini lagi,” lanjutnya. Matanya menatap Andara dengan sinis. “Bukannya belajar bagaimana jadi istri yang baik. Malah ikut-ikutan ngerumpi di sini.” “Dasar malas!” umpatnya. “Untung masih ada yang mau nikahin,” lanjut wanita itu. Andara mengerutkan keningnya. Dia la

  • Duda Pilihan Mama   Pertemuan Pertama

    Andara tampak duduk termenung di atas tempat tidurnya. Matanya menatap ke sudut ruangan bernuansa putih itu dengan pandangan kosong. Pikirannya melayang-layang tak tentu arah. Hatinya gamang dan kembali mempertanyakan keputusan yang baru saja ia ambil. ‘Apa benar keputusan yang aku ambil ini?’ batinnya. ‘Apa ini yang aku inginkan dan harapkan?’ ‘Apa aku akan mencintai dia? Bukan hanya menjadikannya pelarian dari rasa sakit yang Dirga berikan?’ Andara menghela napas panjang. Menutup matanya sejenak dan membiarkan hati serta otaknya memilih jawaban yang menurutnya masih abu-abu itu. ‘Kalau memang ini adalah jalan yang Tuhan berikan, aku ikhlas menjalani semua ini,’ ujarnya dalam hati. “Dan kalau memang Tuhan menghendaki demikian, pasti jalan untuk bertemu akan semakin lebar,” gumamnya. “Tak ada halangan yang bisa mematahkan semuanya jika Tuhan sudah turun tangan.” Andara menghela napas

  • Duda Pilihan Mama   Kecewa

    Andara menangis dalam dekapan Anessa—sahabatnya. Dia tak menyangka kisah cintanya dengan Dirga akan berakhir seperti ini. Dikhianati dan dicampakkan begitu saja seperti sampah yang tak berguna. “Udah, Ra,” ucap Anessa. “Jangan kamu tangisi lagi si Dirga! Dia nggak pantas kamu tangisi kayak gini.” Andara melepaskan pelukannya. Matanya yang memerah dan basah menatap ke arah sang sahabat. “Kamu beruntung tahu kebusukan Dirga sebelum semuanya terlambat. Sebelum hubungan kalian berjalan terlalu jauh dan …” “Bisa anterin aku pulang, Nes?” potong Andara. “Aku nggak mau ada orang yang lihat aku nangis kayak gini,” lanjut Andara. Anessa mengerutkan keningnya. Namun, sedetik kemudian dia mengangguk setuju. Gadis berambut panjang itu lantas mengambil ponsel pintarnya di dalam tas selempang miliknya. “Aku pesankan taksi dulu ya!” ujar Anessa. Andara mengangguk. “Aku nggak nyang

  • Duda Pilihan Mama   Perjodohan

    “APA?!” pekik Andara. “DIJODOHKAN?!” Kedua matanya membulat sempurna kala mendengar perkataan kedua orang tuanya. Bahkan saking kagetnya, Andara sampai berdiri dari tempat duduknya. “Aku nggak mau, Ma. Buat apa sih dijodoh-jodohkan kayak gitu?” kesal Andara. “Emangnya ini zamannya Siti Nurbaya apa? Pakai jodoh-jodohan segala!” sungut gadis berparas manis itu. Mama menghela napas panjang. Wanita yang masih tampak cantik di usianya yang menginjak 50 tahun itu tampak menatap sang anak dengan tatapan lembut. “Bukan dijodohkan, Ra. Kami cuma membantu kamu untuk menemukan pasangan yang terbaik untuk masa depan kamu.” Kali ini Papa yang menjawab. Mewakili sang istri yang terdiam di sampingnya. Andara melirik papanya dan berdecak kesal. “Apaan sih, Pa? Aku itu masih pengin kuliah. Masih pengin berkarir juga nantinya. Enggak mau ah kalau harus nikah muda. Apalagi pakai acara dijodoh-jodohkan kayak gini! E

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status