แชร์

Duda Pilihan Mama
Duda Pilihan Mama
ผู้แต่ง: Ayu Anggita

Perjodohan

ผู้เขียน: Ayu Anggita
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-02-05 08:00:56

“APA?!” pekik Andara. “DIJODOHKAN?!”

Kedua matanya membulat sempurna kala mendengar perkataan kedua orang tuanya. Bahkan saking kagetnya, Andara sampai berdiri dari tempat duduknya.

“Aku nggak mau, Ma. Buat apa sih dijodoh-jodohkan kayak gitu?” kesal Andara.

“Emangnya ini zamannya Siti Nurbaya apa? Pakai jodoh-jodohan segala!” sungut gadis berparas manis itu.

Mama menghela napas panjang. Wanita yang masih tampak cantik di usianya yang menginjak 50 tahun itu tampak menatap sang anak dengan tatapan lembut.

“Bukan dijodohkan, Ra. Kami cuma membantu kamu untuk menemukan pasangan yang terbaik untuk masa depan kamu.” Kali ini Papa yang menjawab. Mewakili sang istri yang terdiam di sampingnya.

Andara melirik papanya dan berdecak kesal. “Apaan sih, Pa? Aku itu masih pengin kuliah. Masih pengin berkarir juga nantinya. Enggak mau ah kalau harus nikah muda. Apalagi pakai acara dijodoh-jodohkan kayak gini! Enggak mau ah!” sergah Andara.

“Kan setelah nikah kamu juga bisa lanjutin kuliah. Bisa kerja juga nantinya. Calon suami kamu nggak bakalan ngelarang kok. Percaya deh sama Mama,” sahut Mama.

“Musyrik kalau aku percaya sama Mama. Percaya tuh sama Tuhan bukan sama manusia. Apalagi sama Mama,” ujar Andara.

Mama meringis sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Sedangkan Papa hanya bisa geleng-geleng kepala melihat anak dan istrinya berdebat.

“Betul itu, Ra,” sambung Papa. “Calon suami kamu nggak bakalan ngelarang kamu kuliah atau kerja. Dia pasti ngizinin.”

Andara berdecak kesal. “Aku nggak mau, Pa, Ma. Lagian aku udah punya cowok. Dia juga serius sama aku,” sergah Andara.

“Baru juga pacar, Ra,” sahut Mama. “Tinggalin aja dia. Pilihan Mama dan Papa pasti nggak bakalan bikin kamu menyesal nantinya.”

“Iya, Ra. Lagian ngapain sih pacaran sama sesama mahasiswa? Paling juga ujung-ujungnya cuma dipermainkan doang. Enggak akan serius itu,” sambung Papa.

Mendengar penuturan kedua orang tuanya, Andara semakin kesal. Pertama, mereka memaksa Andara untuk menerima perjodohan yang menjijikkan ini. Kedua, mereka sudah berani menghina seseorang yang amat Andara sayangi.

“Enggak mau!” sentak Andara. “Pokoknya aku nggak mau dijodohkan. Aku masih pengin kuliah dan aku juga udah punya pacar. Titik enggan pakai koma apalagi pakai tanda petik!” ujar Andara tetap kekeuh pada pendiriannya.

“Dengarkan dulu, Ra!” ucap sang mama dengan lembut. “Kami nggak memaksa kamu untuk menerima perjodohan ini. Kami hanya inginkan yang terbaik buat kamu. Itu aja kok!”

“Iya, Ra.” Papa ikut membujuk anak gadisnya yang sedikit keras kepala ini. Bukan! Bukan sedikit. Akan tetapi sangat keras kepala ini.

“Kami melakukan ini bukan tanpa alasan, Ra,” ujar Papa. “Kami mau …”

“Alasan apa, Pa?” potong Andara. “Mama sama Papa nggak percaya kalau aku udah punya cowok dan cowok itu serius sama aku?”

Kedua orang tuanya saling lempar pandang. Mereka berdua harus mencari kalimat yang pas untuk menjelaskan semuanya pada anak gadisnya ini.

“Bukannya kami nggak percaya, Ra. Kami cuma mau yang terbaik untuk hidup dan masa depan kamu,” jawab sang papa.

Andara melipat kedua tangannya di depan dada. Senyum sinis tergambar di wajahnya yang sudah nampak gusar.

“Kalau Mama sama Papa percaya, kenapa masih maksa juga? Aku kan udah berulang kali bilang, kalau aku udah punya cowok.”

Mama dan Papa menghela napas panjang. Keduanya tampak terdiam dan berusaha mencari akal agar Andara mau menerima perjodohan ini tanpa merasa dipaksa dan terpaksa.

“Kamu pasti bakalan jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat cowok ini, Ra. Dia udah ganteng, pinter, kaya dan yang paling penting dia itu orangnya penyayang juga setia,” jelas Mama panjang lebar.

“Oh ya?!” Mata Andara membulat. “Kalau gitu kenapa nggak Mama aja yang nikah sama cowok itu. Kenapa harus aku?”

“Kalau papa kamu mengizinkan enggak masalah buat Mama, Mama akan terima dia sebagai suami kedua,” jawab Mama yang langsung mendapatkan pelototan tajam dari Papa.

Papa menghela napas sekali lagi. “Oke daripada kita berdebat terus yang nggak ada faedahnya. Lebih baik besok bawa dia ke mari.”

“Papa pengin tahu seberapa serius dia sama kamu,” ujar Papa.

“Oke. Besok aku bakalan ajak dia ke sini. Biar Papa dan Mama buktikan sendiri kalau aku bisa cari cowok yang serius,” tantang Andara.

Papa menganggukkan kepalanya. “Baik. Tapi, kalau sampai kamu gagal membawa dia ke mari. Kamu harus mau menerima perjodohan ini,” pungkas lelaki berwajah sangar itu.

“Oke, siapa takut?!” sahut Andara dengan percaya diri tinggi. “Tapi, kalau aku berhasil membawa dia ke sini dan membuktikan kalau dia serius, Papa dan Mama harus membatalkan perjodohan ini.”

Setelah terjadi kesepakatan itu. Andara bergegas pergi meninggalkan tempat duduknya. Dalam hati dia merasa menang dan pasti akan berhasil membatalkan perjodohan yang menurutnya sudah melanggar hak asasinya untuk memilih pasangan hidup.

Esok harinya, Andara pergi menemui sang kekasih setelah kuliah. Dia bermaksud untuk mengajaknya untuk bertandang ke rumahnya.

“Aduh gimana ya, Beib?” ujar lelaki berambut ikal sebahu itu. “Hari ini ada praktikum sampai sore. Belum lagi tugas kuliah ku yang lagi banyak-banyaknya.”

“Terus kapan kamu mau menemui orang tuaku?” tanya Andara dengan nada sedikit memaksa.

“Aku belum tahu, Ra,” jawab pemuda itu. “Tapi, aku usahain deh Minggu depan ke rumah kamu. Aku janji.”

Andara menarik napas lega mendengarnya. Walaupun dalam hatinya masih menyimpan rasa kecewa karena belum bisa membawa kekasihnya itu untuk menemui kedua orang tuanya.

*******************

Orang tua Andara terus saja menagih janji anak gadisnya untuk membawa kekasihnya ke rumah. Namun, Andara selalu beralasan jika kekasihnya masih memiliki kesibukan lain. Hingga akhirnya dia menjadi kehilangan akal sendiri ketika orang tuanya kembali menanyakan hal yang sama kepadanya.

“Dari jawaban yang kamu kasih, Papa sudah tahu kalau pacar kamu itu nggak serius,” ujar Papa setelah Andara mengatakan alasannya.

“Dia serius, Pa. Cuma lagi banyak kegiatan aja di kampus. Belum lagi tugas kampus yang banyak. Makanya dia belum sempat ke sini.” Sebuah alasan klasik lagi yang keluar dari mulut Andara.

Papa menyunggingkan senyuman miring. Namun, pria itu tak berkata apa-apa lagi. Dia melanjutkan sarapannya hingga tandas tak bersisa.

“Aku berangkat dulu, Ma, Pa,” pamit Andara. Dia lalu berjalan menuju sang mama dan mencium punggung tangan wanita yang telah melahirkannya itu. Hal yang sama dia lakukan juga kepada sang papa.

“Jangan lupa bawa dia ke mari!” pinta Papa.

Andara tak menggubris omongan Papa. Dia terus berjalan menuju pintu dan keluar dari rumahnya. Dia depan telah menunggu ojek online yang ia pesan untuk mengantarkannya menuju kampus.

Sesampainya di kampus, Andara bermaksud untuk menemui kekasihnya kembali. Namun, dia tak bisa menemukan sosok pemuda itu di mana pun juga. Bahkan teman-temannya juga tak ada yang tahu dia ke mana hari ini.

“Udah, Ra. Nanti kita coba ke kosannya dia aja. Siapa tahu dia lagi sakit, kan?” ujar seorang gadis berambut panjang yang berdiri di samping Andara.

Andara menoleh dan mengangguk. “Nanti temenin aku ke sana ya,” pinta Andara pada gadis berambut panjang itu.

Siang harinya setelah selesai kuliah, Andara dan sang sahabat pergi ke tempat kos milik Dirga—kekasih Andara. Andara berharap bisa menemukan sang kekasih di sana dan syukur-syukur bisa membawanya untuk menemui kedua orang tuanya hari ini.

Ekspektasi yang terlalu tinggi membuat rasa percaya diri Andara juga meninggi. Namun, semua itu luluh lantak ketika matanya melihat sesuatu yang seharusnya tak ia lihat.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Duda Pilihan Mama   Kecewa

    Andara menangis dalam dekapan Anessa—sahabatnya. Dia tak menyangka kisah cintanya dengan Dirga akan berakhir seperti ini. Dikhianati dan dicampakkan begitu saja seperti sampah yang tak berguna. “Udah, Ra,” ucap Anessa. “Jangan kamu tangisi lagi si Dirga! Dia nggak pantas kamu tangisi kayak gini.” Andara melepaskan pelukannya. Matanya yang memerah dan basah menatap ke arah sang sahabat. “Kamu beruntung tahu kebusukan Dirga sebelum semuanya terlambat. Sebelum hubungan kalian berjalan terlalu jauh dan …” “Bisa anterin aku pulang, Nes?” potong Andara. “Aku nggak mau ada orang yang lihat aku nangis kayak gini,” lanjut Andara. Anessa mengerutkan keningnya. Namun, sedetik kemudian dia mengangguk setuju. Gadis berambut panjang itu lantas mengambil ponsel pintarnya di dalam tas selempang miliknya. “Aku pesankan taksi dulu ya!” ujar Anessa. Andara mengangguk. “Aku nggak nyang

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-06
  • Duda Pilihan Mama   Pertemuan Pertama

    Andara tampak duduk termenung di atas tempat tidurnya. Matanya menatap ke sudut ruangan bernuansa putih itu dengan pandangan kosong. Pikirannya melayang-layang tak tentu arah. Hatinya gamang dan kembali mempertanyakan keputusan yang baru saja ia ambil. ‘Apa benar keputusan yang aku ambil ini?’ batinnya. ‘Apa ini yang aku inginkan dan harapkan?’ ‘Apa aku akan mencintai dia? Bukan hanya menjadikannya pelarian dari rasa sakit yang Dirga berikan?’ Andara menghela napas panjang. Menutup matanya sejenak dan membiarkan hati serta otaknya memilih jawaban yang menurutnya masih abu-abu itu. ‘Kalau memang ini adalah jalan yang Tuhan berikan, aku ikhlas menjalani semua ini,’ ujarnya dalam hati. “Dan kalau memang Tuhan menghendaki demikian, pasti jalan untuk bertemu akan semakin lebar,” gumamnya. “Tak ada halangan yang bisa mematahkan semuanya jika Tuhan sudah turun tangan.” Andara menghela napas

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-07
  • Duda Pilihan Mama   Pernikahan Andara

    Andara menatap sang kakak dengan tatapan penuh tanya. Apalagi setelah kakaknya itu tak melanjutkan kalimatnya hingga selesai. Menambah rasa penasaran dalam benak Andara. Namun, saat matanya melihat sosok yang sedang berjalan mendekat ke arah mereka. Tahu lah dia kenapa sang kakak menghentikan kata-katanya. “Pagi-pagi bukannya ngerjain kerjaan rumah malah ngerumpi,” sinis sosok wanita paruh baya yang baru saja tiba di rumah Andara. “Tahu diri dikit lah kalau tinggal di rumah mertua. Jangan seenak jidatnya aja,” lanjutnya dengan nada yang semakin tak enak didengar. Wanita berhijab yang sejak tadi duduk bersama dengan Andara hanya menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Dia lalu menatap wanita itu dan tersenyum. “Ini lagi,” lanjutnya. Matanya menatap Andara dengan sinis. “Bukannya belajar bagaimana jadi istri yang baik. Malah ikut-ikutan ngerumpi di sini.” “Dasar malas!” umpatnya. “Untung masih ada yang mau nikahin,” lanjut wanita itu. Andara mengerutkan keningnya. Dia la

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-20
  • Duda Pilihan Mama   Mama Sakit

    “Pernikahan ini tidak boleh dilanjutkan!” ulang gadis itu. Para tamu dan keluarga kedua mempelai tampak saling bertukar pandang. Mereka terkejut sekaligus resah mendengar penuturan gadis yang berbalut busana kebaya itu. “Maksudnya apa?” tanya salah seorang tamu yang hadir. “Harusnya dia nikahnya sama aku, bukan sama dia!” ucapnya dengan lantang. Andara yang mendengar itu lantas menoleh ke arah Galang. Lelaki itu tampak menggelengkan kepalanya. Memberi isyarat bahwa dirinya tidak mengenal gadis itu. “Lihat! Aku sudah mengenakan pakaian pengantin. Sudah berdandan dan …” Belum selesai kalimat gadis itu terucap, seorang lelaki dan perempuan paruh baya tampak tergopoh-gopoh berjalan ke arah tenda hajatan. “Nduk … Ayo pulang dulu.” Perempuan paruh baya itu menggamit lengan sang gadis dan sedikit menariknya untuk keluar dari tempat itu. “Iiihhh … apaan sih? Aku itu mau nikah, Bu. Tuh lihat tamunya udah pada datang. Calon suamiku juga udah nungguin

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-09
  • Duda Pilihan Mama   Salah Paham

    Suara deheman keras membuat Andara dan teman lelakinya menoleh. “Mas Galang!” serunya kaget. “Baru pulang kerja, Mas?” tanyanya. Galang tak bereaksi. Dia hanya diam sambil terus menatap ke arah istri dan teman lelakinya itu secara bergantian. “Em … Ra, aku pulang dulu ya. Udah malam soalnya!” pamit teman kuliah Andara itu. Andara mengangguk dan tersenyum manis. “Makasih ya, Wid. Hati-hati di jalan!” ujar Andara. Pemuda itu hanya tersenyum sembari mengangkat jempolnya tinggi-tinggi. Setelah itu motor melaju membelah malam yang dingin. Meninggalkan pelataran rumah Andara yang tiba-tiba terasa panas. Sepeninggal temannya, Andara masuk ke dalam rumah. Disusul kemudian oleh Galang yang berjalan di belakangnya. “Tasnya taruh aja di kamarku,” ucap Andara dengan nada sedikit dingin. “Itu kamarnya yang pintunya ada tulisan CR7.” Andara meneruskan ucapannya sembari menudingkan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-26
  • Duda Pilihan Mama   Semakin Meruncing

    “Aku memang nggak pernah setuju sama perjodohan ini. Tapi, aku juga nggak mau menjadikan pernikahan ini sebagai permainan,” geram Galang. Andara melongo mendengar penuturan Galang yang terdengar tegas. “Lho siapa yang bilang kalau Mas Galang mempermainkan pernikahan ini?” sergah Andara. Andara sudah tak bisa lagi memendung emosinya ketika mendengar ucapan Galang. Walaupun suaranya masih terdengar lembut. “Memang nggak ada. Tapi, kamu …,” tunjuk Galang. “Kamu secara nggak langsung udah mulai mempermainkan pernikahan ini. Kamu udah mulai main belakang,” sahut Galang. “Maksud kamu apa sih? Kenapa nyasar nggak karuan gini ngomongnya,” kesal Andara. Galang mendengus kesal mendengar ucapan sang istri. Dia lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Sedangkan Andara masih menatap tajam ke arah lelaki yang berstatus suaminya itu. “Sekarang aku tanya,” ucap Andara akhirnya. “Kenapa tiba-tiba k

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-26
  • Duda Pilihan Mama   Kenyataan Pahit

    Andara tampak duduk termenung. Matanya basah dan sembab. Entah sudah berapa kali air matanya jatuh membasahi pipinya. Pikirannya kacau dan hatinya berdenyut nyeri. Kejadian beberapa jam yang lalu terus berputar di dalam otaknya. Seolah mengejek nasibnya. “Jadi, selama ini aku itu beban buat Papa dan Mama?” tanya Andara setelah mendengar sesuatu yang seharusnya tak ia dengar. “Jadi, selama ini kalian merawat ku supaya bisa menjadi tumbal untuk melunasi utang yang bahkan aku sendiri nggak tahu bentuknya seperti apa?” lanjutnya dengan suara bergetar. “Bukan begitu, Ra. Kami hanya …” Andara menepis tangan sang mama ketika perempuan itu hendak menyentuhnya. Matanya memerah dengan sorot tajam yang mengerikan. “Jadi ini alasan kalian nggak mengizinkan aku untuk berhubungan dengan orang lain?” cecar Andara. “Ini juga yang menjadi alasan kalian nggak merestui hubungan aku yang dulu?” pekik Andara.

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-12

บทล่าสุด

  • Duda Pilihan Mama   Kenyataan Pahit

    Andara tampak duduk termenung. Matanya basah dan sembab. Entah sudah berapa kali air matanya jatuh membasahi pipinya. Pikirannya kacau dan hatinya berdenyut nyeri. Kejadian beberapa jam yang lalu terus berputar di dalam otaknya. Seolah mengejek nasibnya. “Jadi, selama ini aku itu beban buat Papa dan Mama?” tanya Andara setelah mendengar sesuatu yang seharusnya tak ia dengar. “Jadi, selama ini kalian merawat ku supaya bisa menjadi tumbal untuk melunasi utang yang bahkan aku sendiri nggak tahu bentuknya seperti apa?” lanjutnya dengan suara bergetar. “Bukan begitu, Ra. Kami hanya …” Andara menepis tangan sang mama ketika perempuan itu hendak menyentuhnya. Matanya memerah dengan sorot tajam yang mengerikan. “Jadi ini alasan kalian nggak mengizinkan aku untuk berhubungan dengan orang lain?” cecar Andara. “Ini juga yang menjadi alasan kalian nggak merestui hubungan aku yang dulu?” pekik Andara.

  • Duda Pilihan Mama   Semakin Meruncing

    “Aku memang nggak pernah setuju sama perjodohan ini. Tapi, aku juga nggak mau menjadikan pernikahan ini sebagai permainan,” geram Galang. Andara melongo mendengar penuturan Galang yang terdengar tegas. “Lho siapa yang bilang kalau Mas Galang mempermainkan pernikahan ini?” sergah Andara. Andara sudah tak bisa lagi memendung emosinya ketika mendengar ucapan Galang. Walaupun suaranya masih terdengar lembut. “Memang nggak ada. Tapi, kamu …,” tunjuk Galang. “Kamu secara nggak langsung udah mulai mempermainkan pernikahan ini. Kamu udah mulai main belakang,” sahut Galang. “Maksud kamu apa sih? Kenapa nyasar nggak karuan gini ngomongnya,” kesal Andara. Galang mendengus kesal mendengar ucapan sang istri. Dia lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Sedangkan Andara masih menatap tajam ke arah lelaki yang berstatus suaminya itu. “Sekarang aku tanya,” ucap Andara akhirnya. “Kenapa tiba-tiba k

  • Duda Pilihan Mama   Salah Paham

    Suara deheman keras membuat Andara dan teman lelakinya menoleh. “Mas Galang!” serunya kaget. “Baru pulang kerja, Mas?” tanyanya. Galang tak bereaksi. Dia hanya diam sambil terus menatap ke arah istri dan teman lelakinya itu secara bergantian. “Em … Ra, aku pulang dulu ya. Udah malam soalnya!” pamit teman kuliah Andara itu. Andara mengangguk dan tersenyum manis. “Makasih ya, Wid. Hati-hati di jalan!” ujar Andara. Pemuda itu hanya tersenyum sembari mengangkat jempolnya tinggi-tinggi. Setelah itu motor melaju membelah malam yang dingin. Meninggalkan pelataran rumah Andara yang tiba-tiba terasa panas. Sepeninggal temannya, Andara masuk ke dalam rumah. Disusul kemudian oleh Galang yang berjalan di belakangnya. “Tasnya taruh aja di kamarku,” ucap Andara dengan nada sedikit dingin. “Itu kamarnya yang pintunya ada tulisan CR7.” Andara meneruskan ucapannya sembari menudingkan

  • Duda Pilihan Mama   Mama Sakit

    “Pernikahan ini tidak boleh dilanjutkan!” ulang gadis itu. Para tamu dan keluarga kedua mempelai tampak saling bertukar pandang. Mereka terkejut sekaligus resah mendengar penuturan gadis yang berbalut busana kebaya itu. “Maksudnya apa?” tanya salah seorang tamu yang hadir. “Harusnya dia nikahnya sama aku, bukan sama dia!” ucapnya dengan lantang. Andara yang mendengar itu lantas menoleh ke arah Galang. Lelaki itu tampak menggelengkan kepalanya. Memberi isyarat bahwa dirinya tidak mengenal gadis itu. “Lihat! Aku sudah mengenakan pakaian pengantin. Sudah berdandan dan …” Belum selesai kalimat gadis itu terucap, seorang lelaki dan perempuan paruh baya tampak tergopoh-gopoh berjalan ke arah tenda hajatan. “Nduk … Ayo pulang dulu.” Perempuan paruh baya itu menggamit lengan sang gadis dan sedikit menariknya untuk keluar dari tempat itu. “Iiihhh … apaan sih? Aku itu mau nikah, Bu. Tuh lihat tamunya udah pada datang. Calon suamiku juga udah nungguin

  • Duda Pilihan Mama   Pernikahan Andara

    Andara menatap sang kakak dengan tatapan penuh tanya. Apalagi setelah kakaknya itu tak melanjutkan kalimatnya hingga selesai. Menambah rasa penasaran dalam benak Andara. Namun, saat matanya melihat sosok yang sedang berjalan mendekat ke arah mereka. Tahu lah dia kenapa sang kakak menghentikan kata-katanya. “Pagi-pagi bukannya ngerjain kerjaan rumah malah ngerumpi,” sinis sosok wanita paruh baya yang baru saja tiba di rumah Andara. “Tahu diri dikit lah kalau tinggal di rumah mertua. Jangan seenak jidatnya aja,” lanjutnya dengan nada yang semakin tak enak didengar. Wanita berhijab yang sejak tadi duduk bersama dengan Andara hanya menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Dia lalu menatap wanita itu dan tersenyum. “Ini lagi,” lanjutnya. Matanya menatap Andara dengan sinis. “Bukannya belajar bagaimana jadi istri yang baik. Malah ikut-ikutan ngerumpi di sini.” “Dasar malas!” umpatnya. “Untung masih ada yang mau nikahin,” lanjut wanita itu. Andara mengerutkan keningnya. Dia la

  • Duda Pilihan Mama   Pertemuan Pertama

    Andara tampak duduk termenung di atas tempat tidurnya. Matanya menatap ke sudut ruangan bernuansa putih itu dengan pandangan kosong. Pikirannya melayang-layang tak tentu arah. Hatinya gamang dan kembali mempertanyakan keputusan yang baru saja ia ambil. ‘Apa benar keputusan yang aku ambil ini?’ batinnya. ‘Apa ini yang aku inginkan dan harapkan?’ ‘Apa aku akan mencintai dia? Bukan hanya menjadikannya pelarian dari rasa sakit yang Dirga berikan?’ Andara menghela napas panjang. Menutup matanya sejenak dan membiarkan hati serta otaknya memilih jawaban yang menurutnya masih abu-abu itu. ‘Kalau memang ini adalah jalan yang Tuhan berikan, aku ikhlas menjalani semua ini,’ ujarnya dalam hati. “Dan kalau memang Tuhan menghendaki demikian, pasti jalan untuk bertemu akan semakin lebar,” gumamnya. “Tak ada halangan yang bisa mematahkan semuanya jika Tuhan sudah turun tangan.” Andara menghela napas

  • Duda Pilihan Mama   Kecewa

    Andara menangis dalam dekapan Anessa—sahabatnya. Dia tak menyangka kisah cintanya dengan Dirga akan berakhir seperti ini. Dikhianati dan dicampakkan begitu saja seperti sampah yang tak berguna. “Udah, Ra,” ucap Anessa. “Jangan kamu tangisi lagi si Dirga! Dia nggak pantas kamu tangisi kayak gini.” Andara melepaskan pelukannya. Matanya yang memerah dan basah menatap ke arah sang sahabat. “Kamu beruntung tahu kebusukan Dirga sebelum semuanya terlambat. Sebelum hubungan kalian berjalan terlalu jauh dan …” “Bisa anterin aku pulang, Nes?” potong Andara. “Aku nggak mau ada orang yang lihat aku nangis kayak gini,” lanjut Andara. Anessa mengerutkan keningnya. Namun, sedetik kemudian dia mengangguk setuju. Gadis berambut panjang itu lantas mengambil ponsel pintarnya di dalam tas selempang miliknya. “Aku pesankan taksi dulu ya!” ujar Anessa. Andara mengangguk. “Aku nggak nyang

  • Duda Pilihan Mama   Perjodohan

    “APA?!” pekik Andara. “DIJODOHKAN?!” Kedua matanya membulat sempurna kala mendengar perkataan kedua orang tuanya. Bahkan saking kagetnya, Andara sampai berdiri dari tempat duduknya. “Aku nggak mau, Ma. Buat apa sih dijodoh-jodohkan kayak gitu?” kesal Andara. “Emangnya ini zamannya Siti Nurbaya apa? Pakai jodoh-jodohan segala!” sungut gadis berparas manis itu. Mama menghela napas panjang. Wanita yang masih tampak cantik di usianya yang menginjak 50 tahun itu tampak menatap sang anak dengan tatapan lembut. “Bukan dijodohkan, Ra. Kami cuma membantu kamu untuk menemukan pasangan yang terbaik untuk masa depan kamu.” Kali ini Papa yang menjawab. Mewakili sang istri yang terdiam di sampingnya. Andara melirik papanya dan berdecak kesal. “Apaan sih, Pa? Aku itu masih pengin kuliah. Masih pengin berkarir juga nantinya. Enggak mau ah kalau harus nikah muda. Apalagi pakai acara dijodoh-jodohkan kayak gini! E

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status