แชร์

Mama Sakit

ผู้เขียน: Ayu Anggita
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-03-09 10:08:22

“Pernikahan ini tidak boleh dilanjutkan!” ulang gadis itu.

Para tamu dan keluarga kedua mempelai tampak saling bertukar pandang. Mereka terkejut sekaligus resah mendengar penuturan gadis yang berbalut busana kebaya itu.

“Maksudnya apa?” tanya salah seorang tamu yang hadir.

“Harusnya dia nikahnya sama aku, bukan sama dia!” ucapnya dengan lantang.

Andara yang mendengar itu lantas menoleh ke arah Galang. Lelaki itu tampak menggelengkan kepalanya. Memberi isyarat bahwa dirinya tidak mengenal gadis itu.

“Lihat! Aku sudah mengenakan pakaian pengantin. Sudah berdandan dan …”

Belum selesai kalimat gadis itu terucap, seorang lelaki dan perempuan paruh baya tampak tergopoh-gopoh berjalan ke arah tenda hajatan.

“Nduk … Ayo pulang dulu.” Perempuan paruh baya itu menggamit lengan sang gadis dan sedikit menariknya untuk keluar dari tempat itu.

“Iiihhh … apaan sih? Aku itu mau nikah, Bu. Tuh lihat tamunya udah pada datang. Calon suamiku juga udah nungguin. Tuh lihat!” Gadis itu menunjuk ke arah para tamu dan juga pada Galang yang tampak bengong saking terkejutnya.

“Iya. Tapi, ini bukan acara untuk kamu. Ini acara orang lain, Nak!” Wanita paruh baya itu masih mencoba bersabar dan memberikan pengertian pada sang anak gadis.

“Iiihh … Ibu itu nggak tahu apa-apa. Dia itu calon suamiku. Dia mau nikah sama aku hari ini. Bukan sama cewek itu.” Gadis itu berkata sambil menudingkan jari telunjuknya ke arah kedua mempelai.

Wanita itu menghela napas panjang mencoba tetap bersabar. Wanita itu tak ingin emosinya keluar di tempat umum seperti ini. Kemudian dengan sedikit keras, dia menyeret sang anak keluar dari tempat itu. Dia tak peduli ketika sang anak menjerit histeris dan memberontak. Menolak untuk diajak keluar dan pergi dari tempat itu.

“Kamu kenal sama cewek tadi?” bisik Andara ketika gadis itu dan ibunya telah menjauh dari rumahnya.

Galang menggeleng cepat. “Boro-boro kenal. Tahu mukanya aja baru sekarang kok,” jelas Galang.

“Tapi, kok dia bilang kalau kamu calon suaminya? Terus …”

“Mohon maaf bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian atas kehebohan yang terjadi. Anak saya … dia …” ucap lelaki paruh baya itu memotong ucapan Andara yang belum selesai.

“Dia terganggu mentalnya akibat kegagalannya menikah bulan lalu,” jelas lelaki itu. “Dia akan mendatangi tempat pernikahan orang lain dan menganggap itu adalah acaranya.”

Andara dan Galang terkejut mendengar ucapan lelaki paruh baya itu. Mereka saling bertukar pandang satu sama lain. Begitu juga dengan para tamu yang hadir.

Dalam hati Galang bersyukur karena ternyata gadis tadi hanyalah seorang gangguan jiwa. Jika, gadis tadi bukan ODGJ, mungkin dirinya akan direbus hidup-hidup oleh kedua orang tuanya dan orang tua Andara.

“Kalau udah tahu anaknya kurang waras, kenapa dibiarin berkeliaran sih? Ganggu acara orang aja,” sungut salah seorang tamu yang hadir.

“Iya tuh. Kenapa nggak dimasukkan aja ke Rumah Sakit Jiwa? Biar nggak ngeganggu hajatan orang lain,” sahut tamu yang lain.

Lelaki paruh baya yang ternyata adalah ayah gadis itu hanya bisa menundukkan kepalanya. Ada rasa malu dan sedih yang menggumpal di dalam dadanya. Dirinya juga tak ingin anaknya menjadi seperti ini. Namun, apa boleh dikata? Takdir Tuhan sudah menggariskan demikian adanya.

“Mohon maaf sekali lagi!” Lelaki menangkupkan kedua tangannya di depan dada sembari menundukkan kepala. Memohon maaf atas kehebohan yang terjadi.

“Kedepannya saya dan istri saya akan menjaga anak kami dengan lebih ketat lagi,” janji lelaki itu.

Setelah berkata demikian, lelaki itu berpamitan untuk pulang ke rumahnya. Lelaki itu berjalan cepat sembari menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dia tak berani mengangkat wajahnya karena rasa malu dan juga sedih yang bersarang di dalam dadanya.

Akhirnya akad nikah kembali dilanjutkan. Galang bersiap kembali untuk mengucapkan janji suci itu di hadapan penghulu dan juga Papa. Dengan satu tarikan napas, Galang mampu mengucapkan janji itu dengan lancar.

*******************

Tak terasa sudah sebulan sejak akad nikah itu berlangsung. Artinya sudah satu bulan juga Andara tinggal di rumah Galang.

“Hari ini kamu mau ke mana?” tanya Galang saat mereka duduk di meja makan. Menikmati sarapan yang tersedia di sana.

“Enggak ke mana-mana. Kenapa emangnya?” Andara bertanya sembari menatap lelaki yang telah resmi menjadi suaminya itu.

Galang menarik napas dan mengembuskannya perlahan. “Cuma nanya. Emangnya nggak boleh nanya begitu?”

Andara membulatkan bibirnya. Kemudian dia kembali sibuk menikmati sarapannya tanpa memperdulikan pertanyaan dari Galang.

“Ya udah. Aku ….”

Belum selesai kalimat Galang terucap, ponsel Andara berdering nyaring. Andara segera meraih ponselnya dan membaca identitas si penelepon.

“Mas Zacky? Tumben amat ini orang telepon,” gumam Andara.

“Iya … kenapa, Mas?” tanya Andara sesaat setelah menggeser tombol hijau di layar ponselnya.

“Dih! Salam dulu kek,” sungut Zacky di seberang telepon.

Andara memutar bola matanya dengan malas. “Hem … Assalamualaikum, Mas Zacky. Ada apa?” sahut Andara dengan nada lembut ya g dibuat-buat.

“Huek … pengin muntah dengarnya,” jawab Zacky.

“Huh nyebelin banget sih. Buruan ngomong ada apa?” ketus Andara.

“Santai dong! Enggak usah pakai gas juga. Entar meledak lagi,” sahut Zacky.

“Aku tutup nih teleponnya,” ancam Andara.

“Eits jangan dong, Ra! Iya deh aku ngomong sekarang,” ucap Zacky mengiba setelah mendengar ancaman dari sang adik.

Zacky terdengar menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. “Mama sakit. Sekarang lagi ada di …”

“Apa?!” pekik Andara. “Kenapa nggak ngomong dari tadi sih? Sekarang gimana?”

Galang mencolek lengan sang istri seolah meminta penjelasan. Namun, Andara hanya mengedipkan mata saja.

“Ya udah kalau gitu. Aku segera ke sana sekarang. Mas Zacky share location-nya aja,” ucap Andara akhirnya.

Lima belas menit kemudian, Andara sudah berada di atas motor bersama dengan Galang yang membonceng dirinya menuju ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Andara hanya diam saja. Pikirannya kacau setelah mendengar kabar bahwa sang mama dirawat di rumah sakit.

Setengah jam kemudian, mereka telah sampai di rumah sakit. Andara segera turun dari motor dan berjalan cepat menuju pintu masuk. Dia sama sekali tak menghiraukan suara Galang yang memanggil dirinya.

“Gimana keadaan Mama sekarang?” tanya Andara begitu dirinya berada di dalam ruang perawatan.

“Mama udah mendingan. Sekarang Mama lagi istirahat,” jawab Desty dengan lembut.

Andara menarik napas lega. “Dokter bilang apa, Mbak? Apa ada penyakit serius di tubuh Mama?” tanya Andara lagi.

Desty menggeleng sembari tersenyum. “Mama nggak apa-apa. Cuma kecapekan aja dan … kangen sama anaknya yang bandel ini.”

Desty menjawil hidung minimalis milik Andara sembari tersenyum menggoda. Andara hanya bisa mengerucutkan bibirnya mendengar gurauan dari sang kakak ipar.

“Kamu ke sini sama siapa, Ra? Sendirian aja atau .…”

Belum selesai kalimat itu terucap, terdengar suara pintu yang dibuka dari luar. Tampaklah seraut wajah Galang begitu pintu terbuka. Galang lalu menyapa kakak iparnya dan sedikit berbasa-basi. Setelah itu, Galang berpamitan untuk berangkat bekerja.

Tiga hari kemudian, Mama sudah diperbolehkan untuk pulang. Andara merasa lega dan senang mendengar kabar bahagia itu. Dia lantas meminta Galang untuk menemani dirinya ke rumah Mama. Andara pun meminta izin untuk menginap di rumah Mama pada sang suami. Setelah mengantarkan sang istri, Galang bergegas menuju tempatnya bekerja.

Sore harinya, setelah pulang bekerja. Galang kembali ke rumahnya untuk mengambil beberapa potong pakaian miliknya. Dia berencana untuk ikut menginap di rumah sang mertua malam ini dan beberapa malam ke depan. Setelah selesai, Galang bergegas kembali melajukan motornya menuju rumah sang mertua.

Tak berapa lama, pria itu telah sampai di depan rumah Andara. Galang bermaksud akan turun dari motor. Namun, niatnya itu ia urungkan saat melihat sesuatu yang membuatnya teringat akan trauma di masa lalunya.

‘Enggak mungkin dia seperti itu!’

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Duda Pilihan Mama   Salah Paham

    Suara deheman keras membuat Andara dan teman lelakinya menoleh. “Mas Galang!” serunya kaget. “Baru pulang kerja, Mas?” tanyanya. Galang tak bereaksi. Dia hanya diam sambil terus menatap ke arah istri dan teman lelakinya itu secara bergantian. “Em … Ra, aku pulang dulu ya. Udah malam soalnya!” pamit teman kuliah Andara itu. Andara mengangguk dan tersenyum manis. “Makasih ya, Wid. Hati-hati di jalan!” ujar Andara. Pemuda itu hanya tersenyum sembari mengangkat jempolnya tinggi-tinggi. Setelah itu motor melaju membelah malam yang dingin. Meninggalkan pelataran rumah Andara yang tiba-tiba terasa panas. Sepeninggal temannya, Andara masuk ke dalam rumah. Disusul kemudian oleh Galang yang berjalan di belakangnya. “Tasnya taruh aja di kamarku,” ucap Andara dengan nada sedikit dingin. “Itu kamarnya yang pintunya ada tulisan CR7.” Andara meneruskan ucapannya sembari menudingkan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-26
  • Duda Pilihan Mama   Semakin Meruncing

    “Aku memang nggak pernah setuju sama perjodohan ini. Tapi, aku juga nggak mau menjadikan pernikahan ini sebagai permainan,” geram Galang. Andara melongo mendengar penuturan Galang yang terdengar tegas. “Lho siapa yang bilang kalau Mas Galang mempermainkan pernikahan ini?” sergah Andara. Andara sudah tak bisa lagi memendung emosinya ketika mendengar ucapan Galang. Walaupun suaranya masih terdengar lembut. “Memang nggak ada. Tapi, kamu …,” tunjuk Galang. “Kamu secara nggak langsung udah mulai mempermainkan pernikahan ini. Kamu udah mulai main belakang,” sahut Galang. “Maksud kamu apa sih? Kenapa nyasar nggak karuan gini ngomongnya,” kesal Andara. Galang mendengus kesal mendengar ucapan sang istri. Dia lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Sedangkan Andara masih menatap tajam ke arah lelaki yang berstatus suaminya itu. “Sekarang aku tanya,” ucap Andara akhirnya. “Kenapa tiba-tiba k

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-26
  • Duda Pilihan Mama   Kenyataan Pahit

    Andara tampak duduk termenung. Matanya basah dan sembab. Entah sudah berapa kali air matanya jatuh membasahi pipinya. Pikirannya kacau dan hatinya berdenyut nyeri. Kejadian beberapa jam yang lalu terus berputar di dalam otaknya. Seolah mengejek nasibnya. “Jadi, selama ini aku itu beban buat Papa dan Mama?” tanya Andara setelah mendengar sesuatu yang seharusnya tak ia dengar. “Jadi, selama ini kalian merawat ku supaya bisa menjadi tumbal untuk melunasi utang yang bahkan aku sendiri nggak tahu bentuknya seperti apa?” lanjutnya dengan suara bergetar. “Bukan begitu, Ra. Kami hanya …” Andara menepis tangan sang mama ketika perempuan itu hendak menyentuhnya. Matanya memerah dengan sorot tajam yang mengerikan. “Jadi ini alasan kalian nggak mengizinkan aku untuk berhubungan dengan orang lain?” cecar Andara. “Ini juga yang menjadi alasan kalian nggak merestui hubungan aku yang dulu?” pekik Andara.

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-12
  • Duda Pilihan Mama   Perjodohan

    “APA?!” pekik Andara. “DIJODOHKAN?!” Kedua matanya membulat sempurna kala mendengar perkataan kedua orang tuanya. Bahkan saking kagetnya, Andara sampai berdiri dari tempat duduknya. “Aku nggak mau, Ma. Buat apa sih dijodoh-jodohkan kayak gitu?” kesal Andara. “Emangnya ini zamannya Siti Nurbaya apa? Pakai jodoh-jodohan segala!” sungut gadis berparas manis itu. Mama menghela napas panjang. Wanita yang masih tampak cantik di usianya yang menginjak 50 tahun itu tampak menatap sang anak dengan tatapan lembut. “Bukan dijodohkan, Ra. Kami cuma membantu kamu untuk menemukan pasangan yang terbaik untuk masa depan kamu.” Kali ini Papa yang menjawab. Mewakili sang istri yang terdiam di sampingnya. Andara melirik papanya dan berdecak kesal. “Apaan sih, Pa? Aku itu masih pengin kuliah. Masih pengin berkarir juga nantinya. Enggak mau ah kalau harus nikah muda. Apalagi pakai acara dijodoh-jodohkan kayak gini! E

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-05
  • Duda Pilihan Mama   Kecewa

    Andara menangis dalam dekapan Anessa—sahabatnya. Dia tak menyangka kisah cintanya dengan Dirga akan berakhir seperti ini. Dikhianati dan dicampakkan begitu saja seperti sampah yang tak berguna. “Udah, Ra,” ucap Anessa. “Jangan kamu tangisi lagi si Dirga! Dia nggak pantas kamu tangisi kayak gini.” Andara melepaskan pelukannya. Matanya yang memerah dan basah menatap ke arah sang sahabat. “Kamu beruntung tahu kebusukan Dirga sebelum semuanya terlambat. Sebelum hubungan kalian berjalan terlalu jauh dan …” “Bisa anterin aku pulang, Nes?” potong Andara. “Aku nggak mau ada orang yang lihat aku nangis kayak gini,” lanjut Andara. Anessa mengerutkan keningnya. Namun, sedetik kemudian dia mengangguk setuju. Gadis berambut panjang itu lantas mengambil ponsel pintarnya di dalam tas selempang miliknya. “Aku pesankan taksi dulu ya!” ujar Anessa. Andara mengangguk. “Aku nggak nyang

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-06
  • Duda Pilihan Mama   Pertemuan Pertama

    Andara tampak duduk termenung di atas tempat tidurnya. Matanya menatap ke sudut ruangan bernuansa putih itu dengan pandangan kosong. Pikirannya melayang-layang tak tentu arah. Hatinya gamang dan kembali mempertanyakan keputusan yang baru saja ia ambil. ‘Apa benar keputusan yang aku ambil ini?’ batinnya. ‘Apa ini yang aku inginkan dan harapkan?’ ‘Apa aku akan mencintai dia? Bukan hanya menjadikannya pelarian dari rasa sakit yang Dirga berikan?’ Andara menghela napas panjang. Menutup matanya sejenak dan membiarkan hati serta otaknya memilih jawaban yang menurutnya masih abu-abu itu. ‘Kalau memang ini adalah jalan yang Tuhan berikan, aku ikhlas menjalani semua ini,’ ujarnya dalam hati. “Dan kalau memang Tuhan menghendaki demikian, pasti jalan untuk bertemu akan semakin lebar,” gumamnya. “Tak ada halangan yang bisa mematahkan semuanya jika Tuhan sudah turun tangan.” Andara menghela napas

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-07
  • Duda Pilihan Mama   Pernikahan Andara

    Andara menatap sang kakak dengan tatapan penuh tanya. Apalagi setelah kakaknya itu tak melanjutkan kalimatnya hingga selesai. Menambah rasa penasaran dalam benak Andara. Namun, saat matanya melihat sosok yang sedang berjalan mendekat ke arah mereka. Tahu lah dia kenapa sang kakak menghentikan kata-katanya. “Pagi-pagi bukannya ngerjain kerjaan rumah malah ngerumpi,” sinis sosok wanita paruh baya yang baru saja tiba di rumah Andara. “Tahu diri dikit lah kalau tinggal di rumah mertua. Jangan seenak jidatnya aja,” lanjutnya dengan nada yang semakin tak enak didengar. Wanita berhijab yang sejak tadi duduk bersama dengan Andara hanya menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Dia lalu menatap wanita itu dan tersenyum. “Ini lagi,” lanjutnya. Matanya menatap Andara dengan sinis. “Bukannya belajar bagaimana jadi istri yang baik. Malah ikut-ikutan ngerumpi di sini.” “Dasar malas!” umpatnya. “Untung masih ada yang mau nikahin,” lanjut wanita itu. Andara mengerutkan keningnya. Dia la

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-20

บทล่าสุด

  • Duda Pilihan Mama   Kenyataan Pahit

    Andara tampak duduk termenung. Matanya basah dan sembab. Entah sudah berapa kali air matanya jatuh membasahi pipinya. Pikirannya kacau dan hatinya berdenyut nyeri. Kejadian beberapa jam yang lalu terus berputar di dalam otaknya. Seolah mengejek nasibnya. “Jadi, selama ini aku itu beban buat Papa dan Mama?” tanya Andara setelah mendengar sesuatu yang seharusnya tak ia dengar. “Jadi, selama ini kalian merawat ku supaya bisa menjadi tumbal untuk melunasi utang yang bahkan aku sendiri nggak tahu bentuknya seperti apa?” lanjutnya dengan suara bergetar. “Bukan begitu, Ra. Kami hanya …” Andara menepis tangan sang mama ketika perempuan itu hendak menyentuhnya. Matanya memerah dengan sorot tajam yang mengerikan. “Jadi ini alasan kalian nggak mengizinkan aku untuk berhubungan dengan orang lain?” cecar Andara. “Ini juga yang menjadi alasan kalian nggak merestui hubungan aku yang dulu?” pekik Andara.

  • Duda Pilihan Mama   Semakin Meruncing

    “Aku memang nggak pernah setuju sama perjodohan ini. Tapi, aku juga nggak mau menjadikan pernikahan ini sebagai permainan,” geram Galang. Andara melongo mendengar penuturan Galang yang terdengar tegas. “Lho siapa yang bilang kalau Mas Galang mempermainkan pernikahan ini?” sergah Andara. Andara sudah tak bisa lagi memendung emosinya ketika mendengar ucapan Galang. Walaupun suaranya masih terdengar lembut. “Memang nggak ada. Tapi, kamu …,” tunjuk Galang. “Kamu secara nggak langsung udah mulai mempermainkan pernikahan ini. Kamu udah mulai main belakang,” sahut Galang. “Maksud kamu apa sih? Kenapa nyasar nggak karuan gini ngomongnya,” kesal Andara. Galang mendengus kesal mendengar ucapan sang istri. Dia lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Sedangkan Andara masih menatap tajam ke arah lelaki yang berstatus suaminya itu. “Sekarang aku tanya,” ucap Andara akhirnya. “Kenapa tiba-tiba k

  • Duda Pilihan Mama   Salah Paham

    Suara deheman keras membuat Andara dan teman lelakinya menoleh. “Mas Galang!” serunya kaget. “Baru pulang kerja, Mas?” tanyanya. Galang tak bereaksi. Dia hanya diam sambil terus menatap ke arah istri dan teman lelakinya itu secara bergantian. “Em … Ra, aku pulang dulu ya. Udah malam soalnya!” pamit teman kuliah Andara itu. Andara mengangguk dan tersenyum manis. “Makasih ya, Wid. Hati-hati di jalan!” ujar Andara. Pemuda itu hanya tersenyum sembari mengangkat jempolnya tinggi-tinggi. Setelah itu motor melaju membelah malam yang dingin. Meninggalkan pelataran rumah Andara yang tiba-tiba terasa panas. Sepeninggal temannya, Andara masuk ke dalam rumah. Disusul kemudian oleh Galang yang berjalan di belakangnya. “Tasnya taruh aja di kamarku,” ucap Andara dengan nada sedikit dingin. “Itu kamarnya yang pintunya ada tulisan CR7.” Andara meneruskan ucapannya sembari menudingkan

  • Duda Pilihan Mama   Mama Sakit

    “Pernikahan ini tidak boleh dilanjutkan!” ulang gadis itu. Para tamu dan keluarga kedua mempelai tampak saling bertukar pandang. Mereka terkejut sekaligus resah mendengar penuturan gadis yang berbalut busana kebaya itu. “Maksudnya apa?” tanya salah seorang tamu yang hadir. “Harusnya dia nikahnya sama aku, bukan sama dia!” ucapnya dengan lantang. Andara yang mendengar itu lantas menoleh ke arah Galang. Lelaki itu tampak menggelengkan kepalanya. Memberi isyarat bahwa dirinya tidak mengenal gadis itu. “Lihat! Aku sudah mengenakan pakaian pengantin. Sudah berdandan dan …” Belum selesai kalimat gadis itu terucap, seorang lelaki dan perempuan paruh baya tampak tergopoh-gopoh berjalan ke arah tenda hajatan. “Nduk … Ayo pulang dulu.” Perempuan paruh baya itu menggamit lengan sang gadis dan sedikit menariknya untuk keluar dari tempat itu. “Iiihhh … apaan sih? Aku itu mau nikah, Bu. Tuh lihat tamunya udah pada datang. Calon suamiku juga udah nungguin

  • Duda Pilihan Mama   Pernikahan Andara

    Andara menatap sang kakak dengan tatapan penuh tanya. Apalagi setelah kakaknya itu tak melanjutkan kalimatnya hingga selesai. Menambah rasa penasaran dalam benak Andara. Namun, saat matanya melihat sosok yang sedang berjalan mendekat ke arah mereka. Tahu lah dia kenapa sang kakak menghentikan kata-katanya. “Pagi-pagi bukannya ngerjain kerjaan rumah malah ngerumpi,” sinis sosok wanita paruh baya yang baru saja tiba di rumah Andara. “Tahu diri dikit lah kalau tinggal di rumah mertua. Jangan seenak jidatnya aja,” lanjutnya dengan nada yang semakin tak enak didengar. Wanita berhijab yang sejak tadi duduk bersama dengan Andara hanya menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Dia lalu menatap wanita itu dan tersenyum. “Ini lagi,” lanjutnya. Matanya menatap Andara dengan sinis. “Bukannya belajar bagaimana jadi istri yang baik. Malah ikut-ikutan ngerumpi di sini.” “Dasar malas!” umpatnya. “Untung masih ada yang mau nikahin,” lanjut wanita itu. Andara mengerutkan keningnya. Dia la

  • Duda Pilihan Mama   Pertemuan Pertama

    Andara tampak duduk termenung di atas tempat tidurnya. Matanya menatap ke sudut ruangan bernuansa putih itu dengan pandangan kosong. Pikirannya melayang-layang tak tentu arah. Hatinya gamang dan kembali mempertanyakan keputusan yang baru saja ia ambil. ‘Apa benar keputusan yang aku ambil ini?’ batinnya. ‘Apa ini yang aku inginkan dan harapkan?’ ‘Apa aku akan mencintai dia? Bukan hanya menjadikannya pelarian dari rasa sakit yang Dirga berikan?’ Andara menghela napas panjang. Menutup matanya sejenak dan membiarkan hati serta otaknya memilih jawaban yang menurutnya masih abu-abu itu. ‘Kalau memang ini adalah jalan yang Tuhan berikan, aku ikhlas menjalani semua ini,’ ujarnya dalam hati. “Dan kalau memang Tuhan menghendaki demikian, pasti jalan untuk bertemu akan semakin lebar,” gumamnya. “Tak ada halangan yang bisa mematahkan semuanya jika Tuhan sudah turun tangan.” Andara menghela napas

  • Duda Pilihan Mama   Kecewa

    Andara menangis dalam dekapan Anessa—sahabatnya. Dia tak menyangka kisah cintanya dengan Dirga akan berakhir seperti ini. Dikhianati dan dicampakkan begitu saja seperti sampah yang tak berguna. “Udah, Ra,” ucap Anessa. “Jangan kamu tangisi lagi si Dirga! Dia nggak pantas kamu tangisi kayak gini.” Andara melepaskan pelukannya. Matanya yang memerah dan basah menatap ke arah sang sahabat. “Kamu beruntung tahu kebusukan Dirga sebelum semuanya terlambat. Sebelum hubungan kalian berjalan terlalu jauh dan …” “Bisa anterin aku pulang, Nes?” potong Andara. “Aku nggak mau ada orang yang lihat aku nangis kayak gini,” lanjut Andara. Anessa mengerutkan keningnya. Namun, sedetik kemudian dia mengangguk setuju. Gadis berambut panjang itu lantas mengambil ponsel pintarnya di dalam tas selempang miliknya. “Aku pesankan taksi dulu ya!” ujar Anessa. Andara mengangguk. “Aku nggak nyang

  • Duda Pilihan Mama   Perjodohan

    “APA?!” pekik Andara. “DIJODOHKAN?!” Kedua matanya membulat sempurna kala mendengar perkataan kedua orang tuanya. Bahkan saking kagetnya, Andara sampai berdiri dari tempat duduknya. “Aku nggak mau, Ma. Buat apa sih dijodoh-jodohkan kayak gitu?” kesal Andara. “Emangnya ini zamannya Siti Nurbaya apa? Pakai jodoh-jodohan segala!” sungut gadis berparas manis itu. Mama menghela napas panjang. Wanita yang masih tampak cantik di usianya yang menginjak 50 tahun itu tampak menatap sang anak dengan tatapan lembut. “Bukan dijodohkan, Ra. Kami cuma membantu kamu untuk menemukan pasangan yang terbaik untuk masa depan kamu.” Kali ini Papa yang menjawab. Mewakili sang istri yang terdiam di sampingnya. Andara melirik papanya dan berdecak kesal. “Apaan sih, Pa? Aku itu masih pengin kuliah. Masih pengin berkarir juga nantinya. Enggak mau ah kalau harus nikah muda. Apalagi pakai acara dijodoh-jodohkan kayak gini! E

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status