Pagi itu, matahari bersinar cerah ketika aku mengendarai motorku pulang dari pasar untuk membeli beberapa bahan tambahan untuk restoran. Namun, tidak jauh dari rumah, motor Scoopy-ku tiba-tiba mogok. Aku mencoba menghidupkannya beberapa kali, tetapi tidak berhasil. Dengan perasaan frustasi, aku memutuskan untuk mendorong motor ke pinggir jalan.
"Ah ini hari sialku ya?" Ucapku dengan nada kesal. Namun aku tetap mendorong motorku dengan sisa tenagaku yang hampir habis ini, bagaimana tidak mendorong motor di siang bolong dengan cuaca panas yang menyebalkan ini. Bahkan keringatku mulai bercucuran. Sepertinya matahari sekarang bertambah satu, panasnya luar biasa, ah aku tidak tahan. Saat sedang mendorong motor, aku mendengar suara mobil berhenti di belakangku. Seorang lelaki keluar dari mobil pick up. Aku menoleh dan melihat Matcha keluar dari mobilnya. "Vanilla, ada apa? Motornya mogok?" tanyanya dengan nada khawatir, ia menghampiriku dengan cepat. Aku tersenyum malu, "Iya, motor ini tiba-tiba mogok dan aku tidak tahu kenapa." Matcha mendekat dan memeriksa motor sejenak. "Kelihatannya kamu butuh bantuan," katanya sambil tersenyum. "Bagaimana kalau aku antar kamu ke rumah? Nanti biar aku yang urus motor ini. Aku akan suruh orang untuk membawa motormu ke bengkel." Aku ragu sejenak, tetapi akhirnya mengangguk. "Oke dej, terima kasih, Matcha. Maaf ya setiap aku ketemu kamu pasti selalu ngerepotin." Kami meninggalkan motor di pinggir jalan dan masuk ke mobilnya. Dalam perjalanan, aku merasa sedikit canggung karena formalitas yang biasa kami gunakan. "Matcha, aku merasa kita harus berbicara lebih santai deh. Gimana kalau kita mulai berbicara secara informal?" Matcha menatapku sejenak sebelum tersenyum lebar. "Boleh aja, Vanilla. Aku juga merasa lebih nyaman seperti itu, sih." Aku akan memakai sabuk pengaman, namun sangat sulit untuk ditarik. Matcha pun terkekeh, "Sini biar aku aja." Ucap Matcha, kemudian ia membantuku. Wajahnya berjarak sangat dekat denganku, bahkan hanya tersisa beberapa cm saja. Aku menatap mata hitam pekatnya, terdapat tahi lalat di bawah matanya yang membuat lelaki ini semakin menawan, kemudian beralih ke hidung mancung, dan bibir tebal seksi yang berwarna merah yang sedikit muda. Ia berdehem, kemudian menjauhkan tubuhnya saat sabuk pengamanku terpasang rapi. "Ah makasi, yah." Ucapku dengan kikuk. "Iya, sama-sama, Vanilla." Ucapnya. Kami melanjutkan perjalanan dengan suasana yang lebih santai. Setelah beberapa saat, Matcha mengajakku menuju tempat yang berbeda dari tujuanku semula. "Aku ingin menunjukkan tempat yang indah. Aku yakin kamu akan suka, kamu gak buru-buru pulang kan?" katanya. "Iya, enggak, mau kemana?" Tanyaku penasaran, sebenarnya aku memang belum sempat berkeliling pulau ini. "Mmmm, rahasia." Ucapnya dengan spontan mengusap kepalaku. Hal tersebut membuatku dan dia sama-sama kaget. "Ah, aku minta maaf tanganku ini suka bergerak sendiri." Ucapnya tak enak, dan menatapku berkali-kali. "Gapapa, santai aja." Ucapku terkekeh. Aku penasaran kita akan pergi kemana, tetapi memutuskan untuk mengikuti ajakannya saja tanpa ingin bertanya lagi. Kami akhirnya tiba di sebuah bukit yang menghadap ke laut. Pemandangannya sungguh luar biasa, dengan laut biru yang membentang sejauh mata memandang dan angin sepoi-sepoi yang menyejukkan. "Wow, tempat ini benar-benar indah," kataku, terpesona oleh keindahan alam di hadapanku, aku berjalan maju, namun tangan Matcha meraihku. "Hei, hati-hati ini tebing, jangan terlalu maju, nanti kamu jatuh." Ucapnya seraya menarikku lembut untuk berdiri sejajar dengannya. "Cantik banget ya." Ucap Matcha, aku mengangguk mengiyakan, aku menoleh kepadanya, ternyata ia sedang menatapku. Kami sama-sama terkejut dan diam untuk beberapa waktu. Matcha tersenyum, "Aku sering datang ke sini untuk bersantai dan menghilangkan stres. Aku pikir kamu akan menyukainya juga." Ia berusaha membuka topik obrolan baru, memecah keheningan diantara kami. Kami duduk di tepi bukit, menikmati pemandangan dan berbicara tentang banyak hal. Aku merasa nyaman berada di dekatnya, seolah beban di pundakku sedikit berkurang. "Matcha, terima kasih sudah mengajakku ke sini. Aku suka banget, suasana yang gak pernah aku lihat di Jakarta." kataku dengan tulus. "Aku senang kalo kamu juga senang, Vanilla. Kamu bekerja keras untuk restoranmu, jadi kamu juga perlu waktu untuk bersantai, kan? Kedepannya kalau kamu mau diajak jalan-jalan chat aku aja ya." jawabnya sambil menatapku dengan penuh perhatian. Aku merasa ada sesuatu yang berbeda dalam cara Matcha menatapku. Matanya memancarkan kehangatan dan ketulusan yang membuat hatiku berdebar. Kami terus berbicara sampai matahari mulai terbenam, menciptakan pemandangan yang semakin memukau. "Ayo, kita kembali sebelum terlalu gelap," katanya sambil berdiri. Aku mengangguk dan kami kembali ke mobil. Dalam perjalanan pulang, kami berbicara tentang banyak hal, termasuk impian dan harapan kami di masa depan. Aku merasa semakin dekat dengan Matcha, dan ada perasaan hangat yang tumbuh di hatiku. Setibanya di rumah, Matcha menatapku dengan senyum hangat. "Vanilla, jika kamu butuh bantuan lagi, jangan ragu untuk menghubungiku, oke?" Aku tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih, Matcha. Kamu benar-benar orang yang baik ya." Matcha tertawa kecil, "Sama-sama. Motor kamu cuma kehabisan bensin ternyata." Aku mengucapkan terima kasih sekali lagi sebelum masuk ke dalam rumah. Hari itu, aku merasa ada sesuatu yang berubah dalam hubunganku dengan Matcha. Mungkin ini adalah awal dari sesuatu yang lebih dalam dan berarti. Namun, hanya waktu yang akan menjawabnya. Aku merasa yakin tentang masa depan dan segala kemungkinan yang bisa terjadi akan berubah menjadi baik. Namun saat aku hendak masuk ke dalam rumah, Tiba-tiba saja Matcha menarikku. Ia menatap mataku, lalu menciumku saat itu juga. Aku membuka, namun tidak menolak ciuman itu, aku merasa jika aku menyukai ciuman ini. Ia mulai melumat bibirku, hembusan nafasnya terasa hangat di pipiku. Mulutnya sangat manis, aku bisa merasakannya, terselip gairah pada diriku saat Matcha menciumku lagi. Kami melepaskan ciuman saat aku dan dia kehabisan nafas. "Ah maaf, aku lancang sekali." Ucapnya yang terengah. Aku tersenyum, tidak tahu harus berkata apa. Semuanya terjadi begitu tiba-tiba, jantungku masih berdebar kencang sekarang, namun aku tidak bisa berbohong jika aku menyukainya. "Ah, aku tidak tau harus ngomong apa sama kamu." Ucapku kemudian masuk ke dalam rumah. Aku mengintip Matcha yang terlihat muram, ia pun melangkah pergi, meninggalkan rumahku. Aku dengan cepat masuk ke dalam kamar, sepertinya aku telah membuat kesalahan, apa aku terlalu mudah? Aku berciuman dengan orang yang bahkan belum sebulan aku kenal, dan kami sebelumnya tidak begitu dekat. Ah aku menjadi serba salah, bingung, dan tidak tahu harus berbuat apa, entah apa yang akan terjadi esok hari. "Ah masa bodo dengan hari esok, mending aku tidur sekarang." Ucapku seraya mengelus perut buncitku. *****Matcha'ss POV Aku merasa bersalah pada Vanilla setelah aku menciumnya begitu saja. Namun aku juga bingung kenapa gadis itu tidak menolak ciumanku itu. Aku kembali ke rumah dengan lesu. "Matcha!" Panggil Riko. Aku menoleh ke arah Riko, ternyata banyak temanku yang berada di depan rumahku. Rumahku memang bisa dijadikan tempat nongkrong. Aku menghampiri mereka dengan wajah layu. Mereka bertanya-tanya apa yang terjadi padaku. Tidak biasanya aku seperti ini, mereka menjadi penasaran. "Kamu kenapa, bro?" Tanya Alfian. "Aku abis nyium cewek." Ucapku dengan lesu. "Udah biasa, terus kenapa murung? Biasanya lo seneng-seneng aja." Ucap Gino dengan tatapan aneh. "Masalahnya cewek yang aku cium gak seharusnya aku cium, kamu ngerti gak?" Tanyaku dengan nada kesal. "Alah, aku jadi bingung sama kamu, biasanya kan kamu suka cium-cium cewek sembarangan." Ucap Riko menimpali. "Masalahnya ceweknya baru abis cerai sama suaminya, dan lagi bunting, dan masalahnya..." "Apa masalahnya
Vanilla's POV Pagi buta, aku sudah bangun untuk mempersiapkan restoranku. Meskipun matahari belum terbit, aku harus memastikan segala sesuatunya siap sebelum pelanggan mulai berdatangan. Setelah menyalakan lampu, aku membuka pintu restoran dan melangkah keluar untuk menyambut hari baru. Sebenarnya kepalaku masih terganggu oleh kejadian tadi malam, dimana Matcha tiba-tiba saja menciumku, aku terus bertanya-tanya. Saat aku baru saja mulai menyapu teras depan, aku melihat mobil pengantar seafood berhenti di depan restoran. Dengan langkah pelan, aku mendekati mobil tersebut dan terkejut melihat siapa yang turun dari mobil, ah ternyata itu adalah Matcha,. Biasanya, pengantaran seafood dilakukan oleh staf lainnya, bukan oleh Matcha sendiri. Aku merasa sedikit bingung melihatnya, apalagi setelah kejadian kemarin. Matcha terlihat lebih serius dari biasanya saat ia mulai mengeluarkan kotak-kotak berisi seafood segar dari mobil. Dengan gerakan cepat namun teratur, ia menata barang-barang di
Vanilla's POVKalau dibilang masih ada rasa, sepertinya iya. Ada sisa-sisa rasa yang tersimpan di lubuk hati terdalam. Wu Hao, adalah orang yang pernah aku cintai dengan begitu besar. Melihatnya tertawa dengan gadis lain membuatku bertanya-tanya, apa kurangnya aku dibandingkan dengan sekretarisnya itu? Aku menangis dalam diam, aku sadar sekarang berada di rumah Matcha. Aku bahkan memakai pakaian milik adik perempuannya yang sedang kuliah di Bandung, karena pakaianku basah terkena air. Derap langkah kaki terdengar, itu Matcha, ia membawakanku secangkir teh hangat. "Minum dulu, supaya badan kamu anget." Ucapnya. Aku mengangguk, kemudian mengucapkan terima kasih. Pikiran mengenai aku menaruh perhatian lebih pada Matcha bisa jadi karena parah Matcha dan mantan suamiku sangatlah mirip. Bukan karena perasaan benar-benar suka, lagipula aku baru mengenal lelaki itu satu bulan kurang, mustahil untuk menyukainya dalam waktu singkat. "Ayo aku anter ke restoran." Ucap Matcha, aku hanya mengan
Vanilla's POV Hari demi hari berlalu dengan beban yang semakin berat. Restoran seafood yang kubangun dengan penuh harapan dan kerja keras kini mengalami masa-masa sulit. Pelanggan yang biasanya ramai mulai berkurang, dan omset pun menurun drastis. Aku bisa merasakan setiap sudut restoran yang dulunya penuh tawa kini dipenuhi dengan keheningan yang mencekam. Padahal baru berjalan dua bulan, namun sudah sepi, sepertinya pelanggan sudah bosan dengan makanan yang ada di restoran kami. Meskipun masih ada beberapa pelanggan setia yang datang, pendapatan harian tidak cukup untuk menutupi biaya operasional. Gaji karyawan, bahan baku, sewa tempat—semuanya terasa seperti beban yang tak tertahankan. Aku mulai kehabisan cara untuk menarik lebih banyak pelanggan. Promosi, diskon, bahkan event kecil di restoran tidak banyak membantu. Suatu sore, setelah pelanggan terakhir pulang, aku duduk sendirian di salah satu meja di sudut restoran. Tumpukan buku rekening dan tagihan ada di depanku. Aku
Satu hari sebelumnyaMatcha's POVTok... Tok... Tok.. Ketukan pintu kamar terdengar, aku berjalan ke arah pintu, saat membuka pintu ternyata itu adalah Bi Tuti, seorang pembantu rumah tangga dipekerjakan di rumah kami. Aku menatapnya, kemudian Bi Tuti menyampaikan jika ibu dan ayah. "Itu, den, dipanggil nyonya sama tuan di bawah.""Oh, oke, Bi." Ucapku, dengan bergegas turun ke bawah. Rumahku sederhana walaupun memiliki dua lantai, tipikal rumah di pinggir pantai pada umumnya. Bi Tuti yang memiliki andil besar membersihkan rumahku. Aku menuruni anak tangga, ternyata di ruang tengah ada ayah dan ibu yang sedang mengobrol. Aku duduk di singel sofa, kemudian bertanya kepada mereka, "ada apa?" Tanyaku. "Umur kamu udah berapa tahun ini?" Tanya ibu, yang membuatku bingung, tumben sekali ibu bertanya soal usiaku yang bisa dikatakan tidak muda lagi ini. "26, Bu, kenapa sih?" Tanyaku, sedikit kesal, aku tak suka ditanya umur, karena memang mengingatkanku jika bukan lagi remaja. "Tuh udah
Keterampilan memasakku ini membuat diriku dikenal sebagai koki multitalenta, banyak Hotel Bintang lima yang mengajakku bekerjasama. Namun dulu aku memilih untuk bekerja di Hotel suamiku. Aku mencintai suamiku, berusaha untuk menjadi yang terbaik, namun ia tak pernah menganggap cintaku dengan serius. Bahkan ketika kita menikah, ia menikahiku karena keharusan katanya, namun pada awalnya aku bisa merasakan cintanya padaku. Entah bagaimana ia bisa berubah saat bulan kelima pernikahan kami, aku bingung, bahkan ketika mendapat kabar aku hamil, reaksinya pun sangat datar. Hingga aku menemukan fakta yang menyakitkan ia berselingkuh dengan sekretarisnya. Mereka bahkan sempat liburan beberapa kali pada saat aku terkulai lemas karena ngidam anaknya. Aku tidak habis pikir, kenapa ada lelaki yang sangat kejam, sekejam dirinya. Selingkuhannya biasa saja, hanya gadis Desa yang menyebalkan. Berbanding terbalik denganku, aku cantik, mandiri, bisa segalanya, walaupun orang tuaku sudah tiada. A
Salah satu impianku adalah memiliki restauran, aku tidak pernah menyangka jika impian kecilku ini bisa tercapai dalam keadaan menyedihkan seperti ini. Saat ini, aku akan berangkat ke rumah pemasok ikan terbesar, namanya adalah Rumah Seafood Bintang. Saat pergi ke sana aku memakai motor Scoopy yang baru aku beli sebagai alat transportasi. Kata bibi Ina, pembantu rumah tanggal, lokasi Rumah Seafood Bintang tak jauh dari sini. Aku mengendarai motor dengan pemandangan yang sangat bagus, bagaimana tidak? Pemandangan laut biru di sepanjang jalan membuatku sangat bahagia. Sepertinya aku akan betah tinggal di sini. Tak sadar aku pun sampai di Rumah Seafood Bintang. Aku memarkirkan motorku, kemudian berjalan memasuki Rumah Seafood Bintang yang cukup ramai. Aku pun menghampiri salah satu staff di sana. Kemudian staff itu mengatakan jika aku sudah ditunggu anak dari pemilik tempat ini di ruangan yang ada di lantai dua. Aku mengetuk ruangan, "Masuk aja." Ucap seseorang dari dalam. Aku men
Satu hari sebelumnyaMatcha's POVTok... Tok... Tok.. Ketukan pintu kamar terdengar, aku berjalan ke arah pintu, saat membuka pintu ternyata itu adalah Bi Tuti, seorang pembantu rumah tangga dipekerjakan di rumah kami. Aku menatapnya, kemudian Bi Tuti menyampaikan jika ibu dan ayah. "Itu, den, dipanggil nyonya sama tuan di bawah.""Oh, oke, Bi." Ucapku, dengan bergegas turun ke bawah. Rumahku sederhana walaupun memiliki dua lantai, tipikal rumah di pinggir pantai pada umumnya. Bi Tuti yang memiliki andil besar membersihkan rumahku. Aku menuruni anak tangga, ternyata di ruang tengah ada ayah dan ibu yang sedang mengobrol. Aku duduk di singel sofa, kemudian bertanya kepada mereka, "ada apa?" Tanyaku. "Umur kamu udah berapa tahun ini?" Tanya ibu, yang membuatku bingung, tumben sekali ibu bertanya soal usiaku yang bisa dikatakan tidak muda lagi ini. "26, Bu, kenapa sih?" Tanyaku, sedikit kesal, aku tak suka ditanya umur, karena memang mengingatkanku jika bukan lagi remaja. "Tuh udah
Vanilla's POV Hari demi hari berlalu dengan beban yang semakin berat. Restoran seafood yang kubangun dengan penuh harapan dan kerja keras kini mengalami masa-masa sulit. Pelanggan yang biasanya ramai mulai berkurang, dan omset pun menurun drastis. Aku bisa merasakan setiap sudut restoran yang dulunya penuh tawa kini dipenuhi dengan keheningan yang mencekam. Padahal baru berjalan dua bulan, namun sudah sepi, sepertinya pelanggan sudah bosan dengan makanan yang ada di restoran kami. Meskipun masih ada beberapa pelanggan setia yang datang, pendapatan harian tidak cukup untuk menutupi biaya operasional. Gaji karyawan, bahan baku, sewa tempat—semuanya terasa seperti beban yang tak tertahankan. Aku mulai kehabisan cara untuk menarik lebih banyak pelanggan. Promosi, diskon, bahkan event kecil di restoran tidak banyak membantu. Suatu sore, setelah pelanggan terakhir pulang, aku duduk sendirian di salah satu meja di sudut restoran. Tumpukan buku rekening dan tagihan ada di depanku. Aku
Vanilla's POVKalau dibilang masih ada rasa, sepertinya iya. Ada sisa-sisa rasa yang tersimpan di lubuk hati terdalam. Wu Hao, adalah orang yang pernah aku cintai dengan begitu besar. Melihatnya tertawa dengan gadis lain membuatku bertanya-tanya, apa kurangnya aku dibandingkan dengan sekretarisnya itu? Aku menangis dalam diam, aku sadar sekarang berada di rumah Matcha. Aku bahkan memakai pakaian milik adik perempuannya yang sedang kuliah di Bandung, karena pakaianku basah terkena air. Derap langkah kaki terdengar, itu Matcha, ia membawakanku secangkir teh hangat. "Minum dulu, supaya badan kamu anget." Ucapnya. Aku mengangguk, kemudian mengucapkan terima kasih. Pikiran mengenai aku menaruh perhatian lebih pada Matcha bisa jadi karena parah Matcha dan mantan suamiku sangatlah mirip. Bukan karena perasaan benar-benar suka, lagipula aku baru mengenal lelaki itu satu bulan kurang, mustahil untuk menyukainya dalam waktu singkat. "Ayo aku anter ke restoran." Ucap Matcha, aku hanya mengan
Vanilla's POV Pagi buta, aku sudah bangun untuk mempersiapkan restoranku. Meskipun matahari belum terbit, aku harus memastikan segala sesuatunya siap sebelum pelanggan mulai berdatangan. Setelah menyalakan lampu, aku membuka pintu restoran dan melangkah keluar untuk menyambut hari baru. Sebenarnya kepalaku masih terganggu oleh kejadian tadi malam, dimana Matcha tiba-tiba saja menciumku, aku terus bertanya-tanya. Saat aku baru saja mulai menyapu teras depan, aku melihat mobil pengantar seafood berhenti di depan restoran. Dengan langkah pelan, aku mendekati mobil tersebut dan terkejut melihat siapa yang turun dari mobil, ah ternyata itu adalah Matcha,. Biasanya, pengantaran seafood dilakukan oleh staf lainnya, bukan oleh Matcha sendiri. Aku merasa sedikit bingung melihatnya, apalagi setelah kejadian kemarin. Matcha terlihat lebih serius dari biasanya saat ia mulai mengeluarkan kotak-kotak berisi seafood segar dari mobil. Dengan gerakan cepat namun teratur, ia menata barang-barang di
Matcha'ss POV Aku merasa bersalah pada Vanilla setelah aku menciumnya begitu saja. Namun aku juga bingung kenapa gadis itu tidak menolak ciumanku itu. Aku kembali ke rumah dengan lesu. "Matcha!" Panggil Riko. Aku menoleh ke arah Riko, ternyata banyak temanku yang berada di depan rumahku. Rumahku memang bisa dijadikan tempat nongkrong. Aku menghampiri mereka dengan wajah layu. Mereka bertanya-tanya apa yang terjadi padaku. Tidak biasanya aku seperti ini, mereka menjadi penasaran. "Kamu kenapa, bro?" Tanya Alfian. "Aku abis nyium cewek." Ucapku dengan lesu. "Udah biasa, terus kenapa murung? Biasanya lo seneng-seneng aja." Ucap Gino dengan tatapan aneh. "Masalahnya cewek yang aku cium gak seharusnya aku cium, kamu ngerti gak?" Tanyaku dengan nada kesal. "Alah, aku jadi bingung sama kamu, biasanya kan kamu suka cium-cium cewek sembarangan." Ucap Riko menimpali. "Masalahnya ceweknya baru abis cerai sama suaminya, dan lagi bunting, dan masalahnya..." "Apa masalahnya
Pagi itu, matahari bersinar cerah ketika aku mengendarai motorku pulang dari pasar untuk membeli beberapa bahan tambahan untuk restoran. Namun, tidak jauh dari rumah, motor Scoopy-ku tiba-tiba mogok. Aku mencoba menghidupkannya beberapa kali, tetapi tidak berhasil. Dengan perasaan frustasi, aku memutuskan untuk mendorong motor ke pinggir jalan. "Ah ini hari sialku ya?" Ucapku dengan nada kesal. Namun aku tetap mendorong motorku dengan sisa tenagaku yang hampir habis ini, bagaimana tidak mendorong motor di siang bolong dengan cuaca panas yang menyebalkan ini. Bahkan keringatku mulai bercucuran. Sepertinya matahari sekarang bertambah satu, panasnya luar biasa, ah aku tidak tahan. Saat sedang mendorong motor, aku mendengar suara mobil berhenti di belakangku. Seorang lelaki keluar dari mobil pick up. Aku menoleh dan melihat Matcha keluar dari mobilnya. "Vanilla, ada apa? Motornya mogok?" tanyanya dengan nada khawatir, ia menghampiriku dengan cepat. Aku tersenyum malu, "Iya, motor i
Salah satu impianku adalah memiliki restauran, aku tidak pernah menyangka jika impian kecilku ini bisa tercapai dalam keadaan menyedihkan seperti ini. Saat ini, aku akan berangkat ke rumah pemasok ikan terbesar, namanya adalah Rumah Seafood Bintang. Saat pergi ke sana aku memakai motor Scoopy yang baru aku beli sebagai alat transportasi. Kata bibi Ina, pembantu rumah tanggal, lokasi Rumah Seafood Bintang tak jauh dari sini. Aku mengendarai motor dengan pemandangan yang sangat bagus, bagaimana tidak? Pemandangan laut biru di sepanjang jalan membuatku sangat bahagia. Sepertinya aku akan betah tinggal di sini. Tak sadar aku pun sampai di Rumah Seafood Bintang. Aku memarkirkan motorku, kemudian berjalan memasuki Rumah Seafood Bintang yang cukup ramai. Aku pun menghampiri salah satu staff di sana. Kemudian staff itu mengatakan jika aku sudah ditunggu anak dari pemilik tempat ini di ruangan yang ada di lantai dua. Aku mengetuk ruangan, "Masuk aja." Ucap seseorang dari dalam. Aku men
Keterampilan memasakku ini membuat diriku dikenal sebagai koki multitalenta, banyak Hotel Bintang lima yang mengajakku bekerjasama. Namun dulu aku memilih untuk bekerja di Hotel suamiku. Aku mencintai suamiku, berusaha untuk menjadi yang terbaik, namun ia tak pernah menganggap cintaku dengan serius. Bahkan ketika kita menikah, ia menikahiku karena keharusan katanya, namun pada awalnya aku bisa merasakan cintanya padaku. Entah bagaimana ia bisa berubah saat bulan kelima pernikahan kami, aku bingung, bahkan ketika mendapat kabar aku hamil, reaksinya pun sangat datar. Hingga aku menemukan fakta yang menyakitkan ia berselingkuh dengan sekretarisnya. Mereka bahkan sempat liburan beberapa kali pada saat aku terkulai lemas karena ngidam anaknya. Aku tidak habis pikir, kenapa ada lelaki yang sangat kejam, sekejam dirinya. Selingkuhannya biasa saja, hanya gadis Desa yang menyebalkan. Berbanding terbalik denganku, aku cantik, mandiri, bisa segalanya, walaupun orang tuaku sudah tiada. A