Share

Bab 2: Matcha Super Baik

Pagi itu, matahari bersinar cerah ketika aku mengendarai motorku pulang dari pasar untuk membeli beberapa bahan tambahan untuk restoran. Namun, tidak jauh dari rumah, motor Scoopy-ku tiba-tiba mogok. Aku mencoba menghidupkannya beberapa kali, tetapi tidak berhasil. Dengan perasaan frustasi, aku memutuskan untuk mendorong motor ke pinggir jalan.

"Ah ini hari sialku ya?" Ucapku dengan nada kesal.

Namun aku tetap mendorong motorku dengan sisa tenagaku yang hampir habis ini, bagaimana tidak mendorong motor di siang bolong dengan cuaca panas yang menyebalkan ini. Bahkan keringatku mulai bercucuran. Sepertinya matahari sekarang bertambah satu, panasnya luar biasa, ah aku tidak tahan.

Saat sedang mendorong motor, aku mendengar suara mobil berhenti di belakangku. Seorang lelaki keluar dari mobil pick up. Aku menoleh dan melihat Matcha keluar dari mobilnya. "Vanilla, ada apa? Motornya mogok?" tanyanya dengan nada khawatir, ia menghampiriku dengan cepat.

Aku tersenyum malu, "Iya, motor ini tiba-tiba mogok dan aku tidak tahu kenapa."

Matcha mendekat dan memeriksa motor sejenak. "Kelihatannya kamu butuh bantuan," katanya sambil tersenyum. "Bagaimana kalau aku antar kamu ke rumah? Nanti biar aku yang urus motor ini. Aku akan suruh orang untuk membawa motormu ke bengkel."

Aku ragu sejenak, tetapi akhirnya mengangguk. "Oke dej, terima kasih, Matcha. Maaf ya setiap aku ketemu kamu pasti selalu ngerepotin."

Kami meninggalkan motor di pinggir jalan dan masuk ke mobilnya. Dalam perjalanan, aku merasa sedikit canggung karena formalitas yang biasa kami gunakan. "Matcha, aku merasa kita harus berbicara lebih santai deh. Gimana kalau kita mulai berbicara secara informal?"

Matcha menatapku sejenak sebelum tersenyum lebar. "Boleh aja, Vanilla. Aku juga merasa lebih nyaman seperti itu, sih."

Aku akan memakai sabuk pengaman, namun sangat sulit untuk ditarik. Matcha pun terkekeh, "Sini biar aku aja." Ucap Matcha, kemudian ia membantuku.

Wajahnya berjarak sangat dekat denganku, bahkan hanya tersisa beberapa cm saja. Aku menatap mata hitam pekatnya, terdapat tahi lalat di bawah matanya yang membuat lelaki ini semakin menawan, kemudian beralih ke hidung mancung, dan bibir tebal seksi yang berwarna merah yang sedikit muda. Ia berdehem, kemudian menjauhkan tubuhnya saat sabuk pengamanku terpasang rapi.

"Ah makasi, yah." Ucapku dengan kikuk.

"Iya, sama-sama, Vanilla." Ucapnya.

Kami melanjutkan perjalanan dengan suasana yang lebih santai. Setelah beberapa saat, Matcha mengajakku menuju tempat yang berbeda dari tujuanku semula. "Aku ingin menunjukkan tempat yang indah. Aku yakin kamu akan suka, kamu gak buru-buru pulang kan?" katanya.

"Iya, enggak, mau kemana?" Tanyaku penasaran, sebenarnya aku memang belum sempat berkeliling pulau ini.

"Mmmm, rahasia." Ucapnya dengan spontan mengusap kepalaku. Hal tersebut membuatku dan dia sama-sama kaget.

"Ah, aku minta maaf tanganku ini suka bergerak sendiri." Ucapnya tak enak, dan menatapku berkali-kali.

"Gapapa, santai aja." Ucapku terkekeh.

Aku penasaran kita akan pergi kemana, tetapi memutuskan untuk mengikuti ajakannya saja tanpa ingin bertanya lagi. Kami akhirnya tiba di sebuah bukit yang menghadap ke laut. Pemandangannya sungguh luar biasa, dengan laut biru yang membentang sejauh mata memandang dan angin sepoi-sepoi yang menyejukkan.

"Wow, tempat ini benar-benar indah," kataku, terpesona oleh keindahan alam di hadapanku, aku berjalan maju, namun tangan Matcha meraihku.

"Hei, hati-hati ini tebing, jangan terlalu maju, nanti kamu jatuh." Ucapnya seraya menarikku lembut untuk berdiri sejajar dengannya.

"Cantik banget ya." Ucap Matcha, aku mengangguk mengiyakan, aku menoleh kepadanya, ternyata ia sedang menatapku. Kami sama-sama terkejut dan diam untuk beberapa waktu.

Matcha tersenyum, "Aku sering datang ke sini untuk bersantai dan menghilangkan stres. Aku pikir kamu akan menyukainya juga." Ia berusaha membuka topik obrolan baru, memecah keheningan diantara kami.

Kami duduk di tepi bukit, menikmati pemandangan dan berbicara tentang banyak hal. Aku merasa nyaman berada di dekatnya, seolah beban di pundakku sedikit berkurang.

"Matcha, terima kasih sudah mengajakku ke sini. Aku suka banget, suasana yang gak pernah aku lihat di Jakarta." kataku dengan tulus.

"Aku senang kalo kamu juga senang, Vanilla. Kamu bekerja keras untuk restoranmu, jadi kamu juga perlu waktu untuk bersantai, kan? Kedepannya kalau kamu mau diajak jalan-jalan chat aku aja ya." jawabnya sambil menatapku dengan penuh perhatian.

Aku merasa ada sesuatu yang berbeda dalam cara Matcha menatapku. Matanya memancarkan kehangatan dan ketulusan yang membuat hatiku berdebar. Kami terus berbicara sampai matahari mulai terbenam, menciptakan pemandangan yang semakin memukau.

"Ayo, kita kembali sebelum terlalu gelap," katanya sambil berdiri.

Aku mengangguk dan kami kembali ke mobil. Dalam perjalanan pulang, kami berbicara tentang banyak hal, termasuk impian dan harapan kami di masa depan. Aku merasa semakin dekat dengan Matcha, dan ada perasaan hangat yang tumbuh di hatiku.

Setibanya di rumah, Matcha menatapku dengan senyum hangat. "Vanilla, jika kamu butuh bantuan lagi, jangan ragu untuk menghubungiku, oke?"

Aku tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih, Matcha. Kamu benar-benar orang yang baik ya."

Matcha tertawa kecil, "Sama-sama. Motor kamu cuma kehabisan bensin ternyata."

Aku mengucapkan terima kasih sekali lagi sebelum masuk ke dalam rumah. Hari itu, aku merasa ada sesuatu yang berubah dalam hubunganku dengan Matcha. Mungkin ini adalah awal dari sesuatu yang lebih dalam dan berarti. Namun, hanya waktu yang akan menjawabnya. Aku merasa yakin tentang masa depan dan segala kemungkinan yang bisa terjadi akan berubah menjadi baik.

Namun saat aku hendak masuk ke dalam rumah, Tiba-tiba saja Matcha menarikku. Ia menatap mataku, lalu menciumku saat itu juga. Aku membuka, namun tidak menolak ciuman itu, aku merasa jika aku menyukai ciuman ini.

Ia mulai melumat bibirku, hembusan nafasnya terasa hangat di pipiku. Mulutnya sangat manis, aku bisa merasakannya, terselip gairah pada diriku saat Matcha menciumku lagi. Kami melepaskan ciuman saat aku dan dia kehabisan nafas.

"Ah maaf, aku lancang sekali." Ucapnya yang terengah.

Aku tersenyum, tidak tahu harus berkata apa. Semuanya terjadi begitu tiba-tiba, jantungku masih berdebar kencang sekarang, namun aku tidak bisa berbohong jika aku menyukainya.

"Ah, aku tidak tau harus ngomong apa sama kamu." Ucapku kemudian masuk ke dalam rumah.

Aku mengintip Matcha yang terlihat muram, ia pun melangkah pergi, meninggalkan rumahku. Aku dengan cepat masuk ke dalam kamar, sepertinya aku telah membuat kesalahan, apa aku terlalu mudah? Aku berciuman dengan orang yang bahkan belum sebulan aku kenal, dan kami sebelumnya tidak begitu dekat. Ah aku menjadi serba salah, bingung, dan tidak tahu harus berbuat apa, entah apa yang akan terjadi esok hari.

"Ah masa bodo dengan hari esok, mending aku tidur sekarang." Ucapku seraya mengelus perut buncitku.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status