Beranda / Fiksi Remaja / Dua Pilar Cinta / 74. Dua Pilar Cinta

Share

74. Dua Pilar Cinta

Penulis: Ramdani Abdul
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-25 00:44:00

“Masuk ke dalam mobil sekarang!” perintah orang di belakang Raihan.

Raihan segera mengangkat kedua tangan, sesekali melirik ke samping untuk melihat keadaan Rahmadi. Namun, ia tidak bisa melihat apa pun. Pemuda itu digiring menuju mobil, didorong hingga terjerembap di bawah kursi. Benar-benar sial! Posisi dan keadaannya saat ini tak menguntungkan.

Mobil melaju ke arah sebaliknya. Raihan terngkurap di atas mobil. Matanya ditutup dengan sebuah kain. Punggungnya diinjak oleh seseorang, di mana dinginnya moncong pistol masih terasa di kepala. Seingatnya, ada dua orang pria yang membawanya ke kendaraan. Jika satu orang tengah menginjaknya, maka sisanya pasti bertindak sebagai sopir.

“Tuan Ramon minta kita bawa bocah ini,” ujar salah satu pria di mobil.

“Siap,” balas yang lain.

“Ramon,” gumam Raihan dengan gigi bergemelatuk. Pria itu benar-benar tak habis-habisnya membuat masalah.

Raihan hanya punya

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dua Pilar Cinta   75. Dua Pilar Cinta

    Beberapa menit yang laluRania tiba-tiba berdiri ketika sebuah mobil menepi di depan halaman rumah sakit jiwa. Dua orang pria berseragam hitam turun dari kendaraan, kemudian mendekat ke arahnya.“Nona Rania, silakan ikut kami,” ujar salah satu pria itu.Rania masih tercenung di tempat, menggenggam erat pegangan koper. Ia memang agak familier dengan mobil yang terparkir tak jauh darinya. Hanya saja, ia kesulitan bila diminta mengingat dua pria itu.“Kalian siapa?” tanya Rania.“Kami pengawal yang diperintahkan Tuan Ratnawan untuk mengawal Nona Rania,” terang pria tadi.“Tapi, Papa masih di penjara saat ini. Jadi gimana mungkin Papa—”“Kamu bisa ikut mereka, Rania,” sela Risa yang berjalan bersama kursi roda dari arah pintu keluar. “Perlu kamu tahu kalau Papa sebentar lagi bebas. Saudara Papa yang bantu Papa untuk bebas.”&ldqu

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-27
  • Dua Pilar Cinta   76. Dua Pilar Cinta

    Setelah melihat kerumunan orang dari atas gedung, Raihan kembali ke bawah dengan cara mengendap-endap. Sialnya, saat ia baru turun, aksinya dipergoki seseorang. Raihan langsung memunggungi pria itu.“Mau ke mana lu?” tanya pria yang memergoki Raihan, “cepat pake ini topeng. Bentar lagi kita berangkat.”Raihan segera mengambil topeng itu, memakainya dengan terburu-buru, lantas mengikuti tiga pria di depannya. Pemuda itu lalu naik ke truk yang sudah disesaki orang-orang. Dari tempatnya saat ini, Raihan berusaha mengintip melalui celah yang terbuka. Nyatanya, banyak kendaraan dan juga orang-orang yang sepertinya akan berangkat ke suatu tempat.Mobil mulai meninggalkan halaman. Lambat laun bangunan megah itu kian mengecil, lantas menghilang begitu kendaraan berbelok ke samping. Raihan sama sekali tak bersuara selama perjalanan. Ia berusaha memusatkan pendengaran untuk mengumpulkan informasi. Kesabarannya membuahkan hasil. Ia dan orang-o

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-27
  • Dua Pilar Cinta   77. Dua Pilar Cinta

    Romi segera berlari ke arah jendela begitu ledakan terdengar. Suaranya saling bersahutan pertanda perang sudah dimulai. Seperti yang diprediksi sebelumnya, pasukan Ratnawan menyerang melalui hutan. Asap hitam mulai mengepul di langit, bergerak ke berbagai arah karena disapu angin. Tak lama setelahnya, alarm keamanan berbunyi. Suara nyaringnya membuat pasukan yang berada di kediaman ini langsung siaga.Sebuah dentuman keras dari arah hutan tiba-tiba terdengar. Getarannya terasa hingga kaca di ruangan ini bergoyang. Kepulan asap hitam kembali membumbung tinggi. Para pasukan yang berjaga di halaman segera bergerak ke arah gerbang. Hanya masalah waktu musuh akan merangsek ke kediaman.“Sialan! Kenapa gue mlah kejebak di sini?” Romi mengusap wajah, menarik rambut ke belakang. Ia menoleh ke arah pintu ketika mendengar suara langkah kaki.“Kita diminta jaga di luar,” ujar salah seorang pria dari balik pintu.Romi mengambus napas panjang,

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-27
  • Dua Pilar Cinta   78. Dua Pilar Cinta

    Rania mengerjap beberapa kali. Kepalanya terasa pening bak dipukul palu godam. Saat akan bangkit dari kasur, ia harus berpegangan pada sisi ranjang dan sudut meja. Matanya lantas menyisir kamar, menyelidik. Dekorasi ruangan ini amat berbeda dengan tempat terakhir kali ia dikunci papanya.Rania bergerak ke arah jendela sembari memijat kepala. Halaman sudah dipenuhi oleh orang-orang yang berlalu-lalang, menenteng senjata. “Ini di mana?” tanyanya dengan raut bingung.Rania kembali duduk di bibir kasur, berkonsentrasi untuk mengembalikan ingatan. Seingatnya, setelah papanya menguncinya di kamar, ia terus berteriak, memukul-mukul pintu. Namun, tak ada tanggapan hingga beberapa menit berlalu. Saat mengintip melalui jendela, puluhan mobil keluar dari pintu gerbang. Jelas saja ia bingung karena ketika dirinya memasuki bangunan ini, ia tidak melihat kerumunan mobil tersebut.Di tengah kebingungannya saat itu, pintu tiba-tiba saja terbuka dari luar. Rania seke

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-27
  • Dua Pilar Cinta   79. Dua Pilar Cinta

    Raihan menutup salat dengan ucapan salam di atas batu pipih. Tangannya sontak menengadah, di mana hati yang fokus mengharap kebaikan untuk semua orang terkasih. Setelahnya, lelaki itu kembali berjalan melalui pinggiran sungai dengan tidak mengurangi kewaspadaan.Setengah jam berjalan, Raihan mendadak berhenti begitu melihat pagar tinggi menjulang. Melihat gagah dan tingginya pagar tesebut, serta-merta membuatnya berdecak kagum. Ia bagai menemukan berlian dalam lumpur kotor. Akan tetapi, waktu seakan tak memberinya banyak pilihan padanya untuk tetap mengagumi bangunan tersebut. Pada kenyataannya suara dentuman kembali terdengar. Sepertinya pasukan Ratnawan berusaha memasuki kawasan lawan lebih dalam.Raihan mengembus napas panjang, lantas berlari dengan sebisa mungkin tak menimbulkan suara dan keributan. Ketika melihat helikopter terbang di atas, ia segera bersembunyi dalam rimbunnya pepohonan.Setelah dirasa aman, Raihan kembali meneruskan perjalan. Akan t

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-27
  • Dua Pilar Cinta   80. Dua Pilar Cinta

    Kepulan asap berkali-kali terlihat dari kawasan hutan. Kawanan burung meliuk-meliuk di udara untuk mencari tempat aman. Suara ledakan, juga keributan sudah terdengar sejak beberapa jam lalu. Saat Rania mengintip dari balik tirai, musuh tampak bersiaga penuh, menenteng senjata di kanan-kiri. Sebagian berlari ke arah gerbang, sedang sisanya bertahan sembari meletuskan timah panas ke pasukan yang terus merangsek maju ke depan.Rania duduk gemetar di atas kasur. Meski bukan pertama kalinya ia menghadapi situasi seperti ini, tetapi kali ini kekhawatiran berlipat ganda. Ada jiwa lain yang harus ia lindungi selain dirinya. Rania yakin jika kekacauan akan merembet hingga ke ruangan ini. Cepat atau lambat, diduga atau tidak.“Raihan,” gumam Rania sembari mengelus perutnya beberapa kali. Matanya bergerak gelisah. Tubuhnya refleks mengambil benda apa pun yang bisa ia jadikan senjata kala gagang pintu itu tiba-tiba berputar. Ia berdiri siaga sembari memegang pas bunga

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-27
  • Dua Pilar Cinta   81. Dua Pilar Cinta

    “Coba lu paksa gue bicara,” tantang Ramon.Sedetik setelah kalimat itu menguap dari bibir, dua anak manusia itu berlari dalam satu garis lurus, berhadap-hadapan. Di tengah angin berembus, di saat dua pasukan saling beradu, di waktu jingga sudah tumpah di luasnya cakrawala, di kala suara burung dan serangga malam mulai bersahutan, keduanya saling berbalas pukulan dan tendangan.Debu menjadi saksi bagaimana dua pasang kaki itu bergerak lincah. Kedua pasang mata tak sekalipun surut dari pergerakan rival. Baik Ramon dan Raihan, keduanya melakukan ritme yang sama, menyerang lalu bertahan, mendominasi lalu cepat membalikkan keadaan. Kala wajah terkena hantaman, lawan harus mendapat balasan setimpal. Bak lenguhan kerbau, embusan napas mereka saling bersahutan. Tak hanya sudut bibir dan hidung yang berdenyut ripuh, sudut mata keduanya tak jauh berbeda rasa. Lelehan keringat yang menetes menjadi bumbu penambah luka.“B*ngsat!” maki keduanya ketika

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-27
  • Dua Pilar Cinta   82. Dua Pilar Cinta

    “Bagus, Sya!” teriak Ramon.Mata Raihan melebar begitu tahu siapa pelaku penyergapan barusan. Lelaki yang mengunci pergerakannya saat ini tak lain adalah Romi. Tubuhnya ditekan kuat-kuat ke alas rooftop.“Apa yang sebenarnya terjadi sama lu, Rom?” tanya Raihan dengan geram.Raihan mendadak mendongak saat Romi menarik rambutnya ke atas. Ia melihat sebuah helikopter terbang di atas rooftop. Selain deru angin dari baling-baling pesawat, embusan napas Romi juga terasa di sekitar tengkuknya. Bibir lelaki itu bergerak-gerak, mengucap sesuatu.Raihan membalikkan keadaan, membanting Romi ke samping. Ia lantas berlari ke arah mertuanya yang terduduk menahan luka. Namun sayang, orang di dalam helikopter meloncat dan langsung membekuk Ratnawan. Di tengah kegamangan, Raihan melihat bibir Romi kembali bergerak, mengucapkan kata-kata yang sama saat ia mendengar sahabatnya itu berbisik padanya.“Pergi!” pinta

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-27

Bab terbaru

  • Dua Pilar Cinta   99. Dua Pilar Cinta

    7 Tahun Kemudian Sebuah motor tampak memasuki gerbang sebuah rumah megah. Saat si pengendara melepas helm, dua buah mobil ikut menepi tak jauh dari kendaraan beroda doa itu terparkir. Pria bermanik cokelat itu menghela napas sebelum berjalan menuju rumah. Serempak, para pengawal menunduk, memberi hormat. Melihat tingkah para bawahannya, pria itu hanya bisa menggaruk rambutnya yang sama sekali tak gatal. “Papa!” Kepulangan pria itu disambut oleh dua anak kecil berusia enam tahun yang berlari ke arahnya. Si anak laki-laki membawa pedang mainan di tangan kanan, berbaju biru dengan topi warna senada yang sengaja dibalik ke belakang, sedang yang satunya anak perempuan berbaju merah muda dengan bando kelinci yang tengah mengacungkan wajan penggorengan mainan di tangan kiri. Pria berjaket lusuh yang bernama Raihan Amirul Jihad atau yang sekarang dikenal dengan panggilan Rasya Sebastian itu, dengan segera mengangkat kedua anakn

  • Dua Pilar Cinta   98. Dua Pilar Cinta

    Seluruh santri berhamburan keluar ruangan saat mendengar suara rebana yang ditabuh keras-keras. Pelakunya tak lain adalah seorang gadis yang memakai rok selutut dengan wajah yang sengaja ditutup topeng. Sore di pesantren tak pernah segaduh ini sebelumnya.Si pelaku tanpa beban menabuh rebana sambil diiringi nyanyiannya yang sumbang. Tak ada santri yang berani melarang, semua hanya mampu berbisik, memandang aneh si pelaku karena seorang pria kekar berseragam hitam berada di samping gadis tadi. Hampir semua santri diam di tempat, kecuali seorang santri laki-laki yang kini memblokade jalan si pelaku.Koridor pesantren menjadi ramai oleh para santri yang berkumpul. Para akhwat di sebelah kanan dan ikhwan di sebelah kiri. Kumpulan remaja itu bak disuguhi hiburan dadakan."Jangan buat onar di pesantren!" ucap santri laki-laki itu tegas sembari memblokade jalan."Gue gak buat onar," elak gadis bertopeng itu sambil memukul rebananya lagi. "Gue cuma ngasih hiburan

  • Dua Pilar Cinta   97. Dua Pilar Cinta

    Di tengah aksi senjata yang kian mendorong dahi Ratnawan, dan juga jari Raihan yang siap menembakkan peluru, Rania tiba-tiba saja berlari ke arah kerumunan. Gadis itu terkejut saat melihat sang papa justru akan dibunuh oleh pemuda yang ia cintai.“Jangan! Jangan!” pekik Rania sembari mendekat. “Jangan sakitin Papa! Aku mohon.”Di belakang Rania, Romi tengah berlari dengan kondisi cukup mengenaskan. Kepalanya dialiri darah karena tak sengaja menabrak batu ketika turun dari mobil. Hal itulah yang menjadi penghambat baginya untuk segera bergabung dengan pertempuran. Di sisi lain, tangan kanannya yang patah kian menyulitkannya bergerak.“Rania,” gumam Raihan ketika melihat gadis itu mendekat ke arahnya. Ragu seketika bersarang di hati. Ia ingin menghancurkan Ratnawan, tetapi di sisi lain tak ingin menyakiti Rania. Hal itu menyebabkan kewaspadaan Raihan mengendur hingga tanpa disadarinya, Rendi sudah menembakkan peluru ke arahnya.

  • Dua Pilar Cinta   96. Dua Pilar Cinta

    Tak terkira bagaimana cemasnya Rania saat ini. Sepanjang perjalanan, jemarinya terus mengetuk-ngetuk kaca mobil, sedang kaki tak henti mengentak pelan alas mobil. Gadis itu mengeratkan pegangan begitu kendaraan dipaksa melaju lebih cepat. Mobil meliuk laksana ular mengejar mangsa. Si kuda besi kemudian berbelok ke kanan, menerobos rimbunnya pepohonan. Angin sepoi-sepoi yang berembus rupanya tak mampu menurunkan khawatir yang mendera Rania.Waktu serasa melambat, dan di saat bersamaan ketakutan Rania kian bertambah seiring. Berkali-kali gadis itu mencondongkan tubuh ke depan, berharap sang pujaan hadir dalam pandangan.“Setelah sampai, kamu tetap di mobil,” ujar Rahmadi.“Kenapa?” Nada suara Rania terdengar tak suka.“Jangan cerewet!” Rahmadi setengah membentak. “Cukup papa kamu yang bikin masalah! Kamu pikir semua kejadian ini ulah siapa, hah?”Rania menunduk, meremas ujung baju kuat-kuat. Panda

  • Dua Pilar Cinta   95. Dua Pilar Cinta

    Rania mulai membuka mata ketika sinar mentari mencumbu kesadaran. Kepalanya sedikit pening saat turun dari kasur. Ia dengan cepat memindai sekeliling. Jaket yang tersampir di depan pintu nyatanya sudah hilang. Ia juga melihat pintu dalam keadaan setengah terbuka. Apa mungkin Raihan pergi? Ke mana?Tanya membawa langkah Rania mengelilingi pesantren. Ia bertanya pada setiap orang yang ditemui. Ketakutan mulai perlahan hinggap di hati. Spekulasi kembali membebani diri. Apa mungkin Raihan memutuskan pergi?Usaha Rania nyatanya membuahkan hasil. Senyumnya mengembang sempurna begitu melihat sosok yang dicarinya berjalan ke arah gerbang. Ia melangkah lebih cepat. Sayang, lelaki itu nyatanya lebih dahulu menghilang bersama mobil yang melaju meninggalkan pesantren. Teriakannya hanya dibalas sapuan angin.“Mana Raihan?” tanya Rahmadi dengan nada gelisah. Pria paruh baya itu mendekati Rania ketika merasa gelegat tak beres.Rania menoleh.“Ma

  • Dua Pilar Cinta   94. Dua Pilar Cinta

    Lara masih menguasai perasaan, dan kehilangan masih mengangkangi keadaan. Raihan tengah berdiri mengamati gerbang pesantren. Tatapannya begitu dalam, menyiratkan begitu banyak penyesalan. Pemuda itu masih mengingat saat Rojak menyeretnya masuk ke pesantren ini. Ia berontak, tetapi keinginan bapaknya tak dapat ditolak.Raihan mengembus napas panjang. Kenangan dengan sang bapak silih berganti berdatangan. Pemuda itu mengamati potret dirinya dengan Rojak di layar ponsel. Keduanya tampak kaku di gambar itu. Butuh sedikit paksaan agar sang bapak mau berfoto berdua dengannya.Raihan kembali memasukkan ponsel ke saku celana, lantas mengelus liontin hitam di leher. Pemuda itu baru menyadari jika tertulis sebuah nama di dalam benda itu yang menyatakan identitas sang pemilik, Rasya Sebastian.“Tuan ... Rasya,” panggil seorang pria sembari mendekat ke arah Raihan. Ia melepas kaca mata, lantas membungkuk untuk memberi hormat. Sosok itu datang bersama dua b

  • Dua Pilar Cinta   93. Dua Pilar Cinta

    Rania masuk ke kamar setelah pulang dari pemakaman. Gadis itu duduk di bibir kasur sembari menatap jalan setapak yang ia lalui saat mengantar jenazah mertuanya tadi. Sesekali angin menerobos masuk, menggoyangkan tirai kamar. Rania menyentuh dada yang terasa sempit. Ada bagian dalam dirinya yang tengah bertarung sengit. Antara harap dan menyerah, antara benci dan cinta, antara bertahan dan meninggalkan.Rania mencoba mengerti bagaimana perasaan Raihan setelah mendengar semua kebenaran yang Kiai katakan. Sungguh hal yang tak pernah ia duga bahwa papanya mampu melakukan tindakan yang teramat keji. Sejujurnya, Rania merasa amat takut akan kehilangan, tak siap akan ditinggalkan, kecewa saat Raihan menepis tangannya, terluka saat pemuda itu tak memedulikan kepergiannya.Rania memeluk dirinya sendiri, menangis dalam diamnya. Tuhan, ia ingin kembali bahagia seperti sedia kala. Tak masalah hidup sederhana, tak peduli hidup tak berselimut harta. Ia hanya tak ingin dirundung lara

  • Dua Pilar Cinta   92. Dua Pilar Cinta

    Mobil yang Raihan dan Rania tumpangi menepi di halaman pesantren saat malam hampir berada di puncak. Dari lobi pesantren, Kiai dan sang istri sudah menunggu kedatangan mereka. Raihan dan Rania diajak ke dalam untuk beristirahat. Pandangan kedua insan pemilik pesantren itu tampak khawatir, terlebih istri Kiai yang tiba-tiba menangis saat melihat kondisi mereka.Raihan bisu semenjak kedatangannya ke pesantren. Pemuda itu duduk di masjid beralas sajadah setelah mendapat pengobatan. Hatinya begitu perih kala disentuh ingatan. Bongkahan senyum dari sang bapak yang jarang ia lihat itu kini pergi selamanya, meninggalkan tempat menganga dalam hati.Sepanjang malam, Raihan larut dalam sujudnya, memohon ampun dalam doanya. Berkali-kali derai air mata membasahi pipi hingga menetes ke sajadah yang ia pakai. Jika saja waktu itu dirinya bisa membawa sang bapak ke rumah sakit, anadai saja ia tak lemah, bila saja perpisahan mereka tak diisi dengan tingkahnya yang egois, niscaya lukany

  • Dua Pilar Cinta   91. Dua Pilar Cinta

    Bulan sudah menggantung di cakrawala begitu Raihan dan Rania tiba di tempat yang disebutkan Romi. Kondisi halaman sudah lengang dari semua sisa keributan yang terjadi beberapa jam lalu. Serangga malam yang mengelilingi lampu menjadi saksi saat seseorang mendekat ke arah mereka.Raihan siaga saat suara ranting patah terdengar. Ia meminta Rania berlindung di punggungnya. Satu tangan sudah merogoh saku celana. Satu gerakan aneh, moncong pistol akan mengarah ke kepala.“Turunkan senjata kamu, Raihan,” ucap seorang pria paruh baya. Cahaya lampu menjelaskan siapa sosok tersebut.Raihan menurut begitu tahu siapa yang bicara. “Om Rahmadi,” ujarnya yang langsung disergap keheranan,“bukannya Om ada di rumah sakit? Kenapa Om—”Rahmadi dengan tiba-tiba langsung mendaratkan tamparan ke pipi Raihan. Serangga malam dengan cepat menjauh dari bola lampu begitu suara kulit bertemu kulit itu terdengar. “Dasar bocah bodoh!&rdqu

DMCA.com Protection Status