Share

Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti
Author: Isna Arini

Bagian 1

Author: Isna Arini
last update Last Updated: 2024-11-09 13:12:35

"Ayo bikin anak. Aku mau anak darimu lagi. Cepat dan segera!"

Suaranya dingin, menusuk, sama persis seperti lima tahun lalu. Bian duduk santai di sofa ruang tamuku, seolah-olah apa yang baru saja ia katakan hanyalah hal sepele.

Aku tercekat. Kata-katanya seperti pukulan telak yang menyesakkan dada. Bagaimana bisa ia muncul begitu saja, seperti badai yang tak diundang, lalu meminta sesuatu yang bahkan dulu menghancurkan hidupku?

“Kamu pikir bikin anak itu kayak bikin adonan kue?” Aku menahan tangis yang sudah di ujung tenggorokan. “Lagipula kita bukan suami istri lagi! Jangan pernah sentuh aku!”

Dia menatapku tajam, tapi tetap tenang. “Siapa bilang? Aku tak pernah mengucap cerai. Kamu masih istriku." Ia menyeringai dingin. "Dulu, kita cuma butuh sekali dan langsung jadi. Apa susahnya ulangi lagi?"

Aku bergidik, menjauhkan tubuhku dari sofa. “Kita sudah terpisah selama lima tahun, Bian.”

Dia bangkit dan mendekat, tubuh tingginya membuatku merasa semakin kecil. Wajahnya keras dan garang, sama seperti terakhir kali aku melihatnya—pria yang tak pernah memberikan sejumput cinta atau belas kasih untukku.

Selama ini, tak ada kenangan manis di antara kami. Aku hanya alat. Tempat menumbuhkan bayi yang tak boleh kuakui sebagai anakku. Setelah melahirkan, mereka mengasingkanku ke kota ini, membiarkan aku hidup sendiri tanpa boleh melihat putraku—anak yang kupanggil di dalam hati setiap hari, tapi tak pernah kutemui lagi.

“Kamu memang tinggal di sini, tapi setiap bulan aku tetap mengirim uang padamu," ucapnya, kembali duduk, seolah-olah mendominasi ruang yang semakin sesak ini. "Dan aku tahu kamu masih menerima semuanya.”

“Aku tidak pernah menyentuh uang itu!” Teriakku marah, meski suaraku bergetar.

"Siapa suruh? Kamu pikir toko bunga kecilmu bisa menopang hidupmu sendiri?" Ia menyeringai meremehkan. "Kamu lupa dari mana uang untuk membuka Shaynala Florist itu berasal?"

Aku menggigit bibir, menahan amarah yang meluap. Toko bunga itu memang hiburan kecilku, satu-satunya tempat di mana aku merasa berharga. Tapi kata-kata Bian membuatku ingin berteriak—seolah-olah hidupku sepenuhnya milik mereka karena satu hutang yang tak pernah bisa kulunasi.

“Oke,” aku berkata akhirnya, mengerahkan seluruh keberanian yang tersisa. “Aku akan memberimu anak. Tapi tidak sekarang. Aku belum siap.”

Aku tahu janji ini hanyalah penundaan. Tak ada keinginan sedikit pun dalam hatiku untuk memiliki anak lagi dengannya. Aku masih dihantui trauma kelahiran pertama. Setelah sembilan bulan mengandung, aku dipisahkan dari bayiku begitu saja—dibuang ke tempat ini, dengan penjaga yang memastikan aku tak akan kabur dan mencari anakku.

“Tak ada waktu untuk siap-siap.” Bian berdiri, suaranya semakin keras. “Putra kami butuh donor sumsum. Sel-sel dari tali pusat bayi baru bisa menyelamatkannya. Kamu mengerti?”

Aku merasa seluruh tubuhku bergetar. Jadi, itu sebabnya dia muncul lagi. Bukan karena dia peduli padaku atau karena menginginkan keluarga—hanya demi menyelamatkan anak yang tak pernah kubiarkan tumbuh dalam dekapanku.

“Jangan mendekat, Bian!” Aku mundur dengan panik.

Dia tetap melangkah maju. Senyum dinginnya membuat perutku mual. “Kamu tak punya pilihan, Nala.”

“Aku akan berteriak!” ancamku, meski tahu suara ini tak akan menyelamatkanku.

“Siapa yang akan menolongmu?” tanyanya sambil menyeringai.

“Saga! Sagara akan menolongku.”

Tawa keras meledak dari mulut Bian. “Saga? Dia bekerja untukku, Nala. Dia tak akan datang.”

Aku menggigit bibir, menahan gemetar tubuhku. Bian benar. Saga hanyalah bayang-bayang, penjaga yang ditempatkan di belakang rumah ini—bukan teman, apalagi penyelamat. Bian memegang kendali atas segalanya, termasuk hidupku.

“Lihat? Kamu sendirian, Nala.” Bian mendekat, dan aku merasa terjebak.

Aku terjepit di antara ketakutan dan kenyataan pahit. Lima tahun lalu, aku pasrah dan membiarkannya mengambil segalanya dariku. Tapi tidak kali ini. Aku harus bertahan. Aku harus menemukan cara keluar dari mimpi buruk ini.

"Sagaaa ...." Dengan sisa keberanian aku masih berteriak memanggil namanya.

Sedetik dua detik, bahkan kupikir sampai satu menit tak ada respon sama sekali. Biasanya Saga akan segera datang jika aku panggil.

"See ... dia tak merespon teriakanmu. Aku sudah berpesan padanya agar tidak menggangu kita. Menurutlah dan jangan membuat semuanya menjadi sulit." Bian tersenyum miring dan meremehkanku.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
pasrah banget jadi orang. selama 5 th ngapain aja? koq mau aja diasingkan? harusnya kamu pergi jauh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 2

    "Saga ... Saga, tolong!" Aku makin histeris saat Bian membawaku dalam gendongannya. Aku tahu setelah ini apa yang akan terjadi, dia akan melemparkanku ke tempat tidur dan melakukan hal yang dia inginkan lakukan. Tidak aku tak mau lagi seperti ini. Sudah cukup yang dia lakukan lima tahun yang lalu. Braakkk! Pintu terbuka dengan kasar. Di depan pintu ada Saga yang selalu siaga seperti dulu jika aku berteriak memanggil namanya. "Apa yang kamu lakukan, kamu lupa apa yang aku pesan tadi. Hah?!" Bian marah tak terima dengan kedatangan Saga."Maaf, Pak, saya refleks mengikuti naluri saya ," sahut Saga dengan wajah biasa saja. "Saya selalu datang saat Ibu berteriak, makanya tadi juga begitu," sambungnya, menjelaskan.Dia menyebutku ibu saat ada Bian. Tapi saat berdua saja, dia akan memanggil nama saja. "Kau lupa ada aku bersamanya!""Maaf."Kelengahan Bian aku gunakan untuk lepas dari gendongan, sekuat tenaga kugigit lengannya hingga dia melepaskanku. Aku segera berlari dan bersembunyi

    Last Updated : 2024-11-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 3

    Aku terbangun dari tidur dengan badan sakit dan pegal-pegal semuanya. Semalam, aku menunggu kedatangan Bian hingga tertidur di sofa. Pria itu bilang akan datang, tapi ternyata hingga aku tertidur pun dia tak menampakkan batang hidungnya.Aku sengaja menunggunya di ruang tamu dan mengunci kamarku. Sebelum Bian melaksanakan apa yang dia inginkan, aku harus membuat kesepakatan dulu dengannya. Sejak Saga mengatakan iya, maka aku harus mulai menyusun rencana. Dimulai dengan membuat kesepakatan dengan Bian, lalu memindahkan semua uangku. Tapi ternyata semalam dia malah tak datang. Aku segera pergi ke kamar membersihkan diri, lalu membuat sarapan. Hari ini, aku akan pergi ke bank. Semalam aku juga sudah berpesan pada Mia, karyawan di toko bungaku. Kukatakan jika aku akan datang telat hari ini. ***"Kamu tahu kenapa Bian tak datang semalam?" Aku bertanya pada Saga yang tengah fokus berkendara. Kami akan pergi ke bank seperti yang aku inginkan. Aku dan Saga memang selalu pergi bersama. Dia

    Last Updated : 2024-11-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 4

    "Na, kamu mau nikah dengan Bian dan hamil anaknya?" tanya Mama padaku.Wanita berusia enam puluh tahun ini, beliau adalah mama angkatku yang tadinya merupakan majikan orang tuaku. Ayahku adalah sopir di rumah ini, beliau meninggal saat bekerja padanya. Ibuku yang sedang hamil aku kala itu, hidup sebatang kara. Dia hanya tinggal dengan ayah saja. Karena merasa bertanggung jawab, keluarga ini membawa ibuku ke rumah. Niatnya akan dijadikan asisten rumah tangga jika aku sudah lahir nanti. Tapi siapa sangka, ibuku meninggal saat melahirkanku. Dan aku diangkat anak oleh keluarga ini. "Tapi Mas Bian mau? Memangnya istrinya gak bisa hamil, Ma? Dengan cara lain mungkin?" Aku berusaha menolaknya. Mungkin aku memang kagum pada sosok kakakku itu, tapi untuk menikah dengannya rasanya tak mungkin. Pria itu terlalu dingin padaku. Kami memang tak berinteraksi lagi setelah aku lulus SMA dan dia kuliah di luar negeri."Udah dicoba tapi gagal. Masalahnya ada di Ivanka."Ivanka adalah nama istri Mas Bi

    Last Updated : 2024-11-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 5

    "Ayo ke dokter," ajak Bian begitu pria itu menjejakkan kaki di ruang tamu rumahku. Aku yang tak jadi ke toko bunga, memilih duduk di ruang tamu sambil menunggunya yang katanya akan segera datang. "Untuk apa?" Aku bertanya. "Aku nggak sakit," imbuhku. "Nggak usah banyak tanya, ayok!" Dia meraih pergelangan tanganku dan menariknya. Memaksaku untuk ikut dengannya. Di halaman, sudah ada Saga di dalam mobil Bian. Tepatnya di bagian kemudi, sepertinya dia ingin Bian menjadi sopirnya hari ini. Bian membuka pintu mobil bagian tengah, menyuruhku masuk lalu dia sendiri segera berlari memutari mobil. Kupikir dia akan masuk dan duduk di samping Saga. Ternyata dia memilih duduk di sebelahku. Tumben. ***"Sudah telat berapa hari, Bu?" Tanya dokter cantik yang hendak memeriksaku. Aku bingung mau menjawab apa, Bian tiba-tiba membawaku ke dokter kandungan. Dia pikir aku hamil?"Langsung periksa aja bisa kan, Dok?" Bian menyela, tak sabaran menunggu tanya jawabku dengan dokter itu. Dokter itu t

    Last Updated : 2024-11-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagain 6

    "Kapan jadwal haidmu, ditanya malah jawabannya hah. Memangnya nggak dengar pertanyaan sejelas itu." Bian mulai berkata keras lagi padaku. "Untuk apa kamu bertanya hal itu?" tanyaku. Penasaran, tentu saja "Memangnya tadi kamu nggak dengar apa yang dikatakan dokter. Aku akan mencatatnya di sini," terang Bian seraya memperlihatkan ponselnya padaku."Aku akan datang ke tempat ini saat kamu dalam masa subur. Kau pikir aku ini pria yang tak punya pekerjaan hingga harus bolak-balik dari tempatmu ke rumahku," sambungnya dengan nada menggebu."Jika begitu bawa aku ke tempat Mama.""Itu yang kamu mau, jangan harap," balas Bian dengan nada sinis. Aku hanya bisa menghela napas panjang. Sejak saat aku melahirkan bayi laki-laki itu, sejak saat itu juga aku tak boleh menjejakkan kaki di rumah itu. Bahkan aku tak boleh datang ke kota yang sama dengan di mana mereka semua berada. "Sini biar aku isi sendiri," kataku, sembari mengulurkan tangan padanya. Meminta ponsel yang ada dalam genggaman tanga

    Last Updated : 2024-11-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 7

    "Dimana kamu?" tanya Bian begitu panggilan telepon terhubung. Nada bicaranya datar, sungguh di luar dugaan dia tak marah padaku. Aku kabur dari rumah saat tahu Bian akan datang, pergi ke hotel agar tak bertemu dengan pria itu. Kuminta Saga pergi untuk mencari sesuatu dan aku pergi setelah Saga tak mengawasiku. "Untuk apa kamu tahu aku dimana," balasku santai."Kamu tahu kan ini tanggal berapa.""Tau.""Kenapa malah pergi?""Aku tak mau kamu perkosa."Diam, tak ada balasan dari pria yang ada di ujung telpon sana. Untuk sesaat, kami tengelam salam keheningan. Bahkan aku sampai harus memastikan kalau sambungan ponsel masih terhubung. "Apa begini sikap seorang ibu?" tanya Bian. Pria itu kembali membuka percakapan setelah beberapa lami terdiam. "Anak itu butuh dirimu, apa kamu tak bisa berkorban untuknya. Di dalam dirinya ada darahmu yang mengalir. Dia menderita, apa kamu tega terus memintanya menunggu. Apa kamu akan terus lari dariku? Sampai kapan?"Ucapan Bian panjang lebar seakan me

    Last Updated : 2024-12-19
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 8

    Dia memperlakukanku dengan sangat lembut, bahkan aku pikir kami melakukan dengan cinta. Tak pernah sama sekali dia bersikap lembut selama ini. "Jangan berharap lebih, Sha," batinku, mengingatkan diriku sendiri. Aku terbaring membelakangi Bian setelah kami selesai melakukan hubungan. Bian melakukan semuanya karena ingin aku segera memiliki anak saja. Tidak lebih dari itu. Aku harus tahu diri sebelum aku terluka seperti dulu. Kelembutannya barusan hanyalah agar aku tak stress. Sepertinya Saga berhasil membujuk Bian.Dulu, saat Bian mengucapkan ikrar pernikahan, aku merasa bahagia menjadi seorang istri. Aku membayangkan malam yang indah meskipun sejak awal kami menikah karena dia ingin anak dariku. Tapi malam itu, adalah malam yang panjang dan menyakitkan bagiku. Malam itu, saat dia menyentuhku tanpa permulaan. Aku menolaknya karena tak ingin diperlakukan seperti itu. Aku hendak kabur dari kamar pengantin kami. Tapi dia murka, dia menyentuhku dengan paksa. Tak hanya sekali tapi berkal

    Last Updated : 2024-12-19
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 9

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 9Bian terlelap di sampingku tak lama setelah menyentuhku kedua kalinya, mungkin sekarang dia kelelahan. Pria itu baru datang ke sini, lalu langsung mencariku dan pergi ke hotel. Hanya beristirahat sebentar untuk berbincang tentang Cenna lalu kami melakukannya. Biasanya setelah itu, dia akan pergi. Seperti terakhir kali dia menyentuhku secara paksa di ruang tamu waktu itu. Tapi tadi kami mengulangnya sekali lagi. Dia masih saja tak pergi, mungkin sekarang karena kami tidur di hotel sehingga dia memilih untuk tidak pergi dari sisiku. Matanya tertutup rapat, dadanya naik turun dengan teratur menandakan jika dia benar-benar terlelap.Kali ini aku berani menatap wajahnya secara intens. Tak bisa dipungkiri jika dia adalah pria yang sempurna, tampan, dan dari keluarga kaya. Dia juga memiliki segalanya. Aku yakin banyak wanita yang mungkin saja kagum dan memendam suka padanya. Dulu aku pun juga pernah memiliki rasa itu, kami tumbuh besar bersama. Meskipun d

    Last Updated : 2024-12-19

Latest chapter

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 59

    POV Nala Aku menunggu Bian berganti pakaian sambil duduk di sisi ranjang seperti biasanya. Bian berganti pakaian di ruangan khusus yang ada di kamarnya. Nanti dia akan keluar dari sana setelah rapi dan kami akan pergi bersama ke ruang makan untuk sarapan. Sejak tinggal di sini, aku selalu melakukan hal seperti ini. Pura-pura ke kamar Bian, menantinya berganti pakaian, seolah semalam aku tidur bersamanya. Ini kulakukan demi Cenna, aku kucing-kucingan dengan anak itu. Bertingkah seolah aku dan Daddy-nya tidur di kamar yang sama. Kami bertingkah layaknya suami istri pada umumnya. Sesungguhnya ini sangat merepotkan. Namun, demi Cenna akan kulakukan apa saja. Aku dengar bocah itu pernah masuk rumah sakit hanya gara-gara terlalu banyak pikiran. Apalagi kini Cenna semakin dewasa semakin tahu segalanya. Aku benar-benar tak bisa tidur semalaman, setelah mendapat ancaman dari Bian di ruang keluarga. Malam tadi, aku hanya bisa mengangguk dan tak berkata apa-apa. Mungkin dari mulutnya keluar k

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 58

    POV BianPonselku benar-benar berdering saat tengah berkendara, aku harap itu benar-benar telepon dari Ardi yang namanya sudah kuganti dengan nama Ivanka. Nala mengambil ponsel tersebut, dengan ekor mata, aku bisa melihat jika dia terkejut saat melihat layar ponselku dan aku semakin yakin itu adalah Ardi yang menelepon. "Siapa?" Aku pura-pura bertanya. "Mbak Ivanka," jawab Nala, dia terlihat tak bersemangat menyebut nama itu. "Oh." Pura-pura tak peduli saja, aku sudah bilang pada Ardi untuk menelpon setidaknya dua sampai tiga kali, agar terlihat begitu penting dan butuh. "Ini, kamu gak mau angkat?" tanya Nala."Biarin saja."Panggilan telepon kubiarkan hingga berakhir dengan sendirinya. Dan seperti yang aku minta, ponsel itu kembali berdering."Dia masih menelpon lagi," ucap Nala sambil memperlihatkan layar ponsel padaku "Terima saja, mungkin penting. kamu bisa menepi," sambungnya. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, aku segera menepi. Jangan sampai Ardi tak mau menelpon lagi dan

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 57

    POV Bian."Mau kemana?" tanyaku, saat melihat Nala terlihat rapi dan keluar dari kamarnya.Aku sendiri juga baru keluar dari kamar, hari ini aku tidak bekerja karena hari Minggu. Aku tak pernah tahu rutinitas Nala di rumah, ini. Dia tak pernah mengatakan apapun padaku. Tentu saja, siapa aku hingga dia harus membuat laporan hendak kemana dan mau apa. "Mau ke toko bunga," jawab Nala. "Toko bunga?" tanyaku memastikan. "Iya."Toko bunga Nala masih berada di tempat yang sama dengan kantor Ardi. Nala bilang lebih baik di sana daripada pindah lagi, karena kalau pindah seperti memulai dari awal, mencari pelanggan baru begitu katanya. Mendengar kata toko bunga aku langsung meraih tangan Nala dan membawanya masuk kembali ke dalam kamarnya. Tidak ada yang boleh tahu kalau aku berdebat dengan wanita ini, terutama Cenna. Dia selalu waspada kalau sedikit saja aku dan Nala berdebat, sepertinya dia masih ingat hari-hari dimana aku banyak menghabiskan waktu berdebat dengan Ivanka hingga akhirnya k

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 56

    "Sampai kapan seperti ini?" tanyaku kesal. Tentu dengan bisikan juga."Sampai Cenna pergi," balas Bian."Memangnya dia masih di sana mengawasi kita," tanyaku. "Iya."Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah dipeluk olehnya. Jika sudah berhubungan dengan Cenna, rasanya aku tak bisa membedakan salah dan benar. Tatapan matanya yang terluka itu selalu membuatku luluh. Dia sepertiku jika sedang bersedih."Kamu biasa begini dengan Mbak Ivanka?" "Kenapa, kamu cemburu?" Bian balik bertanya."Bukan begitu, bagaimana bisa kau umbar kemesraan di depan anakmu.""Biar dia tahu, bagaimana memperlakukan seorang wanita, seorang istri. Jangan kira aku tidak menjelaskan mana yang boleh dan mana yang tidak." Aku terdiam, kurasa Bian berusaha memberi contoh pada putranya bagaimana dia memperlakukan perempuan. Pasti Bian lembut dan manis pada Mbak Ivanka. Jauh beda denganku kala itu, hanya setelah aku hamil Hafizah saja dia bersikap baik padaku. Lalu kenapa dia bercerai dengan Mbak Ivanka jika keh

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 55

    Papa menatap padaku, entah apa makna tatapan itu. Meminta jawaban dari pertanyaan Bian? "Kamu serius ingin menikah lagi dengan Nala, apa alasannya?" tanya Papa pada Bian setelah mengalihkan pandangannya dariku."Sepertinya Bian jatuh cinta pada Nala, Pa. Jadi Bian yakin dan serius," balas mantan suamiku itu.Eh, kenapa dia bilang begitu. Jatuh cinta di usia setua ini. Maksudnya, sudah punya dua anak, tentu saja sudah tua. Lalu kenapa dia bilang jatuh cinta, bikin malu saja."Papa tak bisa menjawabnya, meskipun Papa adalah papamu, tapi tidak akan memihak pada siapapun. Semua papa serahkan pada Nala karena ini menyangkut kehidupannya. Bukan begitu, Ma?" Papa bertanya kepada Mama di ujung kalimatnya."Mama setuju dengan Papa. Selama ini, Nala selalu melakukan apa yang kami minta dan katakan. Kali ini biar dia melakukan dan memilih apa yang dia inginkan," sahut Mama sambil menatap padaku."Tapi sebelum menjawab, kamu perlu tahu sesuatu, Na," ucap Papa sambil menatap padaku. Aku merasa j

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 54 B

    "Bi, apa-apaan sih kamu ini," seruku tak suka. Bagaimana bisa dia melakukan ini, pria ini semakin sesuka hatinya saja padaku."Papa bilang apa?" tanyanya sambil menatap padaku. "Tanya begitu doang haruskah seperti ini, memasukkanku ke dalam kamar. Kamu bisa tanya nanti, dimana kek, bukan masuk ke ruangan tertutup begini," sungutku.Aku jadi ingat perkataan Papa, bagaimana jika kami lupa diri kalau keseringan masuk ke ruangan hanya berdua saja. "Aku penasaran, katakan sekarang," pinta Bian. "Papa gak bilang apa-apa, cuma bilang selamat datang," balasku singkat."Lama sekali." Bian terlihat tidak percaya."Memangnya harus secepat apa? Udah ah, aku mau keluar, mau makan. Lapar!" Aku berlalu menuju ke arah pintu."Aaaaa, satu lagi. Papa bilang, aku harus hati-hati padaku," ucapku saat aku sudah membuka pintu. "Apa maksudnya?" tanya Bian. Aku tak menjawab, memilih langsung pergi dengan setengah berlari, meninggalkan pria yang kurasa makin hari makin aneh saja. ***"Mbak, dipanggil I

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 54

    "Santai aja, ngapain harus takut. Papa hanya ingin bicara denganmu karena kangen," ucap Bian saat melihat kegelisahanku."Ngawur kamu, Bi.""BTW, kayaknya lebih enak di panggil Mas deh," sela Bian. "Tau ah, sana aku mau pergi. Keburu papa kelamaan nungguin." Aku kembali berusaha keluar kolam Bian kembali meraih pergelangan tanganku. "Bi ....""Na, untuk sekarang ini jangan takut apapun. Ada aku, jika Papa mengatakan hal yang menyakiti hatimu, kita bisa pergi dari sini. Kita bawa anak-anak bersama kita. Ayo kita bangun keluarga baru yang sesungguhnya." Bian berkata sambil membingkai wajahku.Untuk beberapa saat, aku kembali tengelam dalam tatapan dan kata-katanya. "Aku tak mau kabur dari siapapun lagi, aku akan hadapi semuanya," ucapku sambil mengurai tangannya dari wajahku. "Jika kamu ingin membangun keluarga denganku, minta ijinlah pada Papa. Mungkin Papa bukan orang tua kandungku, mungkin Papa tak pernah menuntun dan memegang tanganku, tapi lewat kerja keras tangannya aku bisa

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 53 B

    Aku segera pergi ke kolam renang saat sudah selesai dengan beres-beres kamar. Dari kejauhan kulihat ada Mama sedang duduk memperhatikan Bian dan dua anaknya. Aku bisa melihat Hafizah begitu senang dan menikmati bermain air bersama kakak dan juga daddynya. Aku memang tak pernah mengajaknya berenang, hanya pernah sekali waktu pergi ke baby spa saja. "Sudah sarapan?" tanya Mama."Belum, Ma, belum ingin," balasku. "Lihatlah mereka begitu bahagia. Mama akan lebih bahagia jika kamu mau menikah lagi dengan Bian. Jika kamu menikah dengannya, kamu bisa merawat anak-anak tanpa ada batasan. Apakah menikah dengan Bian bukan menjadi salah satu hal yang akan membuatmu bahagia?" Mama berkata panjang lebar diakhiri dengan pertanyaan. "Maaf, Ma. Nala masih belum bisa menjawab pertanyaan Mama. Saat ini, Nala belum yakin dengan perasaan Bian maupun perasaan Nala sendiri," balasku apa adanya. Apakah Bian ingin menikah denganku hanya karena anak-anak atau karena ingin dan ada perasaan padaku. Aku tak

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 53

    "Berhentilah meracau dan tidurlah," kataku sembari menarik tanganku dari genggamannya."Aku tidak meracau, Na. Aku serius dengan semua perkataanku," tutur Bian sambil menatap padaku. Aku langsung membuang pandangan, tak mau jatuh dalam pesona matanya yang selalu menghujam jantungku."Tidurlah, Bi. Biar Hafizah juga tidur, aku tak mau terlalu lama di sini. Takut dikira kita ngapa-ngapain. Aku pasti yang salah kalau keluar dari kamarmu malam-malam begini.""Makanya, ayo menikah. Tidak akan ada yang peduli kita mau ngapain juga di dalam kamar kalau suami istri. Nikah, nikah, apa isi kepalanya cuma pernikahan. "Kamu pikir semudah itu kembali menikah?""Apa susahnya?""Kamu bilang apa susahnya. Apa yang kamu lakukan padaku, kau anggap tidak berdampak apa-apa padaku?" tanyaku dengan emosi tertahan. Bisa-bisa Hafizah tidak tidur-tidur jika kami terus berdebat."Tapi aku sudah berusaha membayarnya dengan berbuat baik padamu. Mengikuti semua maumu, termasuk bercerai. Aku sebenarnya tak ingi

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status