Share

Bagian 4

Author: Isna Arini
last update Last Updated: 2024-11-21 15:31:59

"Na, kamu mau nikah dengan Bian dan hamil anaknya?" tanya Mama padaku.

Wanita berusia enam puluh tahun ini, beliau adalah mama angkatku yang tadinya merupakan majikan orang tuaku. Ayahku adalah sopir di rumah ini, beliau meninggal saat bekerja padanya. Ibuku yang sedang hamil aku kala itu, hidup sebatang kara. Dia hanya tinggal dengan ayah saja. Karena merasa bertanggung jawab, keluarga ini membawa ibuku ke rumah. Niatnya akan dijadikan asisten rumah tangga jika aku sudah lahir nanti. Tapi siapa sangka, ibuku meninggal saat melahirkanku. Dan aku diangkat anak oleh keluarga ini.

"Tapi Mas Bian mau? Memangnya istrinya gak bisa hamil, Ma? Dengan cara lain mungkin?" Aku berusaha menolaknya.

Mungkin aku memang kagum pada sosok kakakku itu, tapi untuk menikah dengannya rasanya tak mungkin. Pria itu terlalu dingin padaku. Kami memang tak berinteraksi lagi setelah aku lulus SMA dan dia kuliah di luar negeri.

"Udah dicoba tapi gagal. Masalahnya ada di Ivanka."

Ivanka adalah nama istri Mas Bian. Pria itu sangat mencintainya, tentu saja. Wanita cantik dan anggun seperti Mbak Ivanka patut dicintai segenap hati.

"Permintaan mama kali ini berat, tapi mama mohon kamu bisa berkorban untuk mama kali ini. Mama ingin punya cucu dari darah daging mama sendiri. Bian tak butuh anak, tapi mama dan papa butuh cucu. Keturunan rumah ini akan putus jika Bian tak punya anak, Na." Mama meraih tanganku dan menggenggamnya.

Pancaran matanya penuh harap saat menatapku, membuatku tak tega untuk menolaknya.

"Tapi bagaimana dengan Mas Bian, Ma?" Aku masih bertanya tentang persetujuan dari pria itu.

"Kamu tinggal bilang iya, Bian akan jadi urusan mama."

Dan saat aku bilang iya, maka terjadilah pernikahan itu. Pernikahan yang hanya diketahui keluarga, karena Mbak Ivanka sebenarnya tak mau berbagi suami. Aku hanya dinikahi siri. Bahkan saat hamil, aku dilarang keluar rumah, kecuali ke dokter. Dan di waktu yang sama, Mbak Ivanka pun juga pura-pura hamil agar saat nanti aku melahirkan, dia yang akan menjadi ibu dari anakku.

Persetujuanku atas permintaan Mama, menjadi awal semua deritaku saat itu. Mama tak bisa berbuat lebih banyak untukku selain menemaniku setiap saat di masa-masa kehamilanku. Aku memang bukan putri asli keluarga ini, jadi apa yang bisa kuharapkan dari mereka. Tak mungkin mereka mengorbankan semuanya demi diriku.

***

"Sha, kamu nggak ke toko bunga, ini sudah siang. Kamu baik-baik saja, kan?" Saga bertanya sambil mengetuk pintu kamarku.

Aku masih terbaring di dalam kamar sambil mengenang masa itu, masa di mana dimulai penderitaanku. Menikah dengan Bian adalah penderitaan.

Ini sudah tiga kali Saga mengetuk pintu kamarku dan bertanya. Aku malas meladeninya, dia tak ada saat aku membutuhkannya. Semalam, aku dirudapaksa oleh suamiku sendiri. Menyisakan rasa sakit hingga kini.

"Sha, kalau kamu tidak mau buka pintunya, aku dobrak ni."

Masa bodoh, aku tak peduli. Aku masih meringkuk di pembaringan dengan tubuh panas dingin menahan sakit. Rasanya sakitnya sama seperti dulu saat Bian pertama kali melakukan itu padaku. Dia melakukannya saat tubuhku belum siap menerimanya.

Saga benar-benar melakukan apa yang dia katakan, pintu kamarku dipaksa buka dari luar sana. Terserahlah, terserah apa yang dia lakukan. Mau pintu rubuh sekalipun, aku tak peduli.

Braakkk! Pintu terhempas dengan paksa setelah Saga mendobraknya beberapa kali.

"Sha, kamu sakit?" tanya Sagara sambil mendekat ke tempat tidurku.

Dari semua orang yang aku kenal, hanya dia yang memanggil aku dengan nama depan. Itupun saat kami hanya berdua saja.

"Memangnya kamu peduli. Ke mana saja kamu semalam saat aku membutuhkanmu. Pria itu memperkosaku, tapi kamu pergi entah ke mana." Aku berkata sambil terisak.

Sedih luar biasa. Di dunia ini memang tak akan ada yang menjagaku. Bahkan Saga sekalipun, dia hanya orang yang akan mengikuti perintah orang yang membayarnya.

"Maafkan aku, Sha." Saga berkata lirih.

"Ngapain minta maaf, kamu udah bekerja sesuai SOP," ketusku.

"Kamu sakit, perlu obat apa?" tanya Saga, dia masih berdiri di samping tempat tidurku dan mengabaikan omelanku.

"Aku tak butuh apapun, pergilah. Jaga di depan sana. Jangan sampai aku kabur atau bahkan bunuh diri saat kau pergi mencari obat."

Saga menghela napas, lalu dengan cepat dia memeriksa isi kamarku. Memastikan tidak ada benda tajam atau apapun yang bisa aku jadikan alat untuk mengakhiri hidup. Dulu setelah dia mendapatiku sekarat di rumah ini, tak ada benda tajam sama sekali setelahnya. Semua diamankan olehnya.

"Kamu harus sehat agar bisa segera hamil lagi. Kamu mau bebas dari Pak Bian, kan. Maka jaga diri dan kesehatanmu. Hidup ini terlalu berharga untuk diakhiri dengan bunuh diri." Saga melangkah keluar kamar setelah selesai mengatakan hal itu.

Dia sengaja meninggalkanku dengan Bian semalam agar aku segera hamil dan bebas dari pria itu. Tapi bagaimana caranya, bahkan dia tak mau mengikuti apa yang kuminta.

***

Satu bulan sudah berlalu dari peristiwa itu, aku sudah berbaikan lagi dengan Saga. Ditambah lagi, Bian tak datang ke rumah ini lagi. Aku bersyukur, setidaknya dia tak memaksaku berkali-kali.

Hanya dua hari aku sakit kala itu, lalu setelahnya aku kembali sibuk dengan toko bungaku. Di temani Saga, aku pulang pergi ke toko itu setiap hari seperti biasanya.

"Sha, Pak Bian mau datang ke sini," ucap Saga saat aku hendak berangkat ke toko bunga seperti biasanya.

"Kapan?" Aku bertanya dengan perasaan tak enak.

"Sudah di jalan, sebentar lagi sampai. Makanya kamu tak bisa ke toko hari ini."

Aku menghela nafas panjang, Bian memang seperti bos besar bagiku. Datang dan pergi sesuka hati, dan aku harus menerimanya dengan lapang dada. Sebulan sudah berlalu, mau apa di datang ke sini tiba-tiba.

🍁 🍁 🍁

Ada yang baca? Tinggalkan komentar yukk biar makin semangat updatenya

Related chapters

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 5

    "Ayo ke dokter," ajak Bian begitu pria itu menjejakkan kaki di ruang tamu rumahku. Aku yang tak jadi ke toko bunga, memilih duduk di ruang tamu sambil menunggunya yang katanya akan segera datang. "Untuk apa?" Aku bertanya. "Aku nggak sakit," imbuhku. "Nggak usah banyak tanya, ayok!" Dia meraih pergelangan tanganku dan menariknya. Memaksaku untuk ikut dengannya. Di halaman, sudah ada Saga di dalam mobil Bian. Tepatnya di bagian kemudi, sepertinya dia ingin Bian menjadi sopirnya hari ini. Bian membuka pintu mobil bagian tengah, menyuruhku masuk lalu dia sendiri segera berlari memutari mobil. Kupikir dia akan masuk dan duduk di samping Saga. Ternyata dia memilih duduk di sebelahku. Tumben. ***"Sudah telat berapa hari, Bu?" Tanya dokter cantik yang hendak memeriksaku. Aku bingung mau menjawab apa, Bian tiba-tiba membawaku ke dokter kandungan. Dia pikir aku hamil?"Langsung periksa aja bisa kan, Dok?" Bian menyela, tak sabaran menunggu tanya jawabku dengan dokter itu. Dokter itu t

    Last Updated : 2024-11-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagain 6

    "Kapan jadwal haidmu, ditanya malah jawabannya hah. Memangnya nggak dengar pertanyaan sejelas itu." Bian mulai berkata keras lagi padaku. "Untuk apa kamu bertanya hal itu?" tanyaku. Penasaran, tentu saja "Memangnya tadi kamu nggak dengar apa yang dikatakan dokter. Aku akan mencatatnya di sini," terang Bian seraya memperlihatkan ponselnya padaku."Aku akan datang ke tempat ini saat kamu dalam masa subur. Kau pikir aku ini pria yang tak punya pekerjaan hingga harus bolak-balik dari tempatmu ke rumahku," sambungnya dengan nada menggebu."Jika begitu bawa aku ke tempat Mama.""Itu yang kamu mau, jangan harap," balas Bian dengan nada sinis. Aku hanya bisa menghela napas panjang. Sejak saat aku melahirkan bayi laki-laki itu, sejak saat itu juga aku tak boleh menjejakkan kaki di rumah itu. Bahkan aku tak boleh datang ke kota yang sama dengan di mana mereka semua berada. "Sini biar aku isi sendiri," kataku, sembari mengulurkan tangan padanya. Meminta ponsel yang ada dalam genggaman tanga

    Last Updated : 2024-11-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 1

    "Ayo bikin anak. Aku mau anak darimu lagi. Cepat dan segera!"Suaranya dingin, menusuk, sama persis seperti lima tahun lalu. Bian duduk santai di sofa ruang tamuku, seolah-olah apa yang baru saja ia katakan hanyalah hal sepele.Aku tercekat. Kata-katanya seperti pukulan telak yang menyesakkan dada. Bagaimana bisa ia muncul begitu saja, seperti badai yang tak diundang, lalu meminta sesuatu yang bahkan dulu menghancurkan hidupku?“Kamu pikir bikin anak itu kayak bikin adonan kue?” Aku menahan tangis yang sudah di ujung tenggorokan. “Lagipula kita bukan suami istri lagi! Jangan pernah sentuh aku!”Dia menatapku tajam, tapi tetap tenang. “Siapa bilang? Aku tak pernah mengucap cerai. Kamu masih istriku." Ia menyeringai dingin. "Dulu, kita cuma butuh sekali dan langsung jadi. Apa susahnya ulangi lagi?"Aku bergidik, menjauhkan tubuhku dari sofa. “Kita sudah terpisah selama lima tahun, Bian.”Dia bangkit dan mendekat, tubuh tingginya membuatku merasa semakin kecil. Wajahnya keras dan garang,

    Last Updated : 2024-11-09
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 2

    "Saga ... Saga, tolong!" Aku makin histeris saat Bian membawaku dalam gendongannya. Aku tahu setelah ini apa yang akan terjadi, dia akan melemparkanku ke tempat tidur dan melakukan hal yang dia inginkan lakukan. Tidak aku tak mau lagi seperti ini. Sudah cukup yang dia lakukan lima tahun yang lalu. Braakkk! Pintu terbuka dengan kasar. Di depan pintu ada Saga yang selalu siaga seperti dulu jika aku berteriak memanggil namanya. "Apa yang kamu lakukan, kamu lupa apa yang aku pesan tadi. Hah?!" Bian marah tak terima dengan kedatangan Saga."Maaf, Pak, saya refleks mengikuti naluri saya ," sahut Saga dengan wajah biasa saja. "Saya selalu datang saat Ibu berteriak, makanya tadi juga begitu," sambungnya, menjelaskan.Dia menyebutku ibu saat ada Bian. Tapi saat berdua saja, dia akan memanggil nama saja. "Kau lupa ada aku bersamanya!""Maaf."Kelengahan Bian aku gunakan untuk lepas dari gendongan, sekuat tenaga kugigit lengannya hingga dia melepaskanku. Aku segera berlari dan bersembunyi

    Last Updated : 2024-11-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 3

    Aku terbangun dari tidur dengan badan sakit dan pegal-pegal semuanya. Semalam, aku menunggu kedatangan Bian hingga tertidur di sofa. Pria itu bilang akan datang, tapi ternyata hingga aku tertidur pun dia tak menampakkan batang hidungnya.Aku sengaja menunggunya di ruang tamu dan mengunci kamarku. Sebelum Bian melaksanakan apa yang dia inginkan, aku harus membuat kesepakatan dulu dengannya. Sejak Saga mengatakan iya, maka aku harus mulai menyusun rencana. Dimulai dengan membuat kesepakatan dengan Bian, lalu memindahkan semua uangku. Tapi ternyata semalam dia malah tak datang. Aku segera pergi ke kamar membersihkan diri, lalu membuat sarapan. Hari ini, aku akan pergi ke bank. Semalam aku juga sudah berpesan pada Mia, karyawan di toko bungaku. Kukatakan jika aku akan datang telat hari ini. ***"Kamu tahu kenapa Bian tak datang semalam?" Aku bertanya pada Saga yang tengah fokus berkendara. Kami akan pergi ke bank seperti yang aku inginkan. Aku dan Saga memang selalu pergi bersama. Dia

    Last Updated : 2024-11-21

Latest chapter

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagain 6

    "Kapan jadwal haidmu, ditanya malah jawabannya hah. Memangnya nggak dengar pertanyaan sejelas itu." Bian mulai berkata keras lagi padaku. "Untuk apa kamu bertanya hal itu?" tanyaku. Penasaran, tentu saja "Memangnya tadi kamu nggak dengar apa yang dikatakan dokter. Aku akan mencatatnya di sini," terang Bian seraya memperlihatkan ponselnya padaku."Aku akan datang ke tempat ini saat kamu dalam masa subur. Kau pikir aku ini pria yang tak punya pekerjaan hingga harus bolak-balik dari tempatmu ke rumahku," sambungnya dengan nada menggebu."Jika begitu bawa aku ke tempat Mama.""Itu yang kamu mau, jangan harap," balas Bian dengan nada sinis. Aku hanya bisa menghela napas panjang. Sejak saat aku melahirkan bayi laki-laki itu, sejak saat itu juga aku tak boleh menjejakkan kaki di rumah itu. Bahkan aku tak boleh datang ke kota yang sama dengan di mana mereka semua berada. "Sini biar aku isi sendiri," kataku, sembari mengulurkan tangan padanya. Meminta ponsel yang ada dalam genggaman tanga

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 5

    "Ayo ke dokter," ajak Bian begitu pria itu menjejakkan kaki di ruang tamu rumahku. Aku yang tak jadi ke toko bunga, memilih duduk di ruang tamu sambil menunggunya yang katanya akan segera datang. "Untuk apa?" Aku bertanya. "Aku nggak sakit," imbuhku. "Nggak usah banyak tanya, ayok!" Dia meraih pergelangan tanganku dan menariknya. Memaksaku untuk ikut dengannya. Di halaman, sudah ada Saga di dalam mobil Bian. Tepatnya di bagian kemudi, sepertinya dia ingin Bian menjadi sopirnya hari ini. Bian membuka pintu mobil bagian tengah, menyuruhku masuk lalu dia sendiri segera berlari memutari mobil. Kupikir dia akan masuk dan duduk di samping Saga. Ternyata dia memilih duduk di sebelahku. Tumben. ***"Sudah telat berapa hari, Bu?" Tanya dokter cantik yang hendak memeriksaku. Aku bingung mau menjawab apa, Bian tiba-tiba membawaku ke dokter kandungan. Dia pikir aku hamil?"Langsung periksa aja bisa kan, Dok?" Bian menyela, tak sabaran menunggu tanya jawabku dengan dokter itu. Dokter itu t

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 4

    "Na, kamu mau nikah dengan Bian dan hamil anaknya?" tanya Mama padaku.Wanita berusia enam puluh tahun ini, beliau adalah mama angkatku yang tadinya merupakan majikan orang tuaku. Ayahku adalah sopir di rumah ini, beliau meninggal saat bekerja padanya. Ibuku yang sedang hamil aku kala itu, hidup sebatang kara. Dia hanya tinggal dengan ayah saja. Karena merasa bertanggung jawab, keluarga ini membawa ibuku ke rumah. Niatnya akan dijadikan asisten rumah tangga jika aku sudah lahir nanti. Tapi siapa sangka, ibuku meninggal saat melahirkanku. Dan aku diangkat anak oleh keluarga ini. "Tapi Mas Bian mau? Memangnya istrinya gak bisa hamil, Ma? Dengan cara lain mungkin?" Aku berusaha menolaknya. Mungkin aku memang kagum pada sosok kakakku itu, tapi untuk menikah dengannya rasanya tak mungkin. Pria itu terlalu dingin padaku. Kami memang tak berinteraksi lagi setelah aku lulus SMA dan dia kuliah di luar negeri."Udah dicoba tapi gagal. Masalahnya ada di Ivanka."Ivanka adalah nama istri Mas Bi

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 3

    Aku terbangun dari tidur dengan badan sakit dan pegal-pegal semuanya. Semalam, aku menunggu kedatangan Bian hingga tertidur di sofa. Pria itu bilang akan datang, tapi ternyata hingga aku tertidur pun dia tak menampakkan batang hidungnya.Aku sengaja menunggunya di ruang tamu dan mengunci kamarku. Sebelum Bian melaksanakan apa yang dia inginkan, aku harus membuat kesepakatan dulu dengannya. Sejak Saga mengatakan iya, maka aku harus mulai menyusun rencana. Dimulai dengan membuat kesepakatan dengan Bian, lalu memindahkan semua uangku. Tapi ternyata semalam dia malah tak datang. Aku segera pergi ke kamar membersihkan diri, lalu membuat sarapan. Hari ini, aku akan pergi ke bank. Semalam aku juga sudah berpesan pada Mia, karyawan di toko bungaku. Kukatakan jika aku akan datang telat hari ini. ***"Kamu tahu kenapa Bian tak datang semalam?" Aku bertanya pada Saga yang tengah fokus berkendara. Kami akan pergi ke bank seperti yang aku inginkan. Aku dan Saga memang selalu pergi bersama. Dia

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 2

    "Saga ... Saga, tolong!" Aku makin histeris saat Bian membawaku dalam gendongannya. Aku tahu setelah ini apa yang akan terjadi, dia akan melemparkanku ke tempat tidur dan melakukan hal yang dia inginkan lakukan. Tidak aku tak mau lagi seperti ini. Sudah cukup yang dia lakukan lima tahun yang lalu. Braakkk! Pintu terbuka dengan kasar. Di depan pintu ada Saga yang selalu siaga seperti dulu jika aku berteriak memanggil namanya. "Apa yang kamu lakukan, kamu lupa apa yang aku pesan tadi. Hah?!" Bian marah tak terima dengan kedatangan Saga."Maaf, Pak, saya refleks mengikuti naluri saya ," sahut Saga dengan wajah biasa saja. "Saya selalu datang saat Ibu berteriak, makanya tadi juga begitu," sambungnya, menjelaskan.Dia menyebutku ibu saat ada Bian. Tapi saat berdua saja, dia akan memanggil nama saja. "Kau lupa ada aku bersamanya!""Maaf."Kelengahan Bian aku gunakan untuk lepas dari gendongan, sekuat tenaga kugigit lengannya hingga dia melepaskanku. Aku segera berlari dan bersembunyi

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 1

    "Ayo bikin anak. Aku mau anak darimu lagi. Cepat dan segera!"Suaranya dingin, menusuk, sama persis seperti lima tahun lalu. Bian duduk santai di sofa ruang tamuku, seolah-olah apa yang baru saja ia katakan hanyalah hal sepele.Aku tercekat. Kata-katanya seperti pukulan telak yang menyesakkan dada. Bagaimana bisa ia muncul begitu saja, seperti badai yang tak diundang, lalu meminta sesuatu yang bahkan dulu menghancurkan hidupku?“Kamu pikir bikin anak itu kayak bikin adonan kue?” Aku menahan tangis yang sudah di ujung tenggorokan. “Lagipula kita bukan suami istri lagi! Jangan pernah sentuh aku!”Dia menatapku tajam, tapi tetap tenang. “Siapa bilang? Aku tak pernah mengucap cerai. Kamu masih istriku." Ia menyeringai dingin. "Dulu, kita cuma butuh sekali dan langsung jadi. Apa susahnya ulangi lagi?"Aku bergidik, menjauhkan tubuhku dari sofa. “Kita sudah terpisah selama lima tahun, Bian.”Dia bangkit dan mendekat, tubuh tingginya membuatku merasa semakin kecil. Wajahnya keras dan garang,

DMCA.com Protection Status