Share

Bagian 3

Penulis: Isna Arini
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-21 15:26:35

Aku terbangun dari tidur dengan badan sakit dan pegal-pegal semuanya. Semalam, aku menunggu kedatangan Bian hingga tertidur di sofa. Pria itu bilang akan datang, tapi ternyata hingga aku tertidur pun dia tak menampakkan batang hidungnya.

Aku sengaja menunggunya di ruang tamu dan mengunci kamarku. Sebelum Bian melaksanakan apa yang dia inginkan, aku harus membuat kesepakatan dulu dengannya. Sejak Saga mengatakan iya, maka aku harus mulai menyusun rencana. Dimulai dengan membuat kesepakatan dengan Bian, lalu memindahkan semua uangku. Tapi ternyata semalam dia malah tak datang.

Aku segera pergi ke kamar membersihkan diri, lalu membuat sarapan. Hari ini, aku akan pergi ke bank. Semalam aku juga sudah berpesan pada Mia, karyawan di toko bungaku. Kukatakan jika aku akan datang telat hari ini.

***

"Kamu tahu kenapa Bian tak datang semalam?" Aku bertanya pada Saga yang tengah fokus berkendara.

Kami akan pergi ke bank seperti yang aku inginkan. Aku dan Saga memang selalu pergi bersama. Dia tak pernah membiarkanku lepas dari pengawasannya. Jika aku di rumah maka dia ada di rumah, jika aku pergi ke toko bunga dia pun akan ikut serta. Selain menjagaku dua puluh empat jam, dia juga menjadi sopir pribadiku.

"Entahlah aku tak tahu."

"Bukan dia yang bilang padamu akan datang ke rumah."

"Betul, kupikir semalam Pak Bian beneran datang."

"Bagaimana bisa kamu berpikir seperti itu. Apa kau lihat semalam ada mobil yang masuk ke pekarangan rumahku. Wah ... Kamu sepertinya mulai tak siaga sekarang."

"Pak Bian berpesan, jika beliau berniat datang, aku tidak boleh keluar dari paviliun. Cukup diam saja di sana. Lagi pula, tak sembarangan orang bisa masuk ke daerah rumahmu." Saga berkilah, seolah membenarkan tindakannya.

"Hei, jangan seperti itu. Pria itu lebih berbahaya dari apapun bagiku. Jika ada dia, kamu harusnya lebih siaga," protesku, tak suka.

Enak saja dia tidak akan peduli jika Bian datang. Bisa-bisa kalau aku butuh pertolongan seperti waktu itu, tak ada yang akan menolongku.

"Bagaimana bisa begitu, dia yang membayarku. Tentu saja aku harus nurut padanya."

Aku menghela napas panjang, bisa-bisanya Saga mengatakan hal itu. Padahal kemarin, dia sudah mengatakan akan membawaku kabur bersamanya. Apakah dia asal bicara saja.

"Kau janji akan membawaku pergi." Kuingatkan akan janjinya.

"Iya, jika aku sudah tak bekerja pada Pak Bian," balas Saga dengan santai.

"Makanya nanti pas aku mau lahiran, langsung berhenti kerja."

"Hamil aja belum."

Bisa-bisanya dia menjawab. Menyebalkan.

Sampai di bank, aku segera membuka rekening baru. Niatnya, uang pemberian Bian akan aku tarik tunai sedikit demi sedikit dan aku simpan di nomor rekening yang baru. Aku punya waktu setidaknya sembilan bulan lebih untuk melakukan itu. Jika langsung aku pindahkan begitu saja sekaligus, Bian akan curiga. Biarlah dikira aku foya-foya dengan uang itu.

***

Aku menikmati teh hangat sambil menunggu Bian di ruang tamu, malam ini dia bilang mau datang. Buat apa lagi kalau bukan mau melakukan keinginannya. Tapi sebelum itu, aku harus membuat perjanjian dengannya.

Aku menolehkan ke arah pintu saat terdengar suara orang membukanya. Wajah datar Bian langsung menyembul saat pintu terbuka.

"Udah siap?" tanya Biar Langsung ke intinya. Dia memang tak pernah berbasa-basi denganku.

"Aku mau bicara dulu."

"Apalagi yang mau dibicarakan. Sekarang kamu sudah pandai meminta ini dan itu. Sejak keluar dari rumah, makin berani melawan," protes Bian. Dia nampak tak suka dengan apa yang aku lakukan.

"Apa susahnya sih berdiskusi denganku."

"Memangnya nyambung? Aku lulusan luar negeri, kamu hanya lulusan SMA."

Aku langsung menelan ludah, dia selalu saja merendahkanku. Apa salahnya lulusan SMA, otakku juga tak bodoh-bodoh amat. Aku mengerti setiap yang dia bicarakan. Ilmu bisa didapat dengan membaca, tak peduli lulusan apa.

"Katakan apa maumu," ujar Bian sambil duduk di sofa yang ada di depanku.

"Ceraikan aku setelah aku melahirkan."

Bian tak langsung bereaksi dengan permintaanku, dia malah menatapku dengan padangan yang dalam. Seakan menguliti.

"Kenapa kamu minta seperti itu?"

"Untuk apa aku jadi istrimu jika itu hanya nama saja. Pernikahan kita juga tidak diakui negara. Aku ini bagaikan simpanan, tak ada orang yang tahu aku istrimu selain keluarga dan istrimu saja. Aku ingin bebas, tidak digantung seperti ini. Aku janji tidak akan mengusik keluargamu dan anak-anak kita." Aku bertutur panjang lebar, mengungkapkan semua keinginanku dalam sekali bicara.

"Anak-anak kita?" Bian mengulangi perkataanku dengan nada mengejek.

"Tentu saja anak-anak kita, aku ibunya," pekikku dalam hati. Pasti dia akan murka kalau aku membalas ucapannya.

"Apa kamu jatuh cinta pada seseorang?" tanya Bian, karena aku masih diam tanpa kata.

"Jangan ngarang, siapa yang bisa membuatku jatuh cinta. Ketemu laki-laki saja tak pernah."

"Pelanggan toko bunga."

"Mana ada, orang datang dan pergi tiap hari."

"Saga?"

"Bagaimana bisa seorang wanita jatuh cinta pada robot seperti dia."

"Kalau begitu tak usah banyak drama. Aku tak akan melepaskan apa yang sudah menjadi milikku. Lagipula aku tak akan membiarkan orang yang mengambil kebahagiaanku, bahagia sendiri."

"Kapan aku mengambil kebahagiaanmu, kapan aku menjadi milikmu. Kamu hanya menjadikanku tempat menyimpan benihmu," pekikku kencang, aku mulai emosi padanya.

Dia yang mengambil semua hal diriku, tapi dia merasa aku mengambil sesuatu darinya.

"Maka itu, terima saja apa yang menjadi nasibmu sekarang." Bian berkata sambil berjalan ke arahku.

"Aku belum bilang iya untuk melakukannya," protesku sembari berusaha menjauhi Bian.

"Aku tak perlu persetujuanmu."

Bain mengangkat tubuhku ke pundaknya, membawaku bagaikan karung beras. Tak peduli meskipun aku meronta-ronta.

"Kenapa dikunci," seru Bian saat mendapati pintu kamarku terkunci.

"Aku sengaja melakukannya. Jika kamu setuju dengan keinginanku, maka aku akan membuka kunci kamar ini dan kita bisa melakukannya."

"Aku bisa melakukannya di manapun."

Bian melempar tubuhku ke atas sofa dan mengungkungnya. Tak peduli aku berusaha menolaknya. Dia masih seperti yang dulu, kasar dan bertindak sesuka hati padaku. Tak peduli jika aku tersiksa karena perlakuannya.

🍁 🍁 🍁

Bab terkait

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 4

    "Na, kamu mau nikah dengan Bian dan hamil anaknya?" tanya Mama padaku.Wanita berusia enam puluh tahun ini, beliau adalah mama angkatku yang tadinya merupakan majikan orang tuaku. Ayahku adalah sopir di rumah ini, beliau meninggal saat bekerja padanya. Ibuku yang sedang hamil aku kala itu, hidup sebatang kara. Dia hanya tinggal dengan ayah saja. Karena merasa bertanggung jawab, keluarga ini membawa ibuku ke rumah. Niatnya akan dijadikan asisten rumah tangga jika aku sudah lahir nanti. Tapi siapa sangka, ibuku meninggal saat melahirkanku. Dan aku diangkat anak oleh keluarga ini. "Tapi Mas Bian mau? Memangnya istrinya gak bisa hamil, Ma? Dengan cara lain mungkin?" Aku berusaha menolaknya. Mungkin aku memang kagum pada sosok kakakku itu, tapi untuk menikah dengannya rasanya tak mungkin. Pria itu terlalu dingin padaku. Kami memang tak berinteraksi lagi setelah aku lulus SMA dan dia kuliah di luar negeri."Udah dicoba tapi gagal. Masalahnya ada di Ivanka."Ivanka adalah nama istri Mas Bi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 5

    "Ayo ke dokter," ajak Bian begitu pria itu menjejakkan kaki di ruang tamu rumahku. Aku yang tak jadi ke toko bunga, memilih duduk di ruang tamu sambil menunggunya yang katanya akan segera datang. "Untuk apa?" Aku bertanya. "Aku nggak sakit," imbuhku. "Nggak usah banyak tanya, ayok!" Dia meraih pergelangan tanganku dan menariknya. Memaksaku untuk ikut dengannya. Di halaman, sudah ada Saga di dalam mobil Bian. Tepatnya di bagian kemudi, sepertinya dia ingin Bian menjadi sopirnya hari ini. Bian membuka pintu mobil bagian tengah, menyuruhku masuk lalu dia sendiri segera berlari memutari mobil. Kupikir dia akan masuk dan duduk di samping Saga. Ternyata dia memilih duduk di sebelahku. Tumben. ***"Sudah telat berapa hari, Bu?" Tanya dokter cantik yang hendak memeriksaku. Aku bingung mau menjawab apa, Bian tiba-tiba membawaku ke dokter kandungan. Dia pikir aku hamil?"Langsung periksa aja bisa kan, Dok?" Bian menyela, tak sabaran menunggu tanya jawabku dengan dokter itu. Dokter itu t

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagain 6

    "Kapan jadwal haidmu, ditanya malah jawabannya hah. Memangnya nggak dengar pertanyaan sejelas itu." Bian mulai berkata keras lagi padaku. "Untuk apa kamu bertanya hal itu?" tanyaku. Penasaran, tentu saja "Memangnya tadi kamu nggak dengar apa yang dikatakan dokter. Aku akan mencatatnya di sini," terang Bian seraya memperlihatkan ponselnya padaku."Aku akan datang ke tempat ini saat kamu dalam masa subur. Kau pikir aku ini pria yang tak punya pekerjaan hingga harus bolak-balik dari tempatmu ke rumahku," sambungnya dengan nada menggebu."Jika begitu bawa aku ke tempat Mama.""Itu yang kamu mau, jangan harap," balas Bian dengan nada sinis. Aku hanya bisa menghela napas panjang. Sejak saat aku melahirkan bayi laki-laki itu, sejak saat itu juga aku tak boleh menjejakkan kaki di rumah itu. Bahkan aku tak boleh datang ke kota yang sama dengan di mana mereka semua berada. "Sini biar aku isi sendiri," kataku, sembari mengulurkan tangan padanya. Meminta ponsel yang ada dalam genggaman tanga

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 1

    "Ayo bikin anak. Aku mau anak darimu lagi. Cepat dan segera!"Suaranya dingin, menusuk, sama persis seperti lima tahun lalu. Bian duduk santai di sofa ruang tamuku, seolah-olah apa yang baru saja ia katakan hanyalah hal sepele.Aku tercekat. Kata-katanya seperti pukulan telak yang menyesakkan dada. Bagaimana bisa ia muncul begitu saja, seperti badai yang tak diundang, lalu meminta sesuatu yang bahkan dulu menghancurkan hidupku?“Kamu pikir bikin anak itu kayak bikin adonan kue?” Aku menahan tangis yang sudah di ujung tenggorokan. “Lagipula kita bukan suami istri lagi! Jangan pernah sentuh aku!”Dia menatapku tajam, tapi tetap tenang. “Siapa bilang? Aku tak pernah mengucap cerai. Kamu masih istriku." Ia menyeringai dingin. "Dulu, kita cuma butuh sekali dan langsung jadi. Apa susahnya ulangi lagi?"Aku bergidik, menjauhkan tubuhku dari sofa. “Kita sudah terpisah selama lima tahun, Bian.”Dia bangkit dan mendekat, tubuh tingginya membuatku merasa semakin kecil. Wajahnya keras dan garang,

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-09
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 2

    "Saga ... Saga, tolong!" Aku makin histeris saat Bian membawaku dalam gendongannya. Aku tahu setelah ini apa yang akan terjadi, dia akan melemparkanku ke tempat tidur dan melakukan hal yang dia inginkan lakukan. Tidak aku tak mau lagi seperti ini. Sudah cukup yang dia lakukan lima tahun yang lalu. Braakkk! Pintu terbuka dengan kasar. Di depan pintu ada Saga yang selalu siaga seperti dulu jika aku berteriak memanggil namanya. "Apa yang kamu lakukan, kamu lupa apa yang aku pesan tadi. Hah?!" Bian marah tak terima dengan kedatangan Saga."Maaf, Pak, saya refleks mengikuti naluri saya ," sahut Saga dengan wajah biasa saja. "Saya selalu datang saat Ibu berteriak, makanya tadi juga begitu," sambungnya, menjelaskan.Dia menyebutku ibu saat ada Bian. Tapi saat berdua saja, dia akan memanggil nama saja. "Kau lupa ada aku bersamanya!""Maaf."Kelengahan Bian aku gunakan untuk lepas dari gendongan, sekuat tenaga kugigit lengannya hingga dia melepaskanku. Aku segera berlari dan bersembunyi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21

Bab terbaru

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagain 6

    "Kapan jadwal haidmu, ditanya malah jawabannya hah. Memangnya nggak dengar pertanyaan sejelas itu." Bian mulai berkata keras lagi padaku. "Untuk apa kamu bertanya hal itu?" tanyaku. Penasaran, tentu saja "Memangnya tadi kamu nggak dengar apa yang dikatakan dokter. Aku akan mencatatnya di sini," terang Bian seraya memperlihatkan ponselnya padaku."Aku akan datang ke tempat ini saat kamu dalam masa subur. Kau pikir aku ini pria yang tak punya pekerjaan hingga harus bolak-balik dari tempatmu ke rumahku," sambungnya dengan nada menggebu."Jika begitu bawa aku ke tempat Mama.""Itu yang kamu mau, jangan harap," balas Bian dengan nada sinis. Aku hanya bisa menghela napas panjang. Sejak saat aku melahirkan bayi laki-laki itu, sejak saat itu juga aku tak boleh menjejakkan kaki di rumah itu. Bahkan aku tak boleh datang ke kota yang sama dengan di mana mereka semua berada. "Sini biar aku isi sendiri," kataku, sembari mengulurkan tangan padanya. Meminta ponsel yang ada dalam genggaman tanga

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 5

    "Ayo ke dokter," ajak Bian begitu pria itu menjejakkan kaki di ruang tamu rumahku. Aku yang tak jadi ke toko bunga, memilih duduk di ruang tamu sambil menunggunya yang katanya akan segera datang. "Untuk apa?" Aku bertanya. "Aku nggak sakit," imbuhku. "Nggak usah banyak tanya, ayok!" Dia meraih pergelangan tanganku dan menariknya. Memaksaku untuk ikut dengannya. Di halaman, sudah ada Saga di dalam mobil Bian. Tepatnya di bagian kemudi, sepertinya dia ingin Bian menjadi sopirnya hari ini. Bian membuka pintu mobil bagian tengah, menyuruhku masuk lalu dia sendiri segera berlari memutari mobil. Kupikir dia akan masuk dan duduk di samping Saga. Ternyata dia memilih duduk di sebelahku. Tumben. ***"Sudah telat berapa hari, Bu?" Tanya dokter cantik yang hendak memeriksaku. Aku bingung mau menjawab apa, Bian tiba-tiba membawaku ke dokter kandungan. Dia pikir aku hamil?"Langsung periksa aja bisa kan, Dok?" Bian menyela, tak sabaran menunggu tanya jawabku dengan dokter itu. Dokter itu t

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 4

    "Na, kamu mau nikah dengan Bian dan hamil anaknya?" tanya Mama padaku.Wanita berusia enam puluh tahun ini, beliau adalah mama angkatku yang tadinya merupakan majikan orang tuaku. Ayahku adalah sopir di rumah ini, beliau meninggal saat bekerja padanya. Ibuku yang sedang hamil aku kala itu, hidup sebatang kara. Dia hanya tinggal dengan ayah saja. Karena merasa bertanggung jawab, keluarga ini membawa ibuku ke rumah. Niatnya akan dijadikan asisten rumah tangga jika aku sudah lahir nanti. Tapi siapa sangka, ibuku meninggal saat melahirkanku. Dan aku diangkat anak oleh keluarga ini. "Tapi Mas Bian mau? Memangnya istrinya gak bisa hamil, Ma? Dengan cara lain mungkin?" Aku berusaha menolaknya. Mungkin aku memang kagum pada sosok kakakku itu, tapi untuk menikah dengannya rasanya tak mungkin. Pria itu terlalu dingin padaku. Kami memang tak berinteraksi lagi setelah aku lulus SMA dan dia kuliah di luar negeri."Udah dicoba tapi gagal. Masalahnya ada di Ivanka."Ivanka adalah nama istri Mas Bi

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 3

    Aku terbangun dari tidur dengan badan sakit dan pegal-pegal semuanya. Semalam, aku menunggu kedatangan Bian hingga tertidur di sofa. Pria itu bilang akan datang, tapi ternyata hingga aku tertidur pun dia tak menampakkan batang hidungnya.Aku sengaja menunggunya di ruang tamu dan mengunci kamarku. Sebelum Bian melaksanakan apa yang dia inginkan, aku harus membuat kesepakatan dulu dengannya. Sejak Saga mengatakan iya, maka aku harus mulai menyusun rencana. Dimulai dengan membuat kesepakatan dengan Bian, lalu memindahkan semua uangku. Tapi ternyata semalam dia malah tak datang. Aku segera pergi ke kamar membersihkan diri, lalu membuat sarapan. Hari ini, aku akan pergi ke bank. Semalam aku juga sudah berpesan pada Mia, karyawan di toko bungaku. Kukatakan jika aku akan datang telat hari ini. ***"Kamu tahu kenapa Bian tak datang semalam?" Aku bertanya pada Saga yang tengah fokus berkendara. Kami akan pergi ke bank seperti yang aku inginkan. Aku dan Saga memang selalu pergi bersama. Dia

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 2

    "Saga ... Saga, tolong!" Aku makin histeris saat Bian membawaku dalam gendongannya. Aku tahu setelah ini apa yang akan terjadi, dia akan melemparkanku ke tempat tidur dan melakukan hal yang dia inginkan lakukan. Tidak aku tak mau lagi seperti ini. Sudah cukup yang dia lakukan lima tahun yang lalu. Braakkk! Pintu terbuka dengan kasar. Di depan pintu ada Saga yang selalu siaga seperti dulu jika aku berteriak memanggil namanya. "Apa yang kamu lakukan, kamu lupa apa yang aku pesan tadi. Hah?!" Bian marah tak terima dengan kedatangan Saga."Maaf, Pak, saya refleks mengikuti naluri saya ," sahut Saga dengan wajah biasa saja. "Saya selalu datang saat Ibu berteriak, makanya tadi juga begitu," sambungnya, menjelaskan.Dia menyebutku ibu saat ada Bian. Tapi saat berdua saja, dia akan memanggil nama saja. "Kau lupa ada aku bersamanya!""Maaf."Kelengahan Bian aku gunakan untuk lepas dari gendongan, sekuat tenaga kugigit lengannya hingga dia melepaskanku. Aku segera berlari dan bersembunyi

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 1

    "Ayo bikin anak. Aku mau anak darimu lagi. Cepat dan segera!"Suaranya dingin, menusuk, sama persis seperti lima tahun lalu. Bian duduk santai di sofa ruang tamuku, seolah-olah apa yang baru saja ia katakan hanyalah hal sepele.Aku tercekat. Kata-katanya seperti pukulan telak yang menyesakkan dada. Bagaimana bisa ia muncul begitu saja, seperti badai yang tak diundang, lalu meminta sesuatu yang bahkan dulu menghancurkan hidupku?“Kamu pikir bikin anak itu kayak bikin adonan kue?” Aku menahan tangis yang sudah di ujung tenggorokan. “Lagipula kita bukan suami istri lagi! Jangan pernah sentuh aku!”Dia menatapku tajam, tapi tetap tenang. “Siapa bilang? Aku tak pernah mengucap cerai. Kamu masih istriku." Ia menyeringai dingin. "Dulu, kita cuma butuh sekali dan langsung jadi. Apa susahnya ulangi lagi?"Aku bergidik, menjauhkan tubuhku dari sofa. “Kita sudah terpisah selama lima tahun, Bian.”Dia bangkit dan mendekat, tubuh tingginya membuatku merasa semakin kecil. Wajahnya keras dan garang,

DMCA.com Protection Status