Share

Bagian 3

Penulis: Isna Arini
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-21 15:26:35

Aku terbangun dari tidur dengan badan sakit dan pegal-pegal semuanya. Semalam, aku menunggu kedatangan Bian hingga tertidur di sofa. Pria itu bilang akan datang, tapi ternyata hingga aku tertidur pun dia tak menampakkan batang hidungnya.

Aku sengaja menunggunya di ruang tamu dan mengunci kamarku. Sebelum Bian melaksanakan apa yang dia inginkan, aku harus membuat kesepakatan dulu dengannya. Sejak Saga mengatakan iya, maka aku harus mulai menyusun rencana. Dimulai dengan membuat kesepakatan dengan Bian, lalu memindahkan semua uangku. Tapi ternyata semalam dia malah tak datang.

Aku segera pergi ke kamar membersihkan diri, lalu membuat sarapan. Hari ini, aku akan pergi ke bank. Semalam aku juga sudah berpesan pada Mia, karyawan di toko bungaku. Kukatakan jika aku akan datang telat hari ini.

***

"Kamu tahu kenapa Bian tak datang semalam?" Aku bertanya pada Saga yang tengah fokus berkendara.

Kami akan pergi ke bank seperti yang aku inginkan. Aku dan Saga memang selalu pergi bersama. Dia tak pernah membiarkanku lepas dari pengawasannya. Jika aku di rumah maka dia ada di rumah, jika aku pergi ke toko bunga dia pun akan ikut serta. Selain menjagaku dua puluh empat jam, dia juga menjadi sopir pribadiku.

"Entahlah aku tak tahu."

"Bukan dia yang bilang padamu akan datang ke rumah."

"Betul, kupikir semalam Pak Bian beneran datang."

"Bagaimana bisa kamu berpikir seperti itu. Apa kau lihat semalam ada mobil yang masuk ke pekarangan rumahku. Wah ... Kamu sepertinya mulai tak siaga sekarang."

"Pak Bian berpesan, jika beliau berniat datang, aku tidak boleh keluar dari paviliun. Cukup diam saja di sana. Lagi pula, tak sembarangan orang bisa masuk ke daerah rumahmu." Saga berkilah, seolah membenarkan tindakannya.

"Hei, jangan seperti itu. Pria itu lebih berbahaya dari apapun bagiku. Jika ada dia, kamu harusnya lebih siaga," protesku, tak suka.

Enak saja dia tidak akan peduli jika Bian datang. Bisa-bisa kalau aku butuh pertolongan seperti waktu itu, tak ada yang akan menolongku.

"Bagaimana bisa begitu, dia yang membayarku. Tentu saja aku harus nurut padanya."

Aku menghela napas panjang, bisa-bisanya Saga mengatakan hal itu. Padahal kemarin, dia sudah mengatakan akan membawaku kabur bersamanya. Apakah dia asal bicara saja.

"Kau janji akan membawaku pergi." Kuingatkan akan janjinya.

"Iya, jika aku sudah tak bekerja pada Pak Bian," balas Saga dengan santai.

"Makanya nanti pas aku mau lahiran, langsung berhenti kerja."

"Hamil aja belum."

Bisa-bisanya dia menjawab. Menyebalkan.

Sampai di bank, aku segera membuka rekening baru. Niatnya, uang pemberian Bian akan aku tarik tunai sedikit demi sedikit dan aku simpan di nomor rekening yang baru. Aku punya waktu setidaknya sembilan bulan lebih untuk melakukan itu. Jika langsung aku pindahkan begitu saja sekaligus, Bian akan curiga. Biarlah dikira aku foya-foya dengan uang itu.

***

Aku menikmati teh hangat sambil menunggu Bian di ruang tamu, malam ini dia bilang mau datang. Buat apa lagi kalau bukan mau melakukan keinginannya. Tapi sebelum itu, aku harus membuat perjanjian dengannya.

Aku menolehkan ke arah pintu saat terdengar suara orang membukanya. Wajah datar Bian langsung menyembul saat pintu terbuka.

"Udah siap?" tanya Biar Langsung ke intinya. Dia memang tak pernah berbasa-basi denganku.

"Aku mau bicara dulu."

"Apalagi yang mau dibicarakan. Sekarang kamu sudah pandai meminta ini dan itu. Sejak keluar dari rumah, makin berani melawan," protes Bian. Dia nampak tak suka dengan apa yang aku lakukan.

"Apa susahnya sih berdiskusi denganku."

"Memangnya nyambung? Aku lulusan luar negeri, kamu hanya lulusan SMA."

Aku langsung menelan ludah, dia selalu saja merendahkanku. Apa salahnya lulusan SMA, otakku juga tak bodoh-bodoh amat. Aku mengerti setiap yang dia bicarakan. Ilmu bisa didapat dengan membaca, tak peduli lulusan apa.

"Katakan apa maumu," ujar Bian sambil duduk di sofa yang ada di depanku.

"Ceraikan aku setelah aku melahirkan."

Bian tak langsung bereaksi dengan permintaanku, dia malah menatapku dengan padangan yang dalam. Seakan menguliti.

"Kenapa kamu minta seperti itu?"

"Untuk apa aku jadi istrimu jika itu hanya nama saja. Pernikahan kita juga tidak diakui negara. Aku ini bagaikan simpanan, tak ada orang yang tahu aku istrimu selain keluarga dan istrimu saja. Aku ingin bebas, tidak digantung seperti ini. Aku janji tidak akan mengusik keluargamu dan anak-anak kita." Aku bertutur panjang lebar, mengungkapkan semua keinginanku dalam sekali bicara.

"Anak-anak kita?" Bian mengulangi perkataanku dengan nada mengejek.

"Tentu saja anak-anak kita, aku ibunya," pekikku dalam hati. Pasti dia akan murka kalau aku membalas ucapannya.

"Apa kamu jatuh cinta pada seseorang?" tanya Bian, karena aku masih diam tanpa kata.

"Jangan ngarang, siapa yang bisa membuatku jatuh cinta. Ketemu laki-laki saja tak pernah."

"Pelanggan toko bunga."

"Mana ada, orang datang dan pergi tiap hari."

"Saga?"

"Bagaimana bisa seorang wanita jatuh cinta pada robot seperti dia."

"Kalau begitu tak usah banyak drama. Aku tak akan melepaskan apa yang sudah menjadi milikku. Lagipula aku tak akan membiarkan orang yang mengambil kebahagiaanku, bahagia sendiri."

"Kapan aku mengambil kebahagiaanmu, kapan aku menjadi milikmu. Kamu hanya menjadikanku tempat menyimpan benihmu," pekikku kencang, aku mulai emosi padanya.

Dia yang mengambil semua hal diriku, tapi dia merasa aku mengambil sesuatu darinya.

"Maka itu, terima saja apa yang menjadi nasibmu sekarang." Bian berkata sambil berjalan ke arahku.

"Aku belum bilang iya untuk melakukannya," protesku sembari berusaha menjauhi Bian.

"Aku tak perlu persetujuanmu."

Bain mengangkat tubuhku ke pundaknya, membawaku bagaikan karung beras. Tak peduli meskipun aku meronta-ronta.

"Kenapa dikunci," seru Bian saat mendapati pintu kamarku terkunci.

"Aku sengaja melakukannya. Jika kamu setuju dengan keinginanku, maka aku akan membuka kunci kamar ini dan kita bisa melakukannya."

"Aku bisa melakukannya di manapun."

Bian melempar tubuhku ke atas sofa dan mengungkungnya. Tak peduli aku berusaha menolaknya. Dia masih seperti yang dulu, kasar dan bertindak sesuka hati padaku. Tak peduli jika aku tersiksa karena perlakuannya.

🍁 🍁 🍁

Bab terkait

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 4

    "Na, kamu mau nikah dengan Bian dan hamil anaknya?" tanya Mama padaku.Wanita berusia enam puluh tahun ini, beliau adalah mama angkatku yang tadinya merupakan majikan orang tuaku. Ayahku adalah sopir di rumah ini, beliau meninggal saat bekerja padanya. Ibuku yang sedang hamil aku kala itu, hidup sebatang kara. Dia hanya tinggal dengan ayah saja. Karena merasa bertanggung jawab, keluarga ini membawa ibuku ke rumah. Niatnya akan dijadikan asisten rumah tangga jika aku sudah lahir nanti. Tapi siapa sangka, ibuku meninggal saat melahirkanku. Dan aku diangkat anak oleh keluarga ini. "Tapi Mas Bian mau? Memangnya istrinya gak bisa hamil, Ma? Dengan cara lain mungkin?" Aku berusaha menolaknya. Mungkin aku memang kagum pada sosok kakakku itu, tapi untuk menikah dengannya rasanya tak mungkin. Pria itu terlalu dingin padaku. Kami memang tak berinteraksi lagi setelah aku lulus SMA dan dia kuliah di luar negeri."Udah dicoba tapi gagal. Masalahnya ada di Ivanka."Ivanka adalah nama istri Mas Bi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 5

    "Ayo ke dokter," ajak Bian begitu pria itu menjejakkan kaki di ruang tamu rumahku. Aku yang tak jadi ke toko bunga, memilih duduk di ruang tamu sambil menunggunya yang katanya akan segera datang. "Untuk apa?" Aku bertanya. "Aku nggak sakit," imbuhku. "Nggak usah banyak tanya, ayok!" Dia meraih pergelangan tanganku dan menariknya. Memaksaku untuk ikut dengannya. Di halaman, sudah ada Saga di dalam mobil Bian. Tepatnya di bagian kemudi, sepertinya dia ingin Bian menjadi sopirnya hari ini. Bian membuka pintu mobil bagian tengah, menyuruhku masuk lalu dia sendiri segera berlari memutari mobil. Kupikir dia akan masuk dan duduk di samping Saga. Ternyata dia memilih duduk di sebelahku. Tumben. ***"Sudah telat berapa hari, Bu?" Tanya dokter cantik yang hendak memeriksaku. Aku bingung mau menjawab apa, Bian tiba-tiba membawaku ke dokter kandungan. Dia pikir aku hamil?"Langsung periksa aja bisa kan, Dok?" Bian menyela, tak sabaran menunggu tanya jawabku dengan dokter itu. Dokter itu t

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagain 6

    "Kapan jadwal haidmu, ditanya malah jawabannya hah. Memangnya nggak dengar pertanyaan sejelas itu." Bian mulai berkata keras lagi padaku. "Untuk apa kamu bertanya hal itu?" tanyaku. Penasaran, tentu saja "Memangnya tadi kamu nggak dengar apa yang dikatakan dokter. Aku akan mencatatnya di sini," terang Bian seraya memperlihatkan ponselnya padaku."Aku akan datang ke tempat ini saat kamu dalam masa subur. Kau pikir aku ini pria yang tak punya pekerjaan hingga harus bolak-balik dari tempatmu ke rumahku," sambungnya dengan nada menggebu."Jika begitu bawa aku ke tempat Mama.""Itu yang kamu mau, jangan harap," balas Bian dengan nada sinis. Aku hanya bisa menghela napas panjang. Sejak saat aku melahirkan bayi laki-laki itu, sejak saat itu juga aku tak boleh menjejakkan kaki di rumah itu. Bahkan aku tak boleh datang ke kota yang sama dengan di mana mereka semua berada. "Sini biar aku isi sendiri," kataku, sembari mengulurkan tangan padanya. Meminta ponsel yang ada dalam genggaman tanga

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 7

    "Dimana kamu?" tanya Bian begitu panggilan telepon terhubung. Nada bicaranya datar, sungguh di luar dugaan dia tak marah padaku. Aku kabur dari rumah saat tahu Bian akan datang, pergi ke hotel agar tak bertemu dengan pria itu. Kuminta Saga pergi untuk mencari sesuatu dan aku pergi setelah Saga tak mengawasiku. "Untuk apa kamu tahu aku dimana," balasku santai."Kamu tahu kan ini tanggal berapa.""Tau.""Kenapa malah pergi?""Aku tak mau kamu perkosa."Diam, tak ada balasan dari pria yang ada di ujung telpon sana. Untuk sesaat, kami tengelam salam keheningan. Bahkan aku sampai harus memastikan kalau sambungan ponsel masih terhubung. "Apa begini sikap seorang ibu?" tanya Bian. Pria itu kembali membuka percakapan setelah beberapa lami terdiam. "Anak itu butuh dirimu, apa kamu tak bisa berkorban untuknya. Di dalam dirinya ada darahmu yang mengalir. Dia menderita, apa kamu tega terus memintanya menunggu. Apa kamu akan terus lari dariku? Sampai kapan?"Ucapan Bian panjang lebar seakan me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 8

    Dia memperlakukanku dengan sangat lembut, bahkan aku pikir kami melakukan dengan cinta. Tak pernah sama sekali dia bersikap lembut selama ini. "Jangan berharap lebih, Sha," batinku, mengingatkan diriku sendiri. Aku terbaring membelakangi Bian setelah kami selesai melakukan hubungan. Bian melakukan semuanya karena ingin aku segera memiliki anak saja. Tidak lebih dari itu. Aku harus tahu diri sebelum aku terluka seperti dulu. Kelembutannya barusan hanyalah agar aku tak stress. Sepertinya Saga berhasil membujuk Bian.Dulu, saat Bian mengucapkan ikrar pernikahan, aku merasa bahagia menjadi seorang istri. Aku membayangkan malam yang indah meskipun sejak awal kami menikah karena dia ingin anak dariku. Tapi malam itu, adalah malam yang panjang dan menyakitkan bagiku. Malam itu, saat dia menyentuhku tanpa permulaan. Aku menolaknya karena tak ingin diperlakukan seperti itu. Aku hendak kabur dari kamar pengantin kami. Tapi dia murka, dia menyentuhku dengan paksa. Tak hanya sekali tapi berkal

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 9

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 9Bian terlelap di sampingku tak lama setelah menyentuhku kedua kalinya, mungkin sekarang dia kelelahan. Pria itu baru datang ke sini, lalu langsung mencariku dan pergi ke hotel. Hanya beristirahat sebentar untuk berbincang tentang Cenna lalu kami melakukannya. Biasanya setelah itu, dia akan pergi. Seperti terakhir kali dia menyentuhku secara paksa di ruang tamu waktu itu. Tapi tadi kami mengulangnya sekali lagi. Dia masih saja tak pergi, mungkin sekarang karena kami tidur di hotel sehingga dia memilih untuk tidak pergi dari sisiku. Matanya tertutup rapat, dadanya naik turun dengan teratur menandakan jika dia benar-benar terlelap.Kali ini aku berani menatap wajahnya secara intens. Tak bisa dipungkiri jika dia adalah pria yang sempurna, tampan, dan dari keluarga kaya. Dia juga memiliki segalanya. Aku yakin banyak wanita yang mungkin saja kagum dan memendam suka padanya. Dulu aku pun juga pernah memiliki rasa itu, kami tumbuh besar bersama. Meskipun d

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 10

    Aku berjalan kaki dengan langkah gontai. Sejak keluar dari hotel aku tak berniat untuk memesan taksi. Namun memilih untuk terus berjalan kaki, entah ke mana aku hanya mengikuti kakiku melangkah. Hari sudah beranjak semakin malam, dan aku tak peduli apapun yang akan terjadi. Kurasakan ponsel yang berada di dalam Sling bag milikku terus bergetar sejak tadi. Jika bukan Bian paling juga Saga. Hanya dua orang itu saja yang dengan intens menelpon. Aku memang punya ponsel tapi di dalamnya tak begitu banyak kontak. Mama juga jarang-jarang menelponku.Aku juga bingung, bagaimana bisa tak memiliki teman dekat saat dulu ada di SMP dan SMA. Sejak dulu aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan membaca buku. Apalagi dulu sekolah di tempat orang-orang kaya, khawatir jika mereka tahu asal usulku yang hanya anak seorang pembantu rumah tangga. Kupikir menjadi penyendiri dan menjadi kutu buku adalah pilihan yang tepat. Kaki mulai pegal dan sakit, perutku juga terasa sangat lapar, tapi semuanya tak be

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β bagian 11

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 11Mati. Bagaimana bisa Bian memergoki kami dalam keadaan seperti ini. Dia pernah mengira aku jatuh cinta pada pria dan Saga salah satu nama yang dia sebut. Bagaimana reaksi dan pikirannya sekarang melihatku dalam pelukan Saga. Bisa-bisa dia mengira aku benar-benar jatuh cinta pada pria ini."Sha, pura-pura pingsan," bisik Saga.Apa Saga berniat untuk menipu Bian sekarang. Tak mau banyak bertanya dan berpikir, aku mengikuti perintah bodyguardku ini. Sepertinya ini akan lebih selamat daripada aku mendebat Bian saat ini. "Lepaskan istriku," teriak Bian.Istri dia bilang, apa dia sedang kerasukan sekarang? "Maaf, Pak. Ibu pingsan bagaimana bisa saya lepaskan." Saga berkata sembari memindahkan posisiku. Aku dibopongnya sekarang. "Bapak apakan ibu hingga seperti ini. Dia hendak terjun ke sungai. Jika saya tidak segera datang, mungkin sekarang tubuhnya sudah di bawah sana. Saya harus membujuknya yang sedang emosi hingga dia pingsan seperti ini." Saga berb

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19

Bab terbaru

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 41

    Bian berjalan perlahan ke arahku, dia tidak menuju ke arah Saga dan ingin mengamuk padanya. Apa sekarang dia akan marah padaku."Tenang saja, kamu tak perlu lagi khawatir pada Nala. Ada aku yang akan menjaganya," ucap Bian sambil merangkul pinggangku dan memeluknya dengan erat. "Mulai sekarang, kamu bisa fokus pada kehidupanmu sendiri. Aku dengar setelah ini kamu akan berhenti dari profesi ini, bukan begitu, Sayang?" Ujar Bian lagi sambil mengeratkan pelukannya dan menatap padaku.Aku yang tidak menyangka Bian akan melakukan hal itu padaku hanya bisa melongo dibuatnya. "Hah?!" Aku berkata sambil menatap pada Bian. "Mulai sekarang Saga harus fokus pada kehidupannya sendiri." Bian mengulang perkataannya tanpa mengalihkan pandangan dariku. Aku menganggukkan kepala samar. Mungkin lebih baik memang seperti ini, Saga mengira aku dan Bian sudah baik-baik saja sehingga pria itu tak akan lagi mengkhawatirkanku. Saga terlihat tak nyaman dengan kemesraan yang diperlihatkan oleh Bian. "Bagu

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 40

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 40"Berikan padaku, mungkin dia lapar." Aku berkata lirih sambil mengulurkan tangan pada Bian yang tampak kesulitan menenangkan Hafizah. Aku harus bisa menahan diri, kuat, dan bisa mengendalikan diriku. Hafizah adalah tanggung jawab yang harus kuurus dan rawat dengan baik, jangan sampai karena aku kesal pada daddynya, membuat bayi itu terlantar. Kali ini aku tidak boleh depresi lagi seperti dulu. Aku bisa melewati semua untuk Hafizah.Bian menatapku. "Kamu baik-baik saja?" tanya Bian. Aku mengangguk kepala. Tadi, untuk beberapa saat lamanya aku menangis sambil menatap ke arah Bian. Membiarkan dia berusaha menenangkan Hafizah. Namun, jika aku terus menuruti keinginanku untuk menangis, maka Hafizah juga tidak akan tenang. Bian memberikan bayi itu padaku, memastikan aku baik-baik saja lalu berpamitan keluar kamar. "Aku akan keluar, susui dia dengan tenang. Kalau sudah selesai, ayo kita makan," ucap Bian sebelum keluar kamar.Hafizah langsung tenang se

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 39

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 39"Halo siapa ini, jangan main-main jika tidak ada kepentingan," seru Bian dari ujung telepon. Aku menelponnya tapi mulutku engga membuka suara. Pagi ini, setelah memantapkan diri akhirnya aku menelpon Bian. Setelah semalam emak berbicara banyak padaku, aku memutuskan untuk kembali terlebih dulu. Biar Saga kembali ke tempat ini terlebih dahulu baru aku pergi lagi, jika bisa. "Bian, ini aku ....""Na, Nala. Dimana kamu berada?" Bian memotong perkataanku sebelum aku sempat menyebutkan nama. "Aku akan kasih tahu, tapi kamu harus janji sesuatu dulu.""Iya aku janji. Apapun yang kamu minta akan aku penuhi," jawab Bian tanpa berpikir panjang. "Kalau aku pulang, kamu bakalan biarin Saga berhenti kerja, kan.""Iya, tentu saja. Kamu akan pindah ke rumah baru, seperti janjinku.""Tidak perlu, aku akan tetap di sana. Biar Bibi yang tinggal di paviliun. Aku akan mengurus toko bunga lagi."Toko bunga kutinggal begitu saja, tak perduli dengan apapun waktu aku k

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 38

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 38Seminggu sudah berlalu berada di tempat ini. Aku tinggal di rumah Emak yang masih berada di area yayasan. Rumah mungil, seperti rumahku juga. Jika pagi hari, aku akan keliling di area yayasan, melihat aktifitas anak-anak di dalam sambil membawa Hafizah, rasanya sangat damai dan tenang. Entahlah, aura positif seperti ini yang sangat aku inginkan selama ini. Di tempat ini, aku seperti tak memiliki beban apapun. Hari-hariku terasa menyenangkan dan ringan. Pagi ini, aku juga berkeliling seperti biasa. Lalu berhenti di taman, tempat dimana aku dan Saga memberi makan ikan. Mendadak aku ingat dengan pria itu, bagaimana keadaannya setelah aku kabur. Apa Bian menyalahkan dia dan menganiaya pria itu. Aku harap itu tidak terjadi. Apa mereka berdua kerepotan mencariku. "Pagi-pagi jangan ngelamun, Mbak." Suara yang begitu familiar terdengar menyapa indera pendengaranku. Aku menoleh ke arah sumber suara lalu tersenyum padanya. Wanita cantik berkulit putih den

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 37

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 37POV Nala "Ada apa kamu ke sini?" tanya Saga saat melihatku ada di depan paviliun yang dia tempati. "Kamu bisa memanggilku seperti biasanya, tak perlu mendatangiku. Nanti Pak Bian berpikir macam-macam," sambungnya. Sejak aku melahirkan, Saga memang tak terlalu banyak berinteraksi denganku. Apalagi ada bibi yang ada di rumah, nyaris aku tak pernah minta bantuan pria itu lagi untuk hal remeh temeh. Ditambah lagi, aku malu dengannya karena pernah memintanya menikah denganku. "Bagaimana aku memanggilmu, berteriak?" Aku bertanya sambil tertawa kecil. Sejak ponselku rusak karena kulempar ke arah Bian waktu di rumah sakit itu, aku memang tak mau saat Bian memberikan smartphone baru. Saat dia sengaja membelikannya, aku pun mendiamkannya seakan tak ak butuh. Benda itu mati kehabisan baterai dan tersimpan di laci meja riasku. "Kenapa nggak dinyalakan ponselnya, Pak Bian sudah beli kan waktu itu?" "Buat apa, aku tak membutuhkannya.""Butuh saat begini."

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 36

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 36Aku tetap memantau apa yang mereka lakukan. Nala dan Saga memang terlihat makan malam seperti biasanya, tak terjadi apapun di antara mereka. Sesekali mereka berbicara, harusnya aku memasang CCTV yang bisa merekam suara juga bukan hanya gambar seperti ini. Dua puluh menit berlalu, aku terus menatap layar gawai. Pokoknya aku akan melihat mereka sampai selesai. Tiba-tiba hal yang tak biasa membuatku bertanya-tanya, aku melihat Saga mengangkat sendok garpu seperti hendak menusuk sesuatu. "Hei, apa yang akan kamu lakukan!" Refleks aku berteriak saat melihat hal itu, tak mungkin Nala akan ditusuk olehnya dengan benda tersebut. Beberapa detik kemudian tangan Saga bersiap mengayun dan menusuk ke tangannya sendiri. Rupanya Saga ingin melukai dirinya sendiri. Tapi gerakan itu berhenti di udara karena tangan Nala menghalangi Saga melakukannya. Lalu Tak lama kemudian Saga terkulai dan kepalanya terjatuh di meja. Nala tidak meracuni pria itu kan. Dadaku berd

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 35

    "Kenapa menatapku seperti itu. Aku gemuk, jelek, bengkak kayak gajah?" tanya Nala bertubi-tubi setelah meletakkan Hafizah di box bayi. Wanita itu baru selesai memberi ASI dan menidurkan putrinya. Aku tidak sengaja melihat momen dia begitu perhatian dan sayang pada Hafizah karena masuk ke kamarnya. Hendak mengambil tab milikku yang tertinggal di atas nakas. Ini hari ke-dua aku datang dan menginap di rumah ini setelah kelahiran bayi itu. "Aku memang gemuk dan bengkak, tapi aku bahagia karena bisa memberikan ASI pada putriku. Tidak seperti dulu, aku memang tetap langsing tapi anakku minum susu formula." Nala masih melanjutkan ucapannya. "Enggak, kamu tetap cantik dengan tubuh seperti apapun," balasku sambil berlalu menuju tempat di mana gadgetku berada. Tak perduli dengan reaksi Nala dengan kosakata yang barusan aku ucapkan. Lagi pula dia tak terlalu gemuk, hanya sedikit lebih berisi dari sebelumnya. Aku segera mengambil tab milikku dan berniat kembali keluar kamar yang kurasa makin

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 34

    Setelah satu minggu menemani Nala, aku kembali ke rumah. Nala sudah pulang dari rumah sakit, di rumahnya ada pembantu rumah tangga yang datang dan pergi setiap hari untuk memasak dan membereskan rumah. Saga, tetap aku perintahkan untuk di sana. Kubilang dia boleh berhenti setelah Nala pindah ke rumah baru. Aku memang berencana melakukan hal itu. menempatkan Nala di rumah yang lebih luas dan layak. Agar ada tempat untuk pembantu rumah tangga, ada tempat yang luas untuk Hafizah bermain. Tidak perlu waktu lama, bayi itu akan tumbuh besar dan perlu ruangan luas untuk berlarian. "Pulang juga akhirnya kamu." Ivanka berkata dengan tangan bersedekap di depan dadanya. Aku yang baru saja menjejakkan kaki di ruang tamu, enggan berdebat dan memilih untuk pergi ke kamar terlebih dahulu. Tau begini, lebih baik langsung ke rumah Mama saja. Aku harap dengan mandi, akan membuat kepala lebih dingin dan berbicara dengan Ivanka tanpa kemarahan.Mungkin aku salah di mata Ivanka, diam-diam perhatian pad

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 33

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 33POV Bian Suasana yang sempat gaduh tadi mendadak sunyi setelah kepergian Saga. Nala terlihat membuang pandangan, menatap keluar jendela kaca. Aku memunguti ponsel Nala yang berserak di lantai, kupastikan benda ini sudah tak akan berfungsi lagi. "Nanti aku belikan yang baru," ucapku sambil menyimpan serpihan benda sejuta umat itu di atas nakas.Nala mengalihkan pandangan, menatap sekilas padaku. "Tak perlu, aku tak membutuhkannya," tolak Nala. "Aku memiliki ponsel pun tak ada gunanya, hanya kamu dan Saga yang menghubungiku. Apa lagi aku akan sibuk mengurus bayi, jadi memang aku tak membutuhkan benda itu. Jika kamu ingin menghubungiku bisa lewat Saga," tutur Nala panjang lebar.Aku menghela nafas, kemudian duduk di kursi lagi, di samping Nala berada. Air mata wanita itu sesekali masih terlihat mengalir di pipinya."Terserah kamu mau memperlakukan aku seperti apa. Kau penjara aku di rumah itu pun, aku tak masalah. Tapi jangan kau nikahkan aku denga

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status