Share

Bagian 5

Author: Isna Arini
last update Last Updated: 2024-11-21 15:36:59

"Ayo ke dokter," ajak Bian begitu pria itu menjejakkan kaki di ruang tamu rumahku.

Aku yang tak jadi ke toko bunga, memilih duduk di ruang tamu sambil menunggunya yang katanya akan segera datang.

"Untuk apa?" Aku bertanya. "Aku nggak sakit," imbuhku.

"Nggak usah banyak tanya, ayok!"

Dia meraih pergelangan tanganku dan menariknya. Memaksaku untuk ikut dengannya. Di halaman, sudah ada Saga di dalam mobil Bian. Tepatnya di bagian kemudi, sepertinya dia ingin Bian menjadi sopirnya hari ini.

Bian membuka pintu mobil bagian tengah, menyuruhku masuk lalu dia sendiri segera berlari memutari mobil. Kupikir dia akan masuk dan duduk di samping Saga. Ternyata dia memilih duduk di sebelahku. Tumben.

***

"Sudah telat berapa hari, Bu?" Tanya dokter cantik yang hendak memeriksaku.

Aku bingung mau menjawab apa, Bian tiba-tiba membawaku ke dokter kandungan. Dia pikir aku hamil?

"Langsung periksa aja bisa kan, Dok?" Bian menyela, tak sabaran menunggu tanya jawabku dengan dokter itu.

Dokter itu tersenyum, sepertinya faham dengan ketidaksabaran suamiku. Aku langsung di periksa menggunakan alat USG. Dan aku hanya bisa diam saja, malas berdebat ini dan itu. Bagaimana aku bisa hamil jika dua minggu yang lalu aku mendapatkan menstruasi. Seminggu setelah Bian menggauliku dengan paksa, aku haid. Jadi seratus persen aku tidak hamil.

"Ibu Nala dalam keadaan tidak hamil, Pak," ucap dokter Rani. Setelah selesai memeriksa dan kami kembali duduk di kursi tempat pertama kali kami masuk tadi.

"Kok bisa?" Tanya Bian.

Aku sendiri, terus diam sejak tadi. Tak berniat berbicara sama sekali. Bisa-bisanya Bian mengajakku ke dokter kandungan tanpa konfirmasi dulu padaku. Biar aja dia yang berbicara dengan dokternya.

"Sudah berapa tahun menikah?" tanya dokter Rani.

"Hampir enam tahun," jawab Bian.

"Sudah pernah hamil sebelumnya?"

"Sudah." Lagi-lagi Bian yang menjawab dengan singkat.

Dokter ini memang bukan dokter yang menanganiku dulu. Tentu saja, kami harus pergi ke kota tempat Bian berada jika mau bertemu dengan dokter yang sama.

"Oh jadi ini ingin memiliki anak ke dua, selama ini pakai KB apa?"

"Tidak KB, Dok. Selama ini kami tinggal terpisah." Kali ini aku yang menjawabnya karena Bian diam. Dia tentu tak tahu tenang hal ini.

Dokter Rani mengangguk kepala. "Sudah berapa kali melakukan hubungan sejak ...."

"Dulu waktu anak pertama, kami mencoba sekali langsung hamil," potong Bian. Membuat dokter Rani tak menyelesaikan pertanyaannya.

Apa satu kali yang dia maksud satu waktu berkali-kali? Waktu itu dia ... memikirkannya membuatku emosi dan terluka.

"Oh mungkin saat itu, Bu Nala sedang dalam keadaan subur, dalam masa ovulasi tinggi. Jadi sekali coba langsung hamil, bisa saja terjadi," terang dokter Rani.

"Maksudnya, Dok?" Bian kembali antusias berbicara dengan dokter Rani.

"Jadi setiap bulan, wanita itu memiliki masa suburnya. Periode masa subur atau ovulasi ini biasanya dimulai di sekitar hari ke empat belas dalam siklus menstruasi ...."

Dokter Rani menjelaskan pada Bian dan pria itu dengan antusias mendengarnya. Sedangkan aku, tak begitu ingin mendengar penjelasan dokter wanita itu, hanya lewat begitu saja di telingaku. Entahlah, kira-kira apa yang dipikirkan oleh dokter itu saat ini tentang kami.

"Anda bisa melakukan hubungan dalam waktu sekitar dua hari sebelum ovulasi hingga kurang lebih lima hari setelah ovulasi, lakukan setidaknya tiga kali dalam waktu satu minggu itu."

Penjelasan dokter barusan membuatku tak nyaman, tiga kali seminggu. Betapa tersiksanya aku jika Bian benar-benar melakukannya.

"Bagaimana jika tak bisa menentukan periode itu secara tepat, Dok. Misalnya karena jadwal haid tak teratur." Bian masih melanjutkan sesi pertanyaannya.

Aku mengeram dalam hati, dia begitu ingin tahu soal ini. Tentu saja, kami sedang bersaing dengan waktu demi anak itu.

"Hal itu bisa dikenali dengan beberapa tanda, diantaranya, suhu basal tubuh.

Ovulasi dapat meningkatkan suhu basal tubuh yaitu suhu tubuh saat beristirahat. Ada termometer khusus. Lalu cairan keputihan, saat yang paling subur adalah ketika cairan tersebut mulai terlihat agak jernih seperti bagian putih pada telur mentah." Dokter Rani masih terus menjelaskan.

Harusnya aku yang paling banyak mendengarkan, tapi malah pria angkuh ini yang antusias. Aku sekarang tahu, kenapa beberapa hari setelah menstruasi kadang terjadi hal seperti yang barusan dokter katakan.

"Selain itu saat ovulasi tinggi, wanita merasakan gaira...."

"Cukup, Dok. Cukup, biar saya yang menjalankan lainnya pada suami saya." Aku menyela penjelasan dokter Rani.

Nampaknya aku juga tahu apa yang akan dokter itu katakan. Lama-lama sesi konsultasi ini terasa memalukan bagiku. Pria yang ada di sampingku ini bukanlah suami seperti yang seharusnya. Dia hanya butuh rahimku saja.

Dokter Rani tersenyum padaku, tapi Bian tampak tak terima.

"Dokter beri saya vitamin atau obat apapun agar kandungan saya subur," pintaku sembari tersenyum sealami mungkin.

"Baik, saya beri vitamin dan obat penyuburan kandung."

Aku menarik napas lega, saat Bian juga tak lagi penasaran dan kembali bertanya.

***

Di dalam mobil, Bian langsung sibuk dengan smartphonenya. Mungkin menghubungi istri tercinta. Aku tak peduli apapun yang dilakukan pria itu sejak saat dia bertindak kasar padaku dulu. Kami langsung pulang begitu menebus resep yang dokter berikan.

Di bagian kemudi, ada Saga yang tetap terlihat tegas dan profesional seperti biasanya jika ada Bian di depannya. Kami bertiga tengelam dalam kesibukan masing-masing. Bian sibuk dengan ponselnya, Saga sibuk menyetir, sedangkan aku sibuk melamun sambil menatap ke arah jalanan.

"Kapan jadwal haidmu?" tanya Bian memecah keheningan.

Dia bertanya hal pribadi seperti itu di hadapan pria lain tanpa beban. Mulutnya bertanya, tapi matanya tetap fokus pada benda pipih dalam genggamannya.

"Hah?!" Aku menyahut sambil menatap ke arah Saga berada.

Malu, tentu saja. Bagaimanapun dia tetaplah laki-laki. Bukan robot.

🍁🍁🍁

Related chapters

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagain 6

    "Kapan jadwal haidmu, ditanya malah jawabannya hah. Memangnya nggak dengar pertanyaan sejelas itu." Bian mulai berkata keras lagi padaku. "Untuk apa kamu bertanya hal itu?" tanyaku. Penasaran, tentu saja "Memangnya tadi kamu nggak dengar apa yang dikatakan dokter. Aku akan mencatatnya di sini," terang Bian seraya memperlihatkan ponselnya padaku."Aku akan datang ke tempat ini saat kamu dalam masa subur. Kau pikir aku ini pria yang tak punya pekerjaan hingga harus bolak-balik dari tempatmu ke rumahku," sambungnya dengan nada menggebu."Jika begitu bawa aku ke tempat Mama.""Itu yang kamu mau, jangan harap," balas Bian dengan nada sinis. Aku hanya bisa menghela napas panjang. Sejak saat aku melahirkan bayi laki-laki itu, sejak saat itu juga aku tak boleh menjejakkan kaki di rumah itu. Bahkan aku tak boleh datang ke kota yang sama dengan di mana mereka semua berada. "Sini biar aku isi sendiri," kataku, sembari mengulurkan tangan padanya. Meminta ponsel yang ada dalam genggaman tanga

    Last Updated : 2024-11-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 1

    "Ayo bikin anak. Aku mau anak darimu lagi. Cepat dan segera!"Suaranya dingin, menusuk, sama persis seperti lima tahun lalu. Bian duduk santai di sofa ruang tamuku, seolah-olah apa yang baru saja ia katakan hanyalah hal sepele.Aku tercekat. Kata-katanya seperti pukulan telak yang menyesakkan dada. Bagaimana bisa ia muncul begitu saja, seperti badai yang tak diundang, lalu meminta sesuatu yang bahkan dulu menghancurkan hidupku?“Kamu pikir bikin anak itu kayak bikin adonan kue?” Aku menahan tangis yang sudah di ujung tenggorokan. “Lagipula kita bukan suami istri lagi! Jangan pernah sentuh aku!”Dia menatapku tajam, tapi tetap tenang. “Siapa bilang? Aku tak pernah mengucap cerai. Kamu masih istriku." Ia menyeringai dingin. "Dulu, kita cuma butuh sekali dan langsung jadi. Apa susahnya ulangi lagi?"Aku bergidik, menjauhkan tubuhku dari sofa. “Kita sudah terpisah selama lima tahun, Bian.”Dia bangkit dan mendekat, tubuh tingginya membuatku merasa semakin kecil. Wajahnya keras dan garang,

    Last Updated : 2024-11-09
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 2

    "Saga ... Saga, tolong!" Aku makin histeris saat Bian membawaku dalam gendongannya. Aku tahu setelah ini apa yang akan terjadi, dia akan melemparkanku ke tempat tidur dan melakukan hal yang dia inginkan lakukan. Tidak aku tak mau lagi seperti ini. Sudah cukup yang dia lakukan lima tahun yang lalu. Braakkk! Pintu terbuka dengan kasar. Di depan pintu ada Saga yang selalu siaga seperti dulu jika aku berteriak memanggil namanya. "Apa yang kamu lakukan, kamu lupa apa yang aku pesan tadi. Hah?!" Bian marah tak terima dengan kedatangan Saga."Maaf, Pak, saya refleks mengikuti naluri saya ," sahut Saga dengan wajah biasa saja. "Saya selalu datang saat Ibu berteriak, makanya tadi juga begitu," sambungnya, menjelaskan.Dia menyebutku ibu saat ada Bian. Tapi saat berdua saja, dia akan memanggil nama saja. "Kau lupa ada aku bersamanya!""Maaf."Kelengahan Bian aku gunakan untuk lepas dari gendongan, sekuat tenaga kugigit lengannya hingga dia melepaskanku. Aku segera berlari dan bersembunyi

    Last Updated : 2024-11-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 3

    Aku terbangun dari tidur dengan badan sakit dan pegal-pegal semuanya. Semalam, aku menunggu kedatangan Bian hingga tertidur di sofa. Pria itu bilang akan datang, tapi ternyata hingga aku tertidur pun dia tak menampakkan batang hidungnya.Aku sengaja menunggunya di ruang tamu dan mengunci kamarku. Sebelum Bian melaksanakan apa yang dia inginkan, aku harus membuat kesepakatan dulu dengannya. Sejak Saga mengatakan iya, maka aku harus mulai menyusun rencana. Dimulai dengan membuat kesepakatan dengan Bian, lalu memindahkan semua uangku. Tapi ternyata semalam dia malah tak datang. Aku segera pergi ke kamar membersihkan diri, lalu membuat sarapan. Hari ini, aku akan pergi ke bank. Semalam aku juga sudah berpesan pada Mia, karyawan di toko bungaku. Kukatakan jika aku akan datang telat hari ini. ***"Kamu tahu kenapa Bian tak datang semalam?" Aku bertanya pada Saga yang tengah fokus berkendara. Kami akan pergi ke bank seperti yang aku inginkan. Aku dan Saga memang selalu pergi bersama. Dia

    Last Updated : 2024-11-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 4

    "Na, kamu mau nikah dengan Bian dan hamil anaknya?" tanya Mama padaku.Wanita berusia enam puluh tahun ini, beliau adalah mama angkatku yang tadinya merupakan majikan orang tuaku. Ayahku adalah sopir di rumah ini, beliau meninggal saat bekerja padanya. Ibuku yang sedang hamil aku kala itu, hidup sebatang kara. Dia hanya tinggal dengan ayah saja. Karena merasa bertanggung jawab, keluarga ini membawa ibuku ke rumah. Niatnya akan dijadikan asisten rumah tangga jika aku sudah lahir nanti. Tapi siapa sangka, ibuku meninggal saat melahirkanku. Dan aku diangkat anak oleh keluarga ini. "Tapi Mas Bian mau? Memangnya istrinya gak bisa hamil, Ma? Dengan cara lain mungkin?" Aku berusaha menolaknya. Mungkin aku memang kagum pada sosok kakakku itu, tapi untuk menikah dengannya rasanya tak mungkin. Pria itu terlalu dingin padaku. Kami memang tak berinteraksi lagi setelah aku lulus SMA dan dia kuliah di luar negeri."Udah dicoba tapi gagal. Masalahnya ada di Ivanka."Ivanka adalah nama istri Mas Bi

    Last Updated : 2024-11-21

Latest chapter

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagain 6

    "Kapan jadwal haidmu, ditanya malah jawabannya hah. Memangnya nggak dengar pertanyaan sejelas itu." Bian mulai berkata keras lagi padaku. "Untuk apa kamu bertanya hal itu?" tanyaku. Penasaran, tentu saja "Memangnya tadi kamu nggak dengar apa yang dikatakan dokter. Aku akan mencatatnya di sini," terang Bian seraya memperlihatkan ponselnya padaku."Aku akan datang ke tempat ini saat kamu dalam masa subur. Kau pikir aku ini pria yang tak punya pekerjaan hingga harus bolak-balik dari tempatmu ke rumahku," sambungnya dengan nada menggebu."Jika begitu bawa aku ke tempat Mama.""Itu yang kamu mau, jangan harap," balas Bian dengan nada sinis. Aku hanya bisa menghela napas panjang. Sejak saat aku melahirkan bayi laki-laki itu, sejak saat itu juga aku tak boleh menjejakkan kaki di rumah itu. Bahkan aku tak boleh datang ke kota yang sama dengan di mana mereka semua berada. "Sini biar aku isi sendiri," kataku, sembari mengulurkan tangan padanya. Meminta ponsel yang ada dalam genggaman tanga

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 5

    "Ayo ke dokter," ajak Bian begitu pria itu menjejakkan kaki di ruang tamu rumahku. Aku yang tak jadi ke toko bunga, memilih duduk di ruang tamu sambil menunggunya yang katanya akan segera datang. "Untuk apa?" Aku bertanya. "Aku nggak sakit," imbuhku. "Nggak usah banyak tanya, ayok!" Dia meraih pergelangan tanganku dan menariknya. Memaksaku untuk ikut dengannya. Di halaman, sudah ada Saga di dalam mobil Bian. Tepatnya di bagian kemudi, sepertinya dia ingin Bian menjadi sopirnya hari ini. Bian membuka pintu mobil bagian tengah, menyuruhku masuk lalu dia sendiri segera berlari memutari mobil. Kupikir dia akan masuk dan duduk di samping Saga. Ternyata dia memilih duduk di sebelahku. Tumben. ***"Sudah telat berapa hari, Bu?" Tanya dokter cantik yang hendak memeriksaku. Aku bingung mau menjawab apa, Bian tiba-tiba membawaku ke dokter kandungan. Dia pikir aku hamil?"Langsung periksa aja bisa kan, Dok?" Bian menyela, tak sabaran menunggu tanya jawabku dengan dokter itu. Dokter itu t

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 4

    "Na, kamu mau nikah dengan Bian dan hamil anaknya?" tanya Mama padaku.Wanita berusia enam puluh tahun ini, beliau adalah mama angkatku yang tadinya merupakan majikan orang tuaku. Ayahku adalah sopir di rumah ini, beliau meninggal saat bekerja padanya. Ibuku yang sedang hamil aku kala itu, hidup sebatang kara. Dia hanya tinggal dengan ayah saja. Karena merasa bertanggung jawab, keluarga ini membawa ibuku ke rumah. Niatnya akan dijadikan asisten rumah tangga jika aku sudah lahir nanti. Tapi siapa sangka, ibuku meninggal saat melahirkanku. Dan aku diangkat anak oleh keluarga ini. "Tapi Mas Bian mau? Memangnya istrinya gak bisa hamil, Ma? Dengan cara lain mungkin?" Aku berusaha menolaknya. Mungkin aku memang kagum pada sosok kakakku itu, tapi untuk menikah dengannya rasanya tak mungkin. Pria itu terlalu dingin padaku. Kami memang tak berinteraksi lagi setelah aku lulus SMA dan dia kuliah di luar negeri."Udah dicoba tapi gagal. Masalahnya ada di Ivanka."Ivanka adalah nama istri Mas Bi

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 3

    Aku terbangun dari tidur dengan badan sakit dan pegal-pegal semuanya. Semalam, aku menunggu kedatangan Bian hingga tertidur di sofa. Pria itu bilang akan datang, tapi ternyata hingga aku tertidur pun dia tak menampakkan batang hidungnya.Aku sengaja menunggunya di ruang tamu dan mengunci kamarku. Sebelum Bian melaksanakan apa yang dia inginkan, aku harus membuat kesepakatan dulu dengannya. Sejak Saga mengatakan iya, maka aku harus mulai menyusun rencana. Dimulai dengan membuat kesepakatan dengan Bian, lalu memindahkan semua uangku. Tapi ternyata semalam dia malah tak datang. Aku segera pergi ke kamar membersihkan diri, lalu membuat sarapan. Hari ini, aku akan pergi ke bank. Semalam aku juga sudah berpesan pada Mia, karyawan di toko bungaku. Kukatakan jika aku akan datang telat hari ini. ***"Kamu tahu kenapa Bian tak datang semalam?" Aku bertanya pada Saga yang tengah fokus berkendara. Kami akan pergi ke bank seperti yang aku inginkan. Aku dan Saga memang selalu pergi bersama. Dia

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 2

    "Saga ... Saga, tolong!" Aku makin histeris saat Bian membawaku dalam gendongannya. Aku tahu setelah ini apa yang akan terjadi, dia akan melemparkanku ke tempat tidur dan melakukan hal yang dia inginkan lakukan. Tidak aku tak mau lagi seperti ini. Sudah cukup yang dia lakukan lima tahun yang lalu. Braakkk! Pintu terbuka dengan kasar. Di depan pintu ada Saga yang selalu siaga seperti dulu jika aku berteriak memanggil namanya. "Apa yang kamu lakukan, kamu lupa apa yang aku pesan tadi. Hah?!" Bian marah tak terima dengan kedatangan Saga."Maaf, Pak, saya refleks mengikuti naluri saya ," sahut Saga dengan wajah biasa saja. "Saya selalu datang saat Ibu berteriak, makanya tadi juga begitu," sambungnya, menjelaskan.Dia menyebutku ibu saat ada Bian. Tapi saat berdua saja, dia akan memanggil nama saja. "Kau lupa ada aku bersamanya!""Maaf."Kelengahan Bian aku gunakan untuk lepas dari gendongan, sekuat tenaga kugigit lengannya hingga dia melepaskanku. Aku segera berlari dan bersembunyi

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 1

    "Ayo bikin anak. Aku mau anak darimu lagi. Cepat dan segera!"Suaranya dingin, menusuk, sama persis seperti lima tahun lalu. Bian duduk santai di sofa ruang tamuku, seolah-olah apa yang baru saja ia katakan hanyalah hal sepele.Aku tercekat. Kata-katanya seperti pukulan telak yang menyesakkan dada. Bagaimana bisa ia muncul begitu saja, seperti badai yang tak diundang, lalu meminta sesuatu yang bahkan dulu menghancurkan hidupku?“Kamu pikir bikin anak itu kayak bikin adonan kue?” Aku menahan tangis yang sudah di ujung tenggorokan. “Lagipula kita bukan suami istri lagi! Jangan pernah sentuh aku!”Dia menatapku tajam, tapi tetap tenang. “Siapa bilang? Aku tak pernah mengucap cerai. Kamu masih istriku." Ia menyeringai dingin. "Dulu, kita cuma butuh sekali dan langsung jadi. Apa susahnya ulangi lagi?"Aku bergidik, menjauhkan tubuhku dari sofa. “Kita sudah terpisah selama lima tahun, Bian.”Dia bangkit dan mendekat, tubuh tingginya membuatku merasa semakin kecil. Wajahnya keras dan garang,

DMCA.com Protection Status