Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 11Mati. Bagaimana bisa Bian memergoki kami dalam keadaan seperti ini. Dia pernah mengira aku jatuh cinta pada pria dan Saga salah satu nama yang dia sebut. Bagaimana reaksi dan pikirannya sekarang melihatku dalam pelukan Saga. Bisa-bisa dia mengira aku benar-benar jatuh cinta pada pria ini."Sha, pura-pura pingsan," bisik Saga.Apa Saga berniat untuk menipu Bian sekarang. Tak mau banyak bertanya dan berpikir, aku mengikuti perintah bodyguardku ini. Sepertinya ini akan lebih selamat daripada aku mendebat Bian saat ini. "Lepaskan istriku," teriak Bian.Istri dia bilang, apa dia sedang kerasukan sekarang? "Maaf, Pak. Ibu pingsan bagaimana bisa saya lepaskan." Saga berkata sembari memindahkan posisiku. Aku dibopongnya sekarang. "Bapak apakan ibu hingga seperti ini. Dia hendak terjun ke sungai. Jika saya tidak segera datang, mungkin sekarang tubuhnya sudah di bawah sana. Saya harus membujuknya yang sedang emosi hingga dia pingsan seperti ini." Saga berb
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 12"Memangnya aku harus berbagi kebahagiaan dengan siapa di rumah ini. Hanya ada dia yang bisa kuajak bicara dan kubagi kebahagiaan. Kamu tak pernah ada di sini. Bahkan saat kau katakan akan ke sini sebulan lagi, kamu tak datang hingga waktu berlalu lebih dari sebulan setengah." Aku berbicara tanpa henti dalam satu tarikan nafas. Ah, sial. Kenapa Aku mengatakan kalimat terakhir itu, seakan aku menunggu kedatangan dan merindukannya. "Lagi pula, kamu kan yang menyuruh Saga agar perhatian padaku. Jika nanti kami terlihat dekat, jangan protes!" Aku masih meneruskan ucapanku karena tak mendapatkan respon dari Bian."Bagaimana bisa saya menghamili Bu Nala, Pak. Jika memang berniat seperti itu, sudah saya lakukan bertahun-tahun yang lalu. Kami sudah sangat lama tinggal bersama." Saga ikut berbicara. "Selain kejam dan tak punya hati, kamu juga gampang menuduh seseorang. Apa kau pikir kamu ini adalah pria yang paling sempurna sehingga bisa berbuat sesuka hat
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 13POV Bian Tubuh mungil itu terbaring di ranjang pasien dengan mata terpejam. Ada rasa bersalah singgah di hati saat melihatnya seperti ini. Aku sudah merubah wanita yang dulu begitu ceria meskipun tak punya orang tua, menjadi wanita yang sepertinya penuh duka. Mata yang berkaca-kaca, emosi yang tak terkendali, cukup menjadi bukti jika wanita di hadapanku sudah menjadi pribadi yang tak sama seperti dulu lagi. Dulu, aku melihat Nala sebagai wanita yang ceria, dia tak pernah marah meskipun aku selalu usil padanya. Dia selalu menurut saat aku meminta apapun padanya. Seharusnya aku senang memiliki Nala sebagai seorang adik, tapi ternyata tidak. Ada sisi hati yang tak suka dengan keberadaan anak dari sopir keluargaku itu. Belum lagi, tiba-tiba saja wanita itu bersedia menjadi istri keduaku. Apa coba maksudnya. Hanya gara-gara Ivanka tak bisa hamil, dan Mama juga Papa begitu ingin pewaris hingga aku dipaksa untuk menikah dengan Nala. Aku itu tak bisa men
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 14"Kalau kamu sudah bebas dari Pak Bian, aku tak perlu menjagamu. Jadi aku punya banyak waktu untuk mencari perempuan yang cocok untukku," tutur Saga panjang lebar. Hahh! Aku menarik nafas lega, ternyata bukan karena ingin menikah dengan Nala, Saga menunggu Nala bebas dariku. Tapi akankah aku melepaskan Nala. Jika dulu aku tak melakukannya karena ingin membuatnya menderita, lalu sekarang karena apa aku tak ingin melepas Nala. Bukankah Nala berhak bahagia, jika dia menikah dengan pria lain. Ah, sudahlah. Sepertinya aku tak perlu memberitahu pada Saga tentang apa yang harus dilakukan pada Nala. Pria itu sepertinya sudah tahu apa yang harus dilakukan. Satu hal yang tak bisa kuterima, jika dia pura-pura jadi aku demi Nala. Apa-apaan, Saga memakai parfum yang wanginya sama seperti milikku dan Nala akan memeluknya. Tak akan kubiarkan itu terjadi. Sampai kapanpun.Segera kutinggalkan kembali tempat ini, bergegas pulang untuk menemui Ivanka yang semakin ban
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 15"Halo, Boy. Kok ada situ?" tanyaku pada Cenna. "Miss mau pamitan, udah selesai belajarnya," jawab Cenna. Aku tersenyum dan bergerak perlahan ke arahnya. "Ayok, biar daddy aja. Mommy masih keringetan."Aku menggandeng tangan Cenna dan membawanya keluar dari ruangan tersebut dengan perasaan bertanya-tanya. Apakah putraku ini mengerti perdebatanku dengan Ivanka. "Dad, apa arti anak orang lain?" tanya Cenna sambil mengiringi langkah kakiku. Aku menghela nafas dalam, sepertinya Cenna mendengar beberapa kalimat istrinya."Cenna tak perlu memikirkan apapun, ya. Harus tetap sehat dan gak boleh sakit. Jangan terluka juga, oke."Bocah itu mengangguk, dan tak lagi bertanya.***"Berikan saja anak kedua Nala pada mama. Mamamu kan yang begitu ingin memiliki cucu. Pasti mereka tambah senang jika memiliki satu orang cucu lagi," ujar Ivanka, saat kami sedang berada di pembaringan. Bersiap untuk tidur. Kami hendak tidur, tapi wanita itu masih ingin membahas ten
Dua kali menjadi rahim pengganti 16POV Nala "Selamat siang Mbak Nala," sapa seorang wanita dengan perut membuncit. Aku sedang ada di toko bunga, jika siang hari sepi pengunjung aku akan duduk di sudut ruangan bersama Saga. Apalagi sejak aku hamil, meskipun baru berusia tiga bulanan, tapi perutku akan terasa kram jika kelamaan berdiri. "Siang, Bu, mau cari apa?" "Biasa, Mbak," balas seorang pria. Dia baru datang dari arah luar. Pria itu adalah pria yang sama yang selalu datang ke sini untuk membeli bunga sedap malam. "Oh, Mas Raffa," kataku, sembari tersenyum pada istrinya. Wanita itu akhirnya datang ke toko bungaku juga. Tak hanya suaminya saja. Aku memanggil Mia untuk menyiapkan pesanan mereka seperti biasanya. Lalu mempersilahkan istri Mas Rafa untuk duduk di kursi yang berada tak jauh dari tempatku duduk tadi. Saga masih fokus dengan laptop yang ada di hadapan. Entah apa yang dia kerjakan. Jika berada di toko bunga ini, dia selalu duduk menungguku hingga sore hari. Saga s
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 17"Saga akan pulang ke rumahnya selama lima hari. Penggantinya tak bisa ke sini, jadi aku sengaja datang kemari," terang Bian. Setelah merengek pada Saga, akhirnya pria itu mengizinkanku untuk ikut bersamanya. Kami sengaja membuat pengganti Saga, tak datang ke sini. Tapi malah sekarang yang datang adalah suamiku. Saga akan selalu pulang ke rumahnya enam bulan sekali, entah di mana rumahnya. Tapi pria itu mengatakan jika dia harus pulang enam bulan sekali untuk menengok ibunya yang sebatang kara. Aku pikir kali ini, akan ikut bersamanya untuk jalan-jalan. Mencoba bagaimana serunya jika aku mengikuti Saga suatu saat nanti. "Bagaimana dengan mbak Ivanka dan Cenna apa mereka tak akan mencarimu?""Kamu tak perlu memikirkan mereka.""Tak apa-apa, kamu pulang saja tak perlu mengkhawatirkanku. Aku berniat ikut dengan Saga saja.""Apa kamu bilang?!" Suara Bian terdengar menggelegar di telinga. Marah sudah jadi kebiasaan Bian sepertinya. "Aku ingin pergi
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 18Dunia rasanya berhenti berputar. Andai bisa ingin kuhentikan waktu, maka akan aku lakukan. Biar aku bisa lebih lama dalam pelukannya. Menikmati aroma tubuhnya, merasakan detak jantungnya. Ya Tuhan, bisakah aku memiliki suami yang bisa aku peluk setiap hari."Aku melakukan ini karena khawatir pada anak dalam perutmu," ucap Bian, setelah aku berada dalam pelukannya dalam waktu yang lama. "Iya, kamu sudah bilang tiga kali sepagian ini," balasku santai, sambil melepaskan diri.Aku tak lagi merasa kecewa, biarlah dia bertindak dan berbuat sesuka hatinya. Aku hanya perlu untuk tak mengambil hati semua perkataan dan perbuatannya. "Aku ingin rebahan sebentar di kamar, nanti panggilan saja jika sudah mau berangkat ke dokter." Aku berkata sambil berlalu dari hadapannya. Aku berjalan perlahan sambil memegangi kepalaku yang masih terasa berputar-putar. Tapi tiba-tiba tubuhku sudah berpindah ke dalam dekapan Bian. Dia membopongku menuju ke kamar. Aku menatap
Bian berjalan perlahan ke arahku, dia tidak menuju ke arah Saga dan ingin mengamuk padanya. Apa sekarang dia akan marah padaku."Tenang saja, kamu tak perlu lagi khawatir pada Nala. Ada aku yang akan menjaganya," ucap Bian sambil merangkul pinggangku dan memeluknya dengan erat. "Mulai sekarang, kamu bisa fokus pada kehidupanmu sendiri. Aku dengar setelah ini kamu akan berhenti dari profesi ini, bukan begitu, Sayang?" Ujar Bian lagi sambil mengeratkan pelukannya dan menatap padaku.Aku yang tidak menyangka Bian akan melakukan hal itu padaku hanya bisa melongo dibuatnya. "Hah?!" Aku berkata sambil menatap pada Bian. "Mulai sekarang Saga harus fokus pada kehidupannya sendiri." Bian mengulang perkataannya tanpa mengalihkan pandangan dariku. Aku menganggukkan kepala samar. Mungkin lebih baik memang seperti ini, Saga mengira aku dan Bian sudah baik-baik saja sehingga pria itu tak akan lagi mengkhawatirkanku. Saga terlihat tak nyaman dengan kemesraan yang diperlihatkan oleh Bian. "Bagu
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 40"Berikan padaku, mungkin dia lapar." Aku berkata lirih sambil mengulurkan tangan pada Bian yang tampak kesulitan menenangkan Hafizah. Aku harus bisa menahan diri, kuat, dan bisa mengendalikan diriku. Hafizah adalah tanggung jawab yang harus kuurus dan rawat dengan baik, jangan sampai karena aku kesal pada daddynya, membuat bayi itu terlantar. Kali ini aku tidak boleh depresi lagi seperti dulu. Aku bisa melewati semua untuk Hafizah.Bian menatapku. "Kamu baik-baik saja?" tanya Bian. Aku mengangguk kepala. Tadi, untuk beberapa saat lamanya aku menangis sambil menatap ke arah Bian. Membiarkan dia berusaha menenangkan Hafizah. Namun, jika aku terus menuruti keinginanku untuk menangis, maka Hafizah juga tidak akan tenang. Bian memberikan bayi itu padaku, memastikan aku baik-baik saja lalu berpamitan keluar kamar. "Aku akan keluar, susui dia dengan tenang. Kalau sudah selesai, ayo kita makan," ucap Bian sebelum keluar kamar.Hafizah langsung tenang se
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 39"Halo siapa ini, jangan main-main jika tidak ada kepentingan," seru Bian dari ujung telepon. Aku menelponnya tapi mulutku engga membuka suara. Pagi ini, setelah memantapkan diri akhirnya aku menelpon Bian. Setelah semalam emak berbicara banyak padaku, aku memutuskan untuk kembali terlebih dulu. Biar Saga kembali ke tempat ini terlebih dahulu baru aku pergi lagi, jika bisa. "Bian, ini aku ....""Na, Nala. Dimana kamu berada?" Bian memotong perkataanku sebelum aku sempat menyebutkan nama. "Aku akan kasih tahu, tapi kamu harus janji sesuatu dulu.""Iya aku janji. Apapun yang kamu minta akan aku penuhi," jawab Bian tanpa berpikir panjang. "Kalau aku pulang, kamu bakalan biarin Saga berhenti kerja, kan.""Iya, tentu saja. Kamu akan pindah ke rumah baru, seperti janjinku.""Tidak perlu, aku akan tetap di sana. Biar Bibi yang tinggal di paviliun. Aku akan mengurus toko bunga lagi."Toko bunga kutinggal begitu saja, tak perduli dengan apapun waktu aku k
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 38Seminggu sudah berlalu berada di tempat ini. Aku tinggal di rumah Emak yang masih berada di area yayasan. Rumah mungil, seperti rumahku juga. Jika pagi hari, aku akan keliling di area yayasan, melihat aktifitas anak-anak di dalam sambil membawa Hafizah, rasanya sangat damai dan tenang. Entahlah, aura positif seperti ini yang sangat aku inginkan selama ini. Di tempat ini, aku seperti tak memiliki beban apapun. Hari-hariku terasa menyenangkan dan ringan. Pagi ini, aku juga berkeliling seperti biasa. Lalu berhenti di taman, tempat dimana aku dan Saga memberi makan ikan. Mendadak aku ingat dengan pria itu, bagaimana keadaannya setelah aku kabur. Apa Bian menyalahkan dia dan menganiaya pria itu. Aku harap itu tidak terjadi. Apa mereka berdua kerepotan mencariku. "Pagi-pagi jangan ngelamun, Mbak." Suara yang begitu familiar terdengar menyapa indera pendengaranku. Aku menoleh ke arah sumber suara lalu tersenyum padanya. Wanita cantik berkulit putih den
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 37POV Nala "Ada apa kamu ke sini?" tanya Saga saat melihatku ada di depan paviliun yang dia tempati. "Kamu bisa memanggilku seperti biasanya, tak perlu mendatangiku. Nanti Pak Bian berpikir macam-macam," sambungnya. Sejak aku melahirkan, Saga memang tak terlalu banyak berinteraksi denganku. Apalagi ada bibi yang ada di rumah, nyaris aku tak pernah minta bantuan pria itu lagi untuk hal remeh temeh. Ditambah lagi, aku malu dengannya karena pernah memintanya menikah denganku. "Bagaimana aku memanggilmu, berteriak?" Aku bertanya sambil tertawa kecil. Sejak ponselku rusak karena kulempar ke arah Bian waktu di rumah sakit itu, aku memang tak mau saat Bian memberikan smartphone baru. Saat dia sengaja membelikannya, aku pun mendiamkannya seakan tak ak butuh. Benda itu mati kehabisan baterai dan tersimpan di laci meja riasku. "Kenapa nggak dinyalakan ponselnya, Pak Bian sudah beli kan waktu itu?" "Buat apa, aku tak membutuhkannya.""Butuh saat begini."
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 36Aku tetap memantau apa yang mereka lakukan. Nala dan Saga memang terlihat makan malam seperti biasanya, tak terjadi apapun di antara mereka. Sesekali mereka berbicara, harusnya aku memasang CCTV yang bisa merekam suara juga bukan hanya gambar seperti ini. Dua puluh menit berlalu, aku terus menatap layar gawai. Pokoknya aku akan melihat mereka sampai selesai. Tiba-tiba hal yang tak biasa membuatku bertanya-tanya, aku melihat Saga mengangkat sendok garpu seperti hendak menusuk sesuatu. "Hei, apa yang akan kamu lakukan!" Refleks aku berteriak saat melihat hal itu, tak mungkin Nala akan ditusuk olehnya dengan benda tersebut. Beberapa detik kemudian tangan Saga bersiap mengayun dan menusuk ke tangannya sendiri. Rupanya Saga ingin melukai dirinya sendiri. Tapi gerakan itu berhenti di udara karena tangan Nala menghalangi Saga melakukannya. Lalu Tak lama kemudian Saga terkulai dan kepalanya terjatuh di meja. Nala tidak meracuni pria itu kan. Dadaku berd
"Kenapa menatapku seperti itu. Aku gemuk, jelek, bengkak kayak gajah?" tanya Nala bertubi-tubi setelah meletakkan Hafizah di box bayi. Wanita itu baru selesai memberi ASI dan menidurkan putrinya. Aku tidak sengaja melihat momen dia begitu perhatian dan sayang pada Hafizah karena masuk ke kamarnya. Hendak mengambil tab milikku yang tertinggal di atas nakas. Ini hari ke-dua aku datang dan menginap di rumah ini setelah kelahiran bayi itu. "Aku memang gemuk dan bengkak, tapi aku bahagia karena bisa memberikan ASI pada putriku. Tidak seperti dulu, aku memang tetap langsing tapi anakku minum susu formula." Nala masih melanjutkan ucapannya. "Enggak, kamu tetap cantik dengan tubuh seperti apapun," balasku sambil berlalu menuju tempat di mana gadgetku berada. Tak perduli dengan reaksi Nala dengan kosakata yang barusan aku ucapkan. Lagi pula dia tak terlalu gemuk, hanya sedikit lebih berisi dari sebelumnya. Aku segera mengambil tab milikku dan berniat kembali keluar kamar yang kurasa makin
Setelah satu minggu menemani Nala, aku kembali ke rumah. Nala sudah pulang dari rumah sakit, di rumahnya ada pembantu rumah tangga yang datang dan pergi setiap hari untuk memasak dan membereskan rumah. Saga, tetap aku perintahkan untuk di sana. Kubilang dia boleh berhenti setelah Nala pindah ke rumah baru. Aku memang berencana melakukan hal itu. menempatkan Nala di rumah yang lebih luas dan layak. Agar ada tempat untuk pembantu rumah tangga, ada tempat yang luas untuk Hafizah bermain. Tidak perlu waktu lama, bayi itu akan tumbuh besar dan perlu ruangan luas untuk berlarian. "Pulang juga akhirnya kamu." Ivanka berkata dengan tangan bersedekap di depan dadanya. Aku yang baru saja menjejakkan kaki di ruang tamu, enggan berdebat dan memilih untuk pergi ke kamar terlebih dahulu. Tau begini, lebih baik langsung ke rumah Mama saja. Aku harap dengan mandi, akan membuat kepala lebih dingin dan berbicara dengan Ivanka tanpa kemarahan.Mungkin aku salah di mata Ivanka, diam-diam perhatian pad
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 33POV Bian Suasana yang sempat gaduh tadi mendadak sunyi setelah kepergian Saga. Nala terlihat membuang pandangan, menatap keluar jendela kaca. Aku memunguti ponsel Nala yang berserak di lantai, kupastikan benda ini sudah tak akan berfungsi lagi. "Nanti aku belikan yang baru," ucapku sambil menyimpan serpihan benda sejuta umat itu di atas nakas.Nala mengalihkan pandangan, menatap sekilas padaku. "Tak perlu, aku tak membutuhkannya," tolak Nala. "Aku memiliki ponsel pun tak ada gunanya, hanya kamu dan Saga yang menghubungiku. Apa lagi aku akan sibuk mengurus bayi, jadi memang aku tak membutuhkan benda itu. Jika kamu ingin menghubungiku bisa lewat Saga," tutur Nala panjang lebar.Aku menghela nafas, kemudian duduk di kursi lagi, di samping Nala berada. Air mata wanita itu sesekali masih terlihat mengalir di pipinya."Terserah kamu mau memperlakukan aku seperti apa. Kau penjara aku di rumah itu pun, aku tak masalah. Tapi jangan kau nikahkan aku denga