Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 15"Halo, Boy. Kok ada situ?" tanyaku pada Cenna. "Miss mau pamitan, udah selesai belajarnya," jawab Cenna. Aku tersenyum dan bergerak perlahan ke arahnya. "Ayok, biar daddy aja. Mommy masih keringetan."Aku menggandeng tangan Cenna dan membawanya keluar dari ruangan tersebut dengan perasaan bertanya-tanya. Apakah putraku ini mengerti perdebatanku dengan Ivanka. "Dad, apa arti anak orang lain?" tanya Cenna sambil mengiringi langkah kakiku. Aku menghela nafas dalam, sepertinya Cenna mendengar beberapa kalimat istrinya."Cenna tak perlu memikirkan apapun, ya. Harus tetap sehat dan gak boleh sakit. Jangan terluka juga, oke."Bocah itu mengangguk, dan tak lagi bertanya.***"Berikan saja anak kedua Nala pada mama. Mamamu kan yang begitu ingin memiliki cucu. Pasti mereka tambah senang jika memiliki satu orang cucu lagi," ujar Ivanka, saat kami sedang berada di pembaringan. Bersiap untuk tidur. Kami hendak tidur, tapi wanita itu masih ingin membahas ten
Dua kali menjadi rahim pengganti 16POV Nala "Selamat siang Mbak Nala," sapa seorang wanita dengan perut membuncit. Aku sedang ada di toko bunga, jika siang hari sepi pengunjung aku akan duduk di sudut ruangan bersama Saga. Apalagi sejak aku hamil, meskipun baru berusia tiga bulanan, tapi perutku akan terasa kram jika kelamaan berdiri. "Siang, Bu, mau cari apa?" "Biasa, Mbak," balas seorang pria. Dia baru datang dari arah luar. Pria itu adalah pria yang sama yang selalu datang ke sini untuk membeli bunga sedap malam. "Oh, Mas Raffa," kataku, sembari tersenyum pada istrinya. Wanita itu akhirnya datang ke toko bungaku juga. Tak hanya suaminya saja. Aku memanggil Mia untuk menyiapkan pesanan mereka seperti biasanya. Lalu mempersilahkan istri Mas Rafa untuk duduk di kursi yang berada tak jauh dari tempatku duduk tadi. Saga masih fokus dengan laptop yang ada di hadapan. Entah apa yang dia kerjakan. Jika berada di toko bunga ini, dia selalu duduk menungguku hingga sore hari. Saga s
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 17"Saga akan pulang ke rumahnya selama lima hari. Penggantinya tak bisa ke sini, jadi aku sengaja datang kemari," terang Bian. Setelah merengek pada Saga, akhirnya pria itu mengizinkanku untuk ikut bersamanya. Kami sengaja membuat pengganti Saga, tak datang ke sini. Tapi malah sekarang yang datang adalah suamiku. Saga akan selalu pulang ke rumahnya enam bulan sekali, entah di mana rumahnya. Tapi pria itu mengatakan jika dia harus pulang enam bulan sekali untuk menengok ibunya yang sebatang kara. Aku pikir kali ini, akan ikut bersamanya untuk jalan-jalan. Mencoba bagaimana serunya jika aku mengikuti Saga suatu saat nanti. "Bagaimana dengan mbak Ivanka dan Cenna apa mereka tak akan mencarimu?""Kamu tak perlu memikirkan mereka.""Tak apa-apa, kamu pulang saja tak perlu mengkhawatirkanku. Aku berniat ikut dengan Saga saja.""Apa kamu bilang?!" Suara Bian terdengar menggelegar di telinga. Marah sudah jadi kebiasaan Bian sepertinya. "Aku ingin pergi
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 18Dunia rasanya berhenti berputar. Andai bisa ingin kuhentikan waktu, maka akan aku lakukan. Biar aku bisa lebih lama dalam pelukannya. Menikmati aroma tubuhnya, merasakan detak jantungnya. Ya Tuhan, bisakah aku memiliki suami yang bisa aku peluk setiap hari."Aku melakukan ini karena khawatir pada anak dalam perutmu," ucap Bian, setelah aku berada dalam pelukannya dalam waktu yang lama. "Iya, kamu sudah bilang tiga kali sepagian ini," balasku santai, sambil melepaskan diri.Aku tak lagi merasa kecewa, biarlah dia bertindak dan berbuat sesuka hatinya. Aku hanya perlu untuk tak mengambil hati semua perkataan dan perbuatannya. "Aku ingin rebahan sebentar di kamar, nanti panggilan saja jika sudah mau berangkat ke dokter." Aku berkata sambil berlalu dari hadapannya. Aku berjalan perlahan sambil memegangi kepalaku yang masih terasa berputar-putar. Tapi tiba-tiba tubuhku sudah berpindah ke dalam dekapan Bian. Dia membopongku menuju ke kamar. Aku menatap
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 19"Na, kamu mau merawat anak ini?" tanya Bian memecah keheningan. Kami sedang dalam perjalanan pulang dari dokter kandungan. Bian fokus berkendara meskipun mulutnya bertanya."Emang boleh?" Aku balik bertanya. Apa Bian hanya butuh kesembuhan Cenna saja. Dia tak ingin anak ini, aku tak masalah. Akan aku besarkan dia sendiri jika Bian tak menginginkannya. "Emang kamu bisa?" Bian balik bertanya."Bisa," jawabku mantap. "Kamu akan jadi single parent.""Nggak apa-apa." Iya, tak apa-apa meskipun aku menjadi orang tua tinggal. Aku memang tak bisa mengharapkan Bian menjadi suamiku. Jika dia menceraikanku dan membiarkanku bersama anakku, aku tak akan masalah. "Bagaimana jika dia menanyakan tentang Daddynya?"Oh, jadi Cenna memanggil Bian Daddy. Pasti memanggil Mbak Ivanka Mommy. Mereka memang pantas menyandang panggilan itu. Pantas saja nama Cenna kebarat-baratan. "Aku akan mengatakan jika dia akan tahu saat sudah sebesar aku."Aku harus meyakinkan Bian
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 20Baju milik Mbak Fatim ini sepertinya membuatku menjadi orang yang berbeda. Gamis berwarna biru langit yang dipadankan dengan kerudung berwarna navy sepertinya membuatku mendadak jadi wanita sholehah. Aku langsung membuang pandangan, kemudian menendang-nendang tanah di bawahku. Selama ini tak pernah ada laki-laki yang mengatakan kosakata itu padaku. Cantik, oh ya Allah. Lalu tiba-tiba manusia robot ini mengatakan kalau aku cantik, bagaimana aku tak jadi salah tingkah dibuatnya. "Sudah sarapan?" tanya Saga. Dia kembali ke setelan awalnya. Aku menggeleng kepala. "Aku mau nyariin kamu dulu," jawabku. "Kan tadi aku sudah berpesan pada Fatim agar menyuruhmu makan terlebih dahulu.""Gimana aku bisa makan, padahal tuan rumah saja tak tahu ada di mana. Kamu tadi ke mana sih?" Aku bertanya. "Pergi ke tempat anak-anak. Aku lebih suka ada di tengah mereka jika ada di tempat ini," tutur Saga menerangkan. Aku menganggukkan kepala berulang kali mendengar jaw
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 21Aku langsung mengalihkan pandangan, tak mau terlalu berpikir yang tidak-tidak. Seumur hidup itu lama. Aku tak punya uang sebanyak itu untuk membayarnya."Aku tak punya uang sebanyak itu hingga kamu bisa menjagaku seumur hidupmu, Ga." Aku berkata sembari melempar makanan ikan. Sepertinya ikan-ikan ini masih saja kelaparan."Aku gak minta bayaran," balas Saga. "Gratis?" "Iya, aku tak suka mengambil uang dari perempuan."Apakah hanya itu alasannya? Ayolah, Sha. Jangan berpikir yang tidak-tidak tentang Saga. Daripada denganku, dia lebih cocok dengan Mbah Fatimah itu."Aku boleh bawa anak gak?" Aku bertanya pada Saga.Pria itu langsung mengalihkan pandangan, menatap padaku. "Pak Bian mau kasih anaknya ke kamu?" "Nggak pasti sih. Tadi dia pernah bertanya apa aku mau menjaga anak ini.""Boleh, bawa aja," balas Saga. Dia baik sekali, mengijinkanku tinggal di sini. Bahkan anakku juga bisa ikut serta. "Makasih ya, Ga. Aku akan mulai meyakinkan Bian dan
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 22Setelah perdebatan yang panjang, akhirnya Bian mengatakan juga pada umi dan abahnya Mbak Fatim kalau dia adalah suamiku. Sedangkan Saga hanya diam saja, saat Bian ngotot melakukannya. Padahal, aku berharap agar Saga akan melarang Bian mengatakan hal tersebut. Aku berharap, Saga memberi kamar lain pada Bian. Tapi pria itu malah menyetujui keinginan Bian begitu saja. Setelah isya dan makan malam, aku masih berniat untuk melihat aktivitas anak-anak di sini. Kali ini ditemani oleh Bian karena Saga mengatakan jika dia ada urusan. Di atas jam delapan malam, Mbak Fatin bilang anak-anak melakukan kegiatan mandiri. Rata-rata mereka menambah hafalan atau mengulang kembali hafalan, seperti itu yang dikatakan oleh wanita itu tadi. Terlihat olehku, anak-anak itu memegang Alquran sambil menghafalkannya. Menikmati pemandangan seperti ini membuatku begitu bahagia. Ditambah lagi suasananya memang sangat nyaman, aku begitu menikmatinya. Berjalan di malam hari deng
Bian berjalan perlahan ke arahku, dia tidak menuju ke arah Saga dan ingin mengamuk padanya. Apa sekarang dia akan marah padaku."Tenang saja, kamu tak perlu lagi khawatir pada Nala. Ada aku yang akan menjaganya," ucap Bian sambil merangkul pinggangku dan memeluknya dengan erat. "Mulai sekarang, kamu bisa fokus pada kehidupanmu sendiri. Aku dengar setelah ini kamu akan berhenti dari profesi ini, bukan begitu, Sayang?" Ujar Bian lagi sambil mengeratkan pelukannya dan menatap padaku.Aku yang tidak menyangka Bian akan melakukan hal itu padaku hanya bisa melongo dibuatnya. "Hah?!" Aku berkata sambil menatap pada Bian. "Mulai sekarang Saga harus fokus pada kehidupannya sendiri." Bian mengulang perkataannya tanpa mengalihkan pandangan dariku. Aku menganggukkan kepala samar. Mungkin lebih baik memang seperti ini, Saga mengira aku dan Bian sudah baik-baik saja sehingga pria itu tak akan lagi mengkhawatirkanku. Saga terlihat tak nyaman dengan kemesraan yang diperlihatkan oleh Bian. "Bagu
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 40"Berikan padaku, mungkin dia lapar." Aku berkata lirih sambil mengulurkan tangan pada Bian yang tampak kesulitan menenangkan Hafizah. Aku harus bisa menahan diri, kuat, dan bisa mengendalikan diriku. Hafizah adalah tanggung jawab yang harus kuurus dan rawat dengan baik, jangan sampai karena aku kesal pada daddynya, membuat bayi itu terlantar. Kali ini aku tidak boleh depresi lagi seperti dulu. Aku bisa melewati semua untuk Hafizah.Bian menatapku. "Kamu baik-baik saja?" tanya Bian. Aku mengangguk kepala. Tadi, untuk beberapa saat lamanya aku menangis sambil menatap ke arah Bian. Membiarkan dia berusaha menenangkan Hafizah. Namun, jika aku terus menuruti keinginanku untuk menangis, maka Hafizah juga tidak akan tenang. Bian memberikan bayi itu padaku, memastikan aku baik-baik saja lalu berpamitan keluar kamar. "Aku akan keluar, susui dia dengan tenang. Kalau sudah selesai, ayo kita makan," ucap Bian sebelum keluar kamar.Hafizah langsung tenang se
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 39"Halo siapa ini, jangan main-main jika tidak ada kepentingan," seru Bian dari ujung telepon. Aku menelponnya tapi mulutku engga membuka suara. Pagi ini, setelah memantapkan diri akhirnya aku menelpon Bian. Setelah semalam emak berbicara banyak padaku, aku memutuskan untuk kembali terlebih dulu. Biar Saga kembali ke tempat ini terlebih dahulu baru aku pergi lagi, jika bisa. "Bian, ini aku ....""Na, Nala. Dimana kamu berada?" Bian memotong perkataanku sebelum aku sempat menyebutkan nama. "Aku akan kasih tahu, tapi kamu harus janji sesuatu dulu.""Iya aku janji. Apapun yang kamu minta akan aku penuhi," jawab Bian tanpa berpikir panjang. "Kalau aku pulang, kamu bakalan biarin Saga berhenti kerja, kan.""Iya, tentu saja. Kamu akan pindah ke rumah baru, seperti janjinku.""Tidak perlu, aku akan tetap di sana. Biar Bibi yang tinggal di paviliun. Aku akan mengurus toko bunga lagi."Toko bunga kutinggal begitu saja, tak perduli dengan apapun waktu aku k
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 38Seminggu sudah berlalu berada di tempat ini. Aku tinggal di rumah Emak yang masih berada di area yayasan. Rumah mungil, seperti rumahku juga. Jika pagi hari, aku akan keliling di area yayasan, melihat aktifitas anak-anak di dalam sambil membawa Hafizah, rasanya sangat damai dan tenang. Entahlah, aura positif seperti ini yang sangat aku inginkan selama ini. Di tempat ini, aku seperti tak memiliki beban apapun. Hari-hariku terasa menyenangkan dan ringan. Pagi ini, aku juga berkeliling seperti biasa. Lalu berhenti di taman, tempat dimana aku dan Saga memberi makan ikan. Mendadak aku ingat dengan pria itu, bagaimana keadaannya setelah aku kabur. Apa Bian menyalahkan dia dan menganiaya pria itu. Aku harap itu tidak terjadi. Apa mereka berdua kerepotan mencariku. "Pagi-pagi jangan ngelamun, Mbak." Suara yang begitu familiar terdengar menyapa indera pendengaranku. Aku menoleh ke arah sumber suara lalu tersenyum padanya. Wanita cantik berkulit putih den
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 37POV Nala "Ada apa kamu ke sini?" tanya Saga saat melihatku ada di depan paviliun yang dia tempati. "Kamu bisa memanggilku seperti biasanya, tak perlu mendatangiku. Nanti Pak Bian berpikir macam-macam," sambungnya. Sejak aku melahirkan, Saga memang tak terlalu banyak berinteraksi denganku. Apalagi ada bibi yang ada di rumah, nyaris aku tak pernah minta bantuan pria itu lagi untuk hal remeh temeh. Ditambah lagi, aku malu dengannya karena pernah memintanya menikah denganku. "Bagaimana aku memanggilmu, berteriak?" Aku bertanya sambil tertawa kecil. Sejak ponselku rusak karena kulempar ke arah Bian waktu di rumah sakit itu, aku memang tak mau saat Bian memberikan smartphone baru. Saat dia sengaja membelikannya, aku pun mendiamkannya seakan tak ak butuh. Benda itu mati kehabisan baterai dan tersimpan di laci meja riasku. "Kenapa nggak dinyalakan ponselnya, Pak Bian sudah beli kan waktu itu?" "Buat apa, aku tak membutuhkannya.""Butuh saat begini."
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 36Aku tetap memantau apa yang mereka lakukan. Nala dan Saga memang terlihat makan malam seperti biasanya, tak terjadi apapun di antara mereka. Sesekali mereka berbicara, harusnya aku memasang CCTV yang bisa merekam suara juga bukan hanya gambar seperti ini. Dua puluh menit berlalu, aku terus menatap layar gawai. Pokoknya aku akan melihat mereka sampai selesai. Tiba-tiba hal yang tak biasa membuatku bertanya-tanya, aku melihat Saga mengangkat sendok garpu seperti hendak menusuk sesuatu. "Hei, apa yang akan kamu lakukan!" Refleks aku berteriak saat melihat hal itu, tak mungkin Nala akan ditusuk olehnya dengan benda tersebut. Beberapa detik kemudian tangan Saga bersiap mengayun dan menusuk ke tangannya sendiri. Rupanya Saga ingin melukai dirinya sendiri. Tapi gerakan itu berhenti di udara karena tangan Nala menghalangi Saga melakukannya. Lalu Tak lama kemudian Saga terkulai dan kepalanya terjatuh di meja. Nala tidak meracuni pria itu kan. Dadaku berd
"Kenapa menatapku seperti itu. Aku gemuk, jelek, bengkak kayak gajah?" tanya Nala bertubi-tubi setelah meletakkan Hafizah di box bayi. Wanita itu baru selesai memberi ASI dan menidurkan putrinya. Aku tidak sengaja melihat momen dia begitu perhatian dan sayang pada Hafizah karena masuk ke kamarnya. Hendak mengambil tab milikku yang tertinggal di atas nakas. Ini hari ke-dua aku datang dan menginap di rumah ini setelah kelahiran bayi itu. "Aku memang gemuk dan bengkak, tapi aku bahagia karena bisa memberikan ASI pada putriku. Tidak seperti dulu, aku memang tetap langsing tapi anakku minum susu formula." Nala masih melanjutkan ucapannya. "Enggak, kamu tetap cantik dengan tubuh seperti apapun," balasku sambil berlalu menuju tempat di mana gadgetku berada. Tak perduli dengan reaksi Nala dengan kosakata yang barusan aku ucapkan. Lagi pula dia tak terlalu gemuk, hanya sedikit lebih berisi dari sebelumnya. Aku segera mengambil tab milikku dan berniat kembali keluar kamar yang kurasa makin
Setelah satu minggu menemani Nala, aku kembali ke rumah. Nala sudah pulang dari rumah sakit, di rumahnya ada pembantu rumah tangga yang datang dan pergi setiap hari untuk memasak dan membereskan rumah. Saga, tetap aku perintahkan untuk di sana. Kubilang dia boleh berhenti setelah Nala pindah ke rumah baru. Aku memang berencana melakukan hal itu. menempatkan Nala di rumah yang lebih luas dan layak. Agar ada tempat untuk pembantu rumah tangga, ada tempat yang luas untuk Hafizah bermain. Tidak perlu waktu lama, bayi itu akan tumbuh besar dan perlu ruangan luas untuk berlarian. "Pulang juga akhirnya kamu." Ivanka berkata dengan tangan bersedekap di depan dadanya. Aku yang baru saja menjejakkan kaki di ruang tamu, enggan berdebat dan memilih untuk pergi ke kamar terlebih dahulu. Tau begini, lebih baik langsung ke rumah Mama saja. Aku harap dengan mandi, akan membuat kepala lebih dingin dan berbicara dengan Ivanka tanpa kemarahan.Mungkin aku salah di mata Ivanka, diam-diam perhatian pad
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 33POV Bian Suasana yang sempat gaduh tadi mendadak sunyi setelah kepergian Saga. Nala terlihat membuang pandangan, menatap keluar jendela kaca. Aku memunguti ponsel Nala yang berserak di lantai, kupastikan benda ini sudah tak akan berfungsi lagi. "Nanti aku belikan yang baru," ucapku sambil menyimpan serpihan benda sejuta umat itu di atas nakas.Nala mengalihkan pandangan, menatap sekilas padaku. "Tak perlu, aku tak membutuhkannya," tolak Nala. "Aku memiliki ponsel pun tak ada gunanya, hanya kamu dan Saga yang menghubungiku. Apa lagi aku akan sibuk mengurus bayi, jadi memang aku tak membutuhkan benda itu. Jika kamu ingin menghubungiku bisa lewat Saga," tutur Nala panjang lebar.Aku menghela nafas, kemudian duduk di kursi lagi, di samping Nala berada. Air mata wanita itu sesekali masih terlihat mengalir di pipinya."Terserah kamu mau memperlakukan aku seperti apa. Kau penjara aku di rumah itu pun, aku tak masalah. Tapi jangan kau nikahkan aku denga