Share

Bagian 7

Author: Isna Arini
last update Last Updated: 2024-12-19 04:42:10

"Dimana kamu?" tanya Bian begitu panggilan telepon terhubung. Nada bicaranya datar, sungguh di luar dugaan dia tak marah padaku.

Aku kabur dari rumah saat tahu Bian akan datang, pergi ke hotel agar tak bertemu dengan pria itu. Kuminta Saga pergi untuk mencari sesuatu dan aku pergi setelah Saga tak mengawasiku.

"Untuk apa kamu tahu aku dimana," balasku santai.

"Kamu tahu kan ini tanggal berapa."

"Tau."

"Kenapa malah pergi?"

"Aku tak mau kamu perkosa."

Diam, tak ada balasan dari pria yang ada di ujung telpon sana. Untuk sesaat, kami tengelam salam keheningan. Bahkan aku sampai harus memastikan kalau sambungan ponsel masih terhubung.

"Apa begini sikap seorang ibu?" tanya Bian. Pria itu kembali membuka percakapan setelah beberapa lami terdiam.

"Anak itu butuh dirimu, apa kamu tak bisa berkorban untuknya. Di dalam dirinya ada darahmu yang mengalir. Dia menderita, apa kamu tega terus memintanya menunggu. Apa kamu akan terus lari dariku? Sampai kapan?"

Ucapan Bian panjang lebar seakan menyadarkanku. Apa aku egois dengan kabur dari Bian. Apa aku ibu yang tak punya jiwa keibuan hingga bisa berbuat seperti ini.

"Aku ada di Royal Hotel, nomor 1025. Datanglah." Aku berkata lirih, lalu mematikan sambungan telepon secara sepihak.

***

Dadaku berdebar kencang menunggu kedatangan Bian. Entah dia akan datang atau tidak, aku tak tahu. Tapi, aku rasa dia pasti akan datang. Waktu berlalu begitu lambat sekarang.

"Tenangkan dirimu, Sha. Kamu sudah biasa dikasari Bian. Kamu pasti bisa melewatinya lagi. Ini demi anak itu." Aku berkata pada diri sendiri sembari memilin jari-jariku, agar rasa gugup ini hilang segera.

Suara bel berbunyi membuatku terkejut luar biasa, dadaku makin berdebar kencang.

"Kamu bisa, Sha. Kamu bisa," gumamku berulangkali.

Keayunkan langkak kaki menuju pintu masuk. Benar Bian ada di luar sana. Aku membuka pintu setelah menarik nafas dalam-dalam dan berusaha menguasai diri.

Pria itu langsung masuk tanpa basa basi, berjalan ke dalam tanpa memerhatikan diriku. Seakan aku tak ada di depannya. Bian lantas duduk di sofa dan memintaku yang masih tetep berdiri untuk duduk di dekatnya.

Aku seperti kali pertama dulu berada di ruang tertutup dengan Bian. Saat malam pertama kami bersama. Dulu, kupikir dia akan menyentuhku dengan cinta. Tapi ternyata dia langsung berniat melakukan intinya saja.

Aku duduk di sofa, berjarak dengannya seperti biasanya.

"Namanya Avicenna Biantara. Kami memanggilnya Cenna." Bian berkata sembari meraih ponselnya dari dalam celana.

Kurasa dia sedang menyebut nama anak itu, anak yang aku lahirkan.

"Kamu tahu kenapa aku memberinya nama itu?" tanya Bian. "Aku ingin putraku cerdas seperti ilmuan itu, orang eropa mengenalnya sebagai tokoh ilmu pengetahuan dan kedokteran," terang Bian. Menjawab pertanyaannya sendiri.

Aku yakin dia mengira aku tak tahu tentang tokoh itu.

"Avicenna adalah ilmuan muslim, dia lahir di Bukhara dan orang Islam mengenalnya sebagai Ibnu Sina." Aku menimpali perkataan Bian.

Aku tak tahu, kenapa mulutku lancar mengatakan hal itu. Aku memang rajin membaca selama ini, aku tahu banyak hal. Waktu luangku, kugunakan untuk membaca. Daripada melamun dan membuatku hilang kendali setelahnya.

"Benarkah?" tanyanya seakan tak percaya.

"Benar, coba saja lihat di mesin pencarian," jawabku penuh percaya diri.

"Ternyata kamu benar," ucap Bian setelah mengotak atik ponselnya. Mungkin benar-benar mencari di mesin pencarian.

"Banyak nama-nama ilmuan muslim yang berubah begitu dikenal oleh orang Eropa. Kita di sini, tidak tahu bahwasanya mereka adalah orang yang sama. Contohnya Al Khawarizmi, di Eropa dikenal dengan Al Goritmi, ahli matematika, penemu aljabar dan algoritma. Beliau juga ilmuan muslim. Bapak optik modern, penemu robot pertama, semua orang Islam. Pada masa kejayaan Islam, banyak ilmuan dan ahli filosofi yang berkontribusi terhadap perkembangan teknologi dan kebudayaan. Tapi kebanyakan kita, tahunya mereka bukan orang muslim. Karena di buku pelajaran umum, nama mereka jadi kebarat-baratan. Seperti yang kamu kenal tadi."

"Apa aku salah kasih nama pada anakku?"

"Enggak, Ibnu Sina dan Avicenna adalah orang yang sama. Anggap saja putramu memiliki nama versi Eropa."

Kami berbicara dua arah seperti sedang berdiskusi. Sungguh hal yang sangat tidak biasa.

"Kamu cerdas," gumam Bian.

Aku refleks menatap padanya, di saat yang sama dia juga menatapku. Tatapan mata elang itu, membuatku harus segera memalingkan pandangan.

"Apa anak itu juga cerdas?" Aku bertanya, setelah beberapa saat kami di liputi keheningan.

Kenapa rasanya begitu sulit menyebut namanya. Seumur hidupnya, aku belum pernah melihat sama sekali wajah anak itu, meskipun dalam foto sekalipun.

"Tentu saja, dia anakku," jawab Bian.

"Konon katanya, kecerdasan anak menurun dari ibu," sanggahku.

Entah kenapa kali ini aku terus ingin membantah Bian, aku seperti mendapatkan lawan bicara yang tak pernah kudapatkan selama ini. Saga, sangat irit bicara.

Bian tak menanggapi ucapanku kali ini, mungkin dia enggan berdebat.

"Kamu mau lihat fotonya?" tanya Bian. Pertanyaan yang bagiku seperti keajaiban.

"Boleh?" Aku balik bertanya.

Bian menyodorkan ponselnya padaku, aku menerimanya dengan dada berdebar. Baru kali ini aku diijinkan untuk melihat wajah putraku.

"Dia tampan, sepertimu." Aku berkata lirih, serupa gumaman.

Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutku. Dan aku menyesalinya.

Hening, tak ada obrolan lagi. Bian juga tak menanggapi ucapanku barusan. Aku masih terpaku menatap wajah putraku. Banyak fotonya di dalam galeri Bian. Termasuk fotonya dengan Mbak Ivanka dan Bian. Mereka tampak bahagia. Demikian juga Cenna, anak itu terlihat bahagia dan ceria. Mereka keluarga yang sempurna. Dan aku ....

Aku menarik nafas dalam-dalam, mengisi dadaku yang rasanya sesak. Entah apa yang kurasakan, aku tak tahu.

"Cenna sakit, dia perlu pertolongan. Hanya kamu yang saat ini menjadi harapan kami." Bian menjeda ucapnya.

Aku mengusap mataku yang mulai berair, sesak karena aku bukan bagian dari mereka, juga sesak memikirkan putraku yang menderita. Ya, biarpun dia tak tau, aku tetaplah ibu yang mengandungnya selama sembilan bulan.

"Maukah kamu melakukannya untuk Cenna? Jangan merasa terpaksa, jangan stress, nikmatilah agar semua ini segera berakhir dan Cenna tak lagi menderita."

Aku menarik nafas dalam-dalam lalu menatap pada Bian. "Aku siap melakukannya."

🍁🍁🍁

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 8

    Dia memperlakukanku dengan sangat lembut, bahkan aku pikir kami melakukan dengan cinta. Tak pernah sama sekali dia bersikap lembut selama ini. "Jangan berharap lebih, Sha," batinku, mengingatkan diriku sendiri. Aku terbaring membelakangi Bian setelah kami selesai melakukan hubungan. Bian melakukan semuanya karena ingin aku segera memiliki anak saja. Tidak lebih dari itu. Aku harus tahu diri sebelum aku terluka seperti dulu. Kelembutannya barusan hanyalah agar aku tak stress. Sepertinya Saga berhasil membujuk Bian.Dulu, saat Bian mengucapkan ikrar pernikahan, aku merasa bahagia menjadi seorang istri. Aku membayangkan malam yang indah meskipun sejak awal kami menikah karena dia ingin anak dariku. Tapi malam itu, adalah malam yang panjang dan menyakitkan bagiku. Malam itu, saat dia menyentuhku tanpa permulaan. Aku menolaknya karena tak ingin diperlakukan seperti itu. Aku hendak kabur dari kamar pengantin kami. Tapi dia murka, dia menyentuhku dengan paksa. Tak hanya sekali tapi berkal

    Last Updated : 2024-12-19
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 9

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 9Bian terlelap di sampingku tak lama setelah menyentuhku kedua kalinya, mungkin sekarang dia kelelahan. Pria itu baru datang ke sini, lalu langsung mencariku dan pergi ke hotel. Hanya beristirahat sebentar untuk berbincang tentang Cenna lalu kami melakukannya. Biasanya setelah itu, dia akan pergi. Seperti terakhir kali dia menyentuhku secara paksa di ruang tamu waktu itu. Tapi tadi kami mengulangnya sekali lagi. Dia masih saja tak pergi, mungkin sekarang karena kami tidur di hotel sehingga dia memilih untuk tidak pergi dari sisiku. Matanya tertutup rapat, dadanya naik turun dengan teratur menandakan jika dia benar-benar terlelap.Kali ini aku berani menatap wajahnya secara intens. Tak bisa dipungkiri jika dia adalah pria yang sempurna, tampan, dan dari keluarga kaya. Dia juga memiliki segalanya. Aku yakin banyak wanita yang mungkin saja kagum dan memendam suka padanya. Dulu aku pun juga pernah memiliki rasa itu, kami tumbuh besar bersama. Meskipun d

    Last Updated : 2024-12-19
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 10

    Aku berjalan kaki dengan langkah gontai. Sejak keluar dari hotel aku tak berniat untuk memesan taksi. Namun memilih untuk terus berjalan kaki, entah ke mana aku hanya mengikuti kakiku melangkah. Hari sudah beranjak semakin malam, dan aku tak peduli apapun yang akan terjadi. Kurasakan ponsel yang berada di dalam Sling bag milikku terus bergetar sejak tadi. Jika bukan Bian paling juga Saga. Hanya dua orang itu saja yang dengan intens menelpon. Aku memang punya ponsel tapi di dalamnya tak begitu banyak kontak. Mama juga jarang-jarang menelponku.Aku juga bingung, bagaimana bisa tak memiliki teman dekat saat dulu ada di SMP dan SMA. Sejak dulu aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan membaca buku. Apalagi dulu sekolah di tempat orang-orang kaya, khawatir jika mereka tahu asal usulku yang hanya anak seorang pembantu rumah tangga. Kupikir menjadi penyendiri dan menjadi kutu buku adalah pilihan yang tepat. Kaki mulai pegal dan sakit, perutku juga terasa sangat lapar, tapi semuanya tak be

    Last Updated : 2024-12-19
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    bagian 11

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 11Mati. Bagaimana bisa Bian memergoki kami dalam keadaan seperti ini. Dia pernah mengira aku jatuh cinta pada pria dan Saga salah satu nama yang dia sebut. Bagaimana reaksi dan pikirannya sekarang melihatku dalam pelukan Saga. Bisa-bisa dia mengira aku benar-benar jatuh cinta pada pria ini."Sha, pura-pura pingsan," bisik Saga.Apa Saga berniat untuk menipu Bian sekarang. Tak mau banyak bertanya dan berpikir, aku mengikuti perintah bodyguardku ini. Sepertinya ini akan lebih selamat daripada aku mendebat Bian saat ini. "Lepaskan istriku," teriak Bian.Istri dia bilang, apa dia sedang kerasukan sekarang? "Maaf, Pak. Ibu pingsan bagaimana bisa saya lepaskan." Saga berkata sembari memindahkan posisiku. Aku dibopongnya sekarang. "Bapak apakan ibu hingga seperti ini. Dia hendak terjun ke sungai. Jika saya tidak segera datang, mungkin sekarang tubuhnya sudah di bawah sana. Saya harus membujuknya yang sedang emosi hingga dia pingsan seperti ini." Saga berb

    Last Updated : 2024-12-19
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 12

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 12"Memangnya aku harus berbagi kebahagiaan dengan siapa di rumah ini. Hanya ada dia yang bisa kuajak bicara dan kubagi kebahagiaan. Kamu tak pernah ada di sini. Bahkan saat kau katakan akan ke sini sebulan lagi, kamu tak datang hingga waktu berlalu lebih dari sebulan setengah." Aku berbicara tanpa henti dalam satu tarikan nafas. Ah, sial. Kenapa Aku mengatakan kalimat terakhir itu, seakan aku menunggu kedatangan dan merindukannya. "Lagi pula, kamu kan yang menyuruh Saga agar perhatian padaku. Jika nanti kami terlihat dekat, jangan protes!" Aku masih meneruskan ucapanku karena tak mendapatkan respon dari Bian."Bagaimana bisa saya menghamili Bu Nala, Pak. Jika memang berniat seperti itu, sudah saya lakukan bertahun-tahun yang lalu. Kami sudah sangat lama tinggal bersama." Saga ikut berbicara. "Selain kejam dan tak punya hati, kamu juga gampang menuduh seseorang. Apa kau pikir kamu ini adalah pria yang paling sempurna sehingga bisa berbuat sesuka hat

    Last Updated : 2024-12-19
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 13

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 13POV Bian Tubuh mungil itu terbaring di ranjang pasien dengan mata terpejam. Ada rasa bersalah singgah di hati saat melihatnya seperti ini. Aku sudah merubah wanita yang dulu begitu ceria meskipun tak punya orang tua, menjadi wanita yang sepertinya penuh duka. Mata yang berkaca-kaca, emosi yang tak terkendali, cukup menjadi bukti jika wanita di hadapanku sudah menjadi pribadi yang tak sama seperti dulu lagi. Dulu, aku melihat Nala sebagai wanita yang ceria, dia tak pernah marah meskipun aku selalu usil padanya. Dia selalu menurut saat aku meminta apapun padanya. Seharusnya aku senang memiliki Nala sebagai seorang adik, tapi ternyata tidak. Ada sisi hati yang tak suka dengan keberadaan anak dari sopir keluargaku itu. Belum lagi, tiba-tiba saja wanita itu bersedia menjadi istri keduaku. Apa coba maksudnya. Hanya gara-gara Ivanka tak bisa hamil, dan Mama juga Papa begitu ingin pewaris hingga aku dipaksa untuk menikah dengan Nala. Aku itu tak bisa men

    Last Updated : 2024-12-20
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 14

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 14"Kalau kamu sudah bebas dari Pak Bian, aku tak perlu menjagamu. Jadi aku punya banyak waktu untuk mencari perempuan yang cocok untukku," tutur Saga panjang lebar. Hahh! Aku menarik nafas lega, ternyata bukan karena ingin menikah dengan Nala, Saga menunggu Nala bebas dariku. Tapi akankah aku melepaskan Nala. Jika dulu aku tak melakukannya karena ingin membuatnya menderita, lalu sekarang karena apa aku tak ingin melepas Nala. Bukankah Nala berhak bahagia, jika dia menikah dengan pria lain. Ah, sudahlah. Sepertinya aku tak perlu memberitahu pada Saga tentang apa yang harus dilakukan pada Nala. Pria itu sepertinya sudah tahu apa yang harus dilakukan. Satu hal yang tak bisa kuterima, jika dia pura-pura jadi aku demi Nala. Apa-apaan, Saga memakai parfum yang wanginya sama seperti milikku dan Nala akan memeluknya. Tak akan kubiarkan itu terjadi. Sampai kapanpun.Segera kutinggalkan kembali tempat ini, bergegas pulang untuk menemui Ivanka yang semakin ban

    Last Updated : 2024-12-20
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 15

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 15"Halo, Boy. Kok ada situ?" tanyaku pada Cenna. "Miss mau pamitan, udah selesai belajarnya," jawab Cenna. Aku tersenyum dan bergerak perlahan ke arahnya. "Ayok, biar daddy aja. Mommy masih keringetan."Aku menggandeng tangan Cenna dan membawanya keluar dari ruangan tersebut dengan perasaan bertanya-tanya. Apakah putraku ini mengerti perdebatanku dengan Ivanka. "Dad, apa arti anak orang lain?" tanya Cenna sambil mengiringi langkah kakiku. Aku menghela nafas dalam, sepertinya Cenna mendengar beberapa kalimat istrinya."Cenna tak perlu memikirkan apapun, ya. Harus tetap sehat dan gak boleh sakit. Jangan terluka juga, oke."Bocah itu mengangguk, dan tak lagi bertanya.***"Berikan saja anak kedua Nala pada mama. Mamamu kan yang begitu ingin memiliki cucu. Pasti mereka tambah senang jika memiliki satu orang cucu lagi," ujar Ivanka, saat kami sedang berada di pembaringan. Bersiap untuk tidur. Kami hendak tidur, tapi wanita itu masih ingin membahas ten

    Last Updated : 2024-12-20

Latest chapter

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Ekstra Part 3

    Ekstra Part 2 "Terima kasih udah menjagaku selama ini, Ga," ucapku pada Saga yang sedang duduk di sampingku.Kali ini aku ingin berterima kasih padanya dengan benar. Dulu saat dia pergi ada banyak hal yang terjadi, hingga aku tak benar-benar bisa mengucapkan terima kasih padanya. Maka kali ini saat semua sudah berada pada tempatnya, dan semua sudah mendapat kebahagiaan masing-masing, aku ingin mengucapkan terima kasih tanpa terbebani perasaan apapun. Saat ini aku dan Saga tengah berada di kolam ikan, tempat dulu di mana kami juga menghabiskan waktu sambil berbincang saat pertama kali di yayasan ini. Saat itu kami sedang merajut mimpi, akan saling menjaga dan tinggal di tempat ini bersama. Tapi takdir berkata lain, Saga tetap berada di sini dan menikah dengan pemilik yayasan, sedangkan aku tetap bersama dengan Bian. Bian sedang menemani anak-anak berkeliling dan bermain di tempat ini. Sejak pertama kali datang tadi pagi, mereka sudah sangat senang dengan tempat ini. Baik Hafizah mau

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Ekstra Part 2

    "Kamu bilang Saga sudah menikahkan, jangan curiga padaku. Aku ke sana hanya ingin mengucapkan terima kasih dengan benar padanya. Juga mengenalkan anak-anak pada orang-orang yang tak seberuntung mereka. Aku ingin Cenna dan Hafizah memiliki rasa peduli pada orang yang lebih membutuhkan," tuturku panjang lebar."Kapan mau ke sana?" tanya Bian. Aku tak menyangka dia akan dengan mudah mengiyakan setelah kukatakan alasannya. "Weekend minggu ini gimana?" tanyaku mau minta pendapat. "Boleh. Oke persiapkan semuanya."***Kami sampai di hotel tepat saat adzan ashar berkumandang. Bian sengaja memesan hotel lalu akan menginap di hotel terlebih dahulu, sebelum esok paginya kami pergi ke tempat Saga. Bian mengatakan tak ingin merepotkan orang-orang di sana, sehingga dia mengatakan lebih baik menginap di hotel lalu pagi harinya ke yayasan dan sore harinya kembali ke hotel lagi. Kami memesan kamar dengan sistem connecting door di mana anak-anak tidur berdua sedangkan aku dan dia akan tidur bersam

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Ekstra Part 1

    Aku terbangun dengan tubuh yang sudah cukup segar dan mata tak lagi mengantuk. Tadi setelah salat subuh, aku tertidur kembali tanpa membangunkan Bian. Sekarang, kulihat disampingku tak ada lagi pria itu, mungkin dia sudah terbangun. Aku melihat keluar jendela yang masih tertutup oleh tirai, sepertinya matahari sudah tinggi kenapa Bian tidak membangunkanku. Semalam kami berbagi peluh, lalu berbincang, kemudian mengulanginya lagi hingga tak terasa waktu sudah beranjak dini hari, dan kami baru tertidur. "Ya Allah, gimana anak-anakku." Aku berseru, seraya bergegas beranjak dari tempat tidur.Sejak acara pernikahan dilanjutkan dengan pesta semalam, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan Mama. Bahkan semalam Mama yang menidurkan mereka, sekarang tentu saja aku mengkhawatirkan kedua anakku, terutama Hafizah "Sudah bangun?" tanya Bian yang baru saja masuk ke dalam kamar. Pria itu membawa nampan berisi makanan. "Ayo sarapan dulu." Bian berkata sambil mengangkat nampan sedikit tin

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Tamat

    "Na, tau gak? Kamu itu ditipu sama Bian." Tanpa menyapa terlebih dahulu, Pak Ardi duduk di kursi yang ada di meja kami dan langsung mengatakan hal itu. "Dia udah tahu," timpal Bian."Udah tahu gimana?" tanya Pak Ardi sambil menatap Bian. "Udah tahu tentang telepon palsu itu. Pokoknya dia udah tahu semuanya. Kamu udah kalah, udah nyerah aja," tutur Bian panjang lebar. Pak Ardi menatap padaku, seakan meminta jawaban. "Bian mengatakan yang sebenarnya, Pak," ucapku. "Kalau Bian bikin susah kamu, bilang saja padaku. Aku siap memboyongmu." Pak Ardi berkata dengan penuh percaya diri. "Itu tidak akan pernah terjadi. Kalau kau harap seperti itu, melajang saja sampai tua," seru Bian tak suka. Kurasa mereka berdua memang sangat dekat, sehingga bisa berbicara sesuka hati seperti ini.***Pesta telah usai, anak-anak sudah terlebih dahulu tidur sebelum pesta selesai. Begitu semua orang pulang dan orang tertidur, suasana rumah juga sepi. Di antara semua penghuni rumah ini, aku dan Bian yang t

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bab 61

    Aku mematut diri di cermin, menatap pada diriku yang sudah siap dengan gamis pesta dengan model elegan dan modern berwarna silver. Malam ini adalah malam pesta pernikahanku dengan Bian, harusnya. Setelah tadi siang kami mengadakan acara ijab kabul secara resmi dan hanya di saksikan keluarga dekat saja, maka malam ini adalah pesta untuk memperkenalkan aku dan anak-anak pada rekan kerja Papa dan Bian. Jujur aku gugup dengan semua yang akan terjadi malam ini, apa pandangan mereka semua padaku. Pada anak-anakku, memikirkannya saja membuatku hampir gila. Mungkin beberapa teman dekat Bian sudah ada yang tahu statusku, seperti halnya Pak Ardi. Tapi bagaiman dengan yang lain? Aku segera pergi ke kamar Bian, dia mengatakan agar aku ke sana setelah selesai berganti pakaian dan ber-makeup minimalis. Tadinya Mama akan meminta orang melakukannya, tapi aku menolak. Lebih baik aku melakukannya sendiri saja. Aku mengetuk pintu saat sudah ada di depan kamar Bian. Tak ada jawaban, sepertinya dia ada

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 60

    "Na, kamu sadar gak apa yang kamu lakukan?" tanya Bian. Kini dia berusaha bertumpu pada kedua tangannya agak tak sepenuhnya menimpaku Ah, ternyata ini kenyataan bukan mimpi. Terlanjur basah, mengaku sajalah. "Sadar," balasku apa adanya. Aku ingin mengurai pelukanku, berniat kembali ke kamarku sendiri. Namun saat aku sudah melepaskan pelukan, Bian malah membalikkan tubuhnya hingga posisiku berada di atasnya. "Mau kemana, katanya kangen," ucap Bian sambil menatap padaku. Mataku yang sejatinya masih mengantuk langsung melebar, seketika hilang rasa kantukku. "Bi, lepas. Aku harus pergi dari sini," kataku, seraya menekan dadanya agar terlepas dari pelukannya. Tapi usahaku sia-sia, pelukannya malah semakin erat. Membuatku menyerah dan merebahkan diri di dadanya."Aku juga rindu, aku semakin sadar sangat membutuhkanmu saat kita berjauhan. Tidurlah saja di sini malam ini. Aku janji tidak akan melakukan apapun padamu. Hanya tidur, benar-benar tidur." "Tapi, Bi ...." Aku kembali berusah

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 59

    POV Nala Aku menunggu Bian berganti pakaian sambil duduk di sisi ranjang seperti biasanya. Bian berganti pakaian di ruangan khusus yang ada di kamarnya. Nanti dia akan keluar dari sana setelah rapi dan kami akan pergi bersama ke ruang makan untuk sarapan. Sejak tinggal di sini, aku selalu melakukan hal seperti ini. Pura-pura ke kamar Bian, menantinya berganti pakaian, seolah semalam aku tidur bersamanya. Ini kulakukan demi Cenna, aku kucing-kucingan dengan anak itu. Bertingkah seolah aku dan Daddy-nya tidur di kamar yang sama. Kami bertingkah layaknya suami istri pada umumnya. Sesungguhnya ini sangat merepotkan. Namun, demi Cenna akan kulakukan apa saja. Aku dengar bocah itu pernah masuk rumah sakit hanya gara-gara terlalu banyak pikiran. Apalagi kini Cenna semakin dewasa semakin tahu segalanya. Aku benar-benar tak bisa tidur semalaman, setelah mendapat ancaman dari Bian di ruang keluarga. Malam tadi, aku hanya bisa mengangguk dan tak berkata apa-apa. Mungkin dari mulutnya keluar k

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 58

    POV BianPonselku benar-benar berdering saat tengah berkendara, aku harap itu benar-benar telepon dari Ardi yang namanya sudah kuganti dengan nama Ivanka. Nala mengambil ponsel tersebut, dengan ekor mata, aku bisa melihat jika dia terkejut saat melihat layar ponselku dan aku semakin yakin itu adalah Ardi yang menelepon. "Siapa?" Aku pura-pura bertanya. "Mbak Ivanka," jawab Nala, dia terlihat tak bersemangat menyebut nama itu. "Oh." Pura-pura tak peduli saja, aku sudah bilang pada Ardi untuk menelpon setidaknya dua sampai tiga kali, agar terlihat begitu penting dan butuh. "Ini, kamu gak mau angkat?" tanya Nala."Biarin saja."Panggilan telepon kubiarkan hingga berakhir dengan sendirinya. Dan seperti yang aku minta, ponsel itu kembali berdering."Dia masih menelpon lagi," ucap Nala sambil memperlihatkan layar ponsel padaku "Terima saja, mungkin penting. kamu bisa menepi," sambungnya. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, aku segera menepi. Jangan sampai Ardi tak mau menelpon lagi dan

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 57

    POV Bian."Mau kemana?" tanyaku, saat melihat Nala terlihat rapi dan keluar dari kamarnya.Aku sendiri juga baru keluar dari kamar, hari ini aku tidak bekerja karena hari Minggu. Aku tak pernah tahu rutinitas Nala di rumah, ini. Dia tak pernah mengatakan apapun padaku. Tentu saja, siapa aku hingga dia harus membuat laporan hendak kemana dan mau apa. "Mau ke toko bunga," jawab Nala. "Toko bunga?" tanyaku memastikan. "Iya."Toko bunga Nala masih berada di tempat yang sama dengan kantor Ardi. Nala bilang lebih baik di sana daripada pindah lagi, karena kalau pindah seperti memulai dari awal, mencari pelanggan baru begitu katanya. Mendengar kata toko bunga aku langsung meraih tangan Nala dan membawanya masuk kembali ke dalam kamarnya. Tidak ada yang boleh tahu kalau aku berdebat dengan wanita ini, terutama Cenna. Dia selalu waspada kalau sedikit saja aku dan Nala berdebat, sepertinya dia masih ingat hari-hari dimana aku banyak menghabiskan waktu berdebat dengan Ivanka hingga akhirnya k

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status