Share

Bagian 7

Penulis: Isna Arini
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-19 04:42:10

"Dimana kamu?" tanya Bian begitu panggilan telepon terhubung. Nada bicaranya datar, sungguh di luar dugaan dia tak marah padaku.

Aku kabur dari rumah saat tahu Bian akan datang, pergi ke hotel agar tak bertemu dengan pria itu. Kuminta Saga pergi untuk mencari sesuatu dan aku pergi setelah Saga tak mengawasiku.

"Untuk apa kamu tahu aku dimana," balasku santai.

"Kamu tahu kan ini tanggal berapa."

"Tau."

"Kenapa malah pergi?"

"Aku tak mau kamu perkosa."

Diam, tak ada balasan dari pria yang ada di ujung telpon sana. Untuk sesaat, kami tengelam salam keheningan. Bahkan aku sampai harus memastikan kalau sambungan ponsel masih terhubung.

"Apa begini sikap seorang ibu?" tanya Bian. Pria itu kembali membuka percakapan setelah beberapa lami terdiam.

"Anak itu butuh dirimu, apa kamu tak bisa berkorban untuknya. Di dalam dirinya ada darahmu yang mengalir. Dia menderita, apa kamu tega terus memintanya menunggu. Apa kamu akan terus lari dariku? Sampai kapan?"

Ucapan Bian panjang lebar seakan menyadarkanku. Apa aku egois dengan kabur dari Bian. Apa aku ibu yang tak punya jiwa keibuan hingga bisa berbuat seperti ini.

"Aku ada di Royal Hotel, nomor 1025. Datanglah." Aku berkata lirih, lalu mematikan sambungan telepon secara sepihak.

***

Dadaku berdebar kencang menunggu kedatangan Bian. Entah dia akan datang atau tidak, aku tak tahu. Tapi, aku rasa dia pasti akan datang. Waktu berlalu begitu lambat sekarang.

"Tenangkan dirimu, Sha. Kamu sudah biasa dikasari Bian. Kamu pasti bisa melewatinya lagi. Ini demi anak itu." Aku berkata pada diri sendiri sembari memilin jari-jariku, agar rasa gugup ini hilang segera.

Suara bel berbunyi membuatku terkejut luar biasa, dadaku makin berdebar kencang.

"Kamu bisa, Sha. Kamu bisa," gumamku berulangkali.

Keayunkan langkak kaki menuju pintu masuk. Benar Bian ada di luar sana. Aku membuka pintu setelah menarik nafas dalam-dalam dan berusaha menguasai diri.

Pria itu langsung masuk tanpa basa basi, berjalan ke dalam tanpa memerhatikan diriku. Seakan aku tak ada di depannya. Bian lantas duduk di sofa dan memintaku yang masih tetep berdiri untuk duduk di dekatnya.

Aku seperti kali pertama dulu berada di ruang tertutup dengan Bian. Saat malam pertama kami bersama. Dulu, kupikir dia akan menyentuhku dengan cinta. Tapi ternyata dia langsung berniat melakukan intinya saja.

Aku duduk di sofa, berjarak dengannya seperti biasanya.

"Namanya Avicenna Biantara. Kami memanggilnya Cenna." Bian berkata sembari meraih ponselnya dari dalam celana.

Kurasa dia sedang menyebut nama anak itu, anak yang aku lahirkan.

"Kamu tahu kenapa aku memberinya nama itu?" tanya Bian. "Aku ingin putraku cerdas seperti ilmuan itu, orang eropa mengenalnya sebagai tokoh ilmu pengetahuan dan kedokteran," terang Bian. Menjawab pertanyaannya sendiri.

Aku yakin dia mengira aku tak tahu tentang tokoh itu.

"Avicenna adalah ilmuan muslim, dia lahir di Bukhara dan orang Islam mengenalnya sebagai Ibnu Sina." Aku menimpali perkataan Bian.

Aku tak tahu, kenapa mulutku lancar mengatakan hal itu. Aku memang rajin membaca selama ini, aku tahu banyak hal. Waktu luangku, kugunakan untuk membaca. Daripada melamun dan membuatku hilang kendali setelahnya.

"Benarkah?" tanyanya seakan tak percaya.

"Benar, coba saja lihat di mesin pencarian," jawabku penuh percaya diri.

"Ternyata kamu benar," ucap Bian setelah mengotak atik ponselnya. Mungkin benar-benar mencari di mesin pencarian.

"Banyak nama-nama ilmuan muslim yang berubah begitu dikenal oleh orang Eropa. Kita di sini, tidak tahu bahwasanya mereka adalah orang yang sama. Contohnya Al Khawarizmi, di Eropa dikenal dengan Al Goritmi, ahli matematika, penemu aljabar dan algoritma. Beliau juga ilmuan muslim. Bapak optik modern, penemu robot pertama, semua orang Islam. Pada masa kejayaan Islam, banyak ilmuan dan ahli filosofi yang berkontribusi terhadap perkembangan teknologi dan kebudayaan. Tapi kebanyakan kita, tahunya mereka bukan orang muslim. Karena di buku pelajaran umum, nama mereka jadi kebarat-baratan. Seperti yang kamu kenal tadi."

"Apa aku salah kasih nama pada anakku?"

"Enggak, Ibnu Sina dan Avicenna adalah orang yang sama. Anggap saja putramu memiliki nama versi Eropa."

Kami berbicara dua arah seperti sedang berdiskusi. Sungguh hal yang sangat tidak biasa.

"Kamu cerdas," gumam Bian.

Aku refleks menatap padanya, di saat yang sama dia juga menatapku. Tatapan mata elang itu, membuatku harus segera memalingkan pandangan.

"Apa anak itu juga cerdas?" Aku bertanya, setelah beberapa saat kami di liputi keheningan.

Kenapa rasanya begitu sulit menyebut namanya. Seumur hidupnya, aku belum pernah melihat sama sekali wajah anak itu, meskipun dalam foto sekalipun.

"Tentu saja, dia anakku," jawab Bian.

"Konon katanya, kecerdasan anak menurun dari ibu," sanggahku.

Entah kenapa kali ini aku terus ingin membantah Bian, aku seperti mendapatkan lawan bicara yang tak pernah kudapatkan selama ini. Saga, sangat irit bicara.

Bian tak menanggapi ucapanku kali ini, mungkin dia enggan berdebat.

"Kamu mau lihat fotonya?" tanya Bian. Pertanyaan yang bagiku seperti keajaiban.

"Boleh?" Aku balik bertanya.

Bian menyodorkan ponselnya padaku, aku menerimanya dengan dada berdebar. Baru kali ini aku diijinkan untuk melihat wajah putraku.

"Dia tampan, sepertimu." Aku berkata lirih, serupa gumaman.

Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutku. Dan aku menyesalinya.

Hening, tak ada obrolan lagi. Bian juga tak menanggapi ucapanku barusan. Aku masih terpaku menatap wajah putraku. Banyak fotonya di dalam galeri Bian. Termasuk fotonya dengan Mbak Ivanka dan Bian. Mereka tampak bahagia. Demikian juga Cenna, anak itu terlihat bahagia dan ceria. Mereka keluarga yang sempurna. Dan aku ....

Aku menarik nafas dalam-dalam, mengisi dadaku yang rasanya sesak. Entah apa yang kurasakan, aku tak tahu.

"Cenna sakit, dia perlu pertolongan. Hanya kamu yang saat ini menjadi harapan kami." Bian menjeda ucapnya.

Aku mengusap mataku yang mulai berair, sesak karena aku bukan bagian dari mereka, juga sesak memikirkan putraku yang menderita. Ya, biarpun dia tak tau, aku tetaplah ibu yang mengandungnya selama sembilan bulan.

"Maukah kamu melakukannya untuk Cenna? Jangan merasa terpaksa, jangan stress, nikmatilah agar semua ini segera berakhir dan Cenna tak lagi menderita."

Aku menarik nafas dalam-dalam lalu menatap pada Bian. "Aku siap melakukannya."

🍁🍁🍁

Bab terkait

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 8

    Dia memperlakukanku dengan sangat lembut, bahkan aku pikir kami melakukan dengan cinta. Tak pernah sama sekali dia bersikap lembut selama ini. "Jangan berharap lebih, Sha," batinku, mengingatkan diriku sendiri. Aku terbaring membelakangi Bian setelah kami selesai melakukan hubungan. Bian melakukan semuanya karena ingin aku segera memiliki anak saja. Tidak lebih dari itu. Aku harus tahu diri sebelum aku terluka seperti dulu. Kelembutannya barusan hanyalah agar aku tak stress. Sepertinya Saga berhasil membujuk Bian.Dulu, saat Bian mengucapkan ikrar pernikahan, aku merasa bahagia menjadi seorang istri. Aku membayangkan malam yang indah meskipun sejak awal kami menikah karena dia ingin anak dariku. Tapi malam itu, adalah malam yang panjang dan menyakitkan bagiku. Malam itu, saat dia menyentuhku tanpa permulaan. Aku menolaknya karena tak ingin diperlakukan seperti itu. Aku hendak kabur dari kamar pengantin kami. Tapi dia murka, dia menyentuhku dengan paksa. Tak hanya sekali tapi berkal

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 9

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 9Bian terlelap di sampingku tak lama setelah menyentuhku kedua kalinya, mungkin sekarang dia kelelahan. Pria itu baru datang ke sini, lalu langsung mencariku dan pergi ke hotel. Hanya beristirahat sebentar untuk berbincang tentang Cenna lalu kami melakukannya. Biasanya setelah itu, dia akan pergi. Seperti terakhir kali dia menyentuhku secara paksa di ruang tamu waktu itu. Tapi tadi kami mengulangnya sekali lagi. Dia masih saja tak pergi, mungkin sekarang karena kami tidur di hotel sehingga dia memilih untuk tidak pergi dari sisiku. Matanya tertutup rapat, dadanya naik turun dengan teratur menandakan jika dia benar-benar terlelap.Kali ini aku berani menatap wajahnya secara intens. Tak bisa dipungkiri jika dia adalah pria yang sempurna, tampan, dan dari keluarga kaya. Dia juga memiliki segalanya. Aku yakin banyak wanita yang mungkin saja kagum dan memendam suka padanya. Dulu aku pun juga pernah memiliki rasa itu, kami tumbuh besar bersama. Meskipun d

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 10

    Aku berjalan kaki dengan langkah gontai. Sejak keluar dari hotel aku tak berniat untuk memesan taksi. Namun memilih untuk terus berjalan kaki, entah ke mana aku hanya mengikuti kakiku melangkah. Hari sudah beranjak semakin malam, dan aku tak peduli apapun yang akan terjadi. Kurasakan ponsel yang berada di dalam Sling bag milikku terus bergetar sejak tadi. Jika bukan Bian paling juga Saga. Hanya dua orang itu saja yang dengan intens menelpon. Aku memang punya ponsel tapi di dalamnya tak begitu banyak kontak. Mama juga jarang-jarang menelponku.Aku juga bingung, bagaimana bisa tak memiliki teman dekat saat dulu ada di SMP dan SMA. Sejak dulu aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan membaca buku. Apalagi dulu sekolah di tempat orang-orang kaya, khawatir jika mereka tahu asal usulku yang hanya anak seorang pembantu rumah tangga. Kupikir menjadi penyendiri dan menjadi kutu buku adalah pilihan yang tepat. Kaki mulai pegal dan sakit, perutku juga terasa sangat lapar, tapi semuanya tak be

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β bagian 11

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 11Mati. Bagaimana bisa Bian memergoki kami dalam keadaan seperti ini. Dia pernah mengira aku jatuh cinta pada pria dan Saga salah satu nama yang dia sebut. Bagaimana reaksi dan pikirannya sekarang melihatku dalam pelukan Saga. Bisa-bisa dia mengira aku benar-benar jatuh cinta pada pria ini."Sha, pura-pura pingsan," bisik Saga.Apa Saga berniat untuk menipu Bian sekarang. Tak mau banyak bertanya dan berpikir, aku mengikuti perintah bodyguardku ini. Sepertinya ini akan lebih selamat daripada aku mendebat Bian saat ini. "Lepaskan istriku," teriak Bian.Istri dia bilang, apa dia sedang kerasukan sekarang? "Maaf, Pak. Ibu pingsan bagaimana bisa saya lepaskan." Saga berkata sembari memindahkan posisiku. Aku dibopongnya sekarang. "Bapak apakan ibu hingga seperti ini. Dia hendak terjun ke sungai. Jika saya tidak segera datang, mungkin sekarang tubuhnya sudah di bawah sana. Saya harus membujuknya yang sedang emosi hingga dia pingsan seperti ini." Saga berb

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 12

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 12"Memangnya aku harus berbagi kebahagiaan dengan siapa di rumah ini. Hanya ada dia yang bisa kuajak bicara dan kubagi kebahagiaan. Kamu tak pernah ada di sini. Bahkan saat kau katakan akan ke sini sebulan lagi, kamu tak datang hingga waktu berlalu lebih dari sebulan setengah." Aku berbicara tanpa henti dalam satu tarikan nafas. Ah, sial. Kenapa Aku mengatakan kalimat terakhir itu, seakan aku menunggu kedatangan dan merindukannya. "Lagi pula, kamu kan yang menyuruh Saga agar perhatian padaku. Jika nanti kami terlihat dekat, jangan protes!" Aku masih meneruskan ucapanku karena tak mendapatkan respon dari Bian."Bagaimana bisa saya menghamili Bu Nala, Pak. Jika memang berniat seperti itu, sudah saya lakukan bertahun-tahun yang lalu. Kami sudah sangat lama tinggal bersama." Saga ikut berbicara. "Selain kejam dan tak punya hati, kamu juga gampang menuduh seseorang. Apa kau pikir kamu ini adalah pria yang paling sempurna sehingga bisa berbuat sesuka hat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 13

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 13POV Bian Tubuh mungil itu terbaring di ranjang pasien dengan mata terpejam. Ada rasa bersalah singgah di hati saat melihatnya seperti ini. Aku sudah merubah wanita yang dulu begitu ceria meskipun tak punya orang tua, menjadi wanita yang sepertinya penuh duka. Mata yang berkaca-kaca, emosi yang tak terkendali, cukup menjadi bukti jika wanita di hadapanku sudah menjadi pribadi yang tak sama seperti dulu lagi. Dulu, aku melihat Nala sebagai wanita yang ceria, dia tak pernah marah meskipun aku selalu usil padanya. Dia selalu menurut saat aku meminta apapun padanya. Seharusnya aku senang memiliki Nala sebagai seorang adik, tapi ternyata tidak. Ada sisi hati yang tak suka dengan keberadaan anak dari sopir keluargaku itu. Belum lagi, tiba-tiba saja wanita itu bersedia menjadi istri keduaku. Apa coba maksudnya. Hanya gara-gara Ivanka tak bisa hamil, dan Mama juga Papa begitu ingin pewaris hingga aku dipaksa untuk menikah dengan Nala. Aku itu tak bisa men

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 14

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 14"Kalau kamu sudah bebas dari Pak Bian, aku tak perlu menjagamu. Jadi aku punya banyak waktu untuk mencari perempuan yang cocok untukku," tutur Saga panjang lebar. Hahh! Aku menarik nafas lega, ternyata bukan karena ingin menikah dengan Nala, Saga menunggu Nala bebas dariku. Tapi akankah aku melepaskan Nala. Jika dulu aku tak melakukannya karena ingin membuatnya menderita, lalu sekarang karena apa aku tak ingin melepas Nala. Bukankah Nala berhak bahagia, jika dia menikah dengan pria lain. Ah, sudahlah. Sepertinya aku tak perlu memberitahu pada Saga tentang apa yang harus dilakukan pada Nala. Pria itu sepertinya sudah tahu apa yang harus dilakukan. Satu hal yang tak bisa kuterima, jika dia pura-pura jadi aku demi Nala. Apa-apaan, Saga memakai parfum yang wanginya sama seperti milikku dan Nala akan memeluknya. Tak akan kubiarkan itu terjadi. Sampai kapanpun.Segera kutinggalkan kembali tempat ini, bergegas pulang untuk menemui Ivanka yang semakin ban

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 15

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 15"Halo, Boy. Kok ada situ?" tanyaku pada Cenna. "Miss mau pamitan, udah selesai belajarnya," jawab Cenna. Aku tersenyum dan bergerak perlahan ke arahnya. "Ayok, biar daddy aja. Mommy masih keringetan."Aku menggandeng tangan Cenna dan membawanya keluar dari ruangan tersebut dengan perasaan bertanya-tanya. Apakah putraku ini mengerti perdebatanku dengan Ivanka. "Dad, apa arti anak orang lain?" tanya Cenna sambil mengiringi langkah kakiku. Aku menghela nafas dalam, sepertinya Cenna mendengar beberapa kalimat istrinya."Cenna tak perlu memikirkan apapun, ya. Harus tetap sehat dan gak boleh sakit. Jangan terluka juga, oke."Bocah itu mengangguk, dan tak lagi bertanya.***"Berikan saja anak kedua Nala pada mama. Mamamu kan yang begitu ingin memiliki cucu. Pasti mereka tambah senang jika memiliki satu orang cucu lagi," ujar Ivanka, saat kami sedang berada di pembaringan. Bersiap untuk tidur. Kami hendak tidur, tapi wanita itu masih ingin membahas ten

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20

Bab terbaru

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 41

    Bian berjalan perlahan ke arahku, dia tidak menuju ke arah Saga dan ingin mengamuk padanya. Apa sekarang dia akan marah padaku."Tenang saja, kamu tak perlu lagi khawatir pada Nala. Ada aku yang akan menjaganya," ucap Bian sambil merangkul pinggangku dan memeluknya dengan erat. "Mulai sekarang, kamu bisa fokus pada kehidupanmu sendiri. Aku dengar setelah ini kamu akan berhenti dari profesi ini, bukan begitu, Sayang?" Ujar Bian lagi sambil mengeratkan pelukannya dan menatap padaku.Aku yang tidak menyangka Bian akan melakukan hal itu padaku hanya bisa melongo dibuatnya. "Hah?!" Aku berkata sambil menatap pada Bian. "Mulai sekarang Saga harus fokus pada kehidupannya sendiri." Bian mengulang perkataannya tanpa mengalihkan pandangan dariku. Aku menganggukkan kepala samar. Mungkin lebih baik memang seperti ini, Saga mengira aku dan Bian sudah baik-baik saja sehingga pria itu tak akan lagi mengkhawatirkanku. Saga terlihat tak nyaman dengan kemesraan yang diperlihatkan oleh Bian. "Bagu

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 40

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 40"Berikan padaku, mungkin dia lapar." Aku berkata lirih sambil mengulurkan tangan pada Bian yang tampak kesulitan menenangkan Hafizah. Aku harus bisa menahan diri, kuat, dan bisa mengendalikan diriku. Hafizah adalah tanggung jawab yang harus kuurus dan rawat dengan baik, jangan sampai karena aku kesal pada daddynya, membuat bayi itu terlantar. Kali ini aku tidak boleh depresi lagi seperti dulu. Aku bisa melewati semua untuk Hafizah.Bian menatapku. "Kamu baik-baik saja?" tanya Bian. Aku mengangguk kepala. Tadi, untuk beberapa saat lamanya aku menangis sambil menatap ke arah Bian. Membiarkan dia berusaha menenangkan Hafizah. Namun, jika aku terus menuruti keinginanku untuk menangis, maka Hafizah juga tidak akan tenang. Bian memberikan bayi itu padaku, memastikan aku baik-baik saja lalu berpamitan keluar kamar. "Aku akan keluar, susui dia dengan tenang. Kalau sudah selesai, ayo kita makan," ucap Bian sebelum keluar kamar.Hafizah langsung tenang se

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 39

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 39"Halo siapa ini, jangan main-main jika tidak ada kepentingan," seru Bian dari ujung telepon. Aku menelponnya tapi mulutku engga membuka suara. Pagi ini, setelah memantapkan diri akhirnya aku menelpon Bian. Setelah semalam emak berbicara banyak padaku, aku memutuskan untuk kembali terlebih dulu. Biar Saga kembali ke tempat ini terlebih dahulu baru aku pergi lagi, jika bisa. "Bian, ini aku ....""Na, Nala. Dimana kamu berada?" Bian memotong perkataanku sebelum aku sempat menyebutkan nama. "Aku akan kasih tahu, tapi kamu harus janji sesuatu dulu.""Iya aku janji. Apapun yang kamu minta akan aku penuhi," jawab Bian tanpa berpikir panjang. "Kalau aku pulang, kamu bakalan biarin Saga berhenti kerja, kan.""Iya, tentu saja. Kamu akan pindah ke rumah baru, seperti janjinku.""Tidak perlu, aku akan tetap di sana. Biar Bibi yang tinggal di paviliun. Aku akan mengurus toko bunga lagi."Toko bunga kutinggal begitu saja, tak perduli dengan apapun waktu aku k

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 38

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 38Seminggu sudah berlalu berada di tempat ini. Aku tinggal di rumah Emak yang masih berada di area yayasan. Rumah mungil, seperti rumahku juga. Jika pagi hari, aku akan keliling di area yayasan, melihat aktifitas anak-anak di dalam sambil membawa Hafizah, rasanya sangat damai dan tenang. Entahlah, aura positif seperti ini yang sangat aku inginkan selama ini. Di tempat ini, aku seperti tak memiliki beban apapun. Hari-hariku terasa menyenangkan dan ringan. Pagi ini, aku juga berkeliling seperti biasa. Lalu berhenti di taman, tempat dimana aku dan Saga memberi makan ikan. Mendadak aku ingat dengan pria itu, bagaimana keadaannya setelah aku kabur. Apa Bian menyalahkan dia dan menganiaya pria itu. Aku harap itu tidak terjadi. Apa mereka berdua kerepotan mencariku. "Pagi-pagi jangan ngelamun, Mbak." Suara yang begitu familiar terdengar menyapa indera pendengaranku. Aku menoleh ke arah sumber suara lalu tersenyum padanya. Wanita cantik berkulit putih den

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 37

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 37POV Nala "Ada apa kamu ke sini?" tanya Saga saat melihatku ada di depan paviliun yang dia tempati. "Kamu bisa memanggilku seperti biasanya, tak perlu mendatangiku. Nanti Pak Bian berpikir macam-macam," sambungnya. Sejak aku melahirkan, Saga memang tak terlalu banyak berinteraksi denganku. Apalagi ada bibi yang ada di rumah, nyaris aku tak pernah minta bantuan pria itu lagi untuk hal remeh temeh. Ditambah lagi, aku malu dengannya karena pernah memintanya menikah denganku. "Bagaimana aku memanggilmu, berteriak?" Aku bertanya sambil tertawa kecil. Sejak ponselku rusak karena kulempar ke arah Bian waktu di rumah sakit itu, aku memang tak mau saat Bian memberikan smartphone baru. Saat dia sengaja membelikannya, aku pun mendiamkannya seakan tak ak butuh. Benda itu mati kehabisan baterai dan tersimpan di laci meja riasku. "Kenapa nggak dinyalakan ponselnya, Pak Bian sudah beli kan waktu itu?" "Buat apa, aku tak membutuhkannya.""Butuh saat begini."

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 36

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 36Aku tetap memantau apa yang mereka lakukan. Nala dan Saga memang terlihat makan malam seperti biasanya, tak terjadi apapun di antara mereka. Sesekali mereka berbicara, harusnya aku memasang CCTV yang bisa merekam suara juga bukan hanya gambar seperti ini. Dua puluh menit berlalu, aku terus menatap layar gawai. Pokoknya aku akan melihat mereka sampai selesai. Tiba-tiba hal yang tak biasa membuatku bertanya-tanya, aku melihat Saga mengangkat sendok garpu seperti hendak menusuk sesuatu. "Hei, apa yang akan kamu lakukan!" Refleks aku berteriak saat melihat hal itu, tak mungkin Nala akan ditusuk olehnya dengan benda tersebut. Beberapa detik kemudian tangan Saga bersiap mengayun dan menusuk ke tangannya sendiri. Rupanya Saga ingin melukai dirinya sendiri. Tapi gerakan itu berhenti di udara karena tangan Nala menghalangi Saga melakukannya. Lalu Tak lama kemudian Saga terkulai dan kepalanya terjatuh di meja. Nala tidak meracuni pria itu kan. Dadaku berd

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 35

    "Kenapa menatapku seperti itu. Aku gemuk, jelek, bengkak kayak gajah?" tanya Nala bertubi-tubi setelah meletakkan Hafizah di box bayi. Wanita itu baru selesai memberi ASI dan menidurkan putrinya. Aku tidak sengaja melihat momen dia begitu perhatian dan sayang pada Hafizah karena masuk ke kamarnya. Hendak mengambil tab milikku yang tertinggal di atas nakas. Ini hari ke-dua aku datang dan menginap di rumah ini setelah kelahiran bayi itu. "Aku memang gemuk dan bengkak, tapi aku bahagia karena bisa memberikan ASI pada putriku. Tidak seperti dulu, aku memang tetap langsing tapi anakku minum susu formula." Nala masih melanjutkan ucapannya. "Enggak, kamu tetap cantik dengan tubuh seperti apapun," balasku sambil berlalu menuju tempat di mana gadgetku berada. Tak perduli dengan reaksi Nala dengan kosakata yang barusan aku ucapkan. Lagi pula dia tak terlalu gemuk, hanya sedikit lebih berisi dari sebelumnya. Aku segera mengambil tab milikku dan berniat kembali keluar kamar yang kurasa makin

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 34

    Setelah satu minggu menemani Nala, aku kembali ke rumah. Nala sudah pulang dari rumah sakit, di rumahnya ada pembantu rumah tangga yang datang dan pergi setiap hari untuk memasak dan membereskan rumah. Saga, tetap aku perintahkan untuk di sana. Kubilang dia boleh berhenti setelah Nala pindah ke rumah baru. Aku memang berencana melakukan hal itu. menempatkan Nala di rumah yang lebih luas dan layak. Agar ada tempat untuk pembantu rumah tangga, ada tempat yang luas untuk Hafizah bermain. Tidak perlu waktu lama, bayi itu akan tumbuh besar dan perlu ruangan luas untuk berlarian. "Pulang juga akhirnya kamu." Ivanka berkata dengan tangan bersedekap di depan dadanya. Aku yang baru saja menjejakkan kaki di ruang tamu, enggan berdebat dan memilih untuk pergi ke kamar terlebih dahulu. Tau begini, lebih baik langsung ke rumah Mama saja. Aku harap dengan mandi, akan membuat kepala lebih dingin dan berbicara dengan Ivanka tanpa kemarahan.Mungkin aku salah di mata Ivanka, diam-diam perhatian pad

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti Β Β Β Bagian 33

    Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti 33POV Bian Suasana yang sempat gaduh tadi mendadak sunyi setelah kepergian Saga. Nala terlihat membuang pandangan, menatap keluar jendela kaca. Aku memunguti ponsel Nala yang berserak di lantai, kupastikan benda ini sudah tak akan berfungsi lagi. "Nanti aku belikan yang baru," ucapku sambil menyimpan serpihan benda sejuta umat itu di atas nakas.Nala mengalihkan pandangan, menatap sekilas padaku. "Tak perlu, aku tak membutuhkannya," tolak Nala. "Aku memiliki ponsel pun tak ada gunanya, hanya kamu dan Saga yang menghubungiku. Apa lagi aku akan sibuk mengurus bayi, jadi memang aku tak membutuhkan benda itu. Jika kamu ingin menghubungiku bisa lewat Saga," tutur Nala panjang lebar.Aku menghela nafas, kemudian duduk di kursi lagi, di samping Nala berada. Air mata wanita itu sesekali masih terlihat mengalir di pipinya."Terserah kamu mau memperlakukan aku seperti apa. Kau penjara aku di rumah itu pun, aku tak masalah. Tapi jangan kau nikahkan aku denga

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status