Brian: Vio bisa temui Mas di Hotel Froxy?Vio mengernyit kala membaca pesan dari suami. Untuk apa Brian memintanya bertemu di hotel? Padahal setiap hari juga mereka bertemu.Vio: Kenapa nggak di rumah saja, Mas? Memang ada apa?Brian: Aku kangen.Wajah Vio langsung memerah saat mendapat balasan dari sang suami. Dasar Brian. Ada-ada saja.Vio: Baik, Mas. Vio akan ke sana.Vio pun segera mengambil tas dan juga jaket miliknya. Bibirnya tak henti menyunggingkan senyum. Vio maklum, mungkin kalau di rumah, Brian akan merasa segan dengan keberadaan Azzura. Tapi, apa tidak apa jika mereka bertemu di belakang Azzura?Vio segera menepis pemikiran buruknya. Ini lebih baik dari pada Azzura harus melihat kemesraan mereka. Vio yakin jika hal itu akan terasa lebih menyakitkan."Kamu mau ke mana Vio?" tanya Azzura saat berpapasan di tangga bawah. Saat itu Azzura baru saja pulang, hendak naik ke kamarnya.Vio gelagapan, bingung mau jawab apa. "Ehm ... mau ketemu teman sebentar, Mbak." Teman tidur mak
Brian memijit pangkal hidungnya. Dia tidak menyangka jika Azzura akan datang ke kantor. Dia sudah seperti lelaki yang tengah berselingkuh kali ini."Aku balik bentar lagi, Risa. Bilang sama Azzura buat nunggu." Brian tidak mungkin menyuruh Azzura pulang. Wanita itu akan semakin curiga. Sungguh istrinya itu bukanlah orang yang bodoh."Baik, Pak."Brian langsung mematikan panggilan itu, dan menatap ke arah Vio. Istri keduanya itu tersenyum lembut ke arah Brian, membuat hatinya menjadi tenang."Udah sana, Mas Brian ke kantor saja. Kasihan Mbak Zura pasti udah nungguin." Brian mendesah berat. Sebenarnya dia ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama sang istri muda, terlebih mereka baru saja bermain satu ronde. Brian belum merasa puas. Akan tetapi, dia harus tetap kembali ke kantor, demi menjaga perasaan sang istri pertama."Oke. Aku mandi dulu, ya."Saat Vio hendak mengangguk, ponselnya berbunyi. Dia langsung saja meraih benda pipih yang dia letakkan di atas nakas.Matanya langsung m
Azzura yang menyadari ketegangan keduanya lantas mengalihkan pembicaraan. "Haha. Kenapa kalian jadi tegang? Aku cuma asal ngomong, kok." Azzura berusaha tetap tersenyum, meski hatinya remuk redam. "Kamu udah makan, Mas?" tanya Azzura mencoba memecah kecanggungan.Azzura yakin jika mereka baru saja bersama. Kenapa mesti diam-diam, sih? Kalau seperti ini, bukankah membuat Azzura semakin merasa sakit?"Ehm ... belum, Zura." Mana sempat makan kalau di hotel tadi dia sibuk memakan Vio? Percintaannya tadi benar-benar menggairahkan. Dia tidak sanggup memikirkan perutnya sendiri. Yang ada di pikirannya hanyalah memanfaatkan waktu yang mereka miliki dengan baik."Kamu udah makan, Vio?" Azzura menatap Vio yang saat ini masih terlihat kikuk. Dia masih merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan bersama Brian, meski statusnya juga istri lelaki itu."Aku udah kok, Mbak. Di rumah temen tadi." Brian mengernyit. Vio juga belum makan seperti dirinya, kenapa justru berbohong? Namun, tidak mungkin Brian
Vio gelisah dalam tidurnya. Dia tentu saja masih memikirkan pertanyaan Azzura siang tadi. Meski akhirnya Azzura hanya tertawa dan menganggap pertanyaannya hanya sebuah candaan. Namun, tentu saja hal itu tidak berlaku untuk Vio. Perasaannya sama sekali tidak tenang. Dia merasa menjadi semacam pelakor dalam rumah tangga orang lain.Vio menoleh ke arah pintu kamar. Sosok lelaki tampan dan gagah masuk dengan langkah pelan ke dalam kamarnya. Vio sontak melebarkan matanya dan langsung terduduk kala melihat sosok itu semakin dekat ke ranjangnya."Mas Brian, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Vio dengan setengah berbisik. Dia tidak mau ada yang mendengar ucapannya. Bukannya menjawab, Brian justru semakin mengikis jarak antara mereka. Kini bahkan dirinya telah berada tepat di hadapan Vio."Aku kangen," ucap Brian sesaat setelah mereka hanya berjarak beberapa senti saja. Sungguh perasaannya begitu hampa saat tidak ada Vio di sisinya. Katakanlah dia berdosa karena menduakan Azzura, tetapi ini
Setelah mengantarkan Kyra ke sekolah, Azzura segera menuju ke klinik Adrian. Hanya Adrian satu-satunya sahabat yang dia miliki dan satu-satunya teman yang dia percayai. Tidak perlu bertanya atau membuat janji, Azzura selalu memiliki akses penuh untuk masuk ke ruangan Adrian. Jika yang belum tahu, maka mereka pasti akan mengira jika Azzura itu adalah kekasih Adrian."Apakah aku mengganggumu, Ad?" Azzura langsung saja duduk di sofa yang ada di ruangan itu. Dia meletakkan tasnya di sisinya dan duduk dengan anggun di sana.Adrian yang sedang berkutat dengan pekerjaannya melirik sekilas ke arah Azzura, setelahnya dia kembali menekuni pekerjaannya."Tunggu sebentar. Aku akan menyelesaikan pekerjaanku telebih dahulu." Azzura mengangguk. Matanya mengamati seluruh isi ruangan. Tidak ada yang berubah, selera lelaki itu selalu sama. Bahkan Adrian masih menyimpan boneka yang Azzura berikan waktu mereka masih sama-sama kuliah.Azzura tersenyum kecil kala mengingat saat itu. Dia bermain mesin capi
Azzura melihat ke arah kaca besar yang ada di depannya. Dia bisa melihat pantulan dirinya di sana. Bentuk tubuhnya tidak banyak yang berubah. Bahkan bisa dikatakan jika tubuh Azzura masih terlihat begitu kencang dan juga seksi di usianya yang sudah menginjak angka tiga puluh tahun.Azzura berdiri menyamping, melihat dirinya dari arah samping. Sebelah tangannya menyentuh perutnya. Rata. Bahkan sama sekali tidak ada stretch mark di sana. Tubuhnya cepat sekali pulih pasca melahirkan Kyra dulu. "Aku tidak kalah seksi dari Vio," gumamnya seorang diri. Wanita itu saat ini hanya mengenakan lingerie tipis yang tentu saja mempertontonkan bentuk tubuhnya yang masih aduhai di usia tiga puluh tahun ini. Buah dada yang masih terlihat kencang dan membusung, bongkahan bawah pinggang yang juga masih terlihat padat. Azzura menilai jika tampilan fisiknya tidak kalah dibandigkan dengan Vio.Azzura memang sengaja tampil seksi agar suaminya kembali tertarik padanya. Rasanya begitu sakit saat Brian sama s
Azzura berjalan menuju ruang makan dengan wajah cerah. Bagaimana tidak, semalam dia dan Brian bercinta hingga beberapa ronde. Brian yang dulu, kini telah kembali. Brian dengan segala kelembutannya dalam bercinta.Di meja makan sudah ada Vio yang menunggu di sana. Dia belum memulai sarapannya karena menunggu anggota keluarga yang lain."Selamat pagi, Vio," sapanya pada gadis bermata abu itu. Tidak lupa, seutas senyum dia tujukan pada Vio. Vio pun membalas Azzura dengan sebuah senyuman."Pagi juga, Mbak Zura," balas Vio. Azzura duduk di kursi yang berhadapan dengan Vio. "Happy banget, Mbak?" tanya Vio senang karena melihat wajah Azzura yang terlihat begitu segar. Azzura tersenyum malu-malu ditanya seperti itu. Dia menyelipkan rambutnya di belakang telinga."Iya," jawab Azzura singkat. Atensi mereka terganggu saat melihat sang kepala rumah tangga mendekat ke arah keduanya.Brian berdehem. "Pagi," sapanya singkat. Dia mengecup pipi Azzura, setelahnya mengecup pipi Vio. Gadis itu hanya me
Brian sedari tadi hanya memijit pangkal hidungnya. Dia memikirkan tentang Kyra. Apa mungkin orang itu kembali mengarah Kyra? Jika memang seperti itu, dia harus lebih waspada. Brian pun kembali ingin menghubungi Vio. Apa dia masih ada di sekolah Kyra atau di mana? Namun, seperti tadi, panggilannya sama sekali tidak mendapat balasan. Brian yang begitu geram hanya bisa meremas ponsel di tangannya saja. Tadi Vio berkata akan menghubunginya kembali, kenapa sekarang malah susah dihubungi? "Kamu di mana, sih, Vio?" gumamnya sembari mengacak rambutnya yang rapi. Dia tampak sangat kusut, tidak seperti saat tiba di kantor tadi. Setelah tidak berhasil menghubungi Vio, Brian pun lantas menghubungi Azzura. Tidak butuh waktu lama bagi Brian mendapat sahutan dari ujung sana. "Halo, Mas. Ada apa? Kangen, ya?" tanya Azzura disertai kekehan di ujung sana. Wanita itu terdengar begitu bahagia hanya karena Brian meneleponnya. Sudah lama, Brian tidak menghubunginya di sela pekerjaannya seperti ini. "Iy