Azzura yang menyadari ketegangan keduanya lantas mengalihkan pembicaraan. "Haha. Kenapa kalian jadi tegang? Aku cuma asal ngomong, kok." Azzura berusaha tetap tersenyum, meski hatinya remuk redam. "Kamu udah makan, Mas?" tanya Azzura mencoba memecah kecanggungan.Azzura yakin jika mereka baru saja bersama. Kenapa mesti diam-diam, sih? Kalau seperti ini, bukankah membuat Azzura semakin merasa sakit?"Ehm ... belum, Zura." Mana sempat makan kalau di hotel tadi dia sibuk memakan Vio? Percintaannya tadi benar-benar menggairahkan. Dia tidak sanggup memikirkan perutnya sendiri. Yang ada di pikirannya hanyalah memanfaatkan waktu yang mereka miliki dengan baik."Kamu udah makan, Vio?" Azzura menatap Vio yang saat ini masih terlihat kikuk. Dia masih merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan bersama Brian, meski statusnya juga istri lelaki itu."Aku udah kok, Mbak. Di rumah temen tadi." Brian mengernyit. Vio juga belum makan seperti dirinya, kenapa justru berbohong? Namun, tidak mungkin Brian
Vio gelisah dalam tidurnya. Dia tentu saja masih memikirkan pertanyaan Azzura siang tadi. Meski akhirnya Azzura hanya tertawa dan menganggap pertanyaannya hanya sebuah candaan. Namun, tentu saja hal itu tidak berlaku untuk Vio. Perasaannya sama sekali tidak tenang. Dia merasa menjadi semacam pelakor dalam rumah tangga orang lain.Vio menoleh ke arah pintu kamar. Sosok lelaki tampan dan gagah masuk dengan langkah pelan ke dalam kamarnya. Vio sontak melebarkan matanya dan langsung terduduk kala melihat sosok itu semakin dekat ke ranjangnya."Mas Brian, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Vio dengan setengah berbisik. Dia tidak mau ada yang mendengar ucapannya. Bukannya menjawab, Brian justru semakin mengikis jarak antara mereka. Kini bahkan dirinya telah berada tepat di hadapan Vio."Aku kangen," ucap Brian sesaat setelah mereka hanya berjarak beberapa senti saja. Sungguh perasaannya begitu hampa saat tidak ada Vio di sisinya. Katakanlah dia berdosa karena menduakan Azzura, tetapi ini
Setelah mengantarkan Kyra ke sekolah, Azzura segera menuju ke klinik Adrian. Hanya Adrian satu-satunya sahabat yang dia miliki dan satu-satunya teman yang dia percayai. Tidak perlu bertanya atau membuat janji, Azzura selalu memiliki akses penuh untuk masuk ke ruangan Adrian. Jika yang belum tahu, maka mereka pasti akan mengira jika Azzura itu adalah kekasih Adrian."Apakah aku mengganggumu, Ad?" Azzura langsung saja duduk di sofa yang ada di ruangan itu. Dia meletakkan tasnya di sisinya dan duduk dengan anggun di sana.Adrian yang sedang berkutat dengan pekerjaannya melirik sekilas ke arah Azzura, setelahnya dia kembali menekuni pekerjaannya."Tunggu sebentar. Aku akan menyelesaikan pekerjaanku telebih dahulu." Azzura mengangguk. Matanya mengamati seluruh isi ruangan. Tidak ada yang berubah, selera lelaki itu selalu sama. Bahkan Adrian masih menyimpan boneka yang Azzura berikan waktu mereka masih sama-sama kuliah.Azzura tersenyum kecil kala mengingat saat itu. Dia bermain mesin capi
Azzura melihat ke arah kaca besar yang ada di depannya. Dia bisa melihat pantulan dirinya di sana. Bentuk tubuhnya tidak banyak yang berubah. Bahkan bisa dikatakan jika tubuh Azzura masih terlihat begitu kencang dan juga seksi di usianya yang sudah menginjak angka tiga puluh tahun.Azzura berdiri menyamping, melihat dirinya dari arah samping. Sebelah tangannya menyentuh perutnya. Rata. Bahkan sama sekali tidak ada stretch mark di sana. Tubuhnya cepat sekali pulih pasca melahirkan Kyra dulu. "Aku tidak kalah seksi dari Vio," gumamnya seorang diri. Wanita itu saat ini hanya mengenakan lingerie tipis yang tentu saja mempertontonkan bentuk tubuhnya yang masih aduhai di usia tiga puluh tahun ini. Buah dada yang masih terlihat kencang dan membusung, bongkahan bawah pinggang yang juga masih terlihat padat. Azzura menilai jika tampilan fisiknya tidak kalah dibandigkan dengan Vio.Azzura memang sengaja tampil seksi agar suaminya kembali tertarik padanya. Rasanya begitu sakit saat Brian sama s
Azzura berjalan menuju ruang makan dengan wajah cerah. Bagaimana tidak, semalam dia dan Brian bercinta hingga beberapa ronde. Brian yang dulu, kini telah kembali. Brian dengan segala kelembutannya dalam bercinta.Di meja makan sudah ada Vio yang menunggu di sana. Dia belum memulai sarapannya karena menunggu anggota keluarga yang lain."Selamat pagi, Vio," sapanya pada gadis bermata abu itu. Tidak lupa, seutas senyum dia tujukan pada Vio. Vio pun membalas Azzura dengan sebuah senyuman."Pagi juga, Mbak Zura," balas Vio. Azzura duduk di kursi yang berhadapan dengan Vio. "Happy banget, Mbak?" tanya Vio senang karena melihat wajah Azzura yang terlihat begitu segar. Azzura tersenyum malu-malu ditanya seperti itu. Dia menyelipkan rambutnya di belakang telinga."Iya," jawab Azzura singkat. Atensi mereka terganggu saat melihat sang kepala rumah tangga mendekat ke arah keduanya.Brian berdehem. "Pagi," sapanya singkat. Dia mengecup pipi Azzura, setelahnya mengecup pipi Vio. Gadis itu hanya me
Brian sedari tadi hanya memijit pangkal hidungnya. Dia memikirkan tentang Kyra. Apa mungkin orang itu kembali mengarah Kyra? Jika memang seperti itu, dia harus lebih waspada. Brian pun kembali ingin menghubungi Vio. Apa dia masih ada di sekolah Kyra atau di mana? Namun, seperti tadi, panggilannya sama sekali tidak mendapat balasan. Brian yang begitu geram hanya bisa meremas ponsel di tangannya saja. Tadi Vio berkata akan menghubunginya kembali, kenapa sekarang malah susah dihubungi? "Kamu di mana, sih, Vio?" gumamnya sembari mengacak rambutnya yang rapi. Dia tampak sangat kusut, tidak seperti saat tiba di kantor tadi. Setelah tidak berhasil menghubungi Vio, Brian pun lantas menghubungi Azzura. Tidak butuh waktu lama bagi Brian mendapat sahutan dari ujung sana. "Halo, Mas. Ada apa? Kangen, ya?" tanya Azzura disertai kekehan di ujung sana. Wanita itu terdengar begitu bahagia hanya karena Brian meneleponnya. Sudah lama, Brian tidak menghubunginya di sela pekerjaannya seperti ini. "Iy
Azzura yang baru saja mendapat telepon dari Brian langsung menghubungi Vio. Namun, sama seperti kata Brian tadi, Vio tidak bisa dihubungi."Kamu ke mana sih, Vio?" Dahi Azzura mengerut sedang pandangan matanya menggelap. Tentu saja dia langsung parno setelah mengetahui jika Kyra pernah diculik.Azzura berdecak. "Kenapa mereka nggak terbuka sih ama aku? Apa aku sudah nggak dianggap oleh mereka?" Tentu saja Azzura marah karena Brian dan Vio merahasiakan tentang kejadian penculikan Kyra.Pekerjaan Azzura di yayasan memang sangat banyak, tetapi jika Vio tidak bisa dihubungi seperti ini, dia pun menjadi tak tenang. Akhirnya, Azzura pun langsung menghubungi wali kelas Kyra untuk bertanya tentang Kyra dan Vio. Azzura merasa lega saat wali kelas Kyra mengatakan bahwa Kyra ada di kelas.Setelah memastikan keberadaan Kyra, Azzura lalu meraih kunci mobil. Dia harus ke sekolah Kyra dan memastikan semua aman terkendali. Hanya sekitar setengah jam perjalanan, Azzura telah berada di depan gerbang se
Vio membeku saat netranya tak sengaja bersinggungan dengan netra Wijaya. Bahkan jantungnya terasa berhenti berdetak saat itu juga. Terlebih tatapan lelaki itu terlihat sangat tidak bersahabat.Brian dan Azzura saling pandang. Sepertinya mereka memiliki kekhawatiran yang sama. Untuk memecah perhatian sang ayah, Azzura berdehem sedikit keras. Dan berhasil, pandangan Wijaya langsung beralih padanya."Dia ini Vio, Pa. bodyguard Kyra," jelas Azzura sebelum sang ayah bertanya. Wijaya hanya mengangguk dan kembali berfokus pada Kyra. Wajah yang tadinya dingin dan kaku, kembali mencair jika berhadapan dengan cucu satu-satunya."Kak Vio itu keren lho, Opa. Dia pinter berkelahi. Kak Vio juga pernah terluka karena melindungi Kyra," celoteh Kyra yang membuat Wijaya langsung beralih pada anak dan menantunya.Perasaan Brian dan Azzura langsung tidak enak. Hingga akhirnya Azzura pun memberi perintah pada Vio untuk mengajak Kyra jalan-jalan ke luar. Meski awalnya Kyra menolak, tetapi karena pelototan