Aku mendapati diriku berdiri di tempat yang terasa asing. Lantai batu yang dingin, tembok batu dan juga—jeruji besi.
Tunggu dulu—kenapa aku berada di tempat yang sepertinya adalah sebuah ... penjara?
Seingatku, aku barusaja menjalankan misi di wilayah barat, lalu banjir tiba-tiba menerjang dan aku hanyut.
Lalu setelahnya?
Kenapa aku justru berada di penjara sekarang? Terlebih tempat ini adalah tempat yang sangat aku kenali.
Penjara bawah tanah Istana Atterian.
Kesalahan macam apa yang sudah kuperbuat hingga aku berada di sini? Ditambah lagi dengan pakaianku yang sudah berubah menjadi gaun putih lusuh dan rambutku yang sudah menjadi pendek!
Sejak kapan ini semua terjadi?!
"Kalian akan segera menghadapi hukuman atas pengkhianatan terhadap kerajaan."
Aku mendengar suara dengan nada dingin dan membuatku menoleh cepat. Suara itu adalah suara yang sangat kukenal. Pemilik suara itu tak lain adalah Pangeran Clifton Atterian, Putra Mahkota raja, calon raja Atterian. Benar. Dia adalah satu-satunya keturunan keluarga kerajaan Atterian dan membuatnya menjadi pewaris tunggal. Mataku terbelalak setelah ia mengucapkan kata-katanya. Pengkhianatan macam apa yang sudah kuperbuat? Aku sama sekali tidak merasa pernah melakukan hal yang bersinggungan dengan pengkhianatan pada kerajaan. Jangankan berpikir soal berkhianat, untuk berpikir tentang hidupku sendiri saja aku masih belum becus. Ini sangat aneh.
Aku terdiam. Memilih diam dan menunggu pemuda yang lebih tua dariku itu datang ke sisi lain penjara yang kutempati sekarang.
Serius, aku tidak pernah membayangkan diriku dijebloskan ke dalam penjara karena sebuah kejahatan. Tidak mungkin aku melakukan hal semacam itu. Aku sudah bersumpah untuk setia pada kerajaan tepat ketika dilantik menjadi seorang ksatria.
"Falos kakakmu, telah merencanakan pemberontakan dan Duke Colinus beserta beberapa bangsawan telah memberikan bukti konkrit. Tak lama lagi—ah, hari ini dia akan dieksekusi." Pangeran Clifton berucap seakan dia puas sekali dengan hukuman yang akan diterima oleh kakakku—dalam hal ini sebagai pengkhianat, katanya.
Aku terkejut setengah mati, tentu saja. Falos Starluston kakakku? Pria yang lemah lembut dan baik hati itu berkhianat? Tidak mungkin! Manusia yang lebih memilih jalan diplomasi ketimbang adu kekuatan itu merencanakan sebuah pengkhianatan? Sekali lagi aku mengingatkan diriku, itu tidak mungkin.
"Yang Mulia, kakak saya tidak mungkin melakukan hal itu, saya berani bersumpah—"
"Hentikan omong kosongmu, Lyra Starluston!"
Aku membeku setelah suara dinginnya menyela ucapanku. Ini pertama kalinya pangeran yang biasa kulihat sangat akrab dan tidak pernah menaikkan nada suaranya itu membentakku. Tatapannya begitu nyalang dan penuh amarah yang bahkan aku tidak tahu penyebabnya.
Ini sangat membuatku frustasi. Kesalahan apa yang sudah kuperbuat? Kenapa bahkan aku sendiri tidak tahu?
Detik itu juga aku sadar jika pangeran yang ada di hadapanku ini benar-benar murka. Setelahnya aku tahu jika aku benar-benar dalam masalah besar. Sangat besar.
"Kau hanya menutupi kesalahannya—kau dan juga ayahmu! Falos sudah melukai penduduk tidak bersalah saat festival dan juga mencoba membunuhku! Tak ada lagi yang bisa disanggah!" suaranya terdengar seperti mimpi buruk yang berhasil mencekik leherku. Suaraku tak bisa keluar lagi setelahnya. Aku menunduk dalam mencoba mencerna apa yang sedang menimpaku sekarang. Sepanjang yang kuingat, aku hanyut terbawa arus banjir ketika menyelamatkan dua anak kecil saat bertugas. Namun kenyataan yang kuhadapi sekarang sangat jauh berbeda dan semuanya terasa terlalu nyata jika disebut mimpi.
Apa aku tak sadarkan diri sangat lama hingga aku melewatkan banyak hal? Hingga tahu-tahu ketika bangun kakakku telah merencanakan pengkhianatan lalu dijatuhi hukuman? Otakku tidak mampu mencerna semua hal aneh ini.
Apa Falos ... sungguh-sungguh melakukan itu? Apa kami benar-benar berkhianat dan berakhir seperti ini? Kenapa hanya aku yang tidak mengerti?
Aku menggeleng cepat. Aku tidak bisa memercayai semua ini. Aku yakin ini semua tidak benar!
Kudengar langkah berat di hadapanku menjauh lalu digantikan dengan derap langkah kaki beberapa orang yang kuduga sebagai ksatria.
Apa giliranku sudah tiba? Jadi aku harus menyerah dan dieksekusi begitu saja?
"Yang Mulia, Falos Starluston sudah dieksekusi. Kami akan segera membawa Mainard Starluston dan Lyra Starluston untuk dihukum."
Jantungku rasanya terhenti seketika saat mendengar berita mengerikan itu.
Falos benar-benar ... dieksekusi? Jadi ini semua benar? Kenapa semua ini terasa sangat rumit dan aneh. Aku bahkan tidak tahu mana yang harus kupercaya. Kenyataan di hadapanku, atau kenyataan di pikiranku?
Lalu mereka membuka jeruji besi di hadapanku dengan kasar. Suara kunci logam yang saling bersentuhan itu tidak begitu keras tapi seakan mampu membuat telingaku tuli. Aku terduduk lemas dan menunduk dalam. Aku tidak bisa memercayai apapun yang terjadi sekarang. Kenapa semua menjadi seperti ini? Kenapa ingatanku dan kenyataan yang kualami sangat berbeda dan bercampur aduk begini?
Apa yang sebenarnya terjadi?
Karena merasa apa yang kualami lebih nyata daripada ingatanku, perlahan—dengan keterpaksaan yang menyakitkan—aku mulai memercayai ucapan orang-orang di hadapanku. Mungkin ... mungkin Falos ketahuan berkhianat setelah aku kembali dari misi ... tidak—tapi kenapa aku tidak tahu apapun—kenapa ayah juga diam saja? Aku tidak tahu apakah terbawa arus deras membuatku tidak sadarkan diri lalu kemudian ketika sadar aku sudah dipenjara karena Falos berkhianat?
Sungguh ... Falos? Falos Starluston tangan kanan Putra Mahkota? Bagaimana mungkin Falos melakukan hal itu ... Falos adalah orang baik, bahkan ia terlalu baik dan lemah lembut.
Mereka menyeret dan memaksaku berdiri lalu keluar dari penjara. Berjalan tanpa alas kaki rupanya sangat menyakitkan dan ini adalah pertama kalinya bagiku. Aku mendongak sedikit dan melihat seorang pria yang juga diseret paksa. Dari belakang aku bisa mengenali jika itu adalah ayahku.
"Ayah! Ayah! Ini semua tidak benar, kan?!" teriakku frustasi memaksa ayahku memberikan penjelasan.
Ksatria yang membawa ayahku berhenti dan membiarkan ayahku menoleh. Dia tidak menyangkal. Dia hanya tersenyum getir dengan wajah lelah tanpa percikan hasrat ingin melanjutkan hidup. Seakan ia membenarkan segalanya yang terjadi.
Itu berarti ayah mengetahui semua ini!
Tiba-tiba saja terasa ingatan kilas balik memenuhi kepalaku. Puluhan—tidak—ratusan, ribuan informasi terdengar di dalam kepalaku, menghujam tanpa ampun seperti hujan deras yang kualami di wilayah barat.
Falos menghilang saat Pangeran dan rombongannya diserang. Para penyelidik menemukan fakta jika Falos bekerja sama dengan pelarian dari Rovel untuk menyerang Atterian. Penyerangan penduduk tak bersalah di festival kembang api diduga dilakukan oleh Falos Starluston dengan kekuatannya. Mereka bilang apa yang Falos Starluston lakukan adalah untuk menggulingkan Atterian bersama para pelarian dari Rovel yang dendam terhadap Atterian setelah kalah perang.
Tidak. Rasanya ini tidak benar.
Falos Starluston dituduh bersalah atas bukti yang dikumpulkan Duke Colinus serta bangsawan yang lain. Keluarga Starluston berkhianat dan harus dieksekusi tanpa terkecuali.
Semua itu terus berdengung di telingaku. Aku menggeleng cepat. Aku tidak tahu ingatan siapa ini, namun semuanya terasa nyata. Aku bisa merasakan diriku berada di sana mendengarkan semuanya. Semua informasi dari para bangsawan—bahkan pelayan serta informan.
"Tidak ... kami tidak berkhianat. Ini tidak benar!" pekikku sekuat tenaga. Mereka menyeretku menuju podium tempat eksekusi dilakukan. Aku bisa melihat ayahku sudah berada di sana terlebih dahulu.
Ayah akan dieksekusi. Lalu kemudian ... aku juga.
"Ini adalah saat terakhirmu melihat dunia, Lyra Starluston."
Suara Pangeran Clifton dengan nada penuh amarah dan rasa muak yang tertahan membuat tubuhku merinding dan bergetar hebat. Aku terus bergumam bahwa ini semua tidak benar.
Aku tak kuasa melihat ayahku dieksekusi. Mana bisa aku melihat hal mengerikan itu!
Dua orang yang membawaku sekarang menarikku menuju tempat yang sama dengan tempat ayahku berdiri. Aku bahkan tak berani membuka mataku. Jasad ayah pasti masih di sana ... kenapa semua ini bisa terjadi? Benakku terus saja menolak kenyataan yang ada di depan mataku. Hingga akhirnya aku mengintip dan melihat seseorang tersenyum puas di atas penderitaan kami. Lalu, sebelum mereka menghabisiku, aku kembali menutup mataku, terpaksa menerima takdir tidak adil ini.
Aku tidak takut mati, namun jika dengan cara tidak benar seperti ini ... aku tidak bisa menerimanya.
Aku, kami, seluruh keluarga Starluston mati sebagai pengkhianat.
Hangat.Entah mengapa aku justru merasakan kehangatan sekejap setelah segala hal mengerikan yang barusaja aku lalui. Aku tidak tahu apakah setelah mati akan ada kehangatan?Kenapa aku merasa hangat? Apa aku berada di tempat yang hangat? Jadi rasanya mati seperti ini?Tunggu dulu.Hanya tangan kananku yang terasa hangat.Apa dunia setelah kematian memang seperti ini? Tapi ... aku tidak melihat apapun. Semuanya gelap. Namun aku bisa merasakan sesuatu yang hangat pada tangan kananku.Rasanya seperti ... genggaman tangan? Aku pun bersusah payah menggerakkan mataku, kelopak mataku. Aku penasaran bagaimana dunia setelah kematian? Apakah yang namanya surga dan neraka itu benar-benar ada? Lalu di manakah aku sekarang?Alih-alih melanjutkan pikiranku yang tidak jelas kemana arahnya, aku mencoba membuka mataku secara perlahan. Sangat perlahan. Aku tidak tahu jika membuka mata setelah mati akan sesulit ini. Hal pertama yang kutangkap setelah aku membuka sedikit netraku adalah ruangan ber
Perkiraanku benar seratus persen. Aku tidak menyangka jika rumor menggelikan itu bahkan sampai ke markas ksatria. Orang-orang payah itu benar-benar melakukan segala cara untuk menjatuhkan reputasiku apapun yang kulakukan. Bahkan ketika aku berjalan di koridor menuju ruangan Kapten, beberapa ksatria terlihat dengan jelas berbisik-bisik seakan tidak peduli jika aku mendengar ucapan mereka.Haruskah aku menggunakan statusku sebagai Starluston untuk membuat mereka berhenti bicara? Lagipula status keluargaku lebih tinggi dari mereka semua karena Duke Finlay dan Yang Mulia Raja tidak memiliki putri.Alih-alih melakukan apa yang kupikirkan, aku berjalan mengacuhkan mereka karena rumor itu tak akan memengaruhiku. Aku pun sampai di depan pintu kayu ruangan Kapten. Setelah tiga ketukan, asisten Kapten Finlay, Jackson Rush membukakan pintu untukku.“Oh, Nona Starluston. Silahkan masuk!” sapanya dengan ramah.Jackson Rush adalah tangan kanan Kapten Finlay. Ia terkenal sangat tenang dan cekatan d
Selama sebulan menjadi asisten kapten, tidak banyak hal yang berubah kecuali misi yang berkurang. Itu semua karena tugasku di kantor ksatria jadi lebih banyak. Tenggelam bersama dokumen-dokumen tidak lantas membuatku bosan. Ini malah jauh lebih baik daripada berurusan dengan orang-orang. Rumor miring tentangku juga sudah mulai memudar. Sudah kuduga lama kelamaan rumor seperti itu akan surut termakan waktu. Kecuali satu, tentang aku yang belum menunjukkan kekuatan. Tapi aku tidak banyak ambil pusing—lebih tepatnya tidak peduli. “Duduk dan minumlah dulu, Lady Starluston.” Kapten mempersilahkanku untuk duduk bersamanya dan menikmati teh serta kue kering yang barusaja dibawa oleh pelayan. “Terima kasih, Kapten.” Aku pun duduk dengan tenang dan menyesap teh yang rasanya membuat rasa lelahku menguar begitu saja. Tepat ketika kami berdua sedang menikmati secangkir teh dengan tenang sambil menghadap jendela besar di belakang kursi kapten, salah seorang ksatria masuk dengan terbu
Aku merasa tidak asing dengan suara mereka. Mereka jelas berada di pihak yang berbeda dengan kami. Singkatnya mereka pasti adalah para bangsawan yang menentang keberadaan keluargaku—lebih tepatnya posisi keluargaku.“Para pendukung Duke Colinus ....” Aku berucap pada diriku sendiri.Tidak ada orang lain yang membenci keluargaku lebih dari pria tua dengan tatapan memuakkan itu. Duke Colinus memang sedari dulu menentang keluargaku yang diistimewakan karena memiliki kekuatan semacam sihir dan telah bersumpah setia pada kerajaan selamanya. Intinya, bisa dibilang ia sangat iri dengan kemampuan yang dimiliki oleh keturunan Starluston.Mereka berpikir jika berhasil menyingkirkan Falos, maka keluarga Starluston tidak bisa apa-apa karena tidak akan memiliki penerus yang layak.Ah, rasanya aku jadi ingin keluar dari sini dan menemui mereka lalu melayangkan beberapa pukulan serta tendangan. Itu kalau saja aku melupakan statusku sebagai Starluston dan seorang Lady. Tak lama setelah itu aku m
Minggu yang kutunggu akan berita tentang pemberontakan perlahan terus berlanjut. Aku menunggu dengan gusar dan kekhawatiran yang semakin hari semakin membesar. Semakin kupikirkan, semakin itu membuatku takut. Malam yang biasanya tenang dan angin semilir yang biasanya berhasil membuatku tenang untuk tidur, kini tidak lagi. Aku tidak bisa tidur nyenyak. Bahkan teh chamomile yang biasa kuminum sebelum tidur tidak berhasil menenangkan dan membuat rasa kantukku datang. Aku selalu berharap mimpi hanyalah bunga tidur yang tidak akan pernah terjadi. Tapi pagi ini aku sudah dikejutkan dengan Ayah yang pergi buru-buru di pagi buta dan ketidakhadiran Kapten Finlay di ruangannya. Perasaanku buruk. Sangat buruk. Bahkan ketika Irene memberikanku teh yang hangat dan seharusnya menenangkan serta cemilan manis kesukaanku tadi pagi, semuanya hambar dan sulit kutelan. Ini bukan pertanda bagus. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanyaku tanpa petunjuk seraya duduk di kursi kerjaku selepas apel pagi.
Aku tidak bisa tidur, tentu saja. Aku sudah menenggak habis dua cangkir teh yang biasanya bisa merilekskan pikiran dan tidak ada pengaruhnya sama sekali. Kubiarkan saja mataku terbuka lebar. Aku berjalan mondar-mandir di kamarku setelah Irene kuminta untuk meninggalkanku sendirian. Semua pertanyaan berputar-putar di kepalaku.Siapa yang menyerang mereka? Kenapa mereka diserang? Kenapa hanya Falos yang menghilang? Bukankah jika mereka memang dendam pada Atterian maka masuk akal kalau Pangeran yang akan diculik? Kemudian satu pertanyaan besar muncul di benakku.“Apa mereka memang sengaja mengincar Falos? Jika benar, kenapa? Apa mereka punya dendam pada Falos? Atau—Starluston?” ucapku pada diri sendiri. Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan yang berlalu-lalang dengan liar di kepalaku dan itu membuatku semakin tidak bisa tidur.Kalau saja aku bisa membangkitkan kemampuanku … aku sangat berharap bisa menemukan jejak Falos. Di saat seperti ini aku frustasi karena tidak ada yang bisa
Setelah pertemuan di istana kemarin, aku mengirimkan seseorang untuk menyelidiki tempat hilangnya Falos. Aku sudah berdiskusi dengan Pangeran bahwa kami akan mengirimkan orang terlebih dahulu sebelum terjun langsung ke sana untuk meminimalisir bahaya. Karena penyelidikan inilah Aku jadi sering berjumpa dengan Pangeran dan juga Federick Finlay. Bahkan siang ini setelah makan siang, kami akan menemui para ksatria yang ikut dalam rombongan kemarin. Semua ksatria yang terluka sudah mulai membaik dan mereka setuju untuk memberikan kesaksian. Di sinilah aku berada di ruang kerja Pangeran bersama para ksatria dan tentu saja perwakilan dari pihak Duke Colinus yang juga ikut dilibatkan.“Bicaralah padaku apa yang kalian lihat saat aku tidak sadarkan diri waktu itu,” titah Pangeran dari balik mejanya.“Seperti yang Pangeran tahu, kita semua diserang orang-orang berjubah hitam. Mereka punya kemampuan bertarung yang asing bagi kami. Bahkan sebelum Sir Falos bisa membalas serangan mereka, ia sudah
Aku berjalan dengan pikiran penuh kekhawatiran serta tanda tanya besar soal siapa pelaku yang menculik Falos. Pelakunya punya kekuatan sihir, jika kemampuannya biasa saja tidak mungkin Falos kalah begitu saja. Apa mereka lebih kuat dari Falos? Atau … lebih licik? Karena terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri, aku tanpa sadar berjalan saja hingga menabrak seseorang yang barusaja keluar dari ruangan kapten. Aku langsung mengaduh kecil seraya menyentuh keningku yang menabrak seseorang. “Senior!” sapanya padaku dan membuatku otomatis mendongak. Rupanya aku menabrak Alvin Coulston, asisten penggantiku. Dia menatapku dengan heran karena aku menabraknya tiba-tiba. “Ah, Coulston. Maaf aku tadi tidak memerhatikan jalan,” sesalku. Alvin mengangguk, “Aku mengerti. Anda pasti banyak pikiran,” katanya. Aku tersenyum kecil. “Kau mau kemana?” tanyaku karena Alvin kelihatannya hendak pergi dari ruangan kapten. “Ke perpustakaan. Kapten memintaku mengambil beberapa buku.” “Baiklah kalau begitu.”
Aku tidak menyangka jika Irene akan lebih bersemangat dariku untuk memulai pagi ini. Ia memanggil berkali-kali, tidak—ralat, aku sudah menghitung sekitar lima kali ia memanggilku. Aku memang sengaja mengabaikan dua panggilan terakhirnya. Mungkin ia sudah lebih dari lima kali memanggilku karena ketika aku bangun, aku hanya menghitung lima panggilan.“Nona, serius! Bukankah anda ada janji latihan dengan Tuan Marquess hari ini? Sebaiknya anda segera beranjak. Air hangatnya sudah siap!” serunya dengan nada yang sedikit frustasi. Sepertinya sudah waktunya aku menghiraukan gadis yang lima tahun lebih tua dariku ini.Aku bangkit dengan santai dan menyingkap selimut tebalku lalu turun untuk segera menyambut air hangat yang disiapkan oleh Irene dan pelayan lain.“Iya iya aku dengar.” Setelah melakukan serangkaian persiapan—sekaligus sarapan, rupanya ayahku sudah menunggu di halaman belakang dengan pakaian latihannya. Aku menghampirinya dengan mengenakan pakaian latihan yang biasa
Setelah kekacauan di perbatasan usai diatasi, orang-orang yang terluka telah diobati dan para kesatria penjaga perbatasan sudah kembali bertugas, Aku bersama Pangeran dan Federick Finlay memilih untuk kembali lebih dulu. Kami kembali bersama tiga kesatria lain dan sisanya menjaga perbatasan sekaligus mengelola tempat pengungsian warga. Akan ada banyak hal yang perlu disiapkan untuk mereka, salah satunya kebutuhan logistik. Oleh karena itu kesatria yang kembali bersama kami akan ditugaskan untuk urusan itu bersama kesatria lain yang ada di pusat kerajaan. Sedangkan kami harus kembali memikirkan rencana untuk menemukan Falos. Ah, aku hampir lupa soal tiga pemberontak itu. Mereka bertiga ikut bersama kami ke istana. Soal apa yang akan dilakukan pada mereka, biarlah Pangeran dan Yang Mulia yang memutuskan.Satu hal lagi.Jujur saja aku sedang tidak sabar untuk bertemu ayahku dan aku yakin dia akan terkejut—sangat.Perasaan inferior yang selama ini kurasakan karena tidak memiliki kek
“Tidak mungkin Lyra Starluston juga punya kekuatan!” seru penyihir yang barusaha diringkus oleh Federick Finlay. Setelah penyihir itu jatuh dan Federick Finlay meringkusnya tanpa basa-basi, kami segera kembali. Saat perjalanan menuju tenda pengungsian, aku masih tidak bisa memercayai diriku sendiri.Bagaimana aku bisa melakukan hal itu? Semua terlalu tiba-tiba bahkan aku sendiri tidak mengerti.*****“Apa kau memikirkan soal tadi, Lady Starluston?” tanya Federick tiba-tiba. Ia barusaja menyerahkan penyihir itu dan mengumpulkan mereka di satu tenda lain dan diikat bersama. Mereka berencana melakukan interogasi setelahnya.Aku tidak bisa berbohong. Aku mengangguk sambil melihat kedua tanganku sendiri. “Aku tidak tahu bagaimana itu terjadi … bagaimana aku melakukannya?”“Apa yang kau rasakan tadi, Lyra?”Aku memicingkan mata pada Federick Finlay karena ia memanggilku dengan nama depan. Dulu dia memang sering melakukannya, tapi sekarang rasanya aneh.“Astaga, aku sudah sering memangg
Aku bersama para ksatria lain yang ditugaskan, termasuk Federick Finlay, dan dipimpin oleh Pangeran Clifton segera bersiap untuk menuju hutan timur. Menurut informasi, para pemberontak itu menyerang warga yang tinggal di perbatasan antara Rovel dan Atterian dekat dengan hutan timur.Soal hutan timur sendiri, hutan itu adalah perbatasan wilayah kami. Memang banyak hal sering terjadi di sana. Seharusnya perbatasan memang dijaga dengan baik apalagi di situasi seperti ini. Namun karena kejadian kemarin—ketika Falos menghilang—ksatria yang bersama mereka adalah para penjaga perbatasan. Mereka yang menggantikan posisi penjaga perbatasan rupanya tidak setangguh yang seharusnya.“Kupikir mereka sudah dilatih dengan baik, tapi ternyata sedikit mengecewakan,” ucap Federick dari atas kudanya. Tidak hanya dia saja, aku pun merasa demikian. Mereka sudah dilatih dan bahkan telah diberikan pengarahan mengingat perseteruan dengan Rovel akhir-akhir ini. Tapi kami tidak tahu pasti kenapa mereka bisa ke
Aku berjalan dengan pikiran penuh kekhawatiran serta tanda tanya besar soal siapa pelaku yang menculik Falos. Pelakunya punya kekuatan sihir, jika kemampuannya biasa saja tidak mungkin Falos kalah begitu saja. Apa mereka lebih kuat dari Falos? Atau … lebih licik? Karena terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri, aku tanpa sadar berjalan saja hingga menabrak seseorang yang barusaja keluar dari ruangan kapten. Aku langsung mengaduh kecil seraya menyentuh keningku yang menabrak seseorang. “Senior!” sapanya padaku dan membuatku otomatis mendongak. Rupanya aku menabrak Alvin Coulston, asisten penggantiku. Dia menatapku dengan heran karena aku menabraknya tiba-tiba. “Ah, Coulston. Maaf aku tadi tidak memerhatikan jalan,” sesalku. Alvin mengangguk, “Aku mengerti. Anda pasti banyak pikiran,” katanya. Aku tersenyum kecil. “Kau mau kemana?” tanyaku karena Alvin kelihatannya hendak pergi dari ruangan kapten. “Ke perpustakaan. Kapten memintaku mengambil beberapa buku.” “Baiklah kalau begitu.”
Setelah pertemuan di istana kemarin, aku mengirimkan seseorang untuk menyelidiki tempat hilangnya Falos. Aku sudah berdiskusi dengan Pangeran bahwa kami akan mengirimkan orang terlebih dahulu sebelum terjun langsung ke sana untuk meminimalisir bahaya. Karena penyelidikan inilah Aku jadi sering berjumpa dengan Pangeran dan juga Federick Finlay. Bahkan siang ini setelah makan siang, kami akan menemui para ksatria yang ikut dalam rombongan kemarin. Semua ksatria yang terluka sudah mulai membaik dan mereka setuju untuk memberikan kesaksian. Di sinilah aku berada di ruang kerja Pangeran bersama para ksatria dan tentu saja perwakilan dari pihak Duke Colinus yang juga ikut dilibatkan.“Bicaralah padaku apa yang kalian lihat saat aku tidak sadarkan diri waktu itu,” titah Pangeran dari balik mejanya.“Seperti yang Pangeran tahu, kita semua diserang orang-orang berjubah hitam. Mereka punya kemampuan bertarung yang asing bagi kami. Bahkan sebelum Sir Falos bisa membalas serangan mereka, ia sudah
Aku tidak bisa tidur, tentu saja. Aku sudah menenggak habis dua cangkir teh yang biasanya bisa merilekskan pikiran dan tidak ada pengaruhnya sama sekali. Kubiarkan saja mataku terbuka lebar. Aku berjalan mondar-mandir di kamarku setelah Irene kuminta untuk meninggalkanku sendirian. Semua pertanyaan berputar-putar di kepalaku.Siapa yang menyerang mereka? Kenapa mereka diserang? Kenapa hanya Falos yang menghilang? Bukankah jika mereka memang dendam pada Atterian maka masuk akal kalau Pangeran yang akan diculik? Kemudian satu pertanyaan besar muncul di benakku.“Apa mereka memang sengaja mengincar Falos? Jika benar, kenapa? Apa mereka punya dendam pada Falos? Atau—Starluston?” ucapku pada diri sendiri. Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan yang berlalu-lalang dengan liar di kepalaku dan itu membuatku semakin tidak bisa tidur.Kalau saja aku bisa membangkitkan kemampuanku … aku sangat berharap bisa menemukan jejak Falos. Di saat seperti ini aku frustasi karena tidak ada yang bisa
Minggu yang kutunggu akan berita tentang pemberontakan perlahan terus berlanjut. Aku menunggu dengan gusar dan kekhawatiran yang semakin hari semakin membesar. Semakin kupikirkan, semakin itu membuatku takut. Malam yang biasanya tenang dan angin semilir yang biasanya berhasil membuatku tenang untuk tidur, kini tidak lagi. Aku tidak bisa tidur nyenyak. Bahkan teh chamomile yang biasa kuminum sebelum tidur tidak berhasil menenangkan dan membuat rasa kantukku datang. Aku selalu berharap mimpi hanyalah bunga tidur yang tidak akan pernah terjadi. Tapi pagi ini aku sudah dikejutkan dengan Ayah yang pergi buru-buru di pagi buta dan ketidakhadiran Kapten Finlay di ruangannya. Perasaanku buruk. Sangat buruk. Bahkan ketika Irene memberikanku teh yang hangat dan seharusnya menenangkan serta cemilan manis kesukaanku tadi pagi, semuanya hambar dan sulit kutelan. Ini bukan pertanda bagus. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanyaku tanpa petunjuk seraya duduk di kursi kerjaku selepas apel pagi.
Aku merasa tidak asing dengan suara mereka. Mereka jelas berada di pihak yang berbeda dengan kami. Singkatnya mereka pasti adalah para bangsawan yang menentang keberadaan keluargaku—lebih tepatnya posisi keluargaku.“Para pendukung Duke Colinus ....” Aku berucap pada diriku sendiri.Tidak ada orang lain yang membenci keluargaku lebih dari pria tua dengan tatapan memuakkan itu. Duke Colinus memang sedari dulu menentang keluargaku yang diistimewakan karena memiliki kekuatan semacam sihir dan telah bersumpah setia pada kerajaan selamanya. Intinya, bisa dibilang ia sangat iri dengan kemampuan yang dimiliki oleh keturunan Starluston.Mereka berpikir jika berhasil menyingkirkan Falos, maka keluarga Starluston tidak bisa apa-apa karena tidak akan memiliki penerus yang layak.Ah, rasanya aku jadi ingin keluar dari sini dan menemui mereka lalu melayangkan beberapa pukulan serta tendangan. Itu kalau saja aku melupakan statusku sebagai Starluston dan seorang Lady. Tak lama setelah itu aku m