Perkiraanku benar seratus persen.
Aku tidak menyangka jika rumor menggelikan itu bahkan sampai ke markas ksatria. Orang-orang payah itu benar-benar melakukan segala cara untuk menjatuhkan reputasiku apapun yang kulakukan. Bahkan ketika aku berjalan di koridor menuju ruangan Kapten, beberapa ksatria terlihat dengan jelas berbisik-bisik seakan tidak peduli jika aku mendengar ucapan mereka.
Haruskah aku menggunakan statusku sebagai Starluston untuk membuat mereka berhenti bicara? Lagipula status keluargaku lebih tinggi dari mereka semua karena Duke Finlay dan Yang Mulia Raja tidak memiliki putri.
Alih-alih melakukan apa yang kupikirkan, aku berjalan mengacuhkan mereka karena rumor itu tak akan memengaruhiku. Aku pun sampai di depan pintu kayu ruangan Kapten. Setelah tiga ketukan, asisten Kapten Finlay, Jackson Rush membukakan pintu untukku.
“Oh, Nona Starluston. Silahkan masuk!” sapanya dengan ramah.
Jackson Rush adalah tangan kanan Kapten Finlay. Ia terkenal sangat tenang dan cekatan dalam melakukan apapun. Dan dia adalah salah satu ksatria yang dihormati karena bertarung di garis depan saat melindungi Atterian dari serangan Kerajaan Rovel tiga tahun yang lalu.
“Terima kasih, Sir Jackson.”
Aku pun masuk dan melihat Kapten Finlay yang berdiri di sisi jendela besar di belakang mejanya.
“Senang melihatmu kembali, Lady Starluston. Bagaimana kondisimu?” sapa kapten.
“Saya baik-baik saja. Terima kasih sudah memberikan cuti sehingga saya bisa istirahat dan pulih lebih cepat,” balasku sopan.
Kapten Finlay tertawa pelan, “Aku tidak bisa menolak permintaan Mainard, lagipula kau juga terluka. Yang penting sekarang kau sudah sembuh.”
Aku tersenyum kecil. Hubungan ayahku dan Kapten sekaligus Duke ini memang sangat dekat. Semua orang tahu kalau mereka berdua sudah berteman sejak lama dan berada di pihak yang sama, pihak kerajaan. Keluarga Finlay berada di pihak kerajaan sejak Alexander Finlay menjadi kepala keluarga Finlay. Kaptenku yang sedikit eksentrik ini memang punya pandangan berbeda dan menentang pendahulunya yang selalu berada di pihak oposisi. Berbeda dengan Keluarga Starluston yang memang bersumpah setia pada raja dan menggunakan kekuatan yang kami miliki untuk melindungi raja.
“Kau sudah melakukan tugas dengan baik di barat. Untuk sementara waktu kau akan menggantikan tugas Jackson untuk menjadi asistenku. Dia ditugaskan ke selatan mulai besok.” Jelas kapten sambil menunjuk Jacskon Rush. Pria tinggi berambut gelap itu tersenyum.
“Kuharap kau tidak keberatan, Nona Starluston,” katanya.
Aku mengangguk.
“Tentu saja tidak. Aku akan berusaha sebaik mungkin,” jawabku yakin.
Kapten menepuk tangannya sekali dengan kencang, “Baiklah, Rush, tolong bimbing Nona Starluston hari ini. Aku harus pergi untuk bertemu dengan Yang Mulia Raja. Sampai jumpa!” seru kapten lalu segera beranjak meninggalkan kami berdua.
“Bagaimana jika kita mulai dengan dokumen yang ada di sana?” Jackson Rush menunjuk rak tinggi yang berada di ruangan itu.
Aku melihat ada banyak sekali dokumen dan buku di sana. Sepertinya hari ini aku akan menghabiskan waktu bersama kertas-kertas itu.
“Baiklah.”
Sir Jackson pun membimbingku menuju rak tinggi itu dan mulai menjelaskan beberapa hal.
*****
Waktu berjalan sangat cepat ketika aku mendengarkan dengan seksama semua arahan yang diberikan Jackson Rush. Selain kemampuan bertarungnya yang hebat, Sir Jackson juga sangat pandai dalam menjelaskan. Terbukti dengan semua penjelasannya mudah sekali dimengerti. Pantas saja para ksatria pemula sangat mengaguminya.
“Apa ada yang ingin kau tanyakan, Nona Starluston?” tanyanya padaku yang sedikit melamun tadi.
Aku menggeleng pelan.
“Tidak. Kau menjelaskannya dengan sangat baik. Meskipun banyak juga yang harus kulakukan ternyata ...” jawabku dengan sedikit keberatan. Tentu saja. Aku tidak menyangka jika akan sebanyak ini pekerjaannya.
Jujur saja. Menjadi asisten kapten ternyata bukan hal yang mudah. Aku harus berurusan dengan banyak dokumen lalu di sela-sela itu harus tetap berlatih. Berbeda dari tugas patroli yang biasa kulakukan.
Kenapa aku dipindahkan menjadi asisten?
“Omong-omong ... apa aku boleh tahu kenapa aku dipilih menjadi penggantimu?” tanyaku penasaran. Sir Jackson terlihat sedikit kaget dengan pertanyaanku. Mungkin karena biasanya orang-orang akan mematuhi perintah kapten tanpa bertanya, tapi aku tidak bisa begitu.
“Karena kau cukup ahli dalam urusan administrasi.”
Aku tidak terkejut dengan ucapan Sir Jackson.
Sebagai satu-satunya putri seorang Marquess, aku terbiasa untuk mengurus administrasi yang menjadi tanggung jawab keluarga Starluston. Sekalipun aku tidak menjadi penerus pun, aku sudah menjalankan kewajiban seorang Marchioness karena ibuku sudah meninggal.
“Hahaha. Begitu, ya?” kataku.
Sir Jackson mengangguk.
“Kalau begitu aku pergi dulu, Nona Starluston. Jika aku tidak ada, kau bisa bertanya pada kapten kalau kau tidak mengerti.”
“Terima kasih banyak, Sir Jackson.”
*****
Aku memandang seorang pelayan pria yang barusaja masuk ke dalam ruangan kapten—tempatku berada. Ia mengatakan jika Yang Mulia Raja ingin bertemu denganku.
Kenapa Yang Mulia Raja ingin bertemu denganku?
“Baiklah.”
Aku pun berjalan keluar ruangan untuk memenuhi panggilan Raja. Aku berjalan melewati koridor yang langsung berhadapan dengan taman. Markas ksatria skuadron pertama memang berada satu tempat dengan istana, jadi taman yang kulihat ini adalah jalan pintas untuk langsung menuju istana.
Aku berpikir untuk melewati taman sekaligus untuk mencari udara segar. Tepat ketika aku melangkah masuk ke dalam taman itu, tak kusangka aku melihat sosok seorang pria yang sangat kukenal.
Namun tiba-tiba tubuhku gemetaran ketika pria itu menoleh setelah mendengar langkah kakiku. Pria itu, Pangeran Clifton, satu-satunya pangeran Kerajaan Atterian. Ia berdiri ditemani asisten pribadinya, Henry Wilbur.
Aku terdiam sejenak lalu berucap dengan nada sedikit gugup.
“Salam, Pangeran,” ucapku.
Aku tak berani menatap wajahnya. Aku memilih memejamkan mataku sambil membungkuk hormat. Setelah mimpi yang kualami, bagaimana mungkin aku bisa menatap wajahnya?
Aku berkali-kali meyakinkan diriku jika itu semua hanyalah mimpi.
Hanya mimpi, Lyra!
“Oh, Lady Starluston. Senang melihatmu. Rupanya kau benar-benar sudah sembuh, ya?” ucap Pangeran Clifton dengan nada tenang. Nada yang sangat berbeda dari yang kuingat.
Aku pun mengangkat kepalaku.
“Benar, Yang Mulia. Saya sudah pulih sepenuhnya.”
“Kudengar Raja juga memanggilmu. Sepertinya tujuan kita sama,” katanya kali ini dengan nada yang lebih santai.
Aku menelan ludahku dengan agak susah payah. Aku masih takut. Dan keringat dingin meluncur dari pelipisku. Aku tahu aku tidak boleh begini.
“Apa anda baik-baik saja, Nona Starluston?” tanya Henry dengan nada khawatir karena ia melihat wajahku yang gugup.
Padahal Pangeran dan Sir Henry tidak melakukan apapun yang buruk padaku.
Aku tidak boleh membuat mereka berpikir yang tidak-tidak.
“Aku baik-baik saja, Sir Henry. Ah, benar, Yang Mulia Raja memanggil saya. Apakah ...Pangeran juga?” kataku yang sudah mulai tenang.
Pangeran Clifton tersenyum tipis dan mengangguk.
“Kalau begitu sampai jumpa di sana,” ucapnya lalu berjalan mendahuluiku bersama Henry.
Aku sangat lega. Itu jauh lebih baik. Aku bahkan sempat berpikir jangan sampai mereka berdua memintaku berjalan bersama mereka menuju ke tempat pertemuan. Aku tidak akan bisa menahan rasa takutku. Bisa-bisa aku seperti orang bodoh yang ketakutan di samping mereka.
Ini semua karena mimpi buruk itu. Padahal sudah sepekan, tapi aku tak kunjung berhasil melupakan mimpi mengerikan itu.
*****
Yang Mulia Raja Barton Atterian menatapku dengan tatapan senang. Aku tidak tahu kenapa beliau terlihat begitu senang melihatku. Beliau sudah seperti itu tepat setelah aku membungkuk memberi salam.
Aku melihat Pangeran Clifton berdiri di sisinya dengan tatapan datar yang biasa kulihat. Uh, aku tetap saja tak bisa mengangkat wajahku lama-lama karena ingatan mengerikan itu.
Wajah dingin dan mengerikan Pangeran Clifton di mimpiku benar-benar berhasil membuatku merinding.
Karena di dalam mimpiku dia adalah orang yang mengeksekusi kami.
“Aku senang sekali melihatmu sehat, Lady Starluston. Kau melakukan tugasmu dengan baik,” puji Raja padaku. Aku tidak begitu mengerti apakah ini sebuah pujian ataukah peringatan. Aku yakin rumor menggelikan itu sudah sampai di telinga Raja.
Soal Lyra Starluston, ksatria lemah, anggota keluarga Starluston yang tidak memiliki kekuatan.
Pion yang tidak berguna.
“Terima kasih atas kebaikan Yang Mulia sehingga saya bisa pulih dengan cepat.”
Lalu kulihat pandangan mata safir Raja menatapku dengan serius.
“Duke Finlay bilang kemampuanmu sebagai ksatria sangat hebat. Saat itu kau juga mengorbankan dirimu untuk menyelamatkan anak-anak. Apa yang kau lakukan patut mendapatkan pujian, Lady. Meskipun agak sembrono ...” ujarnya.
Aku terdiam karena ucapan raja sepertinya belum selesai sampai di situ.
“Kau pasti sudah dengar rumor tentangmu, kan? Aku harap kau bisa menunjukkan sisi terbaikmu di masa depan. Kau adalah bagian penting dalam kerajaan, Nak.”
Aku tertegun.
Bagian penting? Apa yang beliau maksud dengan bagian penting? Apakah ini semua karena aku adalah Starluston? Tapi apa hubungannya dengan itu? Sepertinya ada hal lain yang dimaksud Yang Mulia Raja.
“Saya akan melakukan yang terbaik, Yang Mulia.”
“Oh, dan kau tak perlu khawatir soal rumor itu, sih. Karena sepertinya penduduk di barat sangat menyukaimu. Kudengar mereka bahkan menganggapmu sebagai penyelamat mereka hahaha.”
Lagi-lagi ucapan raja membuatku tertegun. Raja memerintahkanku untuk berusaha lebih keras untuk membuktikan diri, namun di sisi lain menyuruhku untuk tidak khawatir.
Aku sungguh tidak mengerti sebenarnya apa yang diinginkan Raja. Beliau memang terkenal sebagai orang yang pandai berkata-kata untuk menyembunyikan maksudnya.
“Kalau begitu ... itu saja yang ingin kukatakan padamu. Aku berharap besar padamu, Lady Starluston. Kau boleh pergi.”
Aku membungkuk hormat sebelum pergi.
“Saya akan berusaha sebaik mungkin, Yang Mulia. Kalau begitu saya pamit undur diri,” ucapku.
“Baiklah.”
Aku pun pergi meninggalkan ruangan.
*****
Siang itu, seperti biasanya saat siang hari adalah jadwal latihan. Aku segera menuju tempat latihan ksatria setelah selesai menata beberapa berkas yang diminta oleh Kapten. Jika saja ini bukan kewajiban, dan aku diizinkan untuk berlatih sendiri, maka aku akan dengan senang hati berlatih sendirian.
Semuanya jelas karena rumor-rumor miring tentangku yang membuat telingaku terasa pengar.
Aku pun berjalan tanpa memerdulikan beberapa ksatria yang berjalan di belakangku dengan berbisik-bisik tentang topik yang sama. Rasanya hanya butuh satu hari hingga aku hafal seluruh sebutan yang mereka sematkan padaku.
“Oh, Sir Falos. Selamat siang!”
Aku mendengar orang-orang yang berada di belakangku menyapa kakakku dengan sopan.
Wah, berbeda sekali dengan apa yang mereka lakukan padaku. Dasar orang-orang tidak tahu diri!
Aku tidak berniat berbalik sekalipun aku tahu jika kakakku berada di sana. Aku berjalan saja menuju lapangan untuk segera menemui Ellia dan berlatih.
Namun, bukan kakakku namanya kalau tidak memperlakukanku seperti anak kecil dimanapun ia berada. Sekalipun di markas ksatria dimana banyak mata yang memerhatikan.
“Hey, Lyra, kau tidak berniat menyapaku?” protesnya dari belakang punggungku. Duh, orang ini benar-benar. Aku sudah susah payah tidak ingin menarik perhatian malah sekarang dia menyeretku ke dalam pusat perhatian. Tentu saja kami akan jadi pusat perhatian. Karena Falos adalah ksatria pengawal Pangeran yang sangat dihormati ditambah lagi ia sudah membangkitkan kekuatannya, kemampuan khusus yang dimiliki Starluston—kemampuan seperti sihir—sebelum ia beranjak dewasa.
Sedangkan aku, yang tahun depan akan segera menginjak usia dewasa, belum menunjukkan tanda adanya kekuatan sihir itu. Ah, aku sudah tidak peduli soal itu. Tak membangkitkan kekuatan pun aku tidak masalah, toh aku tidak berniat menjadi penerus keluarga karena ada Falos.
Kalau di mimpiku saat itu, aku bahkan tidak bisa merayakan pesta kedewasaan karena kami semua meninggal sebelum itu.
Sial. Gara-gara kakakku aku jadi mengingat hal yang tidak-tidak.
Tanpa sadar Falos sudah berdiri di hadapanku dan membungkuk melihat wajah kesalku.
“Kau terlihat kesal. Jangan sampai melimpahkan kekesalanmu pada lawan latihanmu, ya?” Falos memperingatiku.
Aku menghela napas pelan. Satu-satunya yang ingin kuhajar mungkin adalah kau, Kak!
“Tidak akan. Apa kau datang untuk berlatih, Kak?” tanyaku.
Falos menggeleng. “Aku hanya melihat-lihat. Pangeran sedang sibuk di kantor dan beliau mengiznkanku untuk menengok adik kesayanganku di tempat latihan.”
“Tidak perlu mencemaskanku, Kak. Aku baik-baik saja. Jadi sebaiknya kau pergi sebelum aku menjadi pusat perhatian.”
Falos malah tertawa. “Kemampuan berpedangmu itu hebat. Sudah sewajarnya kau jadi pusat perhatian.”
“Bukan itu maksudku. Ah, sudahlah! Aku pergi dulu. Sampai jumpa Sir Falos.”
Aku pun berjalan melewatinya dan membiarkan kakakku itu menertawaiku pelan di sana. Aku melangkah keluar dari koridor menuju lapangan dimana semua ksatria sepertiku berkumpul. Di sana aku sudah melihat Ellia yang melambai-lambai seraya memegang pedang latihan. Aku pun segera mengambil pedang latihan dan menghampirinya.
Setelah Sir Logan memberikan instruksi, ia meminta kami untuk berlatih tanding. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok. Lalu setiap kelompok akan diundi untuk melawan kelompok lain. Dan beruntungnya, aku bersama Ellia.
Kelompok kami kebetulan melawan kelompok yang hampir semua isinya adalah bangsawan yang berada di pihak Duke Colinus. Tentu saja sudah dipastikan jika aku akan mendengar ejekan yang dilontarkan dengan sengaja untuk menghinaku.
Mereka adalah orang-orang yang berbicara paling lantang soal kelemahanku. Aku memang tidak akan membalas mereka dengan ucapan, karena aku akan membalas mereka dengan kemampuan.
Dua dari lima orang kelompok kami sudah mendapatkan kemenangan. Itu berarti hanya butuh minimal satu kemenangan lagi supaya kelompok kami bisa unggul dari musuh.
Dan orang ketiga yang maju adalah aku.
“Baiklah, orang ketiga silahkan maju,” Sir Logan berucap dengan lantang.
Aku pun berjalan menuju tengah lapangan. Hal yang membuatku agak kesal adalah kenyataan bahwa Falos berdiri di sisi Sir Logan untuk melihatku. Dia pasti sengaja.
Aku tahu kakakku ini memang sangat perhatian padaku dan dia mengkhawatirkan aku yang barusaja pulih. Tapi tidak perlu sampai mengawasiku bahkan saat latihan seperti ini! Dia benar-benar sudah berlebihan!
Lagipula kenapa dia bisa meminta izin selama itu untuk pergi dari sisi Pangeran? Benar-benar pengawal yang seenaknya sendiri!
Aku pun bersiap dengan pedangku. Begitu juga dengan musuhku yang kuketahui sebagai Thomas Spencer. Putra kedua Baron Spencer. Aku tahu benar kekuatan Thomas Spencer. Kemampuan berpedangnya tidak begitu mencolok, tapi ia memandangku dengan remeh. Meskipun aku tidak pernah melawannya satu lawan satu, tapi aku selalu memerhatikan semua orang saat berlatih tanding.
Jadi aku tahu benar kelemahannya.
“Mulai!” seru Sir Logan mempersilahkan kami untuk mulai bertarung.
Tidak ada perbedaan gender dalam latih tanding. Laki-laki melawan perempuan itu sudah biasa. Karena dalam medan perang, musuhmu tidak akan pilih-pilih. Kau hanya perlu mengalahkan musuhmu siapapun dia.
Thomas Spencer menyerangku dengan buru-buru tanpa perhitungan matang. Aku dengan mudah menghindarinya. Lalu melancarkan serangan balasan yang kelewat cepat untuknya sehingga ia menangkis dengan asal.
Aku berhasil menekan mundur Thomas Spencer.
Peraturan latih tanding kali ini adalah, jika pedang yang kami pegang terlepas dan jatuh ke tanah, maka kami dianggap kalah. Atau jika terjatuh dan musuh berhasil menargetkan lehermu, maka kau kalah.
Sekalipun aku berhasil menekan Thomas, pemuda itu tidak jatuh. Ia berhasil menahanku karena dia lebih kuat dari segi ketahanan.
“Orang lemah sepertimu tidak akan bisa mengalahkanku.”
Dia berani mengejek di depan wajahku rupanya. Aku ingin mengacungkan jempol pada kesombongannya itu. Aku pun diam saja dan memilih menarik sedikit pedangku dan membuatnya mengira aku mengurangi kekuatan.
Ia berpikir ucapannya berpengaruh padaku dan ia tersenyum.
Thomas Spencer salah. Aku berniat menyerangnya dengan kecepatan penuh karena aku tahu jika Thomas Spencer mudah panik saat dihujani serangan bertubi-tubi.
Itu yang akan kulakukan.
Thomas Spencer berencana melancarkan pembalasan, namun aku lebih cepat dan membuatnya terkejut. Aku menyerangnya berkali-kali sampai dia menjadi terkejut lalu panik dan akhirnya kualahan untuk menangkis semua seranganku.
Suara pedang kami terdengar sangat nyaring. Ksatria lain yang melihat kami tak mengucapkan apapun. Bahkan ketika aku berhasil membuat pedang dari tangan Thomas Spencer terlempar ke atas lalu jatuh ke tanah.
Tidak hanya pedangnya. Thomas Spencer jatuh terduduk dengan wajah ketakutan ketika aku mengarahkan pedangku ke leher kanannya. Aku menatapnya dengan tatapan datar dan kutunjukkan senyum remeh yang tadi ia berikan padaku.
“Lyra Starluston menang! Tim Lyra Starluston menang!” seru Sir Logan setelah aku mendapatkan kemenangan telak atas Thomas Spencer yang masih tercengang dan duduk di atas tanah dengan wajah malunya.
Aku pun berbalik dan melangkah pergi meninggalkan pengecut yang hanya bisa berbicara itu dan kembali pada timku.
“Kau hebat! Kau memberi pelajaran yang berharga pada putra Baron Spencer itu!” seru Ellia yang justru lebih bahagia melihat wajah kesal dan malu Thomas Spencer.
Aku terkekeh pelan. “Aku tidak akan kalah kalau soal berpedang.”
Dan setelah itu perayaan kemenanganku sedikit terganggu karena aku mendengar suara seseorang berseru memanggil nama kakakku dengan nada khawatir.
Selama sebulan menjadi asisten kapten, tidak banyak hal yang berubah kecuali misi yang berkurang. Itu semua karena tugasku di kantor ksatria jadi lebih banyak. Tenggelam bersama dokumen-dokumen tidak lantas membuatku bosan. Ini malah jauh lebih baik daripada berurusan dengan orang-orang. Rumor miring tentangku juga sudah mulai memudar. Sudah kuduga lama kelamaan rumor seperti itu akan surut termakan waktu. Kecuali satu, tentang aku yang belum menunjukkan kekuatan. Tapi aku tidak banyak ambil pusing—lebih tepatnya tidak peduli. “Duduk dan minumlah dulu, Lady Starluston.” Kapten mempersilahkanku untuk duduk bersamanya dan menikmati teh serta kue kering yang barusaja dibawa oleh pelayan. “Terima kasih, Kapten.” Aku pun duduk dengan tenang dan menyesap teh yang rasanya membuat rasa lelahku menguar begitu saja. Tepat ketika kami berdua sedang menikmati secangkir teh dengan tenang sambil menghadap jendela besar di belakang kursi kapten, salah seorang ksatria masuk dengan terbu
Aku merasa tidak asing dengan suara mereka. Mereka jelas berada di pihak yang berbeda dengan kami. Singkatnya mereka pasti adalah para bangsawan yang menentang keberadaan keluargaku—lebih tepatnya posisi keluargaku.“Para pendukung Duke Colinus ....” Aku berucap pada diriku sendiri.Tidak ada orang lain yang membenci keluargaku lebih dari pria tua dengan tatapan memuakkan itu. Duke Colinus memang sedari dulu menentang keluargaku yang diistimewakan karena memiliki kekuatan semacam sihir dan telah bersumpah setia pada kerajaan selamanya. Intinya, bisa dibilang ia sangat iri dengan kemampuan yang dimiliki oleh keturunan Starluston.Mereka berpikir jika berhasil menyingkirkan Falos, maka keluarga Starluston tidak bisa apa-apa karena tidak akan memiliki penerus yang layak.Ah, rasanya aku jadi ingin keluar dari sini dan menemui mereka lalu melayangkan beberapa pukulan serta tendangan. Itu kalau saja aku melupakan statusku sebagai Starluston dan seorang Lady. Tak lama setelah itu aku m
Minggu yang kutunggu akan berita tentang pemberontakan perlahan terus berlanjut. Aku menunggu dengan gusar dan kekhawatiran yang semakin hari semakin membesar. Semakin kupikirkan, semakin itu membuatku takut. Malam yang biasanya tenang dan angin semilir yang biasanya berhasil membuatku tenang untuk tidur, kini tidak lagi. Aku tidak bisa tidur nyenyak. Bahkan teh chamomile yang biasa kuminum sebelum tidur tidak berhasil menenangkan dan membuat rasa kantukku datang. Aku selalu berharap mimpi hanyalah bunga tidur yang tidak akan pernah terjadi. Tapi pagi ini aku sudah dikejutkan dengan Ayah yang pergi buru-buru di pagi buta dan ketidakhadiran Kapten Finlay di ruangannya. Perasaanku buruk. Sangat buruk. Bahkan ketika Irene memberikanku teh yang hangat dan seharusnya menenangkan serta cemilan manis kesukaanku tadi pagi, semuanya hambar dan sulit kutelan. Ini bukan pertanda bagus. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanyaku tanpa petunjuk seraya duduk di kursi kerjaku selepas apel pagi.
Aku tidak bisa tidur, tentu saja. Aku sudah menenggak habis dua cangkir teh yang biasanya bisa merilekskan pikiran dan tidak ada pengaruhnya sama sekali. Kubiarkan saja mataku terbuka lebar. Aku berjalan mondar-mandir di kamarku setelah Irene kuminta untuk meninggalkanku sendirian. Semua pertanyaan berputar-putar di kepalaku.Siapa yang menyerang mereka? Kenapa mereka diserang? Kenapa hanya Falos yang menghilang? Bukankah jika mereka memang dendam pada Atterian maka masuk akal kalau Pangeran yang akan diculik? Kemudian satu pertanyaan besar muncul di benakku.“Apa mereka memang sengaja mengincar Falos? Jika benar, kenapa? Apa mereka punya dendam pada Falos? Atau—Starluston?” ucapku pada diri sendiri. Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan yang berlalu-lalang dengan liar di kepalaku dan itu membuatku semakin tidak bisa tidur.Kalau saja aku bisa membangkitkan kemampuanku … aku sangat berharap bisa menemukan jejak Falos. Di saat seperti ini aku frustasi karena tidak ada yang bisa
Setelah pertemuan di istana kemarin, aku mengirimkan seseorang untuk menyelidiki tempat hilangnya Falos. Aku sudah berdiskusi dengan Pangeran bahwa kami akan mengirimkan orang terlebih dahulu sebelum terjun langsung ke sana untuk meminimalisir bahaya. Karena penyelidikan inilah Aku jadi sering berjumpa dengan Pangeran dan juga Federick Finlay. Bahkan siang ini setelah makan siang, kami akan menemui para ksatria yang ikut dalam rombongan kemarin. Semua ksatria yang terluka sudah mulai membaik dan mereka setuju untuk memberikan kesaksian. Di sinilah aku berada di ruang kerja Pangeran bersama para ksatria dan tentu saja perwakilan dari pihak Duke Colinus yang juga ikut dilibatkan.“Bicaralah padaku apa yang kalian lihat saat aku tidak sadarkan diri waktu itu,” titah Pangeran dari balik mejanya.“Seperti yang Pangeran tahu, kita semua diserang orang-orang berjubah hitam. Mereka punya kemampuan bertarung yang asing bagi kami. Bahkan sebelum Sir Falos bisa membalas serangan mereka, ia sudah
Aku berjalan dengan pikiran penuh kekhawatiran serta tanda tanya besar soal siapa pelaku yang menculik Falos. Pelakunya punya kekuatan sihir, jika kemampuannya biasa saja tidak mungkin Falos kalah begitu saja. Apa mereka lebih kuat dari Falos? Atau … lebih licik? Karena terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri, aku tanpa sadar berjalan saja hingga menabrak seseorang yang barusaja keluar dari ruangan kapten. Aku langsung mengaduh kecil seraya menyentuh keningku yang menabrak seseorang. “Senior!” sapanya padaku dan membuatku otomatis mendongak. Rupanya aku menabrak Alvin Coulston, asisten penggantiku. Dia menatapku dengan heran karena aku menabraknya tiba-tiba. “Ah, Coulston. Maaf aku tadi tidak memerhatikan jalan,” sesalku. Alvin mengangguk, “Aku mengerti. Anda pasti banyak pikiran,” katanya. Aku tersenyum kecil. “Kau mau kemana?” tanyaku karena Alvin kelihatannya hendak pergi dari ruangan kapten. “Ke perpustakaan. Kapten memintaku mengambil beberapa buku.” “Baiklah kalau begitu.”
Aku bersama para ksatria lain yang ditugaskan, termasuk Federick Finlay, dan dipimpin oleh Pangeran Clifton segera bersiap untuk menuju hutan timur. Menurut informasi, para pemberontak itu menyerang warga yang tinggal di perbatasan antara Rovel dan Atterian dekat dengan hutan timur.Soal hutan timur sendiri, hutan itu adalah perbatasan wilayah kami. Memang banyak hal sering terjadi di sana. Seharusnya perbatasan memang dijaga dengan baik apalagi di situasi seperti ini. Namun karena kejadian kemarin—ketika Falos menghilang—ksatria yang bersama mereka adalah para penjaga perbatasan. Mereka yang menggantikan posisi penjaga perbatasan rupanya tidak setangguh yang seharusnya.“Kupikir mereka sudah dilatih dengan baik, tapi ternyata sedikit mengecewakan,” ucap Federick dari atas kudanya. Tidak hanya dia saja, aku pun merasa demikian. Mereka sudah dilatih dan bahkan telah diberikan pengarahan mengingat perseteruan dengan Rovel akhir-akhir ini. Tapi kami tidak tahu pasti kenapa mereka bisa ke
“Tidak mungkin Lyra Starluston juga punya kekuatan!” seru penyihir yang barusaha diringkus oleh Federick Finlay. Setelah penyihir itu jatuh dan Federick Finlay meringkusnya tanpa basa-basi, kami segera kembali. Saat perjalanan menuju tenda pengungsian, aku masih tidak bisa memercayai diriku sendiri.Bagaimana aku bisa melakukan hal itu? Semua terlalu tiba-tiba bahkan aku sendiri tidak mengerti.*****“Apa kau memikirkan soal tadi, Lady Starluston?” tanya Federick tiba-tiba. Ia barusaja menyerahkan penyihir itu dan mengumpulkan mereka di satu tenda lain dan diikat bersama. Mereka berencana melakukan interogasi setelahnya.Aku tidak bisa berbohong. Aku mengangguk sambil melihat kedua tanganku sendiri. “Aku tidak tahu bagaimana itu terjadi … bagaimana aku melakukannya?”“Apa yang kau rasakan tadi, Lyra?”Aku memicingkan mata pada Federick Finlay karena ia memanggilku dengan nama depan. Dulu dia memang sering melakukannya, tapi sekarang rasanya aneh.“Astaga, aku sudah sering memangg
Aku tidak menyangka jika Irene akan lebih bersemangat dariku untuk memulai pagi ini. Ia memanggil berkali-kali, tidak—ralat, aku sudah menghitung sekitar lima kali ia memanggilku. Aku memang sengaja mengabaikan dua panggilan terakhirnya. Mungkin ia sudah lebih dari lima kali memanggilku karena ketika aku bangun, aku hanya menghitung lima panggilan.“Nona, serius! Bukankah anda ada janji latihan dengan Tuan Marquess hari ini? Sebaiknya anda segera beranjak. Air hangatnya sudah siap!” serunya dengan nada yang sedikit frustasi. Sepertinya sudah waktunya aku menghiraukan gadis yang lima tahun lebih tua dariku ini.Aku bangkit dengan santai dan menyingkap selimut tebalku lalu turun untuk segera menyambut air hangat yang disiapkan oleh Irene dan pelayan lain.“Iya iya aku dengar.” Setelah melakukan serangkaian persiapan—sekaligus sarapan, rupanya ayahku sudah menunggu di halaman belakang dengan pakaian latihannya. Aku menghampirinya dengan mengenakan pakaian latihan yang biasa
Setelah kekacauan di perbatasan usai diatasi, orang-orang yang terluka telah diobati dan para kesatria penjaga perbatasan sudah kembali bertugas, Aku bersama Pangeran dan Federick Finlay memilih untuk kembali lebih dulu. Kami kembali bersama tiga kesatria lain dan sisanya menjaga perbatasan sekaligus mengelola tempat pengungsian warga. Akan ada banyak hal yang perlu disiapkan untuk mereka, salah satunya kebutuhan logistik. Oleh karena itu kesatria yang kembali bersama kami akan ditugaskan untuk urusan itu bersama kesatria lain yang ada di pusat kerajaan. Sedangkan kami harus kembali memikirkan rencana untuk menemukan Falos. Ah, aku hampir lupa soal tiga pemberontak itu. Mereka bertiga ikut bersama kami ke istana. Soal apa yang akan dilakukan pada mereka, biarlah Pangeran dan Yang Mulia yang memutuskan.Satu hal lagi.Jujur saja aku sedang tidak sabar untuk bertemu ayahku dan aku yakin dia akan terkejut—sangat.Perasaan inferior yang selama ini kurasakan karena tidak memiliki kek
“Tidak mungkin Lyra Starluston juga punya kekuatan!” seru penyihir yang barusaha diringkus oleh Federick Finlay. Setelah penyihir itu jatuh dan Federick Finlay meringkusnya tanpa basa-basi, kami segera kembali. Saat perjalanan menuju tenda pengungsian, aku masih tidak bisa memercayai diriku sendiri.Bagaimana aku bisa melakukan hal itu? Semua terlalu tiba-tiba bahkan aku sendiri tidak mengerti.*****“Apa kau memikirkan soal tadi, Lady Starluston?” tanya Federick tiba-tiba. Ia barusaja menyerahkan penyihir itu dan mengumpulkan mereka di satu tenda lain dan diikat bersama. Mereka berencana melakukan interogasi setelahnya.Aku tidak bisa berbohong. Aku mengangguk sambil melihat kedua tanganku sendiri. “Aku tidak tahu bagaimana itu terjadi … bagaimana aku melakukannya?”“Apa yang kau rasakan tadi, Lyra?”Aku memicingkan mata pada Federick Finlay karena ia memanggilku dengan nama depan. Dulu dia memang sering melakukannya, tapi sekarang rasanya aneh.“Astaga, aku sudah sering memangg
Aku bersama para ksatria lain yang ditugaskan, termasuk Federick Finlay, dan dipimpin oleh Pangeran Clifton segera bersiap untuk menuju hutan timur. Menurut informasi, para pemberontak itu menyerang warga yang tinggal di perbatasan antara Rovel dan Atterian dekat dengan hutan timur.Soal hutan timur sendiri, hutan itu adalah perbatasan wilayah kami. Memang banyak hal sering terjadi di sana. Seharusnya perbatasan memang dijaga dengan baik apalagi di situasi seperti ini. Namun karena kejadian kemarin—ketika Falos menghilang—ksatria yang bersama mereka adalah para penjaga perbatasan. Mereka yang menggantikan posisi penjaga perbatasan rupanya tidak setangguh yang seharusnya.“Kupikir mereka sudah dilatih dengan baik, tapi ternyata sedikit mengecewakan,” ucap Federick dari atas kudanya. Tidak hanya dia saja, aku pun merasa demikian. Mereka sudah dilatih dan bahkan telah diberikan pengarahan mengingat perseteruan dengan Rovel akhir-akhir ini. Tapi kami tidak tahu pasti kenapa mereka bisa ke
Aku berjalan dengan pikiran penuh kekhawatiran serta tanda tanya besar soal siapa pelaku yang menculik Falos. Pelakunya punya kekuatan sihir, jika kemampuannya biasa saja tidak mungkin Falos kalah begitu saja. Apa mereka lebih kuat dari Falos? Atau … lebih licik? Karena terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri, aku tanpa sadar berjalan saja hingga menabrak seseorang yang barusaja keluar dari ruangan kapten. Aku langsung mengaduh kecil seraya menyentuh keningku yang menabrak seseorang. “Senior!” sapanya padaku dan membuatku otomatis mendongak. Rupanya aku menabrak Alvin Coulston, asisten penggantiku. Dia menatapku dengan heran karena aku menabraknya tiba-tiba. “Ah, Coulston. Maaf aku tadi tidak memerhatikan jalan,” sesalku. Alvin mengangguk, “Aku mengerti. Anda pasti banyak pikiran,” katanya. Aku tersenyum kecil. “Kau mau kemana?” tanyaku karena Alvin kelihatannya hendak pergi dari ruangan kapten. “Ke perpustakaan. Kapten memintaku mengambil beberapa buku.” “Baiklah kalau begitu.”
Setelah pertemuan di istana kemarin, aku mengirimkan seseorang untuk menyelidiki tempat hilangnya Falos. Aku sudah berdiskusi dengan Pangeran bahwa kami akan mengirimkan orang terlebih dahulu sebelum terjun langsung ke sana untuk meminimalisir bahaya. Karena penyelidikan inilah Aku jadi sering berjumpa dengan Pangeran dan juga Federick Finlay. Bahkan siang ini setelah makan siang, kami akan menemui para ksatria yang ikut dalam rombongan kemarin. Semua ksatria yang terluka sudah mulai membaik dan mereka setuju untuk memberikan kesaksian. Di sinilah aku berada di ruang kerja Pangeran bersama para ksatria dan tentu saja perwakilan dari pihak Duke Colinus yang juga ikut dilibatkan.“Bicaralah padaku apa yang kalian lihat saat aku tidak sadarkan diri waktu itu,” titah Pangeran dari balik mejanya.“Seperti yang Pangeran tahu, kita semua diserang orang-orang berjubah hitam. Mereka punya kemampuan bertarung yang asing bagi kami. Bahkan sebelum Sir Falos bisa membalas serangan mereka, ia sudah
Aku tidak bisa tidur, tentu saja. Aku sudah menenggak habis dua cangkir teh yang biasanya bisa merilekskan pikiran dan tidak ada pengaruhnya sama sekali. Kubiarkan saja mataku terbuka lebar. Aku berjalan mondar-mandir di kamarku setelah Irene kuminta untuk meninggalkanku sendirian. Semua pertanyaan berputar-putar di kepalaku.Siapa yang menyerang mereka? Kenapa mereka diserang? Kenapa hanya Falos yang menghilang? Bukankah jika mereka memang dendam pada Atterian maka masuk akal kalau Pangeran yang akan diculik? Kemudian satu pertanyaan besar muncul di benakku.“Apa mereka memang sengaja mengincar Falos? Jika benar, kenapa? Apa mereka punya dendam pada Falos? Atau—Starluston?” ucapku pada diri sendiri. Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan yang berlalu-lalang dengan liar di kepalaku dan itu membuatku semakin tidak bisa tidur.Kalau saja aku bisa membangkitkan kemampuanku … aku sangat berharap bisa menemukan jejak Falos. Di saat seperti ini aku frustasi karena tidak ada yang bisa
Minggu yang kutunggu akan berita tentang pemberontakan perlahan terus berlanjut. Aku menunggu dengan gusar dan kekhawatiran yang semakin hari semakin membesar. Semakin kupikirkan, semakin itu membuatku takut. Malam yang biasanya tenang dan angin semilir yang biasanya berhasil membuatku tenang untuk tidur, kini tidak lagi. Aku tidak bisa tidur nyenyak. Bahkan teh chamomile yang biasa kuminum sebelum tidur tidak berhasil menenangkan dan membuat rasa kantukku datang. Aku selalu berharap mimpi hanyalah bunga tidur yang tidak akan pernah terjadi. Tapi pagi ini aku sudah dikejutkan dengan Ayah yang pergi buru-buru di pagi buta dan ketidakhadiran Kapten Finlay di ruangannya. Perasaanku buruk. Sangat buruk. Bahkan ketika Irene memberikanku teh yang hangat dan seharusnya menenangkan serta cemilan manis kesukaanku tadi pagi, semuanya hambar dan sulit kutelan. Ini bukan pertanda bagus. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanyaku tanpa petunjuk seraya duduk di kursi kerjaku selepas apel pagi.
Aku merasa tidak asing dengan suara mereka. Mereka jelas berada di pihak yang berbeda dengan kami. Singkatnya mereka pasti adalah para bangsawan yang menentang keberadaan keluargaku—lebih tepatnya posisi keluargaku.“Para pendukung Duke Colinus ....” Aku berucap pada diriku sendiri.Tidak ada orang lain yang membenci keluargaku lebih dari pria tua dengan tatapan memuakkan itu. Duke Colinus memang sedari dulu menentang keluargaku yang diistimewakan karena memiliki kekuatan semacam sihir dan telah bersumpah setia pada kerajaan selamanya. Intinya, bisa dibilang ia sangat iri dengan kemampuan yang dimiliki oleh keturunan Starluston.Mereka berpikir jika berhasil menyingkirkan Falos, maka keluarga Starluston tidak bisa apa-apa karena tidak akan memiliki penerus yang layak.Ah, rasanya aku jadi ingin keluar dari sini dan menemui mereka lalu melayangkan beberapa pukulan serta tendangan. Itu kalau saja aku melupakan statusku sebagai Starluston dan seorang Lady. Tak lama setelah itu aku m