Aku merasa tidak asing dengan suara mereka. Mereka jelas berada di pihak yang berbeda dengan kami. Singkatnya mereka pasti adalah para bangsawan yang menentang keberadaan keluargaku—lebih tepatnya posisi keluargaku.
“Para pendukung Duke Colinus ....” Aku berucap pada diriku sendiri.
Tidak ada orang lain yang membenci keluargaku lebih dari pria tua dengan tatapan memuakkan itu. Duke Colinus memang sedari dulu menentang keluargaku yang diistimewakan karena memiliki kekuatan semacam sihir dan telah bersumpah setia pada kerajaan selamanya. Intinya, bisa dibilang ia sangat iri dengan kemampuan yang dimiliki oleh keturunan Starluston.
Mereka berpikir jika berhasil menyingkirkan Falos, maka keluarga Starluston tidak bisa apa-apa karena tidak akan memiliki penerus yang layak.
Ah, rasanya aku jadi ingin keluar dari sini dan menemui mereka lalu melayangkan beberapa pukulan serta tendangan. Itu kalau saja aku melupakan statusku sebagai Starluston dan seorang Lady.
Tak lama setelah itu aku mendengar langkah kaki menjauh dari tempatku berdiri. Sepertinya mereka menyudahi perbincangan kecil mereka dan memilih pergi. Itu jauh lebih baik daripada terus berada di sini dan membuat emosiku naik ke ubun-ubun.
Tenanglah, Lyra. Tidak akan ada yang terjadi pada kakakmu. Falos itu bukan ksatria lemah. Ditambah lagi dia punya kekuatan khusus. Sihirnya kuat—sangat kuat.
Setelah memastikan orang-orang itu pergi, aku pun berjalan menuju rak buku dimana dokumen-dokumen yang diinginkan Kapten berada. Aku memandangi rak-rak tinggi di hadapanku dan bisa kulihat buku yang kubutuhkan ada di bagian atas. Aku pun mengedarkan pandanganku dan menemukan sebuah tangga yang biasa digunakan untuk mengambil buku yang berada di rak bagian atas. Tanpa aba-aba, aku pun menggeser tangga beroda itu untuk segera mengambil buku yang kubutuhkan.
Aku menaiki tangga dengan perlahan. Bagaimanapun juga aku harus berhati-hati karena tangga ini memiliki roda. Jika aku bergerak berlebihan dan membuat tangga ini bergeser, aku sendiri yang akan kerepotan. Jatuh dari tangga setinggi kurang lebih dua meter pasti menyakitkan.
Rupanya aku baru menyadari jika buku yang kubutuhkan lebih tinggi dari yang kukira. Kabar buruknya buku itu tidak bisa kuraih karena tinggi badanku.
“Ah ... menyebalkan. Aku harus meminta tolong pada siapa?”
Aku mengedarkan pandanganku lagi ke sekitar sembari berdiri di atas tangga. Sepertinya aku sedang tidak beruntung karena aku tidak melihat siapapun di dekat sini. Kenapa pula perpustakaan kosong jam segini?
“Kau butuh bantuan?” sebuah suara membuatku melihat ke bawah dan mendapati seorang pemuda berwajah mirip dengan Kapten Alexander Finlay memandangiku.
“Oh ... Lady Starluston rupanya. Halo,” sapanya ramah. Aku mengenal pemuda ini. Dia adalah satu-satunya putra Kapten Finlay yang juga seorang ksatria. Ia ditugaskan di skuadron pertama di bawah pimpinan ayahku.
“Halo, Sir Federick,” balasku. Lalu aku teringat jika aku membutuhkan bantuan sekarang ini dan kebetulan Federick Finlay menawarkan bantuan.
“Bisakah kau membantuku sedikit, Sir Federick?” tambahku penuh harap. Aku harus mengambil dokumen itu bagaimanapun caranya.
“Tentu saja. Apa ayahku menyuruhmu mengambil dokumen?”
Aku mengangguk dan tersenyum. “Benar. Dan letaknya ... cukup tinggi.”
“Benar. Aku lebih tinggi darimu. Turunlah biar kuambilkan.”
Aku pun mematuhi ucapannya dan turun perlahan. Federick memegangi pinggiran tangga itu agar tidak bergerak saat aku turun.
“Kupikir kau sudah tumbuh tinggi, tapi ternyata masih kalah tinggi denganku, ya?” katanya dengan nada bergurau. Tentu saja aku lebih pendek darinya. Apa dia tidak tahu kalau laki-laki memang biasanya tumbuh lebih tinggi dari perempuan? Pemuda ini sejak kami kecil memang suka sekali mengejekku. Terutama soal tinggi badan. Aku jadi teringat dia sering sekali mengangkat buku atau bonekaku tinggi-tinggi saat kecil dan aku akan berteriak marah sambil melompat-lompat mirip kelinci.
Ah, dulu ketika masih kecil kami cukup akrab. Tapi begitu tumbuh dewasa rasanya ada jarak diantara kami. Sedikit disayangkan, tapi kelihatannya dia juga tidak terlalu memerdulikannya.
“Apa buku ini yang kau butuhkan?” tanya Federick setelah naik ke puncak tangga dan meraih buku yang tak bisa kuraih sekalipun dengan susah payah. Aku mengangguk senang.
“Ada lagi?”
“Dua buku di sebelah kirinya dan juga dua buku di atasnya. Itu saja!”
Federick memandangiku dengan tatapan yang bisa kuartikan seperti iba. Apa dia mengasihaniku karena aku tidak bisa mengambilnya sendiri?
Tanpa melontarkan keluhan sedikitpun, Federick mengambil semua buku yang kubutuhkan dan memberikannya kepadaku. Kemudian ia pun turun.
Aku mengecek kembali semua buku yang sudah diambil oleh Federick dan aku pun mengangguk senang.
“Sudah semua. Terima kasih banyak, Sir Federick,” aku berterima kasih sambil menyunggingkan senyuman tulus karena dia sudah sangat membantuku hari ini.
Federick tidak menjawab dan malah mengalihkan wajah ke kanan sambil menutupinya.
Ada apa dengan pemuda ini? Kenapa dia terlihat malu setelah aku mengucapkan terima kasih? Apa aku membuatnya malu?
“Ah ... bukan masalah. Kau bisa meminta tolong padaku kapan saja, Lady.”
Aku pun mengambil buku-buku yang tadi kuletakkan di lantai lalu menumpuknya menjadi satu dan mengangkatnya. Ternyata lumayan berat juga.
“Aku pamit dulu kalau begitu, Sir Federick. Sampai jumpa!”
“Aku akan membawakan beberapa.”
Federick Finlay mengambil dua buku yang paling tebal dari tumpukan yang kubawa dan membuatku terkejut.
“Kau tidak perlu melakukannya, Sir Federick. Aku bisa melakukannya sendiri!” protesku karena merasa tidak memerlukan bantuan untuk membawa lima buku yang dibutuhkan Kapten. Sungguh, aku benar-benar tidak merasa keberatan membawa buku-buku ini.
“Kebetulan aku juga ingin menemui ayahku.”
Aku menghela nafas pendek. Federick Finlay akhirnya berjalan mendahuluiku. Aku tidak tahu kenapa dia melakukan ini. Padahal dia tidak perlu repot-repot membawakan buku-buku itu jika ia hanya ingin menemui ayahnya, kan?
Kadang aku berpikir ... Federick Finlay bersikap aneh padaku. Karena biasanya ia tidak terlihat peduli dengan orang lain. Satu-satunya hal yang ia pedulikan adalah berpedang.
*****
Kapten mengernyitkan dahinya dengan heran ketika melihatku berjalan bersama dengan putra semata wayangnya.
“Katakan padaku, Federick, kenapa kau bersama Lady Starluston?” tanyanya dengan penuh curiga. Sepertinya ada hal yang membuatnya merasa sangat heran jika putranya berkeliaran di markas ksatria skuadron kedua.
“Sepertinya kau sedang senggang, ya?” tanya Kapten sekali lagi dengan senyuman yang terlihat seperti sebuah ancaman pada putranya. Alih-alih mendengarkan obrolan ayah dan anak itu, aku segera meminta Federick menyerahkan buku yang ia bawa padaku untuk kuletakkan di meja kapten.
“Aku sedang istirahat dan kebetulan bertemu dengan Lady Starluston yang sedang kesulitan mengambil dokumen yang Ayah minta.”
Sekalipun sekarang aku sudah berada di belakang rak buku tinggi di ruangan kapten, aku bisa mendengar ucapan Federick yang menekankan kata kesulitan di sana. Rasanya kekesalanku mulai naik lagi gara-gara dia menyinggung soal tinggi badan secara tidak langsung.
Kalau saja dia bukan putra Kapten ... atau kalau saja dia bukan putra dari Duke Finlay yang memiliki status sosial tepat di bawah Raja, aku mungkin sudah memaki-makinya.
“Kembalilah ke skuadronmu, Erick. Sebelum Mainard mengadukanmu padaku karena tidak bekerja dengan baik. Oh, atau lebih baik dia menghukummu, sih.” Kapten Finlay berucap dengan santai seraya menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kerjanya.
“Baiklah. Sampai jumpa, Lady Starluston!” serunya seraya melambaikan tangan padaku. Aku pun membalasnya dengan sopan karena ia sudah membantuku tadi. Tapi kalau mengingat ia kerap kali mengejekku soal tinggi badan, rasanya aku ingin memakinya sekarang juga.
“Lady Lyra. Soal dokumen yang kau bawa itu ...”
“Ah, iya, Kapten, apa ada hal yang harus saya kerjakan?”
Mata sewarna emerald Kapten Finlay itu menatapku dengan serius. “Itu adalah dokumen para ksatria yang lama. Aku ingin kau menambahkannya dengan daftar para ksatria yang baru,” begitu katanya.
“Skuadron dua saja atau ...” tanyaku dengan kata yang menggantung lalu dibalas oleh kapten. “Semuanya, Lady.”
“Baik, Kapten.”
Aku pun duduk di kursi di belakang meja kerja yang kosong selain meja milik Kapten. Lalu kuletakkan dokumen yang kuambil dari perpustakaan di atas meja dan mulai bekerja. Setidaknya pekerjaan administrasi tidak akan membuatku bertemu dengan orang-orang menyebalkan seperti saat latihan.
*****
Aku kembali ke ruangan kapten tepat setelah makan siang. Kapten mengijinkanku agar tidak ikut berlatih bersama ksatria yang lain dengan alasan harus membantu pekerjaan kapten dengan penuh semangat dan dedikasi. Singkatnya, kami sibuk. Dan Sir Logan tidak bisa berkata tidak. Jabatan Kapten lebih tinggi darinya. Aku sangat berterima kasih untuk itu karena dijauhkan dari mereka yang membenciku.
Ah, rasanya jika aku bisa seperti ini terus hidupku akan sangat damai.
“Aku akan meminta pelayan membuatkan teh dan cemilan untukmu, Lady. Bekerja sendiri seperti ini pasti sangat membosankan, kan?” tutur Kapten Finlay.
“Terima kasih, Kapten. Oh, omong-omong, apa saya boleh bertanya?”
“Silahkan. Apa itu?”
Aku menelan ludah sejenak. Apa Kapten akan menjawab dengan jujur kalau aku bertanya soal pemberontakan? Semoga saja beliau mau menjawab. Aku hanya khawatir dengan Falos
“Apa pemberontakannya berhasil dihentikan?”
Kapten Finlay menghentikan aktivitasnya dan meletakkan dua lembar kertas yang tadi ia pegang lalu tampak berpikir sebelum menjawabku. Kapten tampaknya takut kalau-kalau ia mengatakan hal yang tidak seharusnya. Raut wajahnya justru membuatku makin berpikiran aneh-aneh.
Serius, apakah mereka berhasil? Falos pasti akan pulang, kan?
“Mereka sedang mengatasi pemberontakannya, Lady. Sepertinya akan berjalan sedikit sulit. Tapi aku yakin Pangeran bisa mengatasinya dengan baik. Apalagi ada Sir Falos bersamanya. Benar, kan?” ujar Kapten tersenyum tipis.
“Anda benar, Kapten,” jawabku mengiyakan ucapan Kapten Finlay meskipun dalam hatiku aku tidak bisa tenang. Dalam mimpiku mereka kembali dengan keadaan tidak baik. Pangeran terluka dan kakakku menghilang.
Berapa lama mereka kembali waktu itu? Sialnya aku tidak ingat berapa lama mereka pergi saat itu. Tiga minggu? Atau bahkan satu bulan?
“Kelihatannya kau sangat mengkhawatirkan kakakmu ya, Lady Starluston? Aku senang melihat hubungan kalian yang akrab.”
Aku tertawa kecil. “Mungkin sedikit ...”
Minggu yang kutunggu akan berita tentang pemberontakan perlahan terus berlanjut. Aku menunggu dengan gusar dan kekhawatiran yang semakin hari semakin membesar. Semakin kupikirkan, semakin itu membuatku takut. Malam yang biasanya tenang dan angin semilir yang biasanya berhasil membuatku tenang untuk tidur, kini tidak lagi. Aku tidak bisa tidur nyenyak. Bahkan teh chamomile yang biasa kuminum sebelum tidur tidak berhasil menenangkan dan membuat rasa kantukku datang. Aku selalu berharap mimpi hanyalah bunga tidur yang tidak akan pernah terjadi. Tapi pagi ini aku sudah dikejutkan dengan Ayah yang pergi buru-buru di pagi buta dan ketidakhadiran Kapten Finlay di ruangannya. Perasaanku buruk. Sangat buruk. Bahkan ketika Irene memberikanku teh yang hangat dan seharusnya menenangkan serta cemilan manis kesukaanku tadi pagi, semuanya hambar dan sulit kutelan. Ini bukan pertanda bagus. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanyaku tanpa petunjuk seraya duduk di kursi kerjaku selepas apel pagi.
Aku tidak bisa tidur, tentu saja. Aku sudah menenggak habis dua cangkir teh yang biasanya bisa merilekskan pikiran dan tidak ada pengaruhnya sama sekali. Kubiarkan saja mataku terbuka lebar. Aku berjalan mondar-mandir di kamarku setelah Irene kuminta untuk meninggalkanku sendirian. Semua pertanyaan berputar-putar di kepalaku.Siapa yang menyerang mereka? Kenapa mereka diserang? Kenapa hanya Falos yang menghilang? Bukankah jika mereka memang dendam pada Atterian maka masuk akal kalau Pangeran yang akan diculik? Kemudian satu pertanyaan besar muncul di benakku.“Apa mereka memang sengaja mengincar Falos? Jika benar, kenapa? Apa mereka punya dendam pada Falos? Atau—Starluston?” ucapku pada diri sendiri. Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan yang berlalu-lalang dengan liar di kepalaku dan itu membuatku semakin tidak bisa tidur.Kalau saja aku bisa membangkitkan kemampuanku … aku sangat berharap bisa menemukan jejak Falos. Di saat seperti ini aku frustasi karena tidak ada yang bisa
Setelah pertemuan di istana kemarin, aku mengirimkan seseorang untuk menyelidiki tempat hilangnya Falos. Aku sudah berdiskusi dengan Pangeran bahwa kami akan mengirimkan orang terlebih dahulu sebelum terjun langsung ke sana untuk meminimalisir bahaya. Karena penyelidikan inilah Aku jadi sering berjumpa dengan Pangeran dan juga Federick Finlay. Bahkan siang ini setelah makan siang, kami akan menemui para ksatria yang ikut dalam rombongan kemarin. Semua ksatria yang terluka sudah mulai membaik dan mereka setuju untuk memberikan kesaksian. Di sinilah aku berada di ruang kerja Pangeran bersama para ksatria dan tentu saja perwakilan dari pihak Duke Colinus yang juga ikut dilibatkan.“Bicaralah padaku apa yang kalian lihat saat aku tidak sadarkan diri waktu itu,” titah Pangeran dari balik mejanya.“Seperti yang Pangeran tahu, kita semua diserang orang-orang berjubah hitam. Mereka punya kemampuan bertarung yang asing bagi kami. Bahkan sebelum Sir Falos bisa membalas serangan mereka, ia sudah
Aku berjalan dengan pikiran penuh kekhawatiran serta tanda tanya besar soal siapa pelaku yang menculik Falos. Pelakunya punya kekuatan sihir, jika kemampuannya biasa saja tidak mungkin Falos kalah begitu saja. Apa mereka lebih kuat dari Falos? Atau … lebih licik? Karena terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri, aku tanpa sadar berjalan saja hingga menabrak seseorang yang barusaja keluar dari ruangan kapten. Aku langsung mengaduh kecil seraya menyentuh keningku yang menabrak seseorang. “Senior!” sapanya padaku dan membuatku otomatis mendongak. Rupanya aku menabrak Alvin Coulston, asisten penggantiku. Dia menatapku dengan heran karena aku menabraknya tiba-tiba. “Ah, Coulston. Maaf aku tadi tidak memerhatikan jalan,” sesalku. Alvin mengangguk, “Aku mengerti. Anda pasti banyak pikiran,” katanya. Aku tersenyum kecil. “Kau mau kemana?” tanyaku karena Alvin kelihatannya hendak pergi dari ruangan kapten. “Ke perpustakaan. Kapten memintaku mengambil beberapa buku.” “Baiklah kalau begitu.”
Aku bersama para ksatria lain yang ditugaskan, termasuk Federick Finlay, dan dipimpin oleh Pangeran Clifton segera bersiap untuk menuju hutan timur. Menurut informasi, para pemberontak itu menyerang warga yang tinggal di perbatasan antara Rovel dan Atterian dekat dengan hutan timur.Soal hutan timur sendiri, hutan itu adalah perbatasan wilayah kami. Memang banyak hal sering terjadi di sana. Seharusnya perbatasan memang dijaga dengan baik apalagi di situasi seperti ini. Namun karena kejadian kemarin—ketika Falos menghilang—ksatria yang bersama mereka adalah para penjaga perbatasan. Mereka yang menggantikan posisi penjaga perbatasan rupanya tidak setangguh yang seharusnya.“Kupikir mereka sudah dilatih dengan baik, tapi ternyata sedikit mengecewakan,” ucap Federick dari atas kudanya. Tidak hanya dia saja, aku pun merasa demikian. Mereka sudah dilatih dan bahkan telah diberikan pengarahan mengingat perseteruan dengan Rovel akhir-akhir ini. Tapi kami tidak tahu pasti kenapa mereka bisa ke
“Tidak mungkin Lyra Starluston juga punya kekuatan!” seru penyihir yang barusaha diringkus oleh Federick Finlay. Setelah penyihir itu jatuh dan Federick Finlay meringkusnya tanpa basa-basi, kami segera kembali. Saat perjalanan menuju tenda pengungsian, aku masih tidak bisa memercayai diriku sendiri.Bagaimana aku bisa melakukan hal itu? Semua terlalu tiba-tiba bahkan aku sendiri tidak mengerti.*****“Apa kau memikirkan soal tadi, Lady Starluston?” tanya Federick tiba-tiba. Ia barusaja menyerahkan penyihir itu dan mengumpulkan mereka di satu tenda lain dan diikat bersama. Mereka berencana melakukan interogasi setelahnya.Aku tidak bisa berbohong. Aku mengangguk sambil melihat kedua tanganku sendiri. “Aku tidak tahu bagaimana itu terjadi … bagaimana aku melakukannya?”“Apa yang kau rasakan tadi, Lyra?”Aku memicingkan mata pada Federick Finlay karena ia memanggilku dengan nama depan. Dulu dia memang sering melakukannya, tapi sekarang rasanya aneh.“Astaga, aku sudah sering memangg
Setelah kekacauan di perbatasan usai diatasi, orang-orang yang terluka telah diobati dan para kesatria penjaga perbatasan sudah kembali bertugas, Aku bersama Pangeran dan Federick Finlay memilih untuk kembali lebih dulu. Kami kembali bersama tiga kesatria lain dan sisanya menjaga perbatasan sekaligus mengelola tempat pengungsian warga. Akan ada banyak hal yang perlu disiapkan untuk mereka, salah satunya kebutuhan logistik. Oleh karena itu kesatria yang kembali bersama kami akan ditugaskan untuk urusan itu bersama kesatria lain yang ada di pusat kerajaan. Sedangkan kami harus kembali memikirkan rencana untuk menemukan Falos. Ah, aku hampir lupa soal tiga pemberontak itu. Mereka bertiga ikut bersama kami ke istana. Soal apa yang akan dilakukan pada mereka, biarlah Pangeran dan Yang Mulia yang memutuskan.Satu hal lagi.Jujur saja aku sedang tidak sabar untuk bertemu ayahku dan aku yakin dia akan terkejut—sangat.Perasaan inferior yang selama ini kurasakan karena tidak memiliki kek
Aku tidak menyangka jika Irene akan lebih bersemangat dariku untuk memulai pagi ini. Ia memanggil berkali-kali, tidak—ralat, aku sudah menghitung sekitar lima kali ia memanggilku. Aku memang sengaja mengabaikan dua panggilan terakhirnya. Mungkin ia sudah lebih dari lima kali memanggilku karena ketika aku bangun, aku hanya menghitung lima panggilan.“Nona, serius! Bukankah anda ada janji latihan dengan Tuan Marquess hari ini? Sebaiknya anda segera beranjak. Air hangatnya sudah siap!” serunya dengan nada yang sedikit frustasi. Sepertinya sudah waktunya aku menghiraukan gadis yang lima tahun lebih tua dariku ini.Aku bangkit dengan santai dan menyingkap selimut tebalku lalu turun untuk segera menyambut air hangat yang disiapkan oleh Irene dan pelayan lain.“Iya iya aku dengar.” Setelah melakukan serangkaian persiapan—sekaligus sarapan, rupanya ayahku sudah menunggu di halaman belakang dengan pakaian latihannya. Aku menghampirinya dengan mengenakan pakaian latihan yang biasa
Aku tidak menyangka jika Irene akan lebih bersemangat dariku untuk memulai pagi ini. Ia memanggil berkali-kali, tidak—ralat, aku sudah menghitung sekitar lima kali ia memanggilku. Aku memang sengaja mengabaikan dua panggilan terakhirnya. Mungkin ia sudah lebih dari lima kali memanggilku karena ketika aku bangun, aku hanya menghitung lima panggilan.“Nona, serius! Bukankah anda ada janji latihan dengan Tuan Marquess hari ini? Sebaiknya anda segera beranjak. Air hangatnya sudah siap!” serunya dengan nada yang sedikit frustasi. Sepertinya sudah waktunya aku menghiraukan gadis yang lima tahun lebih tua dariku ini.Aku bangkit dengan santai dan menyingkap selimut tebalku lalu turun untuk segera menyambut air hangat yang disiapkan oleh Irene dan pelayan lain.“Iya iya aku dengar.” Setelah melakukan serangkaian persiapan—sekaligus sarapan, rupanya ayahku sudah menunggu di halaman belakang dengan pakaian latihannya. Aku menghampirinya dengan mengenakan pakaian latihan yang biasa
Setelah kekacauan di perbatasan usai diatasi, orang-orang yang terluka telah diobati dan para kesatria penjaga perbatasan sudah kembali bertugas, Aku bersama Pangeran dan Federick Finlay memilih untuk kembali lebih dulu. Kami kembali bersama tiga kesatria lain dan sisanya menjaga perbatasan sekaligus mengelola tempat pengungsian warga. Akan ada banyak hal yang perlu disiapkan untuk mereka, salah satunya kebutuhan logistik. Oleh karena itu kesatria yang kembali bersama kami akan ditugaskan untuk urusan itu bersama kesatria lain yang ada di pusat kerajaan. Sedangkan kami harus kembali memikirkan rencana untuk menemukan Falos. Ah, aku hampir lupa soal tiga pemberontak itu. Mereka bertiga ikut bersama kami ke istana. Soal apa yang akan dilakukan pada mereka, biarlah Pangeran dan Yang Mulia yang memutuskan.Satu hal lagi.Jujur saja aku sedang tidak sabar untuk bertemu ayahku dan aku yakin dia akan terkejut—sangat.Perasaan inferior yang selama ini kurasakan karena tidak memiliki kek
“Tidak mungkin Lyra Starluston juga punya kekuatan!” seru penyihir yang barusaha diringkus oleh Federick Finlay. Setelah penyihir itu jatuh dan Federick Finlay meringkusnya tanpa basa-basi, kami segera kembali. Saat perjalanan menuju tenda pengungsian, aku masih tidak bisa memercayai diriku sendiri.Bagaimana aku bisa melakukan hal itu? Semua terlalu tiba-tiba bahkan aku sendiri tidak mengerti.*****“Apa kau memikirkan soal tadi, Lady Starluston?” tanya Federick tiba-tiba. Ia barusaja menyerahkan penyihir itu dan mengumpulkan mereka di satu tenda lain dan diikat bersama. Mereka berencana melakukan interogasi setelahnya.Aku tidak bisa berbohong. Aku mengangguk sambil melihat kedua tanganku sendiri. “Aku tidak tahu bagaimana itu terjadi … bagaimana aku melakukannya?”“Apa yang kau rasakan tadi, Lyra?”Aku memicingkan mata pada Federick Finlay karena ia memanggilku dengan nama depan. Dulu dia memang sering melakukannya, tapi sekarang rasanya aneh.“Astaga, aku sudah sering memangg
Aku bersama para ksatria lain yang ditugaskan, termasuk Federick Finlay, dan dipimpin oleh Pangeran Clifton segera bersiap untuk menuju hutan timur. Menurut informasi, para pemberontak itu menyerang warga yang tinggal di perbatasan antara Rovel dan Atterian dekat dengan hutan timur.Soal hutan timur sendiri, hutan itu adalah perbatasan wilayah kami. Memang banyak hal sering terjadi di sana. Seharusnya perbatasan memang dijaga dengan baik apalagi di situasi seperti ini. Namun karena kejadian kemarin—ketika Falos menghilang—ksatria yang bersama mereka adalah para penjaga perbatasan. Mereka yang menggantikan posisi penjaga perbatasan rupanya tidak setangguh yang seharusnya.“Kupikir mereka sudah dilatih dengan baik, tapi ternyata sedikit mengecewakan,” ucap Federick dari atas kudanya. Tidak hanya dia saja, aku pun merasa demikian. Mereka sudah dilatih dan bahkan telah diberikan pengarahan mengingat perseteruan dengan Rovel akhir-akhir ini. Tapi kami tidak tahu pasti kenapa mereka bisa ke
Aku berjalan dengan pikiran penuh kekhawatiran serta tanda tanya besar soal siapa pelaku yang menculik Falos. Pelakunya punya kekuatan sihir, jika kemampuannya biasa saja tidak mungkin Falos kalah begitu saja. Apa mereka lebih kuat dari Falos? Atau … lebih licik? Karena terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri, aku tanpa sadar berjalan saja hingga menabrak seseorang yang barusaja keluar dari ruangan kapten. Aku langsung mengaduh kecil seraya menyentuh keningku yang menabrak seseorang. “Senior!” sapanya padaku dan membuatku otomatis mendongak. Rupanya aku menabrak Alvin Coulston, asisten penggantiku. Dia menatapku dengan heran karena aku menabraknya tiba-tiba. “Ah, Coulston. Maaf aku tadi tidak memerhatikan jalan,” sesalku. Alvin mengangguk, “Aku mengerti. Anda pasti banyak pikiran,” katanya. Aku tersenyum kecil. “Kau mau kemana?” tanyaku karena Alvin kelihatannya hendak pergi dari ruangan kapten. “Ke perpustakaan. Kapten memintaku mengambil beberapa buku.” “Baiklah kalau begitu.”
Setelah pertemuan di istana kemarin, aku mengirimkan seseorang untuk menyelidiki tempat hilangnya Falos. Aku sudah berdiskusi dengan Pangeran bahwa kami akan mengirimkan orang terlebih dahulu sebelum terjun langsung ke sana untuk meminimalisir bahaya. Karena penyelidikan inilah Aku jadi sering berjumpa dengan Pangeran dan juga Federick Finlay. Bahkan siang ini setelah makan siang, kami akan menemui para ksatria yang ikut dalam rombongan kemarin. Semua ksatria yang terluka sudah mulai membaik dan mereka setuju untuk memberikan kesaksian. Di sinilah aku berada di ruang kerja Pangeran bersama para ksatria dan tentu saja perwakilan dari pihak Duke Colinus yang juga ikut dilibatkan.“Bicaralah padaku apa yang kalian lihat saat aku tidak sadarkan diri waktu itu,” titah Pangeran dari balik mejanya.“Seperti yang Pangeran tahu, kita semua diserang orang-orang berjubah hitam. Mereka punya kemampuan bertarung yang asing bagi kami. Bahkan sebelum Sir Falos bisa membalas serangan mereka, ia sudah
Aku tidak bisa tidur, tentu saja. Aku sudah menenggak habis dua cangkir teh yang biasanya bisa merilekskan pikiran dan tidak ada pengaruhnya sama sekali. Kubiarkan saja mataku terbuka lebar. Aku berjalan mondar-mandir di kamarku setelah Irene kuminta untuk meninggalkanku sendirian. Semua pertanyaan berputar-putar di kepalaku.Siapa yang menyerang mereka? Kenapa mereka diserang? Kenapa hanya Falos yang menghilang? Bukankah jika mereka memang dendam pada Atterian maka masuk akal kalau Pangeran yang akan diculik? Kemudian satu pertanyaan besar muncul di benakku.“Apa mereka memang sengaja mengincar Falos? Jika benar, kenapa? Apa mereka punya dendam pada Falos? Atau—Starluston?” ucapku pada diri sendiri. Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan yang berlalu-lalang dengan liar di kepalaku dan itu membuatku semakin tidak bisa tidur.Kalau saja aku bisa membangkitkan kemampuanku … aku sangat berharap bisa menemukan jejak Falos. Di saat seperti ini aku frustasi karena tidak ada yang bisa
Minggu yang kutunggu akan berita tentang pemberontakan perlahan terus berlanjut. Aku menunggu dengan gusar dan kekhawatiran yang semakin hari semakin membesar. Semakin kupikirkan, semakin itu membuatku takut. Malam yang biasanya tenang dan angin semilir yang biasanya berhasil membuatku tenang untuk tidur, kini tidak lagi. Aku tidak bisa tidur nyenyak. Bahkan teh chamomile yang biasa kuminum sebelum tidur tidak berhasil menenangkan dan membuat rasa kantukku datang. Aku selalu berharap mimpi hanyalah bunga tidur yang tidak akan pernah terjadi. Tapi pagi ini aku sudah dikejutkan dengan Ayah yang pergi buru-buru di pagi buta dan ketidakhadiran Kapten Finlay di ruangannya. Perasaanku buruk. Sangat buruk. Bahkan ketika Irene memberikanku teh yang hangat dan seharusnya menenangkan serta cemilan manis kesukaanku tadi pagi, semuanya hambar dan sulit kutelan. Ini bukan pertanda bagus. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanyaku tanpa petunjuk seraya duduk di kursi kerjaku selepas apel pagi.
Aku merasa tidak asing dengan suara mereka. Mereka jelas berada di pihak yang berbeda dengan kami. Singkatnya mereka pasti adalah para bangsawan yang menentang keberadaan keluargaku—lebih tepatnya posisi keluargaku.“Para pendukung Duke Colinus ....” Aku berucap pada diriku sendiri.Tidak ada orang lain yang membenci keluargaku lebih dari pria tua dengan tatapan memuakkan itu. Duke Colinus memang sedari dulu menentang keluargaku yang diistimewakan karena memiliki kekuatan semacam sihir dan telah bersumpah setia pada kerajaan selamanya. Intinya, bisa dibilang ia sangat iri dengan kemampuan yang dimiliki oleh keturunan Starluston.Mereka berpikir jika berhasil menyingkirkan Falos, maka keluarga Starluston tidak bisa apa-apa karena tidak akan memiliki penerus yang layak.Ah, rasanya aku jadi ingin keluar dari sini dan menemui mereka lalu melayangkan beberapa pukulan serta tendangan. Itu kalau saja aku melupakan statusku sebagai Starluston dan seorang Lady. Tak lama setelah itu aku m