tap love dan komen yuk🥰
Bab 15 Amplop berisi uang"Eh apa ini?!" Rasa penasaran menghinggapi wajah Sherly dan Manda saat melihat benda jatuh.Sebuah amplop coklat yang terselip di dalam berkas jatuh ke lantai.Semua mata tertuju pada benda itu. Sherly segera memungutnya dan penasaran dia mengeluarkan isinya. Rania tercengang, jantungnya seakan ingin meloncat keluar.Gegas dia berusaha merebut benda itu. Namun Sherly menghindar dan bersembunyi di balik punggung Manda."Lihatlah, apa yang kita khawatirkan kemarin teman-teman. Ini bukti nyata Rania mendapat uang banyak dari siapa?!"Gelak tawa mengiringi teriakan Sherly. Senyum mengejek pun hadir dari bibir Manda. Jelas-jelas keduanya puas membuat Rania terpojok. "Hentikan, Sher! Kalian berdua tidak tahu apa-apa." Rania berusaha membela diri dibantu Cika dengan menenangkan teman-teman yang seketika memandang sinis keduanya. Beberapa pasang mata berbisik-bisik. Tak sedikit dari mereka mengumbar celaan yang ditujukan ke Rania."Dasar perempuan tak tahu diri. Men
Bab 16Berusaha membuang muka ke samping asal tidak tertangkap mata oleh dosennya, Rania justru memancing rasa penasaran Abi. Melangkah semakin dekat, Abi curiga kalau perempuan yang sedang duduk menyendiri di tribun mengenalnya."Permisi, Mbak mau main di sini atau cuma menonton?" pancing Abi."Ya, Pak. Saya cuma menonton," balas Rania lirih. Mendengar jawaban Rania, Abi justru tertegun. Tidak biasanya ada pengunjung di gedung olahraga memanggilnya dengan sebutan pak."Saya belum pernah melihat Mbak di sini?""Demi apa coba Pak Abi nanya kayak gitu?" batin Rania kesal. Ponsel yang dipegangnya tiba-tiba lepas dari genggaman."Ponselnya, Mbak.""Eh." Terpaksa Rania menoleh untuk mengambil ponselnya."Rania?! Ngapain di sini?""Hmm, memangnya nggak boleh ya, Pak?" jawabnya tersenyum, menampakkan deretan gigi putihnya."Tahu gitu tadi saya bawa uan..." Reflek Rania mendekat dan menutup mulut Abi yang duduk berjongkok di sebelahnya. Posisi yang terlalu dekat membuat aroma parfum Abi mengua
Bab 17Senja menampakkan semburat jingga di ufuk barat menambah indahnya perjalanan Rania. Selesai bertanding, Agha mengajak Rania makan bersama bertiga dengan Adam. Namun, Rania menolaknya dengan halus. Pasalnya dia sudah berjanji pada bosnya untuk datang ke rumahnya Isya. Masih cukup waktu sekitar satu jam untuknya menyiapkan diri."Maaf ya, Mas. Aku ada kerjaan tambahan di kafe," tutur Rania tak ingin membuat Agha khawatir. Mendengar ucapan Rania justru menambah kegundahan Agha. Dia teringat kata-kata Abi di depan toilet tadi. Apa ini kerjaan yang dimaksudnya."Ra, jangan memporsir tenaga! Fokus saja dengan kuliahmu!" Rania mengulas senyum canggung, sedikit melirik dari kaca spion. Ada makhluk di belakang sana yang membuang pandangan keluar menahan tawa. Bisa jadi dia merasa bagai obat nyamuk diantara dirinya dan Agha. Namun Rania masih bersyukur dengan keberadaan Adam. Setidaknya dia tidak berduaan saja dengan Agha. Demi menghindari perkataan buruk jika teman di kampus melihatnya.
Bab 18 Remuk Jiwa dan RagaSinar mentari menelisik dari jendela kamar berhasil membangunkan Rania. Seakan terbangun dari mimpi buruk, Rania merasakan sebagian tubuhnya bagian bawah sakit, bahkan punggung terasa nyeri. Dia tidak yakin bisa berjalan dengan normal, padahal pagi ini ada kuliah. Semalam dia sudah mengirim pesan pada Cika kalau harus menginap.Beberapa kali mengerjapkan mata, Rania mencoba mengumpulkan nyawanya. Dia mencoba menggerakkan badan supaya tidak kaku."Nona sudah bangun? Ini saya bawakan sarapannya." Rania merasa malu diperlakukan berlebihan oleh asisten RT Pak Aldo yang bernama Bi Surti."Bi, panggil saja Rania atau Nia! Jangan panggil Nona, saya jadi nggak enak." Bi Surti hanya mengulas senyum sambil meletakkan nampan berisi sepiring nasi goreng dan segelas susu. Aromanya menguar sampai ke indra penciuman Rania hingga menggelitik perutnya. Terdengar bunyi perut keroncongan, nyaring sekali membuat keduanya menahan tawa. Rania pun tersipu malu."Sepertinya sarapann
Bab 19Rania bergegas melihat papan pengumuman. Tidak disangka langkah tertatihnya tersandung kaki yang sengaja dijulurkan oleh Manda."Aargh.""Kasian sekali. Kalau jalan pakai mata, jangan cuma dipakai untuk mengincar pria kaya, huh." "Ada apa kalian ribut-ribut?" Semua mata tertuju pada sumber suara. Bukannya lega jantung Rania justru berdegup kencang.Ada security datang menghampiri kerumunan. Tak hanya itu dari jarak sekitar tiga puluh meter dekan dan dosen yang dikenal Rania berjalan menuju ke arahnya."Mampus, sekalian ketahuan dekan aja tuh cewek!" Lontaran sinis keluar dari salah satu mahasiswa yang berada di sana. Trio Sherly, Manda, dan Almira tersenyum penuh kemenangan. Namun senyum mereka reflek memudar saat dekan bersuara memanggil nama siapa saja yang terlibat peristiwa heboh itu. Tak pelak nama ketiganya beserta nama Rania lah yang disuarakan oleh saksi mata security kampus."Pak Abi, tolong tangani masalah ini!" titah Pak Dekan yang diangguki Abi. Rania menunduk malu
Bab 20Setelah kembali dari klinik, Rania bergegas menuju ruang kelasnya di lantai dua. Sudah ketar-ketir karena telat masuk kuliah dosen Linguistik, ternyata sampai di kelas teman-temannya berdiskusi dalam kelompok. Rania dan Cika merasa lega karena tidak ketinggalan pelajaran. Namun rasa kesalnya yang sempat hilang mencuat kembali saat mengetahui dosen yang mengajar adalah Pak Abi. Ternyata beliau menggantikan dosen senior yang sedang ada tugas dari universitas."Bisa-bisanya Pak Abi ngerjain kita, Ci." "Iya, pantesan di mobil tadi, kita kelimpungan memikirkan gimana caranya beralasan kalau ditanya dosen Linguistik, Pak Abi justru menahan tawa." Rania mengangguk tanda mengiyakan pendapat Cika.Lima menit kemudian, sosok yang dibicarakan telah datang dan berdiri dengan gagah di depan kelas."Baiklah mari kita mulai presentasinya! Silakan kelompok siapa yang sudah siap?" tawar Pak Abi. Kelompok Rania yang mengacungkan tangan. Melihat Rania yang pertama mengajukan diri membuat Sherly
Bab 21"Kamu ada usulan tempat?""Vila atau hotel, boleh kita coba, Pak," usul Rania."Kamu yakin?" Rania tersentak, ada setitik keraguan untuk menjawab. Namun tidak ada salahnya mencoba hal baru, Rania pun mengiyakan. Setelah menyepakati waktu dan tempat yang diusulkan Pak Aldo, Rania bergegas berpamitan. Hari ini dia tidak menginap, karena mau pulang ke kampungnya. Setidaknya ada alasan utama juga yaitu mengambil stok susu untuk disetorkan ke kafe milik Pak Aldo.Rania naik bus kota menuju sebuah hotel di kawasan jalan lingkar utara kota Yogya sesuai yang diperintahkan Pak Herman. Setelah dosen seniornya membalas pesan melalui ponsel bahwa hari ini ada seminar di hotel tersebut. Tanpa menaruh curiga, Rania mengiyakan. Dia akan menyerahkan berkas tugas revisi ke Pak Herman di sana.Benar saja, beberapa sosok akademisi yang dikenalnya ada di sana. Termasuk Pak Abi. Namun, Rania sebisa mungkin tidak menampakkan wajah di depan laki-laki itu supaya tidak terkena masalah.Sesekali dia guna
Bab 22Mobil yang dikendarai Abi berhenti di depan sebuah ruko yang difungsikan sebagai kantor konsultan. Entah apa profesi dari Irvan teman dari dosennya itu, Rania tidak ingin sok tahu meski jiwa penasarannya meronta. Pakaian Irvan terlihat rapi pun sering memberi tatapan tajam penuh selidik. Bisa saja profesinya adalah dokter kalau dilihat dari jasnya. Namun Rania ragu karena tidak ada nametag yang tersemat di bajunya."Bi, kenapa ada dia bersamamu?" tanya laki-laki itu heran. Dia mendaratkan pant*tnya ke kursi belakang, lalu Abi melajukan kembali mobilnya."Sudah, naik aja kenapa? Pakai nanya yang nggak penting," jawab Abi tak acuh."Ckkk, jangan main-main, Bi. Urusannya dengan polisi, lho." Irvan memberi ancaman, tetapi diabaikan oleh Abi. Sementara itu, Rania yang paham maksud ucapan penumpang di belakang hanya melirik sekilas dari spion, lalu beralih melirik pengemudi yang tengah fokus dengan jalanan di depannya.Hening, suasana tak menggambarkan bahwa ada tiga orang di dalam mo