Jangan lupa tinggalkan komentar dan tap love ya. Makasih dah baca ceritaku. Salam sehat selalu. Baca juga cerita tamatku. Ada best seller Istri yang kabur di malam pertama menikahi adik ipar sendiri
Bab 23"Siapa yang mulai bicara tentang gosip itu, Ri?" Rania bisa menduga siapa orangnya, tetapi dia ingin memastikan apa yang asa di pikirannya sama dengan kondisi nyata."Bu Sastro, Mbak," ucap Sari lirih."Ada yang nggak percaya, tapi ada juga yang memperpanjang obrolan dengan bicara keburukan Mbak. Aku jadi kasian kalau bapak dan ibu sampai mendengarnya." Rania menarik napas panjang, lalu membuangnya kasar.Di tempat lain, sebuah mobil tengah berhenti di pinggir jalan. Mesin yang tak menyala mengundang perhatian seorang pengendara motor lewat.Terdengar bunyi ketukan pada jendela kaca sopir."Ada yang bisa dibantu, Mas? Saya Ardi, sepertinya Mas bukan warga sini?" Abi terkejut mendapat pertanyaan yang lebih tepatnya semacam interogasi. Dia berusaha tenang dalam menjawab agar tidak terkesan memata-matai orang yang tak lain adalah mahasiswinya. Bisa jadi Ardi tetangga Rania, Abi jelas tidak mau tertangkap basah."Maaf sepertinya kami salah jalan, Mas. Kami hendak balik ke Semarang.
Bab 24"Rania, jangan melakukan hal bodoh di tempat itu! Pergi dari situ! Aku akan pulang sekarang juga!" Rania menjauhkan ponsel dari telinganya. Suara teriakan tak lain dari Agha membuatnya tergugu. Memilih menundukkan kepalanya di atas kedua lutut yang ditekuk, Rania menumpahkan beban masalah yang dipikulnya saat ini.Hampir setengah jam, dia menikmati udara sejuk dan pemandangan air terjun. Sampai ada salah satu warga menyapanya."Eh, Mbak Ara kok tumben sendirian di sini? Lagi liburan, ya?"Rania tersenyum getir, liburan? Ya, sejatinya dia ingin liburan. Menjauhkan diri dari hiruk pikuk dan omongan orang tentangnya. Sepertinya bapak yang menyapanya tidak tahu gosip yang menimpa dirinya."Iya, nih, Pak. Saya kangen main di sini?""Mbak Ara kapan-kapan anak saya diajari gimana caranya biar bisa kuliah seperti Mbak. Bapaknya ini memang bodoh cuma lulusan SD, tetapi punya mimpi anak-anaknya sukses dengan pendidikan setinggi-tingginya." Seketika air mata Rania tak terbendung teringat b
Bab 25Brakk.Pintu ditutup kasar, mobil melaju pesat dengan kecepatan tinggi.Rania hanya mampu menelan ludahnya kasar seakan ada duri yang menancap di tenggorokan."Maafkan aku, Mas!" Luka tak kasat mata kini telah hadir. Bulir bening pun setia menyambutnya.Beberapa menit kemudian bus yang ditunggu Rania datang. Dia duduk di kursi bagian tengah samping kiri sopir. Memandang jauh keluar jendela, Rania meratapi nasibnya. Sikapnya barusan amat menyakitkan tidak hanya untuknya, tetapi juga untuk Agha.Ya, laki-laki itu tampak emosi. Rania tak menyangka sebegitu marahnya Agha hanya dengan beberapa patah kata yang diucapkannya. Reflek Rania bergidik ngeri sendiri. Selama ini dia membayangkan Agha sosok penyayang dan lemah lembut, dibalik itu ternyata menakutkan saat emosinya mencuat.Mengusap cairan bening yang mengumpul di pelupuk mata, Rania malu beberapa pasang mata penumpang memergoki tingkahnya."Ah, sudah seperti orang yang sedang diputus pacarnya. Mengenaskan sekali nasibku."Jauh
Bab 26Tidak ada kelanjutan lagi obrolan mereka karena beberapa menit kemudian Rania sudah tertidur pulas. Sudut bibir Agha melengkung membentuk bulan sabit saat melirik gadis yang tertidur di sampingnya.Mengambil ponsel, Agha menghubungi seseorang."Tolong bukakan pintu kamar saya! Kunci di tempat biasa.""Siap, Kapten."Suara deru mobil memasuki pelataran asrama putra tempat tinggal prajurit keamanan di wilayah Yogya. Agha mematikan mesin, lantas mengitari mobil dan membuka pintu samping. Melihatnya menggendong ala bridal style, para bawahannya yang sedang duduk di teras hanya berbisik-bisik."Selamat datang, Kapten!" Seorang bawahan yang tadi dihubungi dengan ponselnya sudah berdiri menyambut."Hmm. Gimana perintahku tadi?" tanyanya dengan wajah datar."Siap sudah laksanakan tugas.""Bagus." Agha melangkahkan kakinya menuju kamar diikuti orang tadi yang siap membukakan pintu. Agha meletakkan dengan hati-hati tubuh Rania di ranjang."Ada lagi, Kapten?""Sudah, terima kasih. Pergilah
Bab 27Rania memutuskan berjalan kaki menyusuri gang pintas menuju jalan besar. Setelah berjalan menyusuri gang yang senyap, Rania tersentak merasakan tepukan dari belakang."Aargh," pekiknya."Mas Adam!""Ayo naik! Aku antar pulang." Rania menunduk ragu. Adam pun mengulang ucapannya meyakinkan."Aku antar pulang ke kos." Rania mengangguk, lalu menaiki jok motor seraya mengenakan helm. Pikirannya carut marut sejak melangkahkan kaki keluar asrama. Pun hatinya terkoyak mendapati Agha tega melakukan hal buruk padanya."Rania, tolong jangan membenci Agha! Dia sangat mencintaimu sejak dulu. Aku yakin dia tidak melakukan hal buruk padamu semalam."Rania sanksi dengan ucapan Adam."Aku tahu itu. Tapi dia tidak menyangkalnya sama sekali. Dia sudah menyakiti aku, Mas. Biarkan kami menjaga jarak, itu lebih baik untuknya dan juga untukku. Terima kasih sudah mengantarku, Mas."Adam mengangguk lalu membiarkan Rania berjalan menuju gang dekat kosnya.Dia jelas mengenakan masker agar tidak dikenali
Bab 28 Gugup"Pak Abi vicall,Ci.""Angkat, angkat Nia!""Kerudung, mana kerudungku?"Cika melompat dari kasur meraih jilbab instan yang tergantung di dinding dekat almari. Rania sedikit kesal oleh ulah dosennya."Ya, Pak.""Kenapa lama angkatnya?""Bapak kenapa vicall segala, saya kan harus pakai jilbab dulu.""Iya, maaf. Saya hanya memastikan kamu sehat."Tiba-tiba wajah Rania bersemu merah, sementara Cika terkekeh dengan tangan menutup mulutnya."Nilaimu sudah dikeluarkan Pak Herman, Nia.""Serius, Pak?""Iya. Tapi kamu masih berhutang sama saya.""Hah." Rania bengong, melirik ke arah Cika yang mengedikkan bahu."Nanti malam ketemu di kafe aja, saya ceritakan.""Sore ini saja bisa nggak, Pak? Nanti malam saya ada kerjaan penting.""Oke. Nanti saya share tempatnya."Tepat selesai Asar, Rania berangkat menuju restoran yang alamatnya ditunjukkan Pak Abi lewat pesan di ponsel.Kali ini tunik kaos dan celana denim yang dipakai, serta pasmina floral menutupi mahkotanya. Perpaduan warnanya
Bab 29 Salah Paham"Anda benar mencintainya? Kenapa justru merendahkannya? Laki-laki macam apa itu, huh." Abi bergegas masuk mobil meninggalkan Agha yang terpaku di tempat.Namun sedetik kemudian Agha menghampiri Abi dan menarik kerah kemejanya. Adam dengan sigap lari mendekati keduanya."Gha, jangan gila!" cegah Adam tak dihiraukan Agha."Anda mau bikin keributan?" tantang Abi. Beruntung Adam mampu meredam emosi Agha hingga mau melepaskan cengkeraman pada kerah Abi."Jangan coba-coba mendekati Rania!" Peringatan Agha hanya disambut seulas senyum oleh Abi seraya membetulkan kerahnya. Abi melajukan mobilnya meninggalkan restoran."Kamu nggak sadar Gha. Apa yang kamu lakukan barusan benar-benar menyakiti hati Rania. Aku tahu kamu nggak mungkin melakukannya semalam, bukan? Kamu harus jelaskan sama dia! Bisa kupastikan Rania membencimu, kalu kamu diam saja," ancam Adam. Namun hati Agha tidak goyah sedikitpun."Kamu salah, Dam. Aku memang menginginkan Rania tidak memilih laki-laki lain. Aku
Bab 30 Pengakuan Agha"Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Cika menangkap tak biasa sikap Rania. Biasanya Cika yang menghampiri ke kamar Rania, kali ini sebaliknya. Gegas dia bangkit dari kebiasaannya membaca buku sambil telungkup di kasur.Kedua tangan merengkuh bahu sahabatnya. Rania lantas menghamburkan diri ke pelukan Cika. Isakan kecil terdengar mengiringi punggungnya yang bergetar. Cika mengusap lembut untuk menenangkan."Menangislah jika itu membuatmu lega, Nia!"Rania justru kian tergugu membiarkan sesak di dadanya meluap lewat tangisan.Cika tak menuntut Rania bercerita. Memilih membiarkan Rania lega dengan tangisannya, Cika kembali mengusap punggung rapuh itu. Sepuluh menit kemudian, Rania sudah mulai tenang. Dia mengusap bekas air mata pada wajah yang sembab."Aku harus gimana, Ci?" tutur Rania seraya menatap lekat sahabatnya."Ada apa, Nia? Ceritakan pelan-pelan!" pinta Cika masih dengan mengusap kedua lengan Rania."Mas Agha mengatakan hal buruk tentangku di depan Pak A