enjoy reading. jangan lupa Gem nya ya. makasih😊
Bab 28 Gugup"Pak Abi vicall,Ci.""Angkat, angkat Nia!""Kerudung, mana kerudungku?"Cika melompat dari kasur meraih jilbab instan yang tergantung di dinding dekat almari. Rania sedikit kesal oleh ulah dosennya."Ya, Pak.""Kenapa lama angkatnya?""Bapak kenapa vicall segala, saya kan harus pakai jilbab dulu.""Iya, maaf. Saya hanya memastikan kamu sehat."Tiba-tiba wajah Rania bersemu merah, sementara Cika terkekeh dengan tangan menutup mulutnya."Nilaimu sudah dikeluarkan Pak Herman, Nia.""Serius, Pak?""Iya. Tapi kamu masih berhutang sama saya.""Hah." Rania bengong, melirik ke arah Cika yang mengedikkan bahu."Nanti malam ketemu di kafe aja, saya ceritakan.""Sore ini saja bisa nggak, Pak? Nanti malam saya ada kerjaan penting.""Oke. Nanti saya share tempatnya."Tepat selesai Asar, Rania berangkat menuju restoran yang alamatnya ditunjukkan Pak Abi lewat pesan di ponsel.Kali ini tunik kaos dan celana denim yang dipakai, serta pasmina floral menutupi mahkotanya. Perpaduan warnanya
Bab 29 Salah Paham"Anda benar mencintainya? Kenapa justru merendahkannya? Laki-laki macam apa itu, huh." Abi bergegas masuk mobil meninggalkan Agha yang terpaku di tempat.Namun sedetik kemudian Agha menghampiri Abi dan menarik kerah kemejanya. Adam dengan sigap lari mendekati keduanya."Gha, jangan gila!" cegah Adam tak dihiraukan Agha."Anda mau bikin keributan?" tantang Abi. Beruntung Adam mampu meredam emosi Agha hingga mau melepaskan cengkeraman pada kerah Abi."Jangan coba-coba mendekati Rania!" Peringatan Agha hanya disambut seulas senyum oleh Abi seraya membetulkan kerahnya. Abi melajukan mobilnya meninggalkan restoran."Kamu nggak sadar Gha. Apa yang kamu lakukan barusan benar-benar menyakiti hati Rania. Aku tahu kamu nggak mungkin melakukannya semalam, bukan? Kamu harus jelaskan sama dia! Bisa kupastikan Rania membencimu, kalu kamu diam saja," ancam Adam. Namun hati Agha tidak goyah sedikitpun."Kamu salah, Dam. Aku memang menginginkan Rania tidak memilih laki-laki lain. Aku
Bab 30 Pengakuan Agha"Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Cika menangkap tak biasa sikap Rania. Biasanya Cika yang menghampiri ke kamar Rania, kali ini sebaliknya. Gegas dia bangkit dari kebiasaannya membaca buku sambil telungkup di kasur.Kedua tangan merengkuh bahu sahabatnya. Rania lantas menghamburkan diri ke pelukan Cika. Isakan kecil terdengar mengiringi punggungnya yang bergetar. Cika mengusap lembut untuk menenangkan."Menangislah jika itu membuatmu lega, Nia!"Rania justru kian tergugu membiarkan sesak di dadanya meluap lewat tangisan.Cika tak menuntut Rania bercerita. Memilih membiarkan Rania lega dengan tangisannya, Cika kembali mengusap punggung rapuh itu. Sepuluh menit kemudian, Rania sudah mulai tenang. Dia mengusap bekas air mata pada wajah yang sembab."Aku harus gimana, Ci?" tutur Rania seraya menatap lekat sahabatnya."Ada apa, Nia? Ceritakan pelan-pelan!" pinta Cika masih dengan mengusap kedua lengan Rania."Mas Agha mengatakan hal buruk tentangku di depan Pak A
Bab 31 Berita HebohDua minggu kemudian, suasana kampus heboh akibat ulah Sherly dan Manda yang sengaja memperlihatkan tangkapan layar ponselnya saat di gerbang kampus dulu. Dia membidik dengan angle yang bagus hingga gambarnya menampakkan dua muda mudi sedang melakukan adegan dewasa di mobil. Ya mobil Agha terpakir di pinggir jalan saat itu. Dia sesang beeada di mobil dengan Rania."Tidak seharusnya mereka melakukan di tempat umum, apalagi di kampus. Mahasiswi macam apa itu?" umpat seseorang yang penasaran dengan kerumunan di taman kampus."Apa, sih?" Ada juga yang baru melintas ikut-ikutan mendekat."Tuh cewek mahasiswa sini?""Iya, kalau dilihat bajunya seperti....""Rania.""Rania yang digosipkan dekat dengan Pak Herman juga Pak Ab...""Ada masalah apa kalian berkerumun?""Eh, maaf Pak Abi.""Apa ini? Ponsel siapa ini?" "Ponsel saya, Pak." Almira bersuara sekaligus dengan sengaja membuka galery berisi foto Rania dan Agha. Ada foto yang barusan dikirim Sherly dan juga foto yang di
Bab 32 Pengakuan Rania"Ikuti mobil saya ke rumah!" Rania tercengang mendapati ayah Agha memberi titah tak biasa padanya. Menelan ludah susah payah, Rania berusaha menetralkan denyut jantungnya.Sampai di pelataran rumah paling mewah seantero kampungnya, Rania menjejakkan kaki untuk pertama kalinya di rumah Agha. Lebih tepatnya rumah orang tuanya."Ini ongkosnya, Mas." Terlihat Rania mengeluarkan selembar uang dua puluh ribuan."Saya menunggu di sini atau gimana, Mbak?" tanya tukang ojek langganannya."Nggak usah. Mas balik aja, nanti saya tinggal jalan sampai rumah." Setelah driver ojek mengucapkan terima kasih, Rania segera melangkah menuju teras rumah Agha. Debaran jantungnya kian meningkat. Layaknya genderang yang ditabuh, Rania berulang kali menarik napas untuk menormalkan.Seorang wanita paruh baya berpakaian sederhana menyambutnya, lalu mengantarkan Rania menuju sebuah ruangan. Pandangannya tak lepas dari penjuru ruang tamu yang di desain seperti gaya Eropa. Tampak guci mewah di
Bab 33 Rencana PergiPagi-pagi Ardi menjemput Rania yang mau balik ke Yogya mendadak. Semalam, dia dihubungi Sari adik Rania kalau sang bapak ingin mengusir kakaknya. Ardi dengan sigap menjemputnya pagi-pagi untuk dipertemukan dengan Agha yang sedang perjalanan dari Yogya sehabis subuh.Rania diantar Sari naik motor, ditengah jalan sudah ada Ardi yang menunggunya."Ri, kenapa ada Mas Ardi?""Maaf, Mbak. Aku kawatir Mbak kenapa-napa. Jadi, aku hubungi Mas Ardi biar disampaikan Mas Agha. Soalnya aku ngga tahu nomer Mas Agha." Sari merasa bersalah, takut kakaknya marah. Namun yang terjadi, Rania justru tidak memarahinya."Mas Ardi mau buat semuanya jadi runyam?" tegur Rania."Aku rasa Agha harus tahu, Ra. Jangan mengambil keputusan sendiri.""Ckkk. Kamu nggak tahu perasaanku, Mas.""Jelas aku nggak tahu kalau kamu menyimpannya sendiri."Ardi gantian memboncengkan Rania menuju suatu tempat untuk bertemu Agha. Sementara itu, Sari langsung pulang ke rumahnya setelah mengucap selamat tinggal
Bab 34 Berkumpul"Aargh!" pekik Rania saat tak sengaja seseorang menyenggolnya karena bus dalam keadaan penuh penumpang."Maaf, Mbak nggak papa?""Nggak apa-apa, Mas." Rania segera turun sebelum bus melaju kembali.Saat ingin menyeberang ke halte bus kota, tangan kanannya masuk ke saku jaket. "Ponselku?! Dimana ponselku?"Deg,"Aargh!"Seketika rasa pening menghantam kepalanya.Tubuh kecil nan rapuh itu terasa limbung menyadari ponselnya entah terjatuh atau diambil orang dengan sengaja. Seingat Rania, di dalam bus saat mau turun ada seseorang menyenggolnya. Bisa jadi laki-laki itu pencopet karena sedikit berdesakan sewaktu dia mau turun dari bus.Memilih bersandar sebentar di sebuah tiang dekat lampu merah, Rania menarik napas dalam berulang. Menepuk-nepuk dadanya beberapa kali, hingga sesaknya sedikit berkurang. Setelah dirasa tubuhnya nyaman, dia mula melangkahkan kaki kembali untuk menyeberang sampai halte bus kota. Tertunduk di pinggir jalan, Rania tergugu. Hari-harinya terasa
Bab 35 Petak UmpetBerjalan menyusuri koridor kampus, Rania menatap was-was suasana sekitarnya. Seakan takut beberapa pasang mata akan mengulitinya, mengingat kejadian heboh beberapa waktu yang lalu. Kejadian yang membuatnya terpapar gosip skandal dengan dosen senior, pun dengan laki-laki kaya tak lain bosnya.Raga berjalan, tetapi jiwa melayang entah kemana. Jari tiba-tiba gemetar saat melihat dari kejauhan ada rombongan teman-temannya sekelas. Namun, tidak ada Cika diantaranya. Sherly dan Manda masih sama, menatap sinis padanya. Dada terasa bergemuruh, niat hati ingin berlari menghindar sekencangnya. Apa daya, mereka sudah melihat keberadaannya. Mau tak mau Rania harus siap menerima cacian."Hai, Nia."Deg,Deru napas semakin memburu, jantung pun bertalu. Dia menoleh lemah."Selamat ya! Kamu memang mahasiswi yang patut dibanggakan.""Hah." Wajah Rania tercengang, mulut terasa kaku mendengar ucapan selamat bak mimpi di siang hari."Nia, Nia! Terima kasih ya. Kelompok kita dapat pengha