Simak kisah selanjutnya. Jangan lupa bantu share ceritaku ya. Makasih sudah baca cerita saya. bagi gem juga ya.😍
Bab 31 Berita HebohDua minggu kemudian, suasana kampus heboh akibat ulah Sherly dan Manda yang sengaja memperlihatkan tangkapan layar ponselnya saat di gerbang kampus dulu. Dia membidik dengan angle yang bagus hingga gambarnya menampakkan dua muda mudi sedang melakukan adegan dewasa di mobil. Ya mobil Agha terpakir di pinggir jalan saat itu. Dia sesang beeada di mobil dengan Rania."Tidak seharusnya mereka melakukan di tempat umum, apalagi di kampus. Mahasiswi macam apa itu?" umpat seseorang yang penasaran dengan kerumunan di taman kampus."Apa, sih?" Ada juga yang baru melintas ikut-ikutan mendekat."Tuh cewek mahasiswa sini?""Iya, kalau dilihat bajunya seperti....""Rania.""Rania yang digosipkan dekat dengan Pak Herman juga Pak Ab...""Ada masalah apa kalian berkerumun?""Eh, maaf Pak Abi.""Apa ini? Ponsel siapa ini?" "Ponsel saya, Pak." Almira bersuara sekaligus dengan sengaja membuka galery berisi foto Rania dan Agha. Ada foto yang barusan dikirim Sherly dan juga foto yang di
Bab 32 Pengakuan Rania"Ikuti mobil saya ke rumah!" Rania tercengang mendapati ayah Agha memberi titah tak biasa padanya. Menelan ludah susah payah, Rania berusaha menetralkan denyut jantungnya.Sampai di pelataran rumah paling mewah seantero kampungnya, Rania menjejakkan kaki untuk pertama kalinya di rumah Agha. Lebih tepatnya rumah orang tuanya."Ini ongkosnya, Mas." Terlihat Rania mengeluarkan selembar uang dua puluh ribuan."Saya menunggu di sini atau gimana, Mbak?" tanya tukang ojek langganannya."Nggak usah. Mas balik aja, nanti saya tinggal jalan sampai rumah." Setelah driver ojek mengucapkan terima kasih, Rania segera melangkah menuju teras rumah Agha. Debaran jantungnya kian meningkat. Layaknya genderang yang ditabuh, Rania berulang kali menarik napas untuk menormalkan.Seorang wanita paruh baya berpakaian sederhana menyambutnya, lalu mengantarkan Rania menuju sebuah ruangan. Pandangannya tak lepas dari penjuru ruang tamu yang di desain seperti gaya Eropa. Tampak guci mewah di
Bab 33 Rencana PergiPagi-pagi Ardi menjemput Rania yang mau balik ke Yogya mendadak. Semalam, dia dihubungi Sari adik Rania kalau sang bapak ingin mengusir kakaknya. Ardi dengan sigap menjemputnya pagi-pagi untuk dipertemukan dengan Agha yang sedang perjalanan dari Yogya sehabis subuh.Rania diantar Sari naik motor, ditengah jalan sudah ada Ardi yang menunggunya."Ri, kenapa ada Mas Ardi?""Maaf, Mbak. Aku kawatir Mbak kenapa-napa. Jadi, aku hubungi Mas Ardi biar disampaikan Mas Agha. Soalnya aku ngga tahu nomer Mas Agha." Sari merasa bersalah, takut kakaknya marah. Namun yang terjadi, Rania justru tidak memarahinya."Mas Ardi mau buat semuanya jadi runyam?" tegur Rania."Aku rasa Agha harus tahu, Ra. Jangan mengambil keputusan sendiri.""Ckkk. Kamu nggak tahu perasaanku, Mas.""Jelas aku nggak tahu kalau kamu menyimpannya sendiri."Ardi gantian memboncengkan Rania menuju suatu tempat untuk bertemu Agha. Sementara itu, Sari langsung pulang ke rumahnya setelah mengucap selamat tinggal
Bab 34 Berkumpul"Aargh!" pekik Rania saat tak sengaja seseorang menyenggolnya karena bus dalam keadaan penuh penumpang."Maaf, Mbak nggak papa?""Nggak apa-apa, Mas." Rania segera turun sebelum bus melaju kembali.Saat ingin menyeberang ke halte bus kota, tangan kanannya masuk ke saku jaket. "Ponselku?! Dimana ponselku?"Deg,"Aargh!"Seketika rasa pening menghantam kepalanya.Tubuh kecil nan rapuh itu terasa limbung menyadari ponselnya entah terjatuh atau diambil orang dengan sengaja. Seingat Rania, di dalam bus saat mau turun ada seseorang menyenggolnya. Bisa jadi laki-laki itu pencopet karena sedikit berdesakan sewaktu dia mau turun dari bus.Memilih bersandar sebentar di sebuah tiang dekat lampu merah, Rania menarik napas dalam berulang. Menepuk-nepuk dadanya beberapa kali, hingga sesaknya sedikit berkurang. Setelah dirasa tubuhnya nyaman, dia mula melangkahkan kaki kembali untuk menyeberang sampai halte bus kota. Tertunduk di pinggir jalan, Rania tergugu. Hari-harinya terasa
Bab 35 Petak UmpetBerjalan menyusuri koridor kampus, Rania menatap was-was suasana sekitarnya. Seakan takut beberapa pasang mata akan mengulitinya, mengingat kejadian heboh beberapa waktu yang lalu. Kejadian yang membuatnya terpapar gosip skandal dengan dosen senior, pun dengan laki-laki kaya tak lain bosnya.Raga berjalan, tetapi jiwa melayang entah kemana. Jari tiba-tiba gemetar saat melihat dari kejauhan ada rombongan teman-temannya sekelas. Namun, tidak ada Cika diantaranya. Sherly dan Manda masih sama, menatap sinis padanya. Dada terasa bergemuruh, niat hati ingin berlari menghindar sekencangnya. Apa daya, mereka sudah melihat keberadaannya. Mau tak mau Rania harus siap menerima cacian."Hai, Nia."Deg,Deru napas semakin memburu, jantung pun bertalu. Dia menoleh lemah."Selamat ya! Kamu memang mahasiswi yang patut dibanggakan.""Hah." Wajah Rania tercengang, mulut terasa kaku mendengar ucapan selamat bak mimpi di siang hari."Nia, Nia! Terima kasih ya. Kelompok kita dapat pengha
Bab 36 Tak Terduga"Arif! Gimana, sudah beres tugasnya?""Ckk, bentar lagi ya. Aku lagi nyari teman, nih?" Arif menoleh karena panggilan seorang temannya dari belakang. Hingga Rania melintas, dia tidak mengetahuinya."Sayang banget kamu sama sahabat pacarmu, Rif.""Iyalah. Rania itu sahabat baik Cika."Beberapa menit berlalu, Arif menunggu Cika datang. Akhirnya yang ditunggu menampakkan batang hidungnya bersama laki-laki gagah, siapa lagi kalau bukan Agha."Gimana, Rif?" Cika masih berusaha menetralkan napasnya setelah berlari dari parkiran menuju tempat duduk si bawah pohon rindang. Semilir angin yang berhembus hampir saja menenggelamkan Arif ke alam mimpi. Tangannya mengucek kedua mata memaksa terbuka."Ketemu Nia, nggak?" Cika bisa melihat wajah kekasihnya lesu, pertanda kurang baik."Apa kamu ketemu, Rania?" timpal Agha memastikan."Udah menghilang, kata teman-teman belum ada sejam dia di sini. Pada ngasih selamat, tuh lihat aja. Namanya masuk koran lokal hari ini." Arif mengarahka
Bab 37 di WörtherseeDisinilah Rania mengerucutkan bibir, duduk bersama Agha ditemani dua cangkir coklat panas di Lounge bandara. Aroma coklat yang menguar menggoyangkan lidah untuk dicicipi. Namun, ego Rania melarang menyentuh minuman lezat itu.Secangkir coklat menemani dalam keheningan. Asap mengepul, aroma menguar, mengundang kerinduan. "Aku rindu menyantapnya bersamamu, seperti saat di kafe dulu. Kurasa sebentar lagi coklat ini akan dingin, sedingin hatimu padaku akhir-akhir ini. Sudahi main petak umpetnya, kamu nggak bakat bersembunyi dariku, Ra.""Mas!" Agha tergelak, melihat ekspresi kesal Rania sungguh terlihat lucu."Baiklah, aku yang salah. Jangan menyalahkan Cika! Aku yang memaksanya. Aku hanya ingin...."Suara Agha terjeda saat melihat perubahan ekspresi Rania mulai memudar kesalnya."Aku ingin minta maaf, untukku, juga keluargaku. Kamu tidak seharusnya melakukan ini, Ra. Kamu nggak harus pergi jauh," bujuk Agha."Nggak, Mas. Aku tahu masalahnya sudah usai, tapi aku berja
Bab 38 Kenangan ituSejak mengetahui berita skandal yang dialami Rania, Abi diserang sakit kepala yang amat sering. Sepertinya, sakit itu terkait dengan ingatannya yang sempat hilang pasca kecelakaan. Dia memutuskan cuti untuk melakukan pengobatan terapi atas saran dari Irvan sahabatnya. Kedua orang tuanya pun mendukung untuk melakukan terapi di Semarang agar keluarga bisa memantau.Selain itu, mamanya juga tidak lagi memaksa Abi segera menikah mengingat kondisi kesehatannya kurang stabil. Selama empat minggu, Abi baru selesai menjalani terapi dengan Irvan dan didampingi psikiater di RS kota Semarang, kini sedikit demi sedikit ingatannya mulai pulih. Tentang sosok gadis kecil di masa lalu, dia mulai bisa mengingatnya bahwa dulu pernah menolong seorang gadis dan mendampingi pemulihan psikisnya selama sebulan. Kini dia baru mengaktifkan kembali ponselnya setelah terapi selesai. Begitu ponsel diaktifkan, tak terhingga pesan masuk membuatnya menggelengkan kepala. Namun, ada satu pesan yan
Bab 42 Surprise (Tamat) "Mas Agha, kenapa beliau yang datang?""Hah, aku juga nggak tahu, Ra.""Ishh, bohong kamu, Mas."Agha berusaha lari ke dapur untuk menghindar sebelum kena timpuk Rania.Di sinilah saat ini, dua keluarga yang saling bersua untuk satu tujuan baik yakni menyatukan dua insan yang awalnya bersepakat dengan sebuah perjanjian. Ruang tamu berisi keluarga Abi dan juga Pak Joko sebagai tuan rumah. Sementara itu, Rania duduk dengan kursi terpisah, karena kursi kayu yang mengisi ruang tamu terbatas.Setelah basa-basi perkenalan, papa Abi mengutarakan maksud kedatangan keluarganya untuk melamar Rania.Seketika Rania tersentak, sekilas beradu pandang dengan Abi, lalu memutus kontak dengan mengalihkan netra kearah sang bapak. "Maaf, izinkan saya berbicara berdua dengan Pak Abi," mohon Rania dengan menangkupkan kedua tangannya.Mama Abi yang semula berbinar wajahnya sedikit meredup. Ada sorot khawatir jika Rania akan menolak. Namun, Rania memberikan senyuman sekilas membuat h
Bab 41 Mengejutkan Netranya menangkap sosok laki-laki berperawakan tinggi memakai topi dan kaca mata hitam sedang melambaikan tangan ke arahnya. "Mas Ares. Benarkah itu Mas Ares?" lirihnya.Jantung Rania berdegup kencang. Namun, sedetik kemudian dia menyadari bahwa laki-laki itu bukan Ares, melainkan Agha.Ya, Agha memang berjanji menjemputnya bersamaan dengan Ares yang mengirimkan pesan akan menjemput juga. Alhasil, Rania tidak menolak keinginan satupun dari mereka."Mas Agha?" sapa Rania dengan memasang wajah ceria, meskipun sedikit kaku. Dia tak mau ketahuan sedang memikirkan seseorang yang ditunggunya. Agha menjawab salam dari Rania lalu mengulas senyum yang mengembang."Apa kabar? Kamu tambah cantik, Ra.""Ishh, nggak usah nggombal." Agha pun tergelak."Lama nggak ketemu. Mas apa kabar?""Baik. Ayo, masuk mobil dulu! Nanti ceritanya dilanjutkan lagi sambil jalan.""Ya, Mas." Rania tidak fokus dengan obrolan Agha selanjutnya, justru pandangannya berkeliaran sibuk mencari Ares. Pe
Bab 40 Aku Pulang, Pak, Bu.Waktu tak terasa bergulir begitu cepat, hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan. Terhitung sudah hampir 11 bulan Rania dan teman-temannya mengabdi di Austria. Rania hanya sekali berkirim pesan pada Ares dan mendapat balasan panjang lebar enam bulan lalu. Dia urung mengirim kembali, setelah melihat ares berganti profil WA dengan foto gadis kecil. Rania mengira pasti itu foto anaknya. Setitik nyeri itu hadir, dia harus menelan pil pahit. Seseorang yang diharapkan merengkuhnya kembali untuk bangkit ternyata sudah punya keluarga kecil. "Ah, payahnya diriku. Kenapa harus berharap pada manusia. Pada akhirnya kecewa yang kurasa." Hari ini, dia harus menghadiri acara perpisahan dengan pihak kampus yang mengadakan progam mengajar untuk anak WNI di Klagenfurt dan Vienna. Dalam acara nanti, panitia akan memberikan penghargaan pada mahasiswa yang telah sukarela melaksanakan tugasnya.Malam tiba, sambutan dari ketua panitia membuka acara pelepasan tim sukarela
Bab 39 Kontak"Ya, Mas. Sini nomernya kasih catatan di sini ya!""Kenapa nggak langsung diketik di ponsel?""Hmm, saya nggak bawa ponsel," kilahnya.Menggenggam secarik kertas, Rania sedikit gemetar membukanya sesaat setelah sampai di dorm. Dia memastikan teman satu kamarnya tidak melihat karena memang belum pulang dari bertugas mengajar. Gegas Rania menyalin nomer itu di buku catatan kecilnya.Kata hatinya menyuruh demikian, karena bisa jadi mahasiswa yang tadi menemuinya tidak akan mengulang hal yang sama. Rania berniat membeli ponsel akhir pekan ini. Dia perlu menghubungi dosen dikampusnya terkait mata kuliah yang dikerjakannya secara daring. Merebahkan badan di ranjang, Rania menatap langit-langit kamar. Pendingin ruangan segera dinyalakannya untuk mengurangi udara yang semakin terasa panas."Bapak, Ibu, Sari. Kalian apa kabar di sana? Semoga sehat-sehat semua. Kenapa beberapa hari ini mimpiku selalu tentang bapak. Mas Agha juga lagi bertugas, aku nggak bisa mendapat informasi lag
Bab 38 Kenangan ituSejak mengetahui berita skandal yang dialami Rania, Abi diserang sakit kepala yang amat sering. Sepertinya, sakit itu terkait dengan ingatannya yang sempat hilang pasca kecelakaan. Dia memutuskan cuti untuk melakukan pengobatan terapi atas saran dari Irvan sahabatnya. Kedua orang tuanya pun mendukung untuk melakukan terapi di Semarang agar keluarga bisa memantau.Selain itu, mamanya juga tidak lagi memaksa Abi segera menikah mengingat kondisi kesehatannya kurang stabil. Selama empat minggu, Abi baru selesai menjalani terapi dengan Irvan dan didampingi psikiater di RS kota Semarang, kini sedikit demi sedikit ingatannya mulai pulih. Tentang sosok gadis kecil di masa lalu, dia mulai bisa mengingatnya bahwa dulu pernah menolong seorang gadis dan mendampingi pemulihan psikisnya selama sebulan. Kini dia baru mengaktifkan kembali ponselnya setelah terapi selesai. Begitu ponsel diaktifkan, tak terhingga pesan masuk membuatnya menggelengkan kepala. Namun, ada satu pesan yan
Bab 37 di WörtherseeDisinilah Rania mengerucutkan bibir, duduk bersama Agha ditemani dua cangkir coklat panas di Lounge bandara. Aroma coklat yang menguar menggoyangkan lidah untuk dicicipi. Namun, ego Rania melarang menyentuh minuman lezat itu.Secangkir coklat menemani dalam keheningan. Asap mengepul, aroma menguar, mengundang kerinduan. "Aku rindu menyantapnya bersamamu, seperti saat di kafe dulu. Kurasa sebentar lagi coklat ini akan dingin, sedingin hatimu padaku akhir-akhir ini. Sudahi main petak umpetnya, kamu nggak bakat bersembunyi dariku, Ra.""Mas!" Agha tergelak, melihat ekspresi kesal Rania sungguh terlihat lucu."Baiklah, aku yang salah. Jangan menyalahkan Cika! Aku yang memaksanya. Aku hanya ingin...."Suara Agha terjeda saat melihat perubahan ekspresi Rania mulai memudar kesalnya."Aku ingin minta maaf, untukku, juga keluargaku. Kamu tidak seharusnya melakukan ini, Ra. Kamu nggak harus pergi jauh," bujuk Agha."Nggak, Mas. Aku tahu masalahnya sudah usai, tapi aku berja
Bab 36 Tak Terduga"Arif! Gimana, sudah beres tugasnya?""Ckk, bentar lagi ya. Aku lagi nyari teman, nih?" Arif menoleh karena panggilan seorang temannya dari belakang. Hingga Rania melintas, dia tidak mengetahuinya."Sayang banget kamu sama sahabat pacarmu, Rif.""Iyalah. Rania itu sahabat baik Cika."Beberapa menit berlalu, Arif menunggu Cika datang. Akhirnya yang ditunggu menampakkan batang hidungnya bersama laki-laki gagah, siapa lagi kalau bukan Agha."Gimana, Rif?" Cika masih berusaha menetralkan napasnya setelah berlari dari parkiran menuju tempat duduk si bawah pohon rindang. Semilir angin yang berhembus hampir saja menenggelamkan Arif ke alam mimpi. Tangannya mengucek kedua mata memaksa terbuka."Ketemu Nia, nggak?" Cika bisa melihat wajah kekasihnya lesu, pertanda kurang baik."Apa kamu ketemu, Rania?" timpal Agha memastikan."Udah menghilang, kata teman-teman belum ada sejam dia di sini. Pada ngasih selamat, tuh lihat aja. Namanya masuk koran lokal hari ini." Arif mengarahka
Bab 35 Petak UmpetBerjalan menyusuri koridor kampus, Rania menatap was-was suasana sekitarnya. Seakan takut beberapa pasang mata akan mengulitinya, mengingat kejadian heboh beberapa waktu yang lalu. Kejadian yang membuatnya terpapar gosip skandal dengan dosen senior, pun dengan laki-laki kaya tak lain bosnya.Raga berjalan, tetapi jiwa melayang entah kemana. Jari tiba-tiba gemetar saat melihat dari kejauhan ada rombongan teman-temannya sekelas. Namun, tidak ada Cika diantaranya. Sherly dan Manda masih sama, menatap sinis padanya. Dada terasa bergemuruh, niat hati ingin berlari menghindar sekencangnya. Apa daya, mereka sudah melihat keberadaannya. Mau tak mau Rania harus siap menerima cacian."Hai, Nia."Deg,Deru napas semakin memburu, jantung pun bertalu. Dia menoleh lemah."Selamat ya! Kamu memang mahasiswi yang patut dibanggakan.""Hah." Wajah Rania tercengang, mulut terasa kaku mendengar ucapan selamat bak mimpi di siang hari."Nia, Nia! Terima kasih ya. Kelompok kita dapat pengha
Bab 34 Berkumpul"Aargh!" pekik Rania saat tak sengaja seseorang menyenggolnya karena bus dalam keadaan penuh penumpang."Maaf, Mbak nggak papa?""Nggak apa-apa, Mas." Rania segera turun sebelum bus melaju kembali.Saat ingin menyeberang ke halte bus kota, tangan kanannya masuk ke saku jaket. "Ponselku?! Dimana ponselku?"Deg,"Aargh!"Seketika rasa pening menghantam kepalanya.Tubuh kecil nan rapuh itu terasa limbung menyadari ponselnya entah terjatuh atau diambil orang dengan sengaja. Seingat Rania, di dalam bus saat mau turun ada seseorang menyenggolnya. Bisa jadi laki-laki itu pencopet karena sedikit berdesakan sewaktu dia mau turun dari bus.Memilih bersandar sebentar di sebuah tiang dekat lampu merah, Rania menarik napas dalam berulang. Menepuk-nepuk dadanya beberapa kali, hingga sesaknya sedikit berkurang. Setelah dirasa tubuhnya nyaman, dia mula melangkahkan kaki kembali untuk menyeberang sampai halte bus kota. Tertunduk di pinggir jalan, Rania tergugu. Hari-harinya terasa