Share

BAB 5

Author: Dentik
last update Last Updated: 2025-04-08 20:50:22

Seorang pria menapakkan kakinya di sebuah helipad. Ekspresinya yang sangar membuat siapapun segan mendekat. Namun, pria lain segera menghampirinya dengan wajah tertunduk. Dia sengaja mencari celah ditengah kebisingan baling-baling helikopter untuk melapor hasil pekerjaannya.

"Lapor. Subjek A belum ditemukan. Bahkan foto yang tertangkap dari cctv tidak terpindai di sistem manapun." Laporan itu disampaikan seformal mungkin.

Langkah Leonard terhenti seketika. Rahangnya mengeras, matanya menyipit tajam.

"Apa?" suaranya rendah dan berbahaya.

Raymond menelan ludah. "Tim kami sudah menyisir beberapa lokasi yang diduga tempat persembunyiannya. Namun, jejaknya lenyap begitu saja, dia telah mengantisipasi setiap pergerakan kita."

Leonard mengangkat dagu sedikit, jemarinya mengepal, menahan amarah yang siap meledak.

"Sampai sekarang kalian tidak bisa menemukan wanita itu?!" 

Raymond bergidik. "Kami sudah mengerahkan seluruh sumber daya, Pak. Tapi dia tidak terlacak sama se—"

"Tidak ada yang tidak bisa kulacak!" potong Leonard tajam. "Jangan beri aku alasan bodoh, Raymond!"

Ajudannya menunduk, tak berani menatap mata Leonard yang penuh amarah. Semua orang tahu, Leonard tidak menerima kegagalan.

Leonard menghirup napas panjang, mencoba meredam emosinya walau sia-sia.

"Gunakan semua cara," lanjutnya lebih terkendali. 

Di sisi lain, Nadine sibuk dengan pekerjaannya.

"Kami sudah menggunakan semua cara, Pak. Sepertinya wanita itu bukan orang biasa."

Leonard meliriknya dengan bengis. Raymond menelan ludah. Dia tahu betul sorot mata itu.

"Siap, Pak."

Leonard merapikan jasnya, kemudian melangkah menuju mobil hitam mewah yang sudah menunggunya.

 "Wanita itu pasti akan kutemukan. Tidak peduli di mana pun dia bersembunyi."

Di sisi lain Nadine duduk di trotoar kumuh, menyandarkan tubuhnya ke dinding usang kontrakan. Perutnya keroncongan, tubuhnya menggigil. Sudah dua hari ia hanya minum air keran. Satu-satunya roti kering yang ia simpan pun telah basi.

Wajahnya pucat, pipinya semakin tirus. Ia menatap kosong ke arah jalanan, berharap ada keajaiban turun dari langit. Tapi tidak ada yang datang. Tidak ada satu pun.

Pelan-pelan, Nadine berdiri dengan kaki gemetar. Ia menyeret langkah menuju belakang pasar kecil tak jauh dari kontrakan. Matanya menyapu sekeliling, lalu berhenti di satu tong sampah besar. Ia menoleh ke kanan dan kiri, memastikan tak ada yang memperhatikan, lalu membuka tutupnya perlahan.

Bau busuk menyergap, membuatnya mual. Namun, ia tahan. Tangannya gemetar saat menyibak tumpukan plastik dan sisa makanan busuk. Sesekali ia berhenti, menarik napas dalam-dalam, lalu kembali mengais.

“Ah…” gumamnya saat menemukan sepotong roti yang terbungkus plastik bening. Roti itu agak lembek, tapi belum berjamur.

Tanpa pikir panjang, ia duduk di samping tong, membuka plastiknya, dan memakan roti itu perlahan. Air matanya jatuh tanpa suara.

“Maafkan aku, Tuhan…” bisiknya lirih.

Ia tak pernah membayangkan hidupnya akan sehancur ini. Pikirannya melayang ke Bibi Clara yang mebawa uangnya, emas, royalti buku, dan tabungan kecil. 

Tiga hari ini kampus tutup karena libur nasional. Uang yang ia kira bisa bertahan beberapa minggu, nyatanya musnah untuk membayar kontrakan yang menunggak. Di minggu kedua ia bisa bertahan karena aktif menghadiri acara dan kasbon di kantin. Namun, tiga hari ini tak ada apapun yang bisa ia santap. 

Sekarang adalah masa terpuruknya. Ia hanya bisa menatap layar ponselnya yang semakin usang. Berharap editornya menghubungi kembali. Ia ingin meminjam sedikit uang, setidaknya untuk bertahan hidup sampai royalti terbitan kedua dan gaji putakawan cair. 

Perut Nadine masih melilit, tapi ia paksa tubuhnya kembali berdiri. Langkahnya limbung, sepatu kets-nya yang sudah jebol menyentuh aspal kotor tanpa perasaan. Sore mulai berganti malam. Hujan gerimis turun perlahan, membasahi rambut dan jaket tipis yang ia kenakan. Ia bahkan tak punya cukup uang untuk membeli payung bekas sekalipun.

Sesampainya di kontrakan, Nadine membuka pintu kamar sempitnya. Dinding lembap menyambut, atap yang bocor mulai meneteskan air ke lantai. Sudut ruangan tempat ia biasa menulis kini kosong. Laptopnya sudah dijual seminggu lalu, hanya tersisa meja kayu reyot dan sehelai karpet tipis.

Ia terduduk. Ponsel di tangannya menyala sebentar, baterainya tinggal 4 persen. Ia buka pesan terakhir dari editornya.

|“Kami akan kabari kalau ada proyek baru, Nadine. Untuk sekarang, mohon bersabar.”

Tidak ada kata pinjaman. Tidak ada janji uang muka. Hanya kesopanan dingin dari sistem yang selalu mementingkan target dan angka penjualan.

Air mata Nadine kembali jatuh. Tubuhnya menggigil, bukan hanya karena hujan yang membasahi bajunya, tapi juga karena rasa takut dan putus asa.

"Apa aku akan mati di sini?" bisiknya lirih pada dirinya sendiri.

Malam kian larut. Tak ada yang datang mengetuk pintu. Tak ada kabar dari editor, tak ada pesan dari teman, tak ada jejak bibi Clara yang entah di mana. Dunia seperti menelannya pelan-pelan.

Ia merebahkan tubuh di lantai yang dingin, memeluk lutut, dan berusaha tidur dalam kelaparan dan suara rintik hujan.

Sementara di tempat lain…

Leonard duduk di ruangan mewah. Jendela kaca besar memperlihatkan pemandangan kota penuh lampu. Tangannya memutar segelas wine, tapi pikirannya terdistraksi. Sorot matanya tajam menatap layar besar yang menampilkan peta digital dan titik-titik pencarian.

"Aku tahu kau tidak jauh dari jangkauanku, wanita nakal..." gumamnya penuh ancaman.

"Dan saat aku menemukanmu. Kau akan membayar lunas semua yang telah kau sembunyikan dariku."

__________

Di kamar gelap nan lembap itu, Nadine menggigil dalam diam.

Ponsel usang Nadine hanya tinggal dua persen baterainya. Meski layar berkedip redup, ia tetap membuka aplikasi media sosial dengan jari gemetar. Nama akun penulisnya terpampang jelas di sudut kiri atas: Starlight Beat—nama pena yang selama ini ia sembunyikan rapat dari siapa pun, termasuk Adrian.

Akun itulah kehidupan "rahasia" Nadine. Di sanalah ia menumpahkan semua perasaan, menulis fiksi romantis yang ironi dengan hidupnya. Pengikutnya cukup banyak. Banyak yang menyukai tulisannya, tanpa pernah tahu wajah asli sang penulis.

Notifikasi DM masuk. Ada banyak DM dan satu akun menarik perhatiannya. Ia klik.

@EvelynWijayaOfficial:

Halo Starlight Beat! 💕

Aku adalah fans berat tulisanmu! Aku dan tunanganku sering baca cerita-ceritamu bareng saat malam minggu, loh. Kami suka cerita-cerita romantismu yang hangat dan dalam. Rasanya cocok banget dengan kisah cinta kami.

Ngomong-ngomong, aku dan tunanganku akan menikah akhir bulan ini! 😍 Aku ingin banget kamu datang ke pesta kami. Aku kirim undangannya yaa~ 🎉

Hope to see you there, my favorite author!

— Evelyn 💍

Nadine membeku.

Matanya tak berkedip, jantungnya berhenti berdetak sepersekian detik. Undangan pernikahan digital menyusul pesan itu. Gambar elegan dengan warna emas dan krem terpampang jelas di layar.

Pernikahan Evelyn Wijaya & Adrian Hartanto

Tanggal: 30 April

Tempat: Hotel Gran Aurelia, Ballroom A

Tangannya gemetar saat menyentuh layar. Nafasnya tercekat. Lelaki yang ia cintai selama lima tahun, justru memilih menikah dengan sahabatnya sendiri. Sahabat yang bahkan mengidolakan tulisannya.

Yang lebih menyakitkan?

Evelyn tidak tahu bahwa penulis bernama Starlight Beat yang ia undang adalah Nadine sendiri.

Saat akan menutup room chat, mendadak ada pesan baru dari Evelyn. 

@EvelynWijayaOfficial

Hai Starlight Beat! 💫

Aku senang banget, akhirnya kamu baca pesanku. You're like a hidden angel for us 😭💕

Ngomong-ngomong, aku kepikiran buat kirim undangan fisik dan sedikit bingkisan kecil sebagai bentuk terima kasih karena kamu udah nemenin perjalanan cinta kami lewat tulisan.

Kalau nggak keberatan, boleh minta alamat kamu, nggak? 🙈 Tenang aja, aku janji privasimu aman.

Much love 

Evelyn 

Nadine termenung, tetapi pikirannya melayang dengan beragam makanan yang ada di sana. Dengan tangan gemetar, ia pun mengirim alamat tanpa mencantumkan namanya. Evelyn pun langsung membalas.

@EvelynWijayaOfficial

Wah, masih satu kota. Aku Gojek in aja ya, biar cepat sampai...

Air mata Nadine jatuh membasahi layar ponsel. Cahaya dari notifikasi perlahan meredup seiring baterai yang habis.

Layarnya mati. Nadine menunduk, memeluk lutut di atas lantai yang dingin. Leonard yang bersantai di kamarnnya, segera menyadari seseorang mendekat.

"Maaf menganggu waktunya, Tuan." Demons ajudannya yang lain mendekat sembari menyerahkan undangan. Leonard meliriknya dingin. 

"Ada undangan pernikahan dari Adrian, CEO baru IntiVara Tecnology."

Leonard mendesah. "Apa aku harus ke sana?"

"Benar, Pak. Bagaimanapun IntiVara Tecnology merupakan mitra negara dalam dunia IT. Jadi sudah tanggung jawab Tuan untuk menjaga relasi dengan para mitra." Demons mengeratkan bibirnya. Ia takut menyinggung atasannya. Apalagi Leonard langsung memutar kepalanya. Kode ia merasa jengah.

Namun, mendadak sorot mata Leonard menajam. "Adrian... dan Evelyn?" ia menoleh ke Demons.

"Benar, Tuan."

Bibir Leonard menyeringai. Ia mendapat secercah cahaya.

"Aku akan hadir. Siapkan semua keperluanku!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 6

    Adrian calon pengantin pria sedang berdiri membelakangi pintu. Dia berada di kamar suite hotel Gran Aurelia. Kamar yang berada di lantai atas memamerkan gemerlapnya kota Jakarta. Di tengah keheningan itu, ponselnya menyala.Tak lama, suara pelan terdengar dari earpiece-nya.“Kami sudah menyelidiki rekaman CCTV hotel. Semua wajah terdata, tapi ada pria yang tidak terdeteksi wajahnya. Entah karena angle kamera atau seseorang menghapusnya dari sistem.”Rahang Adrian mengencang. “Jadi, sampai sekarang kalian belum tahu siapa bajingan itu?”“Maaf, Pak. Dia seperti orang penting. Kami duga dia sudah profesional.”Adrian mengumpat pelan. Tangannya mengepal hampir meremukkan ponsel.“Aku ingin tahu dia siapa. Terus habisi siapapun dia! Aku tidak mau ada yang mengotori milikku.” Urat pelipis Adrian menegang, ia teringah dengan laporan Nadine- kekasihnya menghabiskan malam dengan pria lain. Hatinya tidak rela! “Siap, Pak. Kami akan telusuri lagi malam ini.”Belum sempat ia menutup panggilan, s

    Last Updated : 2025-04-11
  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 7

    Nadine berlarian keluar dari gang sempit di belakang kontrakannya. gaun navy ia cincing menghindar kubangan air.Ia menghentikan ojek online dan naik tanpa banyak bicara, hanya menyebutkan, “Grand Aurelia Hotel, secepatnya, Mas.”Sepanjang perjalanan, Nadine diam. Tangan kanannya memeluk tas kecil yang berisi kotak kalung, hadiah dari Adrian bertahun-tahun lalu. Hati wanita itu kacau. Sekujur tubuhnya berkeringat, entah karena gugup, hangover, atau udara yang memang panas pengap.Baru lima belas menit perjalanan, motor yang ia tumpangi berhenti mendadak.“Waduh, Maaf, Kak. Kayaknya bannya kempes,” ujar sang driver sambil menoleh khawatir.Nadine mendongak cepat, panik. “Tapi aku harus sampai sekarang juga! Ada pernikahan…”“Saya ganti ban dulu, paling cepat setengah jam. Atau Mbak mau ganti kendaraan?”Nadine memutar kepala, mencari kendaraan lain. Tapi jalanan macet dan padat. Tak satu pun taksi lewat. Ojek online lain juga sulit ditemukan karena sinyal di gang tersebut lemah. Ia me

    Last Updated : 2025-04-13
  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 1

    Nadine berdiri kaku melihat sosok di depannya. Adrian, kekasih yang telah bersamanya selama lima tahun, sedang berlutut sembari berkata, “Menikahilah denganku, Evelyn.”Bukan Nadine, tapi Evelyn! Seisi restoran berseru kagum. Evelyn, sahabat kecil Nadine menutup mulutnya dengan tangan. Matanya berbinar bahagia, lalu mengangguk dengan penuh drama. “Ya! Aku mau!”Para tamu restoran yang menyaksikan adegan itu bersorak dan bertepuk tangan. Nadine merasa tenggelam di dasar laut. Nafasnya terhenti, dadanya sesak, dan dunia terasa berputar. “Ini tidak mungkin. Ini seharusnya tidak nyata,” batinnya. Ia segera mencubit lengannya, tetapi pemandangan di depannya tak kunjung sirna.“Adrian…” bisiknya pelan, seakan berharap semuanya hanya mimpi buruk.Namun, kenyataan menamparnya dengan kejam. Adrian berdiri dan menyematkan cincin di jari Evelyn, kemudian menarik wanita itu ke dalam pelukannya. Bibirnya menempel di bibir Evelyn. Semua orang bersorak lebih keras.Dunia Nadine runtuh!Evelyn selama

    Last Updated : 2025-03-18
  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 2

    Mata Nadine langsung membelalak. Detak jantungnya melonjak.Dari sudut ruangan, Leonardo duduk di sofa dengan satu tangan menyangga kepalanya. Senyumnya penuh misteri, matanya gelap dan dalam.Dan itu berarti…Dia tidak sendirian!Nadine menatap pria di hadapannya dengan mata yang masih diselimuti efek alkohol. Pria itu duduk dengan santai di sofa kamar hotel, menatapnya dengan ekspresi datar, seolah menunggu apa yang akan ia lakukan selanjutnya.Nadine tidak tahu siapa pria ini. Ia tak peduli. Yang ia tahu hanyalah ia ingin melupakan semua rasa sakit yang menggerogoti hatinya. Ia ingin melarikan diri dari kenyataan, meski hanya untuk satu malam.Dengan langkah yang sedikit goyah, Nadine berjalan mendekati pria itu. Jemarinya menyentuh dasi hitam yang terikat rapi di lehernya, lalu dengan gerakan berani, ia menariknya perlahan.“Aku butuh pelampiasan,” bisiknya dengan suara serak.Leonardo mengangkat alisnya. Mata elangnya meneliti setiap ekspresi di wajah Nadine. Wanita ini jelas sed

    Last Updated : 2025-03-18
  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 3

    Nadine turun dari taksi dengan langkah terburu-buru. Ia merapatkan cardigan tipisnya, berusaha menghalau udara pagi yang menusuk tulangnya. Kontrakan kecil dan kumuh di ujung gang sempit itu menyambutnya dengan keheningan. Langkahnya sedikit tersendat ketika ia mendapati pintu rumah masih tertutup rapat. ‘Bibi belum pulang?’ pikirnya, merasa sedikit lega sekaligus cemas. Dengan hati-hati, ia membuka pintu dan masuk ke dalam. Udara di dalam rumah terasa pengap, aroma minyak goreng bekas bercampur dengan bau rokok khas Ny. Clara langsung menyerangnya. Nadine menutup hidungnya sejenak, lalu melangkah masuk ke kamar sempitnya. Ia melemparkan tubuhnya ke kasur tipis yang sudah mulai usang, menatap langit-langit dengan perasaan campur aduk. Malam tadi masih berputar di kepalanya—bar, alkohol, dan pria itu. ‘Leonardo…’ Nama itu terlintas begitu saja di benaknya, membuatnya buru-buru menutup wajah dengan kedua tangan. Tidak! Ia tidak ingin mengingatnya. Saat berada di dalam taxi,

    Last Updated : 2025-03-18
  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 4

    Benar saja! Hari ini benar-benar berubah dan berbeda dari hari sebelumnya.Nadine dengan napas terengah-engah mengobrak-abrik kamarnya. Air wajahnya mengepul pucat. Jemarinya gemetar saat ia menarik keluar setiap laci, membongkar tumpukan buku, bahkan merobek kasur tipisnya.Tidak ada.Tidak ada!Matanya berkaca-kaca saat kepanikan mulai merambati tubuhnya. Uang dan emas yang selama ini ia simpan, hilang!"Enggak… ini enggak mungkin," gumamnya, suaranya bergetar hebat.Ia merogoh ke dalam lemari tua yang pintunya sudah miring, mencari dalam setiap sudut yang tersembunyi. Kotak kecil tempat ia menyimpan uang hasil royalti menulis novel dan emas kecil yang ia beli dengan susah payah, lenyap begitu saja.Dadanya mulai sesak. Ia merasa mual.Itu satu-satunya tabungan yang ia miliki! Hasil dari bertahun-tahun bekerja keras di balik layar, menulis cerita di waktu luangnya di sela pekerjaan di perpustakaan. Tidak ada yang tahu tentang uang itu selain dirinya sendiri. Ia tidak pernah menyebut

    Last Updated : 2025-03-18

Latest chapter

  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 7

    Nadine berlarian keluar dari gang sempit di belakang kontrakannya. gaun navy ia cincing menghindar kubangan air.Ia menghentikan ojek online dan naik tanpa banyak bicara, hanya menyebutkan, “Grand Aurelia Hotel, secepatnya, Mas.”Sepanjang perjalanan, Nadine diam. Tangan kanannya memeluk tas kecil yang berisi kotak kalung, hadiah dari Adrian bertahun-tahun lalu. Hati wanita itu kacau. Sekujur tubuhnya berkeringat, entah karena gugup, hangover, atau udara yang memang panas pengap.Baru lima belas menit perjalanan, motor yang ia tumpangi berhenti mendadak.“Waduh, Maaf, Kak. Kayaknya bannya kempes,” ujar sang driver sambil menoleh khawatir.Nadine mendongak cepat, panik. “Tapi aku harus sampai sekarang juga! Ada pernikahan…”“Saya ganti ban dulu, paling cepat setengah jam. Atau Mbak mau ganti kendaraan?”Nadine memutar kepala, mencari kendaraan lain. Tapi jalanan macet dan padat. Tak satu pun taksi lewat. Ojek online lain juga sulit ditemukan karena sinyal di gang tersebut lemah. Ia me

  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 6

    Adrian calon pengantin pria sedang berdiri membelakangi pintu. Dia berada di kamar suite hotel Gran Aurelia. Kamar yang berada di lantai atas memamerkan gemerlapnya kota Jakarta. Di tengah keheningan itu, ponselnya menyala.Tak lama, suara pelan terdengar dari earpiece-nya.“Kami sudah menyelidiki rekaman CCTV hotel. Semua wajah terdata, tapi ada pria yang tidak terdeteksi wajahnya. Entah karena angle kamera atau seseorang menghapusnya dari sistem.”Rahang Adrian mengencang. “Jadi, sampai sekarang kalian belum tahu siapa bajingan itu?”“Maaf, Pak. Dia seperti orang penting. Kami duga dia sudah profesional.”Adrian mengumpat pelan. Tangannya mengepal hampir meremukkan ponsel.“Aku ingin tahu dia siapa. Terus habisi siapapun dia! Aku tidak mau ada yang mengotori milikku.” Urat pelipis Adrian menegang, ia teringah dengan laporan Nadine- kekasihnya menghabiskan malam dengan pria lain. Hatinya tidak rela! “Siap, Pak. Kami akan telusuri lagi malam ini.”Belum sempat ia menutup panggilan, s

  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 5

    Seorang pria menapakkan kakinya di sebuah helipad. Ekspresinya yang sangar membuat siapapun segan mendekat. Namun, pria lain segera menghampirinya dengan wajah tertunduk. Dia sengaja mencari celah ditengah kebisingan baling-baling helikopter untuk melapor hasil pekerjaannya."Lapor. Subjek A belum ditemukan. Bahkan foto yang tertangkap dari cctv tidak terpindai di sistem manapun." Laporan itu disampaikan seformal mungkin.Langkah Leonard terhenti seketika. Rahangnya mengeras, matanya menyipit tajam."Apa?" suaranya rendah dan berbahaya.Raymond menelan ludah. "Tim kami sudah menyisir beberapa lokasi yang diduga tempat persembunyiannya. Namun, jejaknya lenyap begitu saja, dia telah mengantisipasi setiap pergerakan kita."Leonard mengangkat dagu sedikit, jemarinya mengepal, menahan amarah yang siap meledak."Sampai sekarang kalian tidak bisa menemukan wanita itu?!" Raymond bergidik. "Kami sudah mengerahkan seluruh sumber daya, Pak. Tapi dia tidak terlacak sama se—""Tidak ada yang tida

  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 4

    Benar saja! Hari ini benar-benar berubah dan berbeda dari hari sebelumnya.Nadine dengan napas terengah-engah mengobrak-abrik kamarnya. Air wajahnya mengepul pucat. Jemarinya gemetar saat ia menarik keluar setiap laci, membongkar tumpukan buku, bahkan merobek kasur tipisnya.Tidak ada.Tidak ada!Matanya berkaca-kaca saat kepanikan mulai merambati tubuhnya. Uang dan emas yang selama ini ia simpan, hilang!"Enggak… ini enggak mungkin," gumamnya, suaranya bergetar hebat.Ia merogoh ke dalam lemari tua yang pintunya sudah miring, mencari dalam setiap sudut yang tersembunyi. Kotak kecil tempat ia menyimpan uang hasil royalti menulis novel dan emas kecil yang ia beli dengan susah payah, lenyap begitu saja.Dadanya mulai sesak. Ia merasa mual.Itu satu-satunya tabungan yang ia miliki! Hasil dari bertahun-tahun bekerja keras di balik layar, menulis cerita di waktu luangnya di sela pekerjaan di perpustakaan. Tidak ada yang tahu tentang uang itu selain dirinya sendiri. Ia tidak pernah menyebut

  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 3

    Nadine turun dari taksi dengan langkah terburu-buru. Ia merapatkan cardigan tipisnya, berusaha menghalau udara pagi yang menusuk tulangnya. Kontrakan kecil dan kumuh di ujung gang sempit itu menyambutnya dengan keheningan. Langkahnya sedikit tersendat ketika ia mendapati pintu rumah masih tertutup rapat. ‘Bibi belum pulang?’ pikirnya, merasa sedikit lega sekaligus cemas. Dengan hati-hati, ia membuka pintu dan masuk ke dalam. Udara di dalam rumah terasa pengap, aroma minyak goreng bekas bercampur dengan bau rokok khas Ny. Clara langsung menyerangnya. Nadine menutup hidungnya sejenak, lalu melangkah masuk ke kamar sempitnya. Ia melemparkan tubuhnya ke kasur tipis yang sudah mulai usang, menatap langit-langit dengan perasaan campur aduk. Malam tadi masih berputar di kepalanya—bar, alkohol, dan pria itu. ‘Leonardo…’ Nama itu terlintas begitu saja di benaknya, membuatnya buru-buru menutup wajah dengan kedua tangan. Tidak! Ia tidak ingin mengingatnya. Saat berada di dalam taxi,

  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 2

    Mata Nadine langsung membelalak. Detak jantungnya melonjak.Dari sudut ruangan, Leonardo duduk di sofa dengan satu tangan menyangga kepalanya. Senyumnya penuh misteri, matanya gelap dan dalam.Dan itu berarti…Dia tidak sendirian!Nadine menatap pria di hadapannya dengan mata yang masih diselimuti efek alkohol. Pria itu duduk dengan santai di sofa kamar hotel, menatapnya dengan ekspresi datar, seolah menunggu apa yang akan ia lakukan selanjutnya.Nadine tidak tahu siapa pria ini. Ia tak peduli. Yang ia tahu hanyalah ia ingin melupakan semua rasa sakit yang menggerogoti hatinya. Ia ingin melarikan diri dari kenyataan, meski hanya untuk satu malam.Dengan langkah yang sedikit goyah, Nadine berjalan mendekati pria itu. Jemarinya menyentuh dasi hitam yang terikat rapi di lehernya, lalu dengan gerakan berani, ia menariknya perlahan.“Aku butuh pelampiasan,” bisiknya dengan suara serak.Leonardo mengangkat alisnya. Mata elangnya meneliti setiap ekspresi di wajah Nadine. Wanita ini jelas sed

  • Dosa di Ranjang Sang Penguasa   BAB 1

    Nadine berdiri kaku melihat sosok di depannya. Adrian, kekasih yang telah bersamanya selama lima tahun, sedang berlutut sembari berkata, “Menikahilah denganku, Evelyn.”Bukan Nadine, tapi Evelyn! Seisi restoran berseru kagum. Evelyn, sahabat kecil Nadine menutup mulutnya dengan tangan. Matanya berbinar bahagia, lalu mengangguk dengan penuh drama. “Ya! Aku mau!”Para tamu restoran yang menyaksikan adegan itu bersorak dan bertepuk tangan. Nadine merasa tenggelam di dasar laut. Nafasnya terhenti, dadanya sesak, dan dunia terasa berputar. “Ini tidak mungkin. Ini seharusnya tidak nyata,” batinnya. Ia segera mencubit lengannya, tetapi pemandangan di depannya tak kunjung sirna.“Adrian…” bisiknya pelan, seakan berharap semuanya hanya mimpi buruk.Namun, kenyataan menamparnya dengan kejam. Adrian berdiri dan menyematkan cincin di jari Evelyn, kemudian menarik wanita itu ke dalam pelukannya. Bibirnya menempel di bibir Evelyn. Semua orang bersorak lebih keras.Dunia Nadine runtuh!Evelyn selama

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status