Mendengar kepala pelayan menyambutnya tadi, Paula bisa menyimpulkan bahwa ternyata mereka semua menguasai bahasa negaranya."Nona pasti lelah sudah menempuh perjalanan jauh. Tuan Smith sudah berpesan agar Anda makan terlebih dahulu dan beristirahat sejenak," ujar kepala pelayan sambil memberi isyarat dengan pandangannya. Para pelayan langsung membawakan makanan dan menyusunnya dengan rapi di atas meja makan yang panjang itu.Setelah selesai menyajikan hidangan, para pelayan satu per satu meninggalkan ruangan. Di ruang makan yang luas itu, hanya tersisa Paula, Winelli, dan kepala pelayan. Apakah puluhan hidangan ini semuanya disiapkan hanya untuk mereka berdua?"Nona, silakan duduk," ucap kepala pelayan itu sembari menarik kursi untuk Paula."Pak, aku ingin bertemu Pak Smith dulu," kata Paula. Sebab, tujuan utama kedatangannya adalah untuk menemui Smith.Melihat ekspresi Martin sebelumnya, kondisi kesehatan Smith tampaknya sangat serius. Memangnya mereka tidak terburu-buru untuk mempert
Saat Paula sedang mengamati Smith, Smith juga sedang memperhatikannya. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, Paula sekarang tumbuh lebih tinggi dan tampak lebih mirip lagi dengan ibunya. Kabarnya, Paula sudah hamil lebih dari tiga bulan, tapi kenapa tubuhnya masih sekurus ini? Bagaimana Darwin merawatnya?"Bantu aku bangun," perintah Smith dengan ekspresi dingin. Winelli segera berjalan mendahului Paula, hendak mengulurkan tangan untuk membantu Smith. Namun, Smith melemparkan tatapan tajam dan menggunakan tongkatnya untuk memukul tangan Winelli tanpa ragu-ragu.Paula melihat ada bekas merah di punggung tangan Winelli akibat pukulan itu. Dia tersenyum meminta maaf pada Winelli dan berniat membantu Smith sendiri. Winelli menahannya, lalu berbisik di telinganya, "Kakek ini temperamental sekali, jangan sampai kamu dan bayimu terluka.""Tenang saja," jawab Paula. Dia jelas melihat bahwa Smith tampak bersemangat dan matanya berkaca-kaca saat bertemu Paula untuk pertama kalinya. Namun, Smith
Smith menerima sendok dari tangan Paula dan perlahan-lahan memakan semua tahu yang telah disajikan olehnya. Setelah itu, dia melambaikan tangan dan memberi isyarat kepada semua orang untuk keluar.Saat ruangan itu hanya tersisa Paula, Smith, dan Winelli yang keberadaannya hampir tidak terasa, Smith menunjuk kursi di depannya dan berkata, "Kalau kamu nggak keberatan, duduklah di sini dan temani aku makan.""Makanan di sini mewah-mewah, mana mungkin aku keberatan?" Paula mengambil piring dan sendok dengan senang hati, lalu duduk di samping tempat tidur Smith untuk menemaninya makan. Ekspresi Smith yang sebelumnya tegang, kini perlahan-lahan menjadi lebih lembut."Winelli, kamu turun dan makan di bawah saja. Aku baik-baik saja di sini." Mencium aroma makanan itu, Paula sontak kelaparan. Dia yakin Winelli juga pastinya sudah lapar. Berhubung tidak ada bahaya yang mengancamnya di sini, lebih baik dia membiarkan Winelli untuk makan terlebih dahulu.Namun, Winelli menggelengkan kepala untuk m
Smith berkata dengan nada bercanda, "Kalau kamu mau aku hidup lebih lama, terima saja. Jadi, aku bisa menikmati hari tuaku."Paula menyeka air matanya. Dia baru menimpali setelah berpikir sejenak, "Tapi, aku nggak bisa mengurus semua ini. Kamu serahkan saja pada orang kepercayaanmu. Kesehatanmu lebih penting."Paula tentu tidak akan menolak jika bisa meringankan beban Smith. Namun, Paula tidak paham mengenai urusan perusahaan. Dia hanya akan menghancurkan perusahaan Smith dalam waktu singkat jika mengambil alih secara paksa.Lebih baik, Smith menyerahkan perusahaan kepada Martin karena dia sangat kompeten. Smith berucap sambil melihat Paula dengan ekspresi lembut, "Kamu boleh belajar dulu."Paula merasa Smith tidak terlihat begitu serius lagi. Smith menambahkan, "Kamu begitu pintar. Kamu pasti bisa menguasainya dalam waktu singkat."Paula pun tidak bisa menolak lagi karena Smith melihatnya dengan penuh harapan. Akan tetapi, Paula tidak mungkin terus belajar di Swiza. Dia sudah berjanji
Smith pasti tahu Martin menyukai wanita lain. Smith menyentil kepala Paula dan berkomentar, "Kamu juga, buat aku khawatir saja."Paula tersenyum malu, lalu menghibur, "Kami punya keberuntungan sendiri, untuk apa kamu khawatir? Kamu fokus jaga kesehatanmu saja.""Huh! Aku nggak menerima Darwin," tegas Smith. Dia tidak menyukai Darwin.Dari hasil penyelidikan, Smith menemukan Paula terancam bahaya beberapa kali saat berada di dekat Darwin. Smith tidak menyukai pria yang tidak bisa melindungi Paula."Darwin sangat baik," bantah Paula.Smith menanggapi seraya memelototi Paula, "Itu karena kamu kurang berpengalaman."Sebelum Paula bicara, Smith melambaikan tangannya sembari berujar, "Kastel ini dibangun untukmu. Kamu jalan-jalan saja. Aku pusing lihat kamu."Walaupun begitu, Smith tetap tidak rela mengalihkan pandangannya dari Paula. Sementara itu, Paula tahu sebenarnya Smith berhati lembut meski ucapannya terdengar ketus.Paula sudah berbincang cukup lama dengan Smith, memang sudah waktuny
Sebelum Darwin menjawab, Paula mengangkat ponselnya lebih tinggi. Dia menunjukkan bianglala berwarna merah muda sembari berseru, "Lihat, di belakang juga ada."Darwin terus mengamati layar ponsel. Dia tidak ingin melihat semua ini, dia hanya ingin melihat Paula. Darwin memuji, "Cantik sekali. Pak Smith sangat menyayangimu."Paula menimpali seraya berjalan ke bagian dalam taman, "Dia orang yang sangat baik dan penuh kasih sayang. Aku rasa seharusnya dia itu memang kakekku.""Ganti ke kamera depan lagi. Aku mau lihat kamu," ujar Darwin. Begitu dia melontarkan perkataannya, terdengar suara teriakan Paula.Kemudian, gambaran di layar ponsel Darwin berguncang dan dia samar-samar melihat ujung pakaian seorang pria.Tadi Paula terlalu gembira sehingga tidak memperhatikan orang di depannya. Jadi, dia menabrak orang itu. Paula yang terkejut berteriak.Sebelum Paula sempat minta maaf, Winelli sudah mendorong orang tersebut hingga terjatuh. Paula melihat pria itu sangat kurus dan wajahnya pucat.
Paula buru-buru menjelaskan, tetapi Darwin tidak berbicara dan ekspresinya sangat dingin. Paula melihat Darwin dengan ekspresi memelas dan memohon, "Darwin yang baik hati, maafkan aku, ya?"Paula menatap Darwin seraya mengerjap, lalu dia melihat Darwin menelan ludah. Meskipun ekspresi Darwin masih terlihat dingin, sikapnya mulai melunak.Ternyata, hati Darwin bisa luluh dengan cara ini. Paula diam-diam merasa senang.Paula mencari tempat yang sunyi dan bermanja-manja dengan Darwin, "Kakak, tadi kamu cemburu, ya? Kakak terlihat tampan sekali saat cemburu. Aku langsung terpesona saat melihatmu. Kakak yang baik hati, jangan marah lagi, ya ...."Suara Paula terdengar sangat manja sehingga dia sendiri juga merinding. Akhirnya, Darwin tidak berpura-pura lagi. Dia berdeham, lalu menghentikan rayuan Paula, "Sudahlah."Paula baru tersenyum lebar dengan wajah memerah. Dia memuji, "Kamu memang yang terbaik."Senyuman Paula lebih berguna daripada rayuannya tadi. Hati Darwin langsung luluh. Kemudia
Malam itu, Paula tidak bisa tidur karena Darwin mengungkit tentang pernikahan di panggilan video. Keesokan paginya, mata Paula membengkak.Selesai mandi, Paula hendak menjenguk Smith. Dia melihat Winelli yang baru keluar dari kamar mandi. Mata Winelli juga membengkak."Winelli, kamu kenapa?" tanya Paula. Dia memapah Winelli untuk duduk di sofa.Winelli menjawab dengan lemas, "Aku menceret semalaman.""Apa kamu keracunan makanan? Aku temani kamu ke rumah sakit," timpal Paula yang merasa gugup. Kemudian, dia menuang segelas air hangat untuk Winelli.Setelah minum air, Winelli hendak mengatakan dirinya baik-baik saja. Tiba-tiba, perutnya sakit lagi. Dia terpaksa masuk ke kamar mandi.Paula yang cemas berdiri di depan kamar mandi sejenak, lalu dia memutuskan untuk mencari pengurus. Dia ingin meminta pengurus menyiapkan mobil untuk membawa Winelli ke rumah sakit.Siapa sangka, Paula melihat Pedro begitu membuka pintu. Pedro menyapa Paula, "Selamat pagi, Paula."Paula hendak membalas Pedro,