Pedro masih belum merespons. Dia hanya menyunggingkan senyuman, seolah-olah sengaja memprovokasi."Kalau nggak, aku tetap di sini untuk menemanimu saja," tutur Paula. Paula tahu karakter Winelli. Jika ditinggalkan sendiri, Winelli pasti akan gelisah dan tidak bisa istirahat dengan baik.Mata Winelli berbinar-binar. Dia segera mengangguk setuju. Namun, pada saat ini Pedro berkata, "Paula, Pak Smith bilang dia mau makan sarapan bersamamu. Makin banyak orang akan makin meriah."Paula menggigit bibirnya dengan dilema. Begitu melihat situasi ini, pengurus rumah berucap, "Nafsu makan Tuan Smith selalu nggak baik. Kemarin dia baru makan lebih banyak saat Nona Paula pulang menemaninya. Sebenarnya sejak sakit, Tuan Smith selalu bergantung pada suntikan nutrisi."Dokter di sana juga mengangguk sambil menyarankan, "Suasana hati pasien sangat berhubungan dengan kesembuhan penyakit. Kalau ada anggota keluarga yang menemaninya makan, efeknya akan jauh lebih baik dibandingkan suntikan nutrisi.""Paul
Darwin teringat saat belum bersama Paula, dia mendengar Rhea bertelepon dengan Paula dan membahas tipe ideal masing-masing. Apa yang disebutkan Paula? Kulit putih, mata besar, bibir tipis, leher panjang, berpenampilan elegan, dan memiliki aura intelektual."Mana ada aura intelektual? Jelas-jelas terlihat seperti pria feminin!" pekik Darwin. Dia membanting meja dengan keras saat melihat foto Pedro.Karena Pedro adalah calon suami yang khusus Smith pilih untuk Paula, itu berarti kemungkinan besar Pedro sudah melihat foto Paula sejak awal. Pantas saja Winelli bisa menyadari bahwa cara Pedro menatap Paula tidak biasa."Beli tiket pesawat ke Swiza," perintah Darwin sambil menggertakkan gigi. Dia tidak bisa tahan lagi. Dia harus segera menemui Paula!"Nggak! Kamu nggak boleh ke Swiza!" seru Michelle yang tiba-tiba masuk.Wilson buru-buru menutup pintu dan berjaga di luar.Darwin mengernyit. Kenapa Michelle selalu menguping pembicaraannya?"Kali ini, aku nggak menguping. Aku cuma kebetulan de
"Koa, kamu punya nomor ponsel Harry, 'kan?" tanya Michelle.Setelah beberapa saat, Koa baru mengingat siapa Harry yang dimaksud. Dia lalu menjawab, "Ada, memangnya kenapa?"Michelle memberitahukan gagasannya pada Koa. Dia berkata pada Koa bahwa Darwin-lah yang meminta bantuannya.Michelle beralasan bahwa Darwin tidak ingin Paula menganggapnya picik, makanya Michelle yang dimintai tolong.Koa percaya begitu saja dengan alasan Michelle. Dia pun segera mengirim pesan ke nomor Harry.Saat ini, Harry sedang diajak bersenang-senang oleh Martin di Swiza. Martin telah menyelidiki informasi tentang Harry dan Tristan sebelumnya.Jadi, Martin mengetahui selera mereka dengan baik dan bisa mengajak mereka bermain hingga puas. Alasannya tidak lain agar mereka melupakan tujuan kedatangan mereka ke sini.Setelah Harry menerima pesan dari Koa, dia baru mengingat tentang Paula. Dia segera bertanya pada Martin dengan raut bingung, "Kami sudah mau pulang besok, mana Tuan Putri? Kapan kakeknya akan mengant
Paula sedang berada di kamar Smith dan mendengar Pedro memberitahukan properti apa saja yang dimiliki Smith. Sebelum Harry menelepon, Pedro baru saja menceritakan hubungannya dengan mafia Italea selama ini.Paula sampai berkeringat dingin mendengarnya. Jadi, dia mana berani sembarangan memberitahukan alamat Smith pada Harry?"Tuan Putri, apa kamu dikurung orang-orang Martin?" tanya Harry. Saat mendengar suara Paula yang bergetar, dia menebak Paula mungkin sedang diancam untuk berbohong.Paula buru-buru menjelaskan, "Nggak, aku benaran nggak apa-apa. Kalian jangan cemas.""Nggak, kamu pasti lagi ada masalah. Apa mereka menempelkan pisau di lehermu supaya kamu nggak bicara jujur? Jangan takut, aku akan cari cara untuk menyelamatkanmu!" ucap Harry dengan nada yang kian panik. Sambil bicara, dia mengode Tristan untuk menahan Martin.Melihat ekspresi panik Harry, Tristan menduga Paula benar-benar sedang dalam masalah. Dia segera menarik Martin dan menusukkan pecahan botol anggur ke pinggang
"Paula bilang dia akan pulang ke ibu kota besok?" tanya Martin sambil mengangkat alisnya.Harry mengangguk, lalu dia berujar pada Tristan, "Jangan cemas, Tuan Putri baik-baik saja. Besok kita sama-sama pulang ke ibu kota."Martin terdiam selama beberapa detik. Kemudian, dia mendadak bangkit dan melangkah ke luar ruangan.Harry bertanya dengan heran, "Kamu mau ke mana? Nggak mau main lagi?"Martin hanya melambai dengan malas, bahkan tidak menoleh ke belakang. Dia mana sempat bermain di saat ada risiko keributan terjadi di kastel?"Dia aneh sekali. Waktu dilarang ikut, dia bersikeras ikut. Sekarang dia malah pergi tanpa alasan," gumam Harry dengan suara kecil.Tristan segera menarik Harry dan berkata, "Kita ikuti dia.""Buat apa?" tanya Harry keberatan.Namun, Tristan bersikeras mengajak Harry pergi. Dia menatap Harry seperti sedang melihat orang tolol.Sisi rasional Harry yang dipengaruhi alkohol akhirnya sedikit bekerja. Dia berucap dengan cemas, "Apa jangan-jangan dia mau menemui Tuan
Hanya saja, tatapan Darwin terhadap Wilson masih dingin. Itu membuatnya merasa sangat tertekan.Setelah keringat dingin mengalir di punggungnya, Darwin akhirnya berbicara dengan tegas, "Bagiku, Paula bukan orang yang bisa diabaikan begitu saja. Aku nggak mau kejadian serupa terjadi lagi."Mendengar ini, Wilson akhirnya menyadari bahwa selama ini, baik dirinya maupun hampir semua orang di bawah Darwin telah menunjukkan sikap yang mengindikasikan bahwa mereka sebenarnya tidak terlalu menganggap penting Paula.Mereka selalu berpikir bahwa kepentingan dan perasaan Paula tak akan pernah lebih penting daripada kepentingan dan perasaan Darwin.Ketika Darwin dan Paula berselisih paham, mereka menganggap bahwa wanita itu harus mengorbankan kepentingannya tanpa syarat.Mengenai perasaan Paula, mereka bahkan tidak pernah memperhatikannya. Yang lebih mengerikan lagi, mereka bahkan menganggap Paula tidak pantas untuk bersama Darwin. Mereka justru senang melihat hubungan Paula dan Darwin tidak berja
Darwin tertawa pelan, lalu membalas, "Nggak ada hal yang lebih penting daripada bertemu denganmu."Paula merespons, "Kalau begitu, sampai jumpa besok!" Wanita itu jarang sekali berinisiatif, tetapi kali ini dia malah mencium ponselnya dengan semangat.Kegelisahan Darwin seketika hilang. Dia menjawab, "Oke.""Paula, kamu sudah ingat apa yang kukatakan tadi?" Tiba-tiba terdengar suara pria lain di ujung telepon. Darwin langsung menjadi waspada.Paula melihat Pedro tiba-tiba mendekatinya dengan ekspresi agak muram. Dalam hatinya, Paula merasa kesal karena pria itu tidak bisa membaca situasi.Namun mengingat Pedro sudah bersusah payah mengajarkan banyak hal meskipun sedang sakit, Paula tidak tega bersikap terlalu dingin.Sambil menutup mikrofon ponselnya, Paula berbisik, "Tunggu sebentar, aku masih lagi telepon."Biasanya, orang akan tahu diri dan pergi setelah mendengar kata-kata itu. Anehnya, Pedro tetap berdiri di tempatnya.Pria itu malah berujar, "Guru bilang akan mengadakan pesta mal
"Pak, kamu nggak jadi ke Swiza?" tanya Wilson dengan ragu-ragu.Darwin mengetukkan jarinya ke kakinya. Dia tidak menjawab pertanyaan Wilson.Wilson menyuruh sopir kembali sambil menunggu Darwin memberi tahu mereka lokasi tujuan selanjutnya. Namun, kali ini mereka harus menyingkirkan orang yang mengikuti mereka.Akhirnya, Paula selesai mengurus Pedro. Kemudian, dia menghampiri meja untuk mengambil ponsel. Paula merasa tidak tenang saat melihat panggilan diakhiri beberapa menit yang lalu.Saat Paula hendak menelepon Darwin, Smith membuka mata dan bertanya, "Apa Pedro sudah memberitahumu tentang acara malam nanti?"Paula meletakkan ponselnya di atas meja, lalu mengangguk dan menyahut, "Sudah. Tapi, sebelumnya kamu bilang keberadaanku di sini nggak boleh terungkap.""Itu karena sebelumnya persiapan kami belum cukup matang. Sekarang aku jamin siapa pun nggak bisa menyakitimu," timpal Smith.Sepertinya kondisi Smith sudah membaik. Dia bersandar di kepala tempat tidur dan menarik tangan Paula