"Paula bilang dia akan pulang ke ibu kota besok?" tanya Martin sambil mengangkat alisnya.Harry mengangguk, lalu dia berujar pada Tristan, "Jangan cemas, Tuan Putri baik-baik saja. Besok kita sama-sama pulang ke ibu kota."Martin terdiam selama beberapa detik. Kemudian, dia mendadak bangkit dan melangkah ke luar ruangan.Harry bertanya dengan heran, "Kamu mau ke mana? Nggak mau main lagi?"Martin hanya melambai dengan malas, bahkan tidak menoleh ke belakang. Dia mana sempat bermain di saat ada risiko keributan terjadi di kastel?"Dia aneh sekali. Waktu dilarang ikut, dia bersikeras ikut. Sekarang dia malah pergi tanpa alasan," gumam Harry dengan suara kecil.Tristan segera menarik Harry dan berkata, "Kita ikuti dia.""Buat apa?" tanya Harry keberatan.Namun, Tristan bersikeras mengajak Harry pergi. Dia menatap Harry seperti sedang melihat orang tolol.Sisi rasional Harry yang dipengaruhi alkohol akhirnya sedikit bekerja. Dia berucap dengan cemas, "Apa jangan-jangan dia mau menemui Tuan
Hanya saja, tatapan Darwin terhadap Wilson masih dingin. Itu membuatnya merasa sangat tertekan.Setelah keringat dingin mengalir di punggungnya, Darwin akhirnya berbicara dengan tegas, "Bagiku, Paula bukan orang yang bisa diabaikan begitu saja. Aku nggak mau kejadian serupa terjadi lagi."Mendengar ini, Wilson akhirnya menyadari bahwa selama ini, baik dirinya maupun hampir semua orang di bawah Darwin telah menunjukkan sikap yang mengindikasikan bahwa mereka sebenarnya tidak terlalu menganggap penting Paula.Mereka selalu berpikir bahwa kepentingan dan perasaan Paula tak akan pernah lebih penting daripada kepentingan dan perasaan Darwin.Ketika Darwin dan Paula berselisih paham, mereka menganggap bahwa wanita itu harus mengorbankan kepentingannya tanpa syarat.Mengenai perasaan Paula, mereka bahkan tidak pernah memperhatikannya. Yang lebih mengerikan lagi, mereka bahkan menganggap Paula tidak pantas untuk bersama Darwin. Mereka justru senang melihat hubungan Paula dan Darwin tidak berja
Darwin tertawa pelan, lalu membalas, "Nggak ada hal yang lebih penting daripada bertemu denganmu."Paula merespons, "Kalau begitu, sampai jumpa besok!" Wanita itu jarang sekali berinisiatif, tetapi kali ini dia malah mencium ponselnya dengan semangat.Kegelisahan Darwin seketika hilang. Dia menjawab, "Oke.""Paula, kamu sudah ingat apa yang kukatakan tadi?" Tiba-tiba terdengar suara pria lain di ujung telepon. Darwin langsung menjadi waspada.Paula melihat Pedro tiba-tiba mendekatinya dengan ekspresi agak muram. Dalam hatinya, Paula merasa kesal karena pria itu tidak bisa membaca situasi.Namun mengingat Pedro sudah bersusah payah mengajarkan banyak hal meskipun sedang sakit, Paula tidak tega bersikap terlalu dingin.Sambil menutup mikrofon ponselnya, Paula berbisik, "Tunggu sebentar, aku masih lagi telepon."Biasanya, orang akan tahu diri dan pergi setelah mendengar kata-kata itu. Anehnya, Pedro tetap berdiri di tempatnya.Pria itu malah berujar, "Guru bilang akan mengadakan pesta mal
"Pak, kamu nggak jadi ke Swiza?" tanya Wilson dengan ragu-ragu.Darwin mengetukkan jarinya ke kakinya. Dia tidak menjawab pertanyaan Wilson.Wilson menyuruh sopir kembali sambil menunggu Darwin memberi tahu mereka lokasi tujuan selanjutnya. Namun, kali ini mereka harus menyingkirkan orang yang mengikuti mereka.Akhirnya, Paula selesai mengurus Pedro. Kemudian, dia menghampiri meja untuk mengambil ponsel. Paula merasa tidak tenang saat melihat panggilan diakhiri beberapa menit yang lalu.Saat Paula hendak menelepon Darwin, Smith membuka mata dan bertanya, "Apa Pedro sudah memberitahumu tentang acara malam nanti?"Paula meletakkan ponselnya di atas meja, lalu mengangguk dan menyahut, "Sudah. Tapi, sebelumnya kamu bilang keberadaanku di sini nggak boleh terungkap.""Itu karena sebelumnya persiapan kami belum cukup matang. Sekarang aku jamin siapa pun nggak bisa menyakitimu," timpal Smith.Sepertinya kondisi Smith sudah membaik. Dia bersandar di kepala tempat tidur dan menarik tangan Paula
Waktu itu, Smith menyuruh Pedro bersumpah. Apa pun yang terjadi pada Cindy, dia cantik atau jelek, sakit atau sehat, Pedro harus menikahi Cindy tanpa syarat, mencintainya, dan menjaganya seumur hidup.Jadi, Pedro sudah memiliki tunangan. Dia merasa dirinya seperti punya orang yang dirindukan di dunia ini. Meskipun disiksa oleh penyakitnya, Pedro punya semangat untuk terus bertahan hidup.Pada saat berusia 21 tahun, Smith hendak membawa tunangan Pedro ke Swiza. Pedro sangat senang hingga tidak bisa tidur semalaman.Namun, keesokan paginya Smith tiba-tiba memberi tahu Pedro dia tidak perlu menikahi Cindy lagi. Cindy sudah memiliki kekasih.Mimpi yang sudah dinantikan Pedro selama bertahun-tahun tiba-tiba pupus. Pedro yang tidak bisa menerima kenyataan pun jatuh sakit.Setelah Pedro bangun, Smith merasa tidak tega. Smith mengatakan jika Pedro masih menyukai Cindy setelah bertemu dengannya, Pedro harus berusaha sendiri. Jadi, Pedro dan Paula "kebetulan bertemu" sore itu.Ternyata, Paula le
"Pak Smith," panggil Pedro. Dia tiba-tiba menghampiri Smith, lalu memeriksa nadinya. Kemudian, Pedro mengambil obat dan jarum suntik dari laci. Sesudah itu, dia menyuntikkan obat ke tubuh Smith.Wajah Smith perlahan memucat dan matanya hampir terpejam. Sepertinya, dia akan kehilangan kesadaran. Namun, Smith menggenggam tangan Paula dengan erat dan menatap Paula dengan penuh penantian. Dia berusaha untuk tidak pingsan.Paula tahu Smith berniat memaksanya untuk tidak pulang ke ibu kota besok. Namun, Paula tidak bisa memenuhi keinginan Smith.Smith seperti kehilangan kendali. Dia membuka mulut, tetapi dia tidak bisa bersuara. Paula merasa sedih melihat kondisi Smith.Berdasarkan sifat Paula, seharusnya dia sudah menyetujui Smith dari tadi. Dengan begitu, Smith bisa tidur dengan tenang.Namun, Paula teringat dengan Darwin yang menunggunya di ibu kota. Jadi, Paula tetap memutuskan untuk pulang. Paula berkata dengan lirih, "Maaf, Kakek. Besok aku harus pulang."Smith yang kecewa memejamkan m
Menurut cerita yang dilihat Paula di drama serial, seharusnya sekarang dia berebut harta dengan penerus yang dibimbing kakeknya. Kenapa Pedro dan Martin malah bersikap baik kepada Paula?"Menyerahkan kekayaanku? Ini kekayaan Pak Smith, bukan milikku," sahut Pedro. Dia tersenyum seraya mengangkat alisnya."Tapi, kalau aku nggak kembali, cepat atau lambat kekayaan ini akan menjadi milik kamu dan Martin," timpal Paula yang langsung mengutarakan pemikirannya.Pedro tersenyum lebar. Paula merasa Pedro terlihat sangat menawan saat tersenyum. Pedro menanggapi, "Kamu lihat kondisiku, belum tentu aku bisa berumur panjang. Untuk apa aku punya uang yang begitu banyak?""Aku membantu Pak Smith mengurus perusahaan hanya untuk membalas kebaikannya karena sudah membesarkanku. Kamu tenang saja. Aku nggak mengincar kekayaan Pak Smith, begitu pula dengan Kak Martin," lanjut Pedro.Ekspresi Pedro sangat serius saat berbicara. Wajah Paula memerah, dia merasa dirinya terlalu picik. Paula membalas, "Maaf, b
"Kakek sudah menghabiskan banyak uang," bisik Paula. Dia tahu jika sekarang dirinya tidak menerima kalung ini, dia akan mempermalukan Smith.Pedro menatap Paula lekat-lekat. Dia tidak memberi tahu Paula kalung ini bukan dibeli Smith. Pedro sudah membeli kalung ini sejak lama untuk Paula.Merias wajah membutuhkan waktu yang lama. Paula melihat Pedro sudah menunggu sangat lama, jadi dia menyarankan Pedro untuk beristirahat. Nanti Paula akan mencari Pedro setelah selesai.Namun, Pedro menolak, "Nggak apa-apa. Aku juga lagi senggang."Pedro duduk di belakang Paula. Jadi, Paula bisa langsung melihat Pedro dari cermin begitu mendongak. Untung saja, Pedro tidak terus memandangi Paula seperti tadi. Paula baru merasa lebih rileks.Sementara itu, Harry dan Tristan belum menemukan Paula setelah mencari di 2 lokasi yang dikirim Darwin. Jadi, mereka mencoba mengirim pesan kepada Paula lagi.[ Tuan Putri, kami ingin mengunjungi kakekmu. Apa kalian punya waktu? ]Sebelumnya, Paula memang tidak berani