Paula melihat Rhea yang tampak cemas, lalu bertanya sambil tersenyum, "Kenapa kamu menghela napas?"Rhea cemberut dan tidak menjawab. Dia malah balik bertanya, "Kamu nggak penasaran? Nggak mau pergi melihatnya?""Apa yang dikatakan Martin?" tanya Paula sembari mengangkat alis."Dia bilang setelah menemukanmu, dia punya cara untuk meyakinkanmu agar pergi ke Swiza. Tapi, aku nggak bilang padanya bahwa aku mengenalmu," ucap Rhea.Wanita itu berpikir sejenak sebelum menambahkan, "Sebenarnya kalau kamu nggak mau menemuinya juga nggak masalah. Masih ada kami di sisimu, 'kan?""Aku mau bertemu Martin," ucap Paula. Meskipun tidak berharap banyak pada "kakek" ini, tetap saja masalah ini perlu diselesaikan.Apabila selalu dalam posisi pasif, bagaimana jika orang lain sebenarnya bukan menargetkannya, melainkan mengincar Darwin atau Rhea? Dia mungkin bisa menjadi alat untuk melukai mereka."Orang itu suka muncul dan menghilang begitu saja. Coba aku tanyakan dulu dia ada di mana," jawab Rhea.Wanit
Paula masih merasa sedikit cemas dalam hatinya, tetapi akhirnya dia tidak bisa menolak bujukan lembut Rhea. Dia hanya bisa mengirim pesan kepada Harry dan Tristan untuk meminta izin. Kemudian, Harry membalas dengan cepat.[ Kebetulan sekali. Besok aku juga ada urusan, harus pergi ke Kota Boram. ]Paula menduga, Harry juga akan menghadiri pesta pengakuan hubungan Sheila. Supaya tidak menimbulkan masalah, dia tidak memberi tahu Harry bahwa dia juga akan pergi ke sana.Kalau tidak, Harry pasti akan bersikeras untuk naik penerbangan yang sama dan terus menempel padanya. Dengan begitu, dia tidak akan bisa mencari tahu informasi dari Martin.Namun, yang membuat Paula terkejut adalah Tristan juga akan pergi ke Kota Boram besok. Bukankah ini terlalu kebetulan?[ Ayah angkatku bilang dia mau bertemu seorang teman lama di Kota Boram besok. Aku nggak tenang, jadi mau menemaninya ke sana. ]Harry langsung merespons.[ Kebetulan sekali. Tuan Putri, kamu mau ke mana? Kalau pergi ke Kota Boram juga,
Paula menarik Rhea yang tampak cemas, lalu mengajaknya duduk di sofa. Matanya berkaca-kaca, tetapi dia berujar sambil tersenyum, "Makasih, Rhea.""Dasar kamu ini! Jujurlah padaku, sudah berapa lama kamu menyembunyikan ini dariku?" tanya Rhea sambil memeriksa Paula dari ujung kepala hingga ujung kaki.Rhea merasa heran karena Paula sama sekali tidak terlihat seperti sedang hamil. Tidak ada tanda-tanda perubahan pada tubuhnya."Dihitung-hitung, sudah sekitar tiga bulan lebih," jawab Paula dengan suara pelan.Mata Rhea langsung berkedip. Dia segera menyadari bahwa ini pasti terjadi pada malam ketika Paula dijebak oleh Aurel.Rhea segera berujar, "Kenapa harus mempertahankan anak itu? Gugurkan saja!" Dia menduga, kemungkinan besar pria yang melecehkan Paula malam itu adalah orang yang diatur oleh Aurel."Aku mau melahirkan mereka," ucap Paula sambil menggenggam tangan Rhea. Kemudian, dia melanjutkan, "Sebenarnya pria itu juga dijebak.""Kalian pernah bertemu lagi?" tanya Rhea yang mengerny
"Maafkan aku, maaf banget," ucap Paula yang memeluk Rhea. Dia tiba-tiba menangis tanpa bisa mengontrol diri.Rhea segera menepuk-nepuk punggung Paula untuk menenangkannya, lalu berujar, "Sudahlah, aku nggak menyalahkanmu. Jangan menangis."Paula merasa malu dan mengusap hidungnya. Mungkin karena hamil, emosinya belakangan ini menjadi sangat labil."Jangan khawatir, aku adalah ibu angkat anak-anakmu. Mereka nggak akan kubiarkan menderita sedikit pun," ucap Rhea sambil menepuk dadanya dengan yakin. Saat membayangkan akan memiliki tiga anak yang manis seperti Paula, dia merasa sangat antusias.Paula bersandar ke pelukan Rhea sembari berucap, "Rhea, aku beruntung punya kamu."Rhea tiba-tiba mengeluarkan ponselnya, lalu menyerahkannya kepada Paula dan berujar, "Sayang, tolong bantu aku.""Apa?" tanya Paula yang secara refleks menerima ponsel itu.Rhea baru teringat bahwa pamannya memberikan perintah tegas sebelum pergi. Darwin melarangnya untuk meninggalkan pekerjaan tanpa izin.Itu sebabny
Kemudian, Paula segera mematikan panggilan video. Rhea bertanya, "Paula, kenapa kamu mematikannya? Kita belum membicarakan masalah sebenarnya!""Dengan kejadian barusan, gimana aku bisa bicara?" jawab Paula yang wajahnya memerah. Dia menolak untuk menelepon lagi.Rhea tahu bahwa Paula punya sifat pemalu, jadi tidak memaksanya. Dia hanya bisa menghela napas pasrah. Bagaimana caranya mencari alasan yang tepat untuk pergi ke Kota Boram? Mungkin dia bisa membuat alasan karena ingin memeriksa proyek di Kota Boram?Namun, sekarang sudah terlalu terlambat untuk mempersiapkan semuanya. Waktu semalam tidak akan cukup bagi Rhea untuk mendapat persetujuan.Tiba-tiba ponsel berdering. Begitu mendengar suara panggilan video, Rhea langsung bangkit dengan semangat.Melihat Paula hendak menutup panggilan lagi, dia segera menahannya. Rhea memohon, "Paula, tolong bantu aku kali ini. Pamanku itu orang yang sangat kaku, dia pasti nggak melihat apa pun tadi."Paula tidak percaya. Tadi, dia jelas melihat
Paula yang tidak berdaya pun menatap Rhea. Di sisi lain, Rhea terus-menerus memohon padanya untuk merengek. Berhubung Rhea ingin pergi ke Kota Boram untuk membantunya, Paula merasa tidak tega menolaknya."Paman, tolonglah. Aku bakal menjaga Rhea dengan baik. Setelah kamu kembali, dia pasti sudah menyelesaikan pekerjaannya. Tolong izinkan ya?" Suara Paula begitu lembut sampai dia sendiri merasa merinding.Namun, Darwin yang berada di ujung lain layar tidak bergerak sama sekali. Tatapannya yang dalam seolah sedang memikirkan sesuatu."Tolonglah, Paman," mohon Paula lagi atas desakan Rhea. Kemudian, panggilan video dimatikan."Menurutmu, apa jangan-jangan pamanku gay? Mungkinkah ada masalah dengan dia? Gadis cantik sepertimu sudah merengek, tapi dia malah langsung memutus panggilan. Sungguh nggak sopan!" keluh Rhea ke arah ponsel.Paula menarik lengan sahabatnya, lalu berucap, "Kasih aku kontak Martin. Aku akan mencarinya sendiri."Rhea berujar, "Nggak boleh. Martin itu orang yang aneh. D
Darwin mengingatkan, "Tapi, sekarang Keluarga Fonda nggak punya kekuatan untuk berhadapan langsung dengan mereka."Cahaya di mata Alif meredup, lalu tiba-tiba dia berujar, "Kita bisa bekerja sama. Keluarga Fonda dan Keluarga Sasongko seharusnya bekerja sama. Bukannya Kak Darwin dan adik kami punya perjanjian pernikahan? Pernikahan adalah cara terbaik untuk bekerja sama.""Setelah pernikahan, apa yang akan terjadi?" tanya Darwin seraya mengangkat alis."Setelah pernikahan, kita akan menjadi satu keluarga. Semua bisnis Keluarga Fonda bisa diserahkan padamu," jawab Alif tanpa ragu.Darwin tertawa sebelum bertanya, "Kalian punya rencana yang bagus. Tapi, apa kalian nggak takut aku akan merampas Keluarga Fonda?""Bagaimanapun, Keluarga Fonda sangat diperebutkan sekarang. Lebih baik memberikannya padamu daripada orang lain," ujar Alif dengan nada putus asa.Darwin menepuk bahunya, lalu berbicara dengan nada lebih serius, "Aku butuh kalian untuk bekerja sama."Darwin menjelaskan, "Pertama, be
Paula menatap Darwin yang matanya berbinar-binar di ujung telepon. Pria itu seolah-olah ingin dia mengulangi kata-kata yang membuatnya merinding tadi.Paula buru-buru berbicara sebelum Darwin bisa meminta lebih, "Aku sudah mengatakan semua yang kamu inginkan. Kamu harus izinkan cuti Rhea, ya?"Sejak Paula mulai merengek, senyum di wajah Darwin tidak pernah menghilang. Kini, tatapannya pada Paula penuh dengan kehangatan dan kasih sayang."Kalian mau lakukan apa besok?" tanya Darwin dengan suara yang dalam dan memikat. Nada bicaranya bisa membuat orang merasa sangat terpesona."Rhea mau menonton konser idolanya," jawab Paula. Dia menunduk agar Darwin tidak menyadari bahwa dia berbohong.Bagaimanapun, Paula sudah mencari tahu dan mengetahui bahwa idola yang disukai Rhea memang mengadakan konser besok.Darwin tidak merespons apa-apa. Paula buru-buru mengintip dan melihat dia tampak sibuk dengan sesuatu di ponselnya.Berhubung Darwin tidak mencurigai apa pun, dia segera menambahkan, "Kamu t