Sedari awal, Yoda sendiri memang tidak yakin dengan keputusannya. Oleh karena itu, dia memukul Darwin karena berharap Darwin akan mendukung pendapatnya dan membuktikan bahwa dirinya benar. Sekarang dia tahu, putranya sama keras kepala seperti dirinya. Bahkan jika dipukul sampai mati sekalipun, Darwin tetap tidak akan mengubah pendiriannya.Kalau memang demikian, biarlah para orang tua yang bertindak untuk menghilangkan hambatan bagi anak-anak mereka. Yoda mengatur orang untuk mencari Paula, lebih baik lagi jika bisa mengirimnya ke luar negeri. Di sisi lain, Terry telah membeli tiket pesawat untuk dini hari dan bersiap-siap untuk pergi mengunjungi Jonas.Di luar ruang kerja, Devina dan Rhea berjalan mondar-mandir dengan cemas. Mereka sudah mendengar suara pertengkaran dari dalam dan Rhea bahkan samar-samar mendengar pamannya dipukul. Namun, dia tidak berani mengungkapkannya karena takut membuat neneknya khawatir.Kemudian, Yoda memanggil para pengawal untuk masuk. Devina khawatir Yoda a
Mendengar ucapan Rhea, Devina hanya mengangguk. Dia punya penilaian sendiri dan bisa melihat siapa yang sebenarnya baik dan siapa sebenarnya yang memiliki niat buruk."Ternyata gadis itu ya. Seingatku, kamu pernah bilang orang tuanya jahat sekali padanya?" Devina mengingat kembali semua perkataan Rhea dulu mengenai Paula. Diam-diam dia merasa kasihan terhadap gadis itu."Orang tuanya memang sedari awal sudah tahu dia bukan putri kandung mereka, jadi sengaja menyiksanya." Rhea mencibir, dia merasa kesal saat membahas tentang orang tua Paula."Dia pasti sangat menderita sendirian, kamu harus banyak merawatnya," kata Devina sambil menepuk punggung tangan Rhea. Rhea mengangguk. Dia tahu bahwa neneknya adalah orang yang baik, tidak seperti beberapa orang yang masih memegang nilai-nilai feodal dan memaksakan prinsip-prinsip tertentu."Nenek lumayan suka padanya ya? Mau ketemu dia? Aku yakin Nenek pasti bakal suka padanya." Sejak kecil, hubungan Rhea dengan neneknya sangat baik. Dulu neneknya
Hati Darwin yang tadinya sangat cemas, kini akhirnya menjadi lega. Untung saja Paula bukan dibawa pergi oleh ayahnya. Namun, Paula pergi begitu saja tanpa mengatakan apa pun, sudah pasti dia telah mendengar semua isi percakapan mereka tadi."Anda tenang saja, kami akan segera temukan Nona Paula sebelum Pak Yoda menemukannya," timpal Wilson, seolah-olah sedang syuting adegan pasangan serasi yang terpisah karena ditentang keluarga."Apa pun caranya," tambah Darwin dengan nada dingin. Setelah itu, dia langsung menutup telepon.Wilson menyeka keringat dingin di dahinya, lalu menyuruh semua bawahannya untuk masuk ke kantor. "Kesampingkan dulu semua tugas saat ini, fokus cari Nona Paula.""Tapi, bukankah Nona Paula menghilang di titik buta kamera CCTV? Mau bagaimana mencarinya?" tanya salah seorang bawahannya. Sebenarnya mereka juga bukan tidak tahu harus bagaimana melakukan pencarian, melainkan saat ini masih ada urusan mendesak di perusahaan yang harus diselesaikan. Dia merasa pekerjaan in
Devina menatap Darwin beberapa detik, lalu menghela napas. "Di luar sana semuanya adalah pengawal, ayahmu nggak mengizinkanmu keluar."Darwin mengerutkan keningnya, sedangkan Rhea merenung cukup lama. Kenapa pamannya menghalangi neneknya untuk menemui Paula? Kenapa kakeknya memukul pamannya dan bahkan mengurungnya di rumah? Apa yang telah terjadi sebenarnya? Bukankah semuanya sudah selesai sebelumnya?"Nenek, kalau Paman nggak keluar, bagaimana dengan perusahaan?" tanya Rhea dengan kebingungan. Devina menarik tangannya, lalu berkata dengan perlahan, "Masih ada kakekmu di di perusahaan, nggak akan ada masalah.""Ayah sudah berapa lama nggak mengurus perusahaan? Orang yang kupromosikan semuanya dia nggak kenal. Ibu, bantu aku. Aku ada urusan penting yang harus diselesaikan." Darwin paham bahwa ibunya adalah tipe orang yang mudah luluh dengan bujukan.Paula memang tidak dibawa pergi oleh ayahnya, tetapi keberadaan Paula masih belum diketahui sampai sekarang. Darwin merasa sangat cemas ter
"Jangan panik, beri dia obat dulu. Antarkan ke rumah sakit." Suara Yoda terdengar sedang gemetaran, hati Rhea jadi semakin merasa bersalah."Kakek jangan panik, aku sudah bawa Nenek ke rumah sakit. Kakek nggak boleh panik," ujar Rhea sambil menghibur kakeknya dan menginstruksikan pengawal untuk bekerja.Hanya dalam sekejap, di depan pintu hanya tersisa dua orang pembantu. Dari jendela, Darwin melihat ibunya dibawa Rhea ke mobil, lalu dia membuka pintu untuk keluar. Pembantu di luar langsung menghalanginya, "Tuan Darwin, Tuan Yoda sudah berpesan nggak boleh membiarkan Anda keluar.""Minggir." Darwin melemparkan tatapan dingin yang membuat kedua orang itu gemetar dan tidak berani lagi mencegatnya. Darwin bergegas ke garasi untuk mengeluarkan mobil, lalu menelepon Wilson dengan ponsel cadangannya untuk menanyakan keadaan Paula.Tak lama kemudian, dia menerima pesan dari Rhea.[ Kami ketemu Kakek di tengah perjalanan. Kakek dan Nenek baik-baik saja, Paman tenang saja. ]Darwin akhirnya me
"Mungkin itu cuma kesialan sesaat," ujar Paula. Dia yakin setiap manusia punya keberuntungan sendiri. Namun, dia tidak mengenal pemuda itu sehingga hanya bisa menghiburnya demikian.Pemuda itu tersenyum sambil menggeleng, lalu berkata, "Kamu mungkin nggak akan percaya kalau mendengar ceritaku. Sejak aku kecil sampai sekarang, setiap jerih payahku selalu berakhir dengan kegagalan."Paula bisa melihat kesedihan pada sorot mata pemuda itu, tahu bahwa pemuda itu tidak bercanda. Lagi pula, ada begitu banyak genius yang kurang beruntung di dunia ini. Kalau pemuda ini bernasib sama seperti mereka, bakatnya akan sangat disayangkan. Mungkin saja, Paula bisa membantunya?"Apa aku boleh melihat hasil karyamu?" Paula mendapati ada banyak manuskrip di atas meja. Hanya dengan melihat tingkat kerapiannya, Paula tahu betapa seriusnya pemuda ini dengan pekerjaannya."Aku menulisnya cuma karena merasa bosan." Pemuda itu kurang pintar berinteraksi dengan orang. Wajah dan telinganya pun memerah karena Pau
"Kenapa kamu begitu percaya pada takhayul sih?" ejek Paula sambil tersenyum menatapnya. Dia tidak menyembunyikan harapannya terhadap pemuda itu.Pemuda itu sepertinya tidak pintar menolak permintaan orang. Namun, dia benar-benar khawatir kesialannya akan menular kepada Paula. Jadi, dia terus mengulangi kata yang sama, yaitu tidak boleh karena Paula bisa menjadi sial nanti."Aku nggak takut sial kok. Asal kamu tahu, aku orang yang sangat beruntung!" Paula tidak memiliki kepercayaan diri saat mengatakan ini. Jika dirinya beruntung, mana mungkin dibawa pulang oleh keluarga yang salah dan diusir Keluarga Ignasius?"Begini saja, aku akan menceritakan kisah hidupku kepadamu dulu," ujar pemuda itu saat melihat Paula masih bersikeras. Dia menarik sebuah kursi dan duduk di depan Paula.Paula mengangguk, lalu pemuda itu mulai bercerita, "Namaku Tristan. Delapan belas tahun lalu, aku jatuh ke sumur tempat aku menolongmu tadi. Penutup sumur itu terbuka setengah dan tertutup setengah. Nggak ada yan
"Semua sudah berlalu." Paula tidak tahu bagaimana cara menghibur Tristan. Baik Tristan ataupun gadis itu, mereka sama-sama patut dikasihan."Masih ada kelanjutan cerita. Di pemakaman orang tuaku, aku melihat mitra ayahku ditikam orang. Kemudian, keluarganya bangkrut, bahkan istri dan anaknya mengalami kecelakaan. Suatu malam hari, ada pria berpakaian hitam yang menerobos masuk ke rumahku.""Pria itu bertanya apa aku melihat liontin giok itu? Aku bilang nggak pernah, tapi dia nggak percaya dan ingin membunuhku. Aku bersikeras melawan, sampai-sampai menahan bilah dengan tangan kosong beberapa kali. Pada akhirnya, aku berhasil menggores lengannya.""Dia cuma bilang aku punya nyali besar, lalu pergi begitu saja. Keesokan harinya, kakek dan nenekku tiba-tiba mengantarku ke panti asuhan." Tristan menarik napas dalam-dalam. Sampai sekarang, dia tidak tahu alasan pria berpakaian hitam itu ingin membunuhnya.Paula terpikir akan berbagai kemungkinan. Sepertinya, identitas gadis itu tidak biasa.