"Semua sudah berlalu." Paula tidak tahu bagaimana cara menghibur Tristan. Baik Tristan ataupun gadis itu, mereka sama-sama patut dikasihan."Masih ada kelanjutan cerita. Di pemakaman orang tuaku, aku melihat mitra ayahku ditikam orang. Kemudian, keluarganya bangkrut, bahkan istri dan anaknya mengalami kecelakaan. Suatu malam hari, ada pria berpakaian hitam yang menerobos masuk ke rumahku.""Pria itu bertanya apa aku melihat liontin giok itu? Aku bilang nggak pernah, tapi dia nggak percaya dan ingin membunuhku. Aku bersikeras melawan, sampai-sampai menahan bilah dengan tangan kosong beberapa kali. Pada akhirnya, aku berhasil menggores lengannya.""Dia cuma bilang aku punya nyali besar, lalu pergi begitu saja. Keesokan harinya, kakek dan nenekku tiba-tiba mengantarku ke panti asuhan." Tristan menarik napas dalam-dalam. Sampai sekarang, dia tidak tahu alasan pria berpakaian hitam itu ingin membunuhnya.Paula terpikir akan berbagai kemungkinan. Sepertinya, identitas gadis itu tidak biasa.
Sejak saat itu, Tristan percaya bahwa dirinya memang bernasib sial.Paula menyerahkan kartu nama Harry sambil berkata, "Aku percaya pada ilmu pengetahuan, jadi tolong singkirkan prasangka buruk pada dirimu sendiri. Aku rasa bakatmu nggak seharusnya dikubur begitu saja. Ini adalah kerugian bagi masyarakat. Coba pertimbangkan tawaranku, ya?"Untung saja, Paula selalu membawa kartu nama yang diberikan Harry kepadanya. Jika tidak, dia terpaksa memberikan nomor teleponnya kepada Tristan. Paula yakin Tristan akan tergerak karena ketenaran Harry."Apa aku boleh meminjam bukumu ini?" tanya Paula yang tidak ingin melepaskan buku yang dibaca sebelumnya.Tristan tampak dilema. Dia khawatir barang miliknya memiliki aura negatif yang akan membuat nasib Paula menjadi sial."Kalau terjadi sesuatu padaku, aku bakal tanggung jawab sendiri. Nggak ada kaitannya denganmu." Ketika melihat Tristan hanya terdiam, Paula meneruskan, "Aku benar-benar menyukai ceritamu ini. Kalau nggak dibaca sampai habis, aku n
"Aku sudah lapor polisi. Kalian nggak boleh masuk!" Tristan masih menghalangi di depan pintu. Sesaat kemudian, orang-orang itu maju untuk menghajarnya.Paula bisa melihat bibir Tristan berdarah. Pada saat yang sama, seorang pria mendekati lemari dan Tristan segera menarik kaki pria itu sambil berteriak, "Keluar!"Pria itu menunduk melirik Tristan sekilas, lalu melirik lemari pakaian itu. Saat berikutnya, dia ingin mengangkat kakinya untuk menginjak tangan Tristan."Jangan!" Paula segera keluar. Dia tahu dirinya tidak bisa menghindar lagi. Daripada melihat Tristan terluka, dia lebih baik menyerahkan diri. Dia yakin orang-orang ini tidak akan berani menculiknya di siang bolong begini."Aku akan ikut kalian. Jangan sakiti dia," ujar Paula sambil memberi isyarat kepada Tristan agar dia melepaskan tangannya. Mata Tristan pun memerah dan dipenuhi keengganan.Tristan merasa dirinya terlalu tidak berguna. Dulu dia gagal melindungi gadis kecil itu, sekarang dia gagal melindungi Paula yang mirip
Namun, bukannya mereka baru saling kenal? Kenapa sudah sedekat ini, sampai-sampai Paula mengabaikan keberadaannya hanya untuk mengobati luka pria itu? Darwin membatin, 'Huh! Kalau obatnya nggak segera diobati, takutnya sembuh duluan!'"Ya, dia paman temanku," sahut Paula. Tristan pun melirik Darwin. Bagaimanapun, Darwin masih begitu muda.Tristan bisa merasakan tatapan aneh Darwin. Kenapa pria ini menatapnya seperti melihat musuh? Paula juga terlihat aneh. Ketika mengobrol dengan Tristan barusan, wanita ini terkesan lembut. Sekarang, nada bicaranya malah menjadi dingin.Hubungan kedua orang ini pasti tidak biasa. Tristan terus menebak dalam hati. Ketika Paula hendak membantunya mengoleskan obat, Tristan mendapati Paula diam-diam melirik Darwin. Sementara itu, ekspresi Darwin tampak sangat masam, seolah-olah ingin mengajak Tristan berkelahi.'Oh, ternyata aku menjadi bagian dari permainan mereka,' batin Tristan yang menyadari sesuatu."Biar aku saja." Darwin merebut kapas dan alkohol da
Paula tidak menyangka Darwin menyadari hal ini. Ketika mereka tinggal di apartemen bersama, Paula pernah minum teh di sore hari. Alhasil, dia tidak bisa tidur pada malam hari. Paula mondar-mandir di balkon dan kebetulan dilihat oleh Darwin yang baru selesai bekerja.Darwin pun bertanya kenapa Paula masih belum tidur. Setelah Paula menjelaskan alasannya, sepertinya tidak ada yang pernah menyeduh teh lagi. Bahkan, dia tidak melihat daun teh di tempat tinggal mereka.Ekspresi Paula tampak kebingungan. Darwin benar-benar teliti dan perhatian. Sayangnya, dia juga memperlakukan wanita lain seperti ini.'Sadarlah, Paula. Ini bukan bentuk kasih sayang untukmu, melainkan hanya etiket yang dipelajarinya sejak kecil!' batin Paula. Kemudian, dia menunduk dan tidak berbicara lagi. Bagaimanapun, Darwin adalah ayah dari anak di kandungannya. Wajar jika Darwin mencemaskan kesehatan janinnya."Paula, tentang video itu ...." Darwin seperti ingin menjelaskan tentang apa yang dikatakannya pada ayah dan ib
Hati Paula juga bergetar saat melihat tatapan Darwin yang tidak berdaya itu. Dia jelas-jelas tidak melakukan apa pun, tetapi kenapa Darwin malah terlihat seperti ditindas olehnya?"Ayo, cepat diminum. Nanti susunya nggak enak lagi kalau dingin. Wajar kalau suami istri bertengkar. Jangan terlalu dimasukkan ke hati," bujuk wanita paruh baya itu sambil menarik Paula ke hadapan Darwin.Amarah Darwin telah mereda banyak. Terutama saat wanita itu mengatakan bahwa mereka adalah suami istri, dia diam-diam menyunggingkan senyuman."Minumlah. Suamimu sampai menyuruh bawahannya mengawasiku. Dia takut kamu kenapa-napa," ucap wanita itu sambil menyerahkan gelas susu."Aku bukan istrinya," jelas Paula sambil mencebik.Senyuman Darwin sontak membeku. Namun, wanita itu segera mencairkan suasana. Dia menutup mulutnya sambil tersenyum, lalu berkata, "Ya, ya, aku mengerti kok."Wanita itu sudah terbiasa melihat suami istri yang bertengkar. Kemudian, dia menarik tangan Paula dan berkata dengan lirih, "Dik
Sambil mendengar Darwin bertelepon, Paula melihat mobil polisi tiba di depan rumah Tristan. Darwin mengatakan dia akan berbicara dengan polisi. Paula mengira ini adalah sikap Darwin menangani masalah. Tanpa diduga, ternyata penculikan itu berkaitan dengan Darwin.Paula tidak tahu siapa yang menelepon Darwin, tetapi dia mendengar jelas bahwa orang itu ingin menangkapnya. Selain itu, Darwin sengaja menurunkan volume agar Paula tidak bisa mendengarnya. Jika telepon itu tidak berkaitan dengan Paula, Darwin tidak mungkin membelakanginya seperti ini."Ayah, jangan memaksaku," ujar Darwin sambil menahan emosinya. Paula menggertakkan giginya. Ternyata, itu adalah ayah Darwin. Kenapa ayah Darwin ingin menangkapnya? Karena tahu dia hamil?Pasti begitu. Keluarga Sasongko adalah keluarga kaya yang terkemuka, bukan sembarangan orang pantas menjadi menantu mereka, apalagi melahirkan keturunan mereka.Paula tiba-tiba teringat pada suatu berita tentang ayah Darwin. Waktu itu, dia seperti dirumorkan pu
Menurut ayahnya, dia memang mengutus orang untuk mencari Paula. Namun, Paula tidak ada di sana saat orang-orangnya sampai. Dengan kata lain, ada orang lain yang berniat mencelakai Paula. Darwin harus segera menemukan pelakunya."Apa aku boleh menemui Delvin?" tanya Paula tiba-tiba. Dia memercayai Darwin. Dia yakin Darwin benar-benar ingin melindunginya. Namun, Paula tidak bisa terus bergantung pada Darwin. Setelah anaknya lahir, dia harus bisa melindungi anaknya sendiri. Itu sebabnya, Paula tidak ingin menghindar dari masalah apa pun lagi."Delvin?" Darwin mengangkat alisnya. Delvin adalah orang yang menyusun begitu banyak rencana jahat untuk menjatuhkan Darwin. Sekarang semuanya masih diselidiki, jadi Delvin ditahan di penjara untuk menunggu diinterogasi."Ya, aku ingin bertemu dengannya. Aku ingin tahu kenapa dia memilihku waktu itu," jelas Paula. Dia merasa dirinya tidak pernah menonjolkan diri. Lantas, kenapa Delvin memilih dirinya?Menurut penjelasan Darwin yang sebelumnya, Delvin