Pria itu awalnya masih menyembunyikan sesuatu demi keluarganya. Namun setelah dilirik oleh Charlie, dia langsung mengungkapkan semuanya, "Dia juga bilang, kalau kami patuh, dia akan memberikan kami masing-masing satu miliar setelah semuanya selesai. Selain itu, dia bilang ada dua orang bernama Aurel dan Paula. Kami disuruh untuk tidak boleh melukai mereka. Terutama yang namanya Paula, kami harus segera melindunginya agar dia bisa pergi.""Lalu, apa lagi?" Pengawal itu berjalan maju selangkah sehingga membuat pria itu bergidik ketakutan."Selain itu, aku pernah mendengar orang itu bicara dengan bawahannya. Katanya, kalau Pak Darwin mau menanggung kesalahan demi Paula, mereka akan punya cara untuk menetapkan tuduhan itu kepada Pak Darwin. Kalau Pak Darwin nggak mau menanggung kesalahan, mereka akan membunuh Paula agar Pak Darwin semakin bersalah."Charlie dan Wilson saling bertukar pandang sekilas. Semua ucapannya sama seperti pengakuan pelayan lainnya. Saat Wilson datang, Charlie sudah
"Kemungkinan bahan peledak," tebak Paula. Sebab, dia mendengar Richie mengetuk kotak itu empat kali dengan jarinya ketika dia dijatuhkan, lalu bergumam samar-samar, "Peri kecil ...."Suara yang dia ucapkan sangat pelan, kemungkinan orang yang memukulnya tidak bisa mendengarnya dengan jelas. Jadi, Paula juga tidak yakin apakah dia salah dengar atau terlalu banyak berpikir. Namun, "Peri Kecil" adalah game yang pernah dia mainkan sebelumnya. Paula ingat, ada sebuah level di dalam game itu yang sangat sulit. Paula kesulitan melewati level itu dan tersangkut cukup lama. Kebetulan Richie melihatnya dan mengejek kebodohan Paula sambil merebut ponselnya.Namun, Richie malah lebih bodoh darinya karena setiap kali selalu saja mati terkena bahan peledak. Di game itu ada empat lantai dan setiap sudut lantai menyembunyikan satu bom."Kenapa kamu bisa tahu semua ini?" tanya Winelli sambil membelalakkan matanya.Paula melambaikan tangannya, "Antarkan dulu benda ini, nanti kujelaskan padamu."Sulit se
"Jangan buru-buru, di mana alamat yang kalian temukan?" tanya Paula seraya menyuruh Wilson untuk duduk. Wilson tidak mau menuruti perintahnya. Setelah Winelli memberi isyarat pada Wilson, dia baru menarik napas dalam-dalam dan duduk. Setelah itu, dia baru memberi tahu Paula alamatnya dengan enggan.Dalam hatinya berpikir, 'Tuan benar-benar sudah salah menilai orang kali ini. Wanita ini berniat jahat ingin mencelakaimu! Aku benar-benar nggak ingin menuruti perintah Tuan untuk mematuhinya lagi.'"Orang itu nggak ada di sini, di sini cuma ada bahan peledak. Kalian hanya cari mati kalau ke sana," jawab Paula sambil menunjukkan gambar yang dibuatnya Dia juga baru kepikiran saat mendengar percakapan Winelli dan Wilson di telepon tadi. Di dalam game yang dimainkannya itu, musuh memiliki dua kastel. Salah satunya adalah tempat bosnya berada, sedangkan yang lainnya adalah kastel yang dipenuhi dengan bahan peledak. Namun, pemain biasanya akan langsung menyadari kastel yang lebih mencolok dan mat
"Sialan, jangan sentuh aku! Siapa kalian? Apa hak kalian menangkapku?" teriak pria itu sambil meronta-ronta. Wilson melemparkan pandangan tajam dengan tidak sabar, lalu menyuruh bawahannya untuk membungkam mulut pria itu."Nona Paula benar-benar hebat bisa melukis wajah orang ini sampai semirip itu. Kalau bukan karena lukisan Nona Paula, kita pasti sudah tertipu. Dia masih sempat mencari orang yang mirip dengannya untuk dijadikan kambing hitam, pemikirannya teliti sekali." Bawahannya menarik rambut pria itu dan memasukkannya ke mobil.Wilson melihat Richie digendong oleh bawahannya berjalan keluar dari gedung dan menyuruhnya untuk mengenali apakah pria yang mereka tangkap itu adalah pelakunya atau bukan. Dengan mata bengkak, Richie meludahi pria itu dan memakinya, "Bajingan! Akhirnya kamu jatuh ke tanganku juga! Akan kubunuh kamu!""Sudahlah, bawa pergi." Wilson menyuruh bawahannya untuk memasukkan kedua orang itu di mobil yang berbeda karena takut Richie akan membunuh pria itu.Setela
"Ayahnya adalah teman kuliah ibuku dan pernah berusaha mendekati ibuku. Hubungan kedua orang tuaku sangat baik, jadi ibuku menolak ayahnya. Hanya saja, ayahnya masih nggak mau menyerah dan terus mengganggu ibuku. Dia juga bahkan diam-diam bersembunyi di tempat tinggal ibuku dan berniat jahat pada ibuku. Ayahku sangat marah, jadi memukulinya habis-habisan dan mengirimnya ke kantor polisi." Sambil menyesap teh, Darwin memapah Paula untuk duduk di sofa.Paula menatapnya dengan kebingungan. Jarang sekali Darwin berbicara panjang lebar seperti ini. Apalagi masalah ini menyangkut tentang ibunya, Darwin juga sebenarnya tidak perlu menceritakan semuanya."Ternyata begitu," balas Paula mengakhiri pembicaraan ini. Tadinya dia hanya sekadar basa-basi menanyakannya, bukan ingin mencari tahu jawabannya.Namun, sepertinya Darwin tidak berpikir demikian. Dia mengangkat alis dan bertanya, "Nggak tertarik sama urusan keluargaku ya?" Nada bicaranya terdengar agak sedih."Itu masalah privasi ibumu, nggak
Usai bicara, Darwin bahkan melirik Paula sekilas. Paula merasa tak berdaya dan kesal. Sikapnya yang manja ini tidak terlihat seperti presdir yang berwibawa sama sekali."Kalau begitu, apa kamu mau istirahat dulu?" tanya Paula dengan sabar karena mengingat Darwin baru pulang dari kantor polisi. Darwin menepuk-nepuk tempat di sampingnya, mengisyaratkan Paula untuk duduk. Paula bahkan bisa membaca dari matanya bahwa jika dia tidak duduk dengan patuh dan mendengarkan ceritanya sampai selesai, mereka semua tidak akan bisa pergi dari sini."Teruskan ceritamu," timpal Paula sambil menyuguhkan teh untuk mereka berdua.Wajah Darwin tampak samar-samar di antara uap itu, sehingga memberi kesan yang lebih lembut ari biasanya. "Ceritanya sampai mana tadi?" tanyanya sambil menyeruput teh bak seorang pendongeng handal.Paula tidak kuasa menahan tawa melihat sikap Darwin yang tidak biasanya itu. Dia menjawab, "Sampai ayahmu membuat ayahnya dipenjara."Jika hanya masalah pertikaian asmara antara ayah m
Darwin mengangguk, "Memang sudah kejadian lama. Saat itu aku baru berusia sekitar 4 atau 5 tahun. Istri orang itu membawa anak-anaknya berlutut di hadapan ibuku dan memohon ibuku untuk menampung mereka. Kalau nggak, mereka pasti akan mati dipukuli oleh pria itu. Ibuku berhati lunak dan akhirnya menampung mereka. Kami membiayai hidup mereka selama tiga tahun dan bahkan memberi sejumlah besar uang kepada pria itu agar dia nggak datang untuk mencari masalah lagi dengan istri dan anaknya."Mata Paula berkaca-kaca menatap Darwin. "Setelah itu pasti ada sesuatu yang terjadi, 'kan?"Darwin menghindari tatapannya, lalu mengangguk dan melanjutkan, "Saat itu Keluarga Fonda masih di ibu kota dan bertetanggaan dengan Keluarga Sasongko. Ibuku sangat menyukai Cindy dan sering menyuruhnya untuk main ke rumahku. Suatu hari, aku berkelahi dengan anak orang itu demi Cindy. Pembantu di rumah menyadari luka di tubuhku dan langsung mengurung anak itu. Wanita itu awalnya sangat jujur dan lemah lembut, tapi
Jadi, itulah alasannya mereka langsung kepikiran untuk membalas dendam terhadap Darwin begitu memiliki kemampuan?"Ceritanya sudah selesai," timpal Darwin. Melihat Paula tidak bereaksi, dia berdiri dan berkata, "Ini adalah cerita pertamaku kepada anak-anak ya? Bisa dibilang ini pendidikan prenatal?"Paula terkejut hingga tidak tahu harus bagaimana bereaksi. Masa Darwin menyebut cerita ini sebagai pendidikan?"Pendidikan prenatal? Apa yang mau kamu ajarkan pada anak-anak?"Darwin menjawab dengan malu-malu, "Mengajarkan mereka untuk bersyukur karena memiliki orang tua yang mencintai mereka."Paula benar-benar kehabisan kata-kata. Siapa yang bisa mengerti? Anak-anak bahkan belum lahir tapi sudah harus tahu bersyukur. Paula sendiri yang memutuskan untuk melahirkan anak ini, mereka adalah hadiah dari langit untuknya. Seharusnya Paula yang harus merasa bersyukur dengan kehadiran anak-anaknya, bukan sebaliknya.Saat Paula baru saja hendak mengoreksi Darwin mengenai hal ini, dia melihat Darwin