Nadia masuk kedalam kamar, dia sangat terkejut dengan keadaan kamar yang berantakan seperti ada monster yang sudah mengamuk disana. Nadia taj sengaja menedang sepatu saat melangkahkan kakinya. Dia berjongkok untuk meraih sepatu itu."Ini sepatu tuan. Kapan tuan pulang ?" Ucap Nadia. Dia pun melihat tas kerjanya yang tergeletak di dekat lemari pakaian. Dia pun memungutnya dan menyimpannya, di tempat biasa. Saat Nadia sedang membereskan kekacauan itu, Arian keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melingkar di pinggangnya. Nadia langsung memalingkan wajahnya dan melanjutkan kegiatannya."Tuan, kapan anda pulang ?" Tanya Nadia sambil membereskan bantal sofa."Apa pedulimu ?" Tanya Arian dengan ketus sambil menggunakan pakaiannya. Nadia sedikit tersentak dengan sikap suaminya yang tiba-tiba saja kembali acuh dan ketus.Nadia pun tak bersuara lagi, dia hendak menyimpan laptop di atas nakas, melihat laptop di pelukan Nadia, Arian dengan refleks memegang lengan Nadia, membuat langk
Nadia berjalan dengan percaya diri memasuki kampung halamannya, orang-orang terus menatapnya sambil berbisik-bisik, mereka hanya menunjuk-nunjuk dirinya tanpa berani berkata langsung. Saat dia berdiri tegak di depan rumah peninggalan orangtuanya, hatinya sedikit terenyuh mengingat krnabgan-kenangan yang masih dapat diingatnya di rumah ini. Dimana kehidupan masa lalunya sangat indah dan damai layaknya keluarga kecil yang bahagia. Orang-orang sudah berkerumun di salah satu rumah yang terletak tak jauh dari rumah Nadia, masih dengan saling berbisik-bisik dan menunjuk-nunjuk kearahnya. "Bu... Permisi..." Teriak Nadia sambil mengetuk pintu. Tak menunggu lama, bayangan seseorang dari jendela pun terlihat mendekat dan pintu langsung terbuka. Sosok yang di bencinya langsung muncul dengan mata melotot, dia mengarahkan tatapannya memindai Nadia dari ujung kepala hingga ujung kaki."Apa dia... Nadia ?! Apa iya ? Tapi kok dia terlihat berbeda, dia terlihat lebih cantik dan modis. Apa yang terj
"Saya tau anda sengaja mengurung Nadia di dalam, saya tidak akan membiarkannya terus-terusan anda tindas." Ucap Tris dengan gigi rapat saking kesalnya. Leni beringsut mundur, dia memegang lengan Silvi yang kini berdiri di sampingnya. Silvi pun memegangi tangan ibunya untuk membuatnya tenang. Tris melirik kunci yang masih menggelantung di lubangnya. Dia melirik Leni lagi dengan tatapan sengitnya. Tanpa menunggu lama dia langsung memutar kunci, membukakan pintu untuk nyonyanya keluar. "Tris..." Ucap Nadia begitu pintu terbuka. Tatapannya beralih pada Leni serta Silvi yang sudah berada di sana juga. "Ayo nyo... " Tris yang keceplosan pun langsung menggelengkan kepalanya."Ayo Nad, kita keluar. Kamu sudah selesai, kan membawa barangmu ?" "Ya, sudah." Jawab Nadia yang masih kebingungan dengan apa yang terjadi. Tris langsung menarik tangan Nadia menuju luar, sedangkan Nadia pun hanya diam tanpa memprotes. Sepeninggal Nadia serta Tris, Leni menghembuskan nafasnya dengan lega."Ya ampu
Tris mengayunkan kakinya dengan yakin, dia berkali-kali menghembuskan nafas panjang. Tris berjalan melewati tangga, dia mengetuk pintu terlebih dulu sebelum masuk."Masuk !" Satu perintah itu membuat Tris lagi-lagi menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Dia memutar gagang pintu dan kemudian melangkah memasuki ruangan kerja Arian. Di sana tuannya itu sedang duduk menyandar di kursi kebesarannya, menunjukkan posisinya yang mempunyai kekuasaan di sana."Tuan ?" Tris menyapa sambil menganggukkan kepalanya. Arian menggerakkan tangannya, memberi isyarat pada Tris supaya duduk.Tris yang mengerti itu langsung duduk di kursi yang berhadapan dengan Arian. Dalam hati dia terus bertanya-tanya, apakah dia melakukan kesalahan sehingga di panggil secara pribadi seperti ini. Melihat sorot mata Arian pun membuat Tris semakin yakin jika ada sesuatu yang cukup serius yang pastinya melibatkan dirinya."Tris, saya ingin bertanya sesuatu."ucap Arian yang sudah meyimpan kedua tangannya di atas meja
Arian masih memangku kepalanya dengan kdua tangan. Dia mencengkram kepalanya dengan kuat hingga jika ada yang melihatnya pasti beranggapan kalau dia sedang dalam fase frustasi tingkat tinggi.Arian merasa begitu terjebak dalam situasi yang tidak biasa dia mengerti. Bahkan perkataan yang keluar dari mulut Tris tadi pun masih meninggalkan tanda tanya besar dalam benaknya. Mungkin ,dia harus lebih banyak belajar lagi dalam menghadapi masalah seperti ini. "Hahh... Yang aku bisa pahami hanyalah bahwa dia tak mempunyai niatan buruk. Tapi apakah dia memang serius dengan ucapannya ?" Arian mulai mengangkat kepalanya, dia menyandarkannya di punggung kursi dan membuatnya kursinya berputar. "Eh, tunggu-tunggu ! Aku ini sedang apa sih ? Kenapa aku sampai setres begini karena wanita itu ? Kenapa ?" ***Di balkon kamar kakek, Nadia sedang menceritakan apa saja yang tadi dia lakukan bersama Tris di toko. Nadia pun menceritakan dengan antusias tentang rancangan toko barunya yang akan mulai di per
Arian masih mematung di posisinya semula, dia meneguk salivanya dengan susah payah. Sesuatu terasa terdorong di bawah sana, Arian menengok ke arah bawah, dapat di lihat sebuah tonjolan di bawah perutnya. Arian menghela nafasnya dengan lesu, dia pun akhirnya masuk lagi kekamar mandi. Beberapa saat kemudian, Arian sudah keluar dari kamar mandi dengan air yang masih menetes dari rambuttnya. Dia berjalan meraih handuk yang masih terlipat dengan raoi di dalam lemari, kemudian menggosokkannya di rambut. Setelah dirasa cukup kering, Arian pun membalikkan badannya menuju tempat tidur, namun dengan cepat dia memalingkan wajahnya lagi saat melihat posisi Nadia yang masih belum berubah. Perlahan dia memajukkan kakinya ke dekat tempatt tidur dengan wajahnya yang masih menghadap ke samping, dia perlahan menaiki tempat tidur dan meraba-raba di sana, niatnya dia ingin membenarkan selimut supaya menutupi tubuh istrinya supaya tak mengganggu juniornya, tapi Arian malah di buat terkejut dengan sesuatu
Pagi hari tiba, dia menggeluat dan mebgerjapkan matamya yang masih terasa perih. Arian memindai sekeliling, dia tidur di kamar ? Bukannya semalam dia keluar dan mengobrol bersama Tris di taman ? Arian merasakan kepalanya yang sedikit berdenyut, mungkin itu akibat dari tidurnya yang baru beberapa saat. Arian pun berjalan menuju kamar mandi, sengaja dia mandi emnggunakan air dingin, berharap supaya bisa menyegarkan kepala serta matanya. Lumayan, gumam Arian saat dia selesai dengan mandinya. Arian mendekati lemari baju dan memilih pakaian, setelah dia mengambil satu set pakaian, dia melihat ada pakaian yang sudah tergeletak di atas nakas. Arian celingukan mengedarkan pandang ke seluruh titik."Nadia ? Dia sudah tidak ada." Gumamnya. Arian pun menyimpan kembali baju pilihannya dan mengunakan baju yang sudah di siapkan istrinya. Arian berjalan dengan sedikut tergesa, dia melupakan sesuatu di kantor, walaupun tidak darurat, tapi cukup penting. "Pagi, kek." Ucap Arian saat menemukan Ale
"Loh... Tuan... Tuan..." Nadia terus memanggil, tapi Arian terus berjalan menaiki tangga sambil menarik tangan Nadia. Mereka memasuki kamar, Arian langsung menutupnya kembali. "Tuan ? Kok kita ke kamar ? Bukannya tadi anda bilang ingin saya buatkan kue ? Tapi...""Ssttt... Aduh, kamu berisik juga." Ucap Arian sambil menempelkan telunjuknya di bibir Nadia. Nadia yang terkejut langsung mengatupkan bibirnya. "Bisa gak, jangan panggil saya tuan ?" Tanya Arian dengan raut yang masih terlihat tegang."Bis-bisa, tuan. Tapi saya tadi keceplosan. Maaf." Ucap Nadia.Arian sangat kesal, lihatlah sikapnya yang sangat berbeda dengan saat bersama dengan Tris. Nadia tidak sekaku ini jika bersamanya, tapi Nadia bahkan sangat kaku dan seperti seorang bawahan yang menghormati majikan saat berada di dekat Arian, terus menunduk dan membatasi diri dalam berekspresi. Arian kesal karena itu. "Nadia... !" Arian memegang kedua bahu istrinya, Nadia menjadi tegang dengan sikap Arian yang tak seperti biasan