Di dalam bus yang begitu padat, penumpang sampai berdesak-desakan dalam memilih tempat. Di kursi paling kiri terdapat seorang gadis yang sedang tercenung, memisahkan diri dari keributan yang terjadi disana. Nadia, seorang gadis berusia 19 tahun. Dalam fikirannya terus berputar kejadian-kejadian yang baru beberapa jam dia alami di kampung halamannya. Dua hari lalu sang ayah meninggal, meninggalkannya bersama ibu dan saudari tirinya yang tak menyukainya. "Heh.. Anak sebatang kara kaya kamu gak bakalan ada yang mau mungut, udah jelek, gak ada keahlian sama sekali. Gak bisa hasilin duit." bentak sang ibu tiri. "Jangan pernah membantah apapun yang kami suruh, karena gak ada yang bakalan nolongin kamu disini." tambahnya lagi sembari melemparkan pakaian kotor ke wajah gadis malang itu. Sepeninggal ibu tirinya, Nadia mengepalkan tangannya dengan sorot mata yang tajam. Selama ayahnya hidup, mereka ternyata hanya berpura-pura menyayanginya. Mempunyai ibu tiri selama satu tahun, Nadia tak p
"Pak Haris ? Asisten pribadinya tuan Alex ?" tanya pria itu sambil emnatap Nadia dengan kening berkerut. Nadia yang mendengar jawaban pria itupun langsung berubah ekspresi, dia begitu senang ternyata pria ini benar-benar mengenal mendiang ayahnya dan tuan Alex seperti harapannya. "Iya, tuan. Tuan, bisakah anda mengantar saya ke rumah tuan Alex ? Saya sudah mencarinya dari siang, tapi belum ketemu juga." ucap Nadia dengan penuh permohonan. Lama pria itu tak membalas, namun kemudian pria itu pun menganggukkan kepalanya. "Baiklah, mari saya antar." ucap pria itu sambil berjalan mendahului Nadia ke sebuah mobil. Nadia tak menyimpan kecurigaan sama sekali pada pria itu, karena dia bertemu denfannya pun di mesjid yang pastinya pria itu pun pria baik-baik. Di sepanjang jalan, Nadia terus mebatap keluar jendela. Cahaya dari lampu-lampu kendaraan dan lampu jalan begitu berkerlap kerlip di sepanjang jalanan yang begitu ramai. Naina terkagum, tempatnya berada kini sangat jauh berbeda denga
Pagi hari, Nadia di panggil oleh pelayan untuk sarapan bersama.Nadia pun segera mengikuti langkah sang pelayan yang membawanya ke ruang makan yang begitu megah dengan meja yang panjang dan kursi-kursi yang begitu berjajar. Padahal penghuni rumah ini hanyalah sedikit.Atau mungkin di rumah ini para pelayan pun ikut makan bersama ?? Nadia tak mau repot-repot memikirkannya."Selamat pagi, tuan." ucap Nadia sambil menundukkan badannya begitu berada di dekat tuan Alex."Ah, Nadia. Ayo duduk, kita sarapan bersama." ucap sang tuan besar pada Nadia dengan ramah, tak seperti semalam.Nadia tersenyum canggung, dia bingung memilih kursi yang akan di dudukinya dan malah terus berdiri menatap kursi-kursi yang berjejer.Tuan Alex mengernyit menatap Nadia yang tak juga duduk."Kenapa, nak ? Ayo duduklah." ucapnya lagi."Emm... Maaf tuan, kursi yang kosong yang mana yah ? Saya takut menempati kursi milik orang lain." ucap Nadia dengan polosnya. Tuan Alex tersenyum, begitu juga dengan para pelayan y
Tuan Alex yang sedari tadi hanya terbengong menatap kedatangan cucunya itu pun langsung bangkit dan merangkul. "Ariaan... Kau sudah pulang, nak. Kenapa tak bilang kalau mau pulang hari ini ?" tanya tuan Alex dengan bahagia. Cucunya itu pun membalas pelukannya dan mengabaikan gadis di antara mereka. "Maaf, kakek. Arian tak sempat memberi kabar." ucapnya Tuan Alex melerai pelukan, dia terlihat begitu senang dan wajahnya pun tak henti-hentinya menampilkan senyuman. "Kakek sangat senang sekali, jadi sudah jelas ya semuanya ? Kita harus segera bersiap-siap untuk mengadakan pernikahan kalian. Ayo, Nadia, kita ke dalam." ucap tuan Alex yang kemudian merangkul Arian dan Nadia dengan penuh kebahagiaan. 'Apa ? Pernikahan ? Inii... Ini sungguhan ?' Nadia yang sedari tadi hanya terbengong mendengar ucapan tuan Alex pun hanya bisa beetanya-tanya dalam hati tanpa berani berkata. 'Aku sangat tak percaya, tiba-tiba saja aku harus menikah, dengan pria yang... Ah ! Mereka langsung berpesta tan
Hari - hari sudah berganti, seminggu itu waktu yang sangat singkat, semua para tamu sudah memenuhi ruangan di rumah utama. Tuan Alex sengaja menggelar pesta resepsi di rumah, karena supaya lebih berkesan dan terdapat kenangan.Nadia masih terdiam di dalam kamar, dia sudah selesai di rias dengan sedemikian rupa."Nona, nona sangat cantik sekali." puji Fariza dengan sta berbinar.Nadia tersenyum kecut, entah itu memang tulus atau hanya untuk menghibur dirinya, Nadia tak ingin menatap pantulan dirinya di cermin."Ayo nona, kita sudah di tunggu semua orang di bawah." ucap Fariza.Nadia menghirup udara dalam-dalam dan kemudian menghembuskannya."Ayo."ucap Nadia menoleh pada Fariza yang sedang tersenyum lebar."Nona gugup ya ? Itu biasa non, katanya sih. Saya kan belum menikah, hihi." "Emm,, tidak. Ayo." Fariza pun menuntun Nadia keluar dari kamar dan mendekati tangga, Nadia tertegun menatap tamu yang kini sudah memenuhi ruangan. Nadia semakin gugup, dia menelan ludah dengan susah payah
Pagi pun tiba, sang surya telah menunjukkan wujudnya dan merangkak semakin tinggi. Sinar lembut sang surya menembus tirai yang masih tertutup rapat, di ruangan teesebut suasananya masih begitu sepi, menunjukkan para penghuninya masih belum terjaga dari tidur lelapnya.Nadia menggeliat dan mengucek matanya, dia merasakan silau dari cahaya yang menembus tirainya itu. "Ya ampun, udah siang sekali." ucap Nadia dengan terkejut saat melihat suasana di balik tirai jendelanya yang sudah sangat cerah terpapar sinar matahari. Nadia langsung turun dari ranjang dan mengambil handuk, dia dengan terburu-buru masuk ke dalam kamar mandi dan segera membersihkan diri. Setelah selesai, Nadia pun segera mendekati lemari dan memilih pakaiannya, saat Nadia hendak mengenakan pakaian dalamnya, Nadia terkejut saat mendengar suara pergerakan dari belakangnya. Nadia dengan seketika langsung memutar tubuhnya, matanya langsung terbelalak saat mendapati Arian sedang duduk bersandar di atas ranjang sambil mengu
Pagi ini Nadia dan Arian pergi ke suatu tempat. Tentu saja bukan insiatif Arian, melainkan perintah dari sang kakek yang tidak pernah di tentang sama sekali."Kita mau kemana ?" tanya Nadia dengan ketus.Arian yang sedang menyetir mobil pun menoleh sejenak lalu kembali fokus pada jalanan di depannya. "Ke Villa Mukti. Seperti perintah kakek." jawab Arian."Tapi apa itu jauh sekali ? Kenapa kita sampai membawa koper ? Kakek seakan mengusir kita." "Memang sangat jauh." jawab Arian lagi dengan begitu singkat dan padat. Nadia mendengus kesal, dia pun memilih untuk diam dan sibuk dengan fikirannya sendiri. "Apa yang kakek fikirkan ? Sehingga dia mengirimku bulan madu segala. Ah, astaga ! Bagaimana nasibku nanti disana yang hanya berdua dengan pria ini. Semoga saja banyak hiburan yang bisa menghiburku selama disana."Arian melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Lama kelamaan mobil itu melewati jalanan yang semakin asing dan sunyi seanjang perjalanan pun hanya di penuhi dengan pohon-
"Apa anda membutuhkan yang lainnya nyonya ?" tanya seorang pelayan."Tidak, kau boleh meneruskan pekerjaanmu yang tertunda." ucap Nadia. Kini dia sedang duduk di taman samping villa sambil membaca sebuah majalah yang dia temukan tergeletak di atas meja. Pelayan yang tadi pun langsung mengundurkan dirinya setelah selesai menyimpan beberapa cemilan dan minuman untuk nyonyanya.Hari ini hari kedua Nadia beserta Arian menginap di villa, walau keduanya memiliki banyak waktu untuk bersama, tapi malah keduanya tak menggunakan waktu itu dengan baik, keduanya tetap saja menjaga jarak dan sibuk dengan urusan masing-masing."Ekhem." Nadia mengarahkan bola matanya ke sebelah sudut, dia melirik Arian yang sedang berdiri tak jauh dari tempatnya bersantai sekarang. Nadia tak terlalu menggubris kehadirannya, dia memilih fokus pada majalah di tangannya walau dia tak begitu tertarik dengan isinya.Arian melangkahkan kakinya dan duduk di kursi satunya lagi yang hanya terhalang oleh meja."Aku akan kem