"Pak Haris ? Asisten pribadinya tuan Alex ?" tanya pria itu sambil emnatap Nadia dengan kening berkerut.
Nadia yang mendengar jawaban pria itupun langsung berubah ekspresi, dia begitu senang ternyata pria ini benar-benar mengenal mendiang ayahnya dan tuan Alex seperti harapannya."Iya, tuan. Tuan, bisakah anda mengantar saya ke rumah tuan Alex ? Saya sudah mencarinya dari siang, tapi belum ketemu juga." ucap Nadia dengan penuh permohonan.Lama pria itu tak membalas, namun kemudian pria itu pun menganggukkan kepalanya."Baiklah, mari saya antar." ucap pria itu sambil berjalan mendahului Nadia ke sebuah mobil.Nadia tak menyimpan kecurigaan sama sekali pada pria itu, karena dia bertemu denfannya pun di mesjid yang pastinya pria itu pun pria baik-baik.Di sepanjang jalan, Nadia terus mebatap keluar jendela. Cahaya dari lampu-lampu kendaraan dan lampu jalan begitu berkerlap kerlip di sepanjang jalanan yang begitu ramai.Naina terkagum, tempatnya berada kini sangat jauh berbeda dengan tenpatnya dulu.Mobil memasuki sebuah pagar besi yang tinggi. Mobil pun terparkir di halaman yang luas. Nadia turun dengan di bukakan oleh pria yang mengantarnya tadi."Mari, ikuti saya." ucap pria itu berjalan di depan.Nadia tak bisa mengedipkan matanya barang sedetikpun. Rumah, halaman, sangat membuat Nadia tercengang dengan eindahan serta kemegahannya. Dia terus saja terbengong sepanjang jalan, hingga dia pun berhenti saat melihat pria tadi pun berhenti."Fariza, apa tuan besar sudah tidur ?" tanya pria tadi pada seorang wanita berpakaian seperti pelayan."Tuan besar baru saja masuk ke kamarnya, tuan Abhy." jawab gadis itu sambil menunduk. Nadia menilai, dari cara pelayan itu berlaku pada pria yang mengantarnya itu, jelas menunjukkan bahwa pria itu pun bukanlah pria sembarangan di rumah ini."Ayo nona, biar saya antar ke kamar tuan besar." ucap pria tadi."T-tapi, apa tidak akan mengganggu ?" tanya Nadia dengan ragu.Pria itu terdiam, kemudian dia saling melirik dengan pelayan yang di panggilnya Fariza tadi."Ah, begini saja. Tuan Abhy sama nona ini menunggu di sini saja, biar saya yang memanggilkan tuan." ucapnya yang di angguki oleh pria yang mengantar Nadia tadi.Fariza pun berlari kecil menaiki tangga, aku dan pria itu pun duduk di kursi menunggu kedatangan tuan Alex.Nadia masih menatap keadaan sekeliling, benar-benar rumah ini seperti sebuah istana baginya, tak pernah sekalipun Nadia memasuki rumah yang seindah ini sebelumnya.Tuk tuk tukSuara langkah kaki di tengah keheningan suasana membuat Nadia dan Abhy sama-sama langsung menoleh ke sumber suara.Tampaklah sosok pria dewasa dengan garis wajah tegas, rambut yang mulai memutih, tapi berawakannya masih segar bugar tak seperti seorang kakek.Pria itu berjalan menghampiri kedua tamunya, Abhy segera bangkit, di susul oleh Nadia."Selamat malam, tuan. Maafkan saya, sudah mengganggu waktu istirahat tuan." ucap Abhy dengan menundukkan kepalanya.Tuan Alex tak menjawab, dia lalu beralih pada Nadia."Syukurlah kau datang juga." ucapnya membuat Nadia mengangguk kecil.Mereka pun kini duduk bersama, setelah menceritakan pertemuannya dengan Nadia, Abhy langsung berpamitan untuk pulang.Kini, tinggallah Nadia berdua dengan tuan Alex. Nadia sangat canggung, terlebih tuan Alex terus menatapnya dari atas hingga bawah."Bagaimana kabarmu ?" tanyanyaNadia sedikit cemas, pasalnya raut wajah dan juga sikap tuan Alex sangat berbeda dengan saat pertemu di pemakaman. Jika saat itu tuan Alex sangat ramah dan lembut, sekarang begitu tegas dan serius."B-baik tuan." jawab Nadia dengan tergagap"Kamu siap untuk bekerja disini bersama saya ?" tanyanya lagi.Nadia mengangguk"Siap tuan, saya akan berusaha melanjutkan bakti mendiang ayah saya pada tuan. Saya sekarang tidak punya siapa-siapa lagi, sisa hidup saya hanya untuk mengabdi pada keluarga tuan saja." ucap Nadia dengan mantap"Tapi, kamu ini perempuan. Pasti kedepannya kamu akan mendapatkan pasangan hidup yang membawamu kemanapun dia inginkan ?" tanya tuan Alex."Untuk itu... Jelas saya tidak pernah memikirkannya tuan." jawab Nadia lagi.Tuan Alex menatap Nadia, dia merasa ada yang tidak beres dengan gadis ini. Bagaimana mungkin, di umurnya yang masih sangat muda ini, dia malah memilih untuk mengabdikan sisa hidupnya, sisa umurnya hanya untuk mengabdi pada keluarganya. Dia seakan tidak mempunyai mimpi untuk kelanjutan hidupnya sendiri.Sangat persis dengan cucunya, Arian Trisatya. Kedua orangtuanya meninggal 2 tahun yang lalu dalam sebuah kecelakaan pesawat terbang saat akan melakukan pengunjungan pada klien bisnis mereka di Singapura.Arian sejak kecil memang sudah terlihat berbeda dengan anak lainnya. Dia lebih suka menyendiri, suka sesuatu yang berbau serius dan membosankan bagi anak-anak yang lainnya. Dan kini dia pun tumbuh menjadi pria dewasa, umurnya sudah menginjak 35 tahun, tapi Arian hanya menghabiskan setiap saat hidupnya untuk bekerja, untuk melanjutkan usaha sang ayah dalam mengelola perusahaan keluarga mereka. Dia seakan tak mempunyai keinginan dan impian untuk hidupnya sendiri.Seperti robot. Ya, Arian sudah seperti manusia robot saja yang terus bergerak hanya untuk bekerja, bekerja, dan bekerja. Yang ada dalam benaknya hanyalah memenuhi keinginan kakeknya, tanpa pernah memikirkan keinginannya sendiri.Arian bahkan tak pernah dekat dengan seorang wanita. Dia tak pernah ingin jika sang kakek membahas masalah masa depannya. Entah apa yang ada d dalam fikiran pria itu, padahal umurnya sudah terlalu pantas untuk memiliki dua orang putra.Hal itu membuat tuan Alex cemas. Ya, tentu saja setiap orang tua akan merasa cemas jika mendapati keturunannya tak mempunyai sebuah mimpi untuk masa depannya. Padahal Arian sudah memiliki segalanya, dia sudah memiliki apa yang tidak orang lain miliki. Tentu sangat mungkin untuk Arian mendapatkan masa depan yang begitu cerah. Tapi Arian sendiri seakan tak menganggap hal itu penting, dia sama sekali tak tertarik dengan hal macam itu. Bukan dia tak normal, tapi mungkin karena umurnya yang sudah terlalu tua untuk memulai suatu hubungan, membuat Arian tak mempunyai banyak impian indah yang biasa menggoda kaum remaja. Dalam otaknya terlalu penuh dengan urusan kantor, bisnis, dan hal berbau pekerjaan lainnya."Baiklah, sekarang kamu bisa beristirahat. Fariza..." ucap tuan Alex dengan tegas, memanggil pelayan yang sedari tadi berdiri di dekat mereka, bersiap siaga jika suatu saat di butuhkan."Saya tuan.." Fariza menghadap dengan cepat."Tolong antarkan Nadia ke kamarnya. Dan antarkan makan malam untuknya.""Baik tuan." jawabnya patuh.Nadia pun bangkit dari duduknya karena Fariza sudah meraih tasnya."Tuan, saya permisi." ucap Nadia dengan sopan.Tuan Alex hanya mengangguk kecil. Nadia pun langsung berlalu mengikuti langkah Fariza ke suatu ruangan.Sebuah kamar yang ukurannya saja dua kali lipat dari kamarnya di kampung dulu, nuansa putih membuat ruangan itu begitu cerah dan ceria."Ini kamarnya nona." ucap Fariza dengan ramah."Ini.. Kamarku ?" tanya Nadia meyakinkan."Iya non Nadia, saya permisi.. " ucap Fariza sebelum mengundurkan diri dan menutup pintu.Nadia masih terpukau, dia terus berputar mengelilingi ruangan itu. Memang ukuran kasurnya kecil, tapi begitu empuk dan selimutnya pun tebal dan halus."Ya ampun, mimpi apa aku semalam, sampai bisa masuk ke rumah seperti istana ini. Ini mah bikin gak bisa bangun cepet." ucap Nadia sambil mengelus selimbut yang begitu halus.Nadia sampai mengeluskannya pada pipinya, dan saat itu pula ketukan pintu mengagetkannya.Nadia cepat-cepat beringsut turun dari kasur dan membuka pintu. Ternyata Fariza sudah kembali lagi dengan nampan di tangannya."Nona, ini makan malamnya. Saya permisi." ucap Fariza lagi yang langsung mengundurkan diri.Nadia begitu terharu. Jalan kehidupan seseorang memang tidak ada yang tau, dirinya yang di usir dari kampung malah di pungut dengan begitu terhormat oleh orang kaya. Walaupun hanya untuk bekerja.Nadia langsung melahap makananyang di bawakan Fariza, rasa makanannya pun membuat Nadia memelototkan matanya, dia belum pernah merasakan masakan seenak ini sebelumnya."Terima kasih, tuhan. Masih ada orang baik yang dengan senang hati menerimaku." gumam Nadia dalam hatinyaPagi hari, Nadia di panggil oleh pelayan untuk sarapan bersama.Nadia pun segera mengikuti langkah sang pelayan yang membawanya ke ruang makan yang begitu megah dengan meja yang panjang dan kursi-kursi yang begitu berjajar. Padahal penghuni rumah ini hanyalah sedikit.Atau mungkin di rumah ini para pelayan pun ikut makan bersama ?? Nadia tak mau repot-repot memikirkannya."Selamat pagi, tuan." ucap Nadia sambil menundukkan badannya begitu berada di dekat tuan Alex."Ah, Nadia. Ayo duduk, kita sarapan bersama." ucap sang tuan besar pada Nadia dengan ramah, tak seperti semalam.Nadia tersenyum canggung, dia bingung memilih kursi yang akan di dudukinya dan malah terus berdiri menatap kursi-kursi yang berjejer.Tuan Alex mengernyit menatap Nadia yang tak juga duduk."Kenapa, nak ? Ayo duduklah." ucapnya lagi."Emm... Maaf tuan, kursi yang kosong yang mana yah ? Saya takut menempati kursi milik orang lain." ucap Nadia dengan polosnya. Tuan Alex tersenyum, begitu juga dengan para pelayan y
Tuan Alex yang sedari tadi hanya terbengong menatap kedatangan cucunya itu pun langsung bangkit dan merangkul. "Ariaan... Kau sudah pulang, nak. Kenapa tak bilang kalau mau pulang hari ini ?" tanya tuan Alex dengan bahagia. Cucunya itu pun membalas pelukannya dan mengabaikan gadis di antara mereka. "Maaf, kakek. Arian tak sempat memberi kabar." ucapnya Tuan Alex melerai pelukan, dia terlihat begitu senang dan wajahnya pun tak henti-hentinya menampilkan senyuman. "Kakek sangat senang sekali, jadi sudah jelas ya semuanya ? Kita harus segera bersiap-siap untuk mengadakan pernikahan kalian. Ayo, Nadia, kita ke dalam." ucap tuan Alex yang kemudian merangkul Arian dan Nadia dengan penuh kebahagiaan. 'Apa ? Pernikahan ? Inii... Ini sungguhan ?' Nadia yang sedari tadi hanya terbengong mendengar ucapan tuan Alex pun hanya bisa beetanya-tanya dalam hati tanpa berani berkata. 'Aku sangat tak percaya, tiba-tiba saja aku harus menikah, dengan pria yang... Ah ! Mereka langsung berpesta tan
Hari - hari sudah berganti, seminggu itu waktu yang sangat singkat, semua para tamu sudah memenuhi ruangan di rumah utama. Tuan Alex sengaja menggelar pesta resepsi di rumah, karena supaya lebih berkesan dan terdapat kenangan.Nadia masih terdiam di dalam kamar, dia sudah selesai di rias dengan sedemikian rupa."Nona, nona sangat cantik sekali." puji Fariza dengan sta berbinar.Nadia tersenyum kecut, entah itu memang tulus atau hanya untuk menghibur dirinya, Nadia tak ingin menatap pantulan dirinya di cermin."Ayo nona, kita sudah di tunggu semua orang di bawah." ucap Fariza.Nadia menghirup udara dalam-dalam dan kemudian menghembuskannya."Ayo."ucap Nadia menoleh pada Fariza yang sedang tersenyum lebar."Nona gugup ya ? Itu biasa non, katanya sih. Saya kan belum menikah, hihi." "Emm,, tidak. Ayo." Fariza pun menuntun Nadia keluar dari kamar dan mendekati tangga, Nadia tertegun menatap tamu yang kini sudah memenuhi ruangan. Nadia semakin gugup, dia menelan ludah dengan susah payah
Pagi pun tiba, sang surya telah menunjukkan wujudnya dan merangkak semakin tinggi. Sinar lembut sang surya menembus tirai yang masih tertutup rapat, di ruangan teesebut suasananya masih begitu sepi, menunjukkan para penghuninya masih belum terjaga dari tidur lelapnya.Nadia menggeliat dan mengucek matanya, dia merasakan silau dari cahaya yang menembus tirainya itu. "Ya ampun, udah siang sekali." ucap Nadia dengan terkejut saat melihat suasana di balik tirai jendelanya yang sudah sangat cerah terpapar sinar matahari. Nadia langsung turun dari ranjang dan mengambil handuk, dia dengan terburu-buru masuk ke dalam kamar mandi dan segera membersihkan diri. Setelah selesai, Nadia pun segera mendekati lemari dan memilih pakaiannya, saat Nadia hendak mengenakan pakaian dalamnya, Nadia terkejut saat mendengar suara pergerakan dari belakangnya. Nadia dengan seketika langsung memutar tubuhnya, matanya langsung terbelalak saat mendapati Arian sedang duduk bersandar di atas ranjang sambil mengu
Pagi ini Nadia dan Arian pergi ke suatu tempat. Tentu saja bukan insiatif Arian, melainkan perintah dari sang kakek yang tidak pernah di tentang sama sekali."Kita mau kemana ?" tanya Nadia dengan ketus.Arian yang sedang menyetir mobil pun menoleh sejenak lalu kembali fokus pada jalanan di depannya. "Ke Villa Mukti. Seperti perintah kakek." jawab Arian."Tapi apa itu jauh sekali ? Kenapa kita sampai membawa koper ? Kakek seakan mengusir kita." "Memang sangat jauh." jawab Arian lagi dengan begitu singkat dan padat. Nadia mendengus kesal, dia pun memilih untuk diam dan sibuk dengan fikirannya sendiri. "Apa yang kakek fikirkan ? Sehingga dia mengirimku bulan madu segala. Ah, astaga ! Bagaimana nasibku nanti disana yang hanya berdua dengan pria ini. Semoga saja banyak hiburan yang bisa menghiburku selama disana."Arian melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Lama kelamaan mobil itu melewati jalanan yang semakin asing dan sunyi seanjang perjalanan pun hanya di penuhi dengan pohon-
"Apa anda membutuhkan yang lainnya nyonya ?" tanya seorang pelayan."Tidak, kau boleh meneruskan pekerjaanmu yang tertunda." ucap Nadia. Kini dia sedang duduk di taman samping villa sambil membaca sebuah majalah yang dia temukan tergeletak di atas meja. Pelayan yang tadi pun langsung mengundurkan dirinya setelah selesai menyimpan beberapa cemilan dan minuman untuk nyonyanya.Hari ini hari kedua Nadia beserta Arian menginap di villa, walau keduanya memiliki banyak waktu untuk bersama, tapi malah keduanya tak menggunakan waktu itu dengan baik, keduanya tetap saja menjaga jarak dan sibuk dengan urusan masing-masing."Ekhem." Nadia mengarahkan bola matanya ke sebelah sudut, dia melirik Arian yang sedang berdiri tak jauh dari tempatnya bersantai sekarang. Nadia tak terlalu menggubris kehadirannya, dia memilih fokus pada majalah di tangannya walau dia tak begitu tertarik dengan isinya.Arian melangkahkan kakinya dan duduk di kursi satunya lagi yang hanya terhalang oleh meja."Aku akan kem
Tris memasuki mobil kebali dengan raut bersalahnya. Dia menatap Nadia cukup lama sebelum akhirnya duduk menatap lurus kedepan.Nadia yang masih syok hanya terdiam, taapannya mengikuti mkbil truk yang tadi hampir saja bertabrakan dengan mobil yang dia tumpangi."Huuffttt, Triis... Sebenarnya kau ini kenapa ? Kenapa kamu gak konsentrasi ?" Ucap Nadia setelah mobil truk tadi tak terlihat lagi."Maafkan saya, nyonya. Sungguh, saya menyesal sudah lalai." Ucapnya tanpa menoleh Nadia mengusap wajahnya dengan lesu, lalu kemudian dia mempersilahkan Tris untuk melanjutkan perjalanan."Awas ! Kali ini kau harus hati-hati." "Baik nyonya !" Akhirnya perjalanan pun di lanjutkan, Nadia kini tak meiliki keinginan untuk terlelap, dia ikut menatap fokus ke depan.Setelah cukup lama, Tris pun menepikan mobilnya di bawah pohon yang begitu rimbun. Nadia masih memandangi sekeliling dari dalam mobil hingga akhirnya ucapan Tris membuyarkan kefokusan Nadia."Kita sudah sampai nyonya." "Oh, iya. Baiklah."
Nadia tiba di rumah pada sore hari, tepat sebelum pukul 3 sore yang sudah Tris janjikan pada Sena, pelayan yang bertanggung jawab penuh untuk menemani dan melayani sang nyonya.Dengan senyuman yang mengembang, Nadia terus berjalan menuju kedalam vila, dia bahkan sesekali berdendang menyanyikan sebuah lagu. Sena yang melihat perubahan mood yang drastis pada sang nyonya pun tak bisa menahan dirinya untuk bertanya. Alhasil, saat Nadia hendak memutar knop pintu menuju kamar, Sena berusaha memanggil sang nyonya terlebih dulu."Nyonya... " Nadia langsung membalikkan badannya dan menatap Sena dengan sumringah."Ya ? Ada apa mbak ? Oh, mbak dari tadi ngikutin saya ya ? Aduh, maaf ya mbak, saya gak tau. Memangnya ada apa mbak ? Kayanya serius sekali." Tanyanya dengan wajah yang berseri-seri."Ehh, ini nyonya... Emmm, tadi nyonya sama tuan Tris pergi kemana ya ? Sampai-sampai begitu bahagia sepulang dari sana." Cerocosnya dengan lancar di sertai dengan cengiran khasnya.Jiwa kekepoan sang pelay