Share

2. Rumah Utama

"Pak Haris ? Asisten pribadinya tuan Alex ?" tanya pria itu sambil emnatap Nadia dengan kening berkerut.

Nadia yang mendengar jawaban pria itupun langsung berubah ekspresi, dia begitu senang ternyata pria ini benar-benar mengenal mendiang ayahnya dan tuan Alex seperti harapannya.

"Iya, tuan. Tuan, bisakah anda mengantar saya ke rumah tuan Alex ? Saya sudah mencarinya dari siang, tapi belum ketemu juga." ucap Nadia dengan penuh permohonan.

Lama pria itu tak membalas, namun kemudian pria itu pun menganggukkan kepalanya.

"Baiklah, mari saya antar." ucap pria itu sambil berjalan mendahului Nadia ke sebuah mobil.

Nadia tak menyimpan kecurigaan sama sekali pada pria itu, karena dia bertemu denfannya pun di mesjid yang pastinya pria itu pun pria baik-baik.

Di sepanjang jalan, Nadia terus mebatap keluar jendela. Cahaya dari lampu-lampu kendaraan dan lampu jalan begitu berkerlap kerlip di sepanjang jalanan yang begitu ramai.

Naina terkagum, tempatnya berada kini sangat jauh berbeda dengan tenpatnya dulu.

Mobil memasuki sebuah pagar besi yang tinggi. Mobil pun terparkir di halaman yang luas. Nadia turun dengan di bukakan oleh pria yang mengantarnya tadi.

"Mari, ikuti saya." ucap pria itu berjalan di depan.

Nadia tak bisa mengedipkan matanya barang sedetikpun. Rumah, halaman, sangat membuat Nadia tercengang dengan eindahan serta kemegahannya. Dia terus saja terbengong sepanjang jalan, hingga dia pun berhenti saat melihat pria tadi pun berhenti.

"Fariza, apa tuan besar sudah tidur ?" tanya pria tadi pada seorang wanita berpakaian seperti pelayan.

"Tuan besar baru saja masuk ke kamarnya, tuan Abhy." jawab gadis itu sambil menunduk. Nadia menilai, dari cara pelayan itu berlaku pada pria yang mengantarnya itu, jelas menunjukkan bahwa pria itu pun bukanlah pria sembarangan di rumah ini.

"Ayo nona, biar saya antar ke kamar tuan besar." ucap pria tadi.

"T-tapi, apa tidak akan mengganggu ?" tanya Nadia dengan ragu.

Pria itu terdiam, kemudian dia saling melirik dengan pelayan yang di panggilnya Fariza tadi.

"Ah, begini saja. Tuan Abhy sama nona ini menunggu di sini saja, biar saya yang memanggilkan tuan." ucapnya yang di angguki oleh pria yang mengantar Nadia tadi.

Fariza pun berlari kecil menaiki tangga, aku dan pria itu pun duduk di kursi menunggu kedatangan tuan Alex.

Nadia masih menatap keadaan sekeliling, benar-benar rumah ini seperti sebuah istana baginya, tak pernah sekalipun Nadia memasuki rumah yang seindah ini sebelumnya.

Tuk tuk tuk

Suara langkah kaki di tengah keheningan suasana membuat Nadia dan Abhy sama-sama langsung menoleh ke sumber suara.

Tampaklah sosok pria dewasa dengan garis wajah tegas, rambut yang mulai memutih, tapi berawakannya masih segar bugar tak seperti seorang kakek.

Pria itu berjalan menghampiri kedua tamunya, Abhy segera bangkit, di susul oleh Nadia.

"Selamat malam, tuan. Maafkan saya, sudah mengganggu waktu istirahat tuan." ucap Abhy dengan menundukkan kepalanya.

Tuan Alex tak menjawab, dia lalu beralih pada Nadia.

"Syukurlah kau datang juga." ucapnya membuat Nadia mengangguk kecil.

Mereka pun kini duduk bersama, setelah menceritakan pertemuannya dengan Nadia, Abhy langsung berpamitan untuk pulang.

Kini, tinggallah Nadia berdua dengan tuan Alex. Nadia sangat canggung, terlebih tuan Alex terus menatapnya dari atas hingga bawah.

"Bagaimana kabarmu ?" tanyanya

Nadia sedikit cemas, pasalnya raut wajah dan juga sikap tuan Alex sangat berbeda dengan saat pertemu di pemakaman. Jika saat itu tuan Alex sangat ramah dan lembut, sekarang begitu tegas dan serius.

"B-baik tuan." jawab Nadia dengan tergagap

"Kamu siap untuk bekerja disini bersama saya ?" tanyanya lagi.

Nadia mengangguk

"Siap tuan, saya akan berusaha melanjutkan bakti mendiang ayah saya pada tuan. Saya sekarang tidak punya siapa-siapa lagi, sisa hidup saya hanya untuk mengabdi pada keluarga tuan saja." ucap Nadia dengan mantap

"Tapi, kamu ini perempuan. Pasti kedepannya kamu akan mendapatkan pasangan hidup yang membawamu kemanapun dia inginkan ?" tanya tuan Alex.

"Untuk itu... Jelas saya tidak pernah memikirkannya tuan." jawab Nadia lagi.

Tuan Alex menatap Nadia, dia merasa ada yang tidak beres dengan gadis ini. Bagaimana mungkin, di umurnya yang masih sangat muda ini, dia malah memilih untuk mengabdikan sisa hidupnya, sisa umurnya hanya untuk mengabdi pada keluarganya. Dia seakan tidak mempunyai mimpi untuk kelanjutan hidupnya sendiri.

Sangat persis dengan cucunya, Arian Trisatya. Kedua orangtuanya meninggal 2 tahun yang lalu dalam sebuah kecelakaan pesawat terbang saat akan melakukan pengunjungan pada klien bisnis mereka di Singapura.

Arian sejak kecil memang sudah terlihat berbeda dengan anak lainnya. Dia lebih suka menyendiri, suka sesuatu yang berbau serius dan membosankan bagi anak-anak yang lainnya. Dan kini dia pun tumbuh menjadi pria dewasa, umurnya sudah menginjak 35 tahun, tapi Arian hanya menghabiskan setiap saat hidupnya untuk bekerja, untuk melanjutkan usaha sang ayah dalam mengelola perusahaan keluarga mereka. Dia seakan tak mempunyai keinginan dan impian untuk hidupnya sendiri.

Seperti robot. Ya, Arian sudah seperti manusia robot saja yang terus bergerak hanya untuk bekerja, bekerja, dan bekerja. Yang ada dalam benaknya hanyalah memenuhi keinginan kakeknya, tanpa pernah memikirkan keinginannya sendiri.

Arian bahkan tak pernah dekat dengan seorang wanita. Dia tak pernah ingin jika sang kakek membahas masalah masa depannya. Entah apa yang ada d dalam fikiran pria itu, padahal umurnya sudah terlalu pantas untuk memiliki dua orang putra.

Hal itu membuat tuan Alex cemas. Ya, tentu saja setiap orang tua akan merasa cemas jika mendapati keturunannya tak mempunyai sebuah mimpi untuk masa depannya. Padahal Arian sudah memiliki segalanya, dia sudah memiliki apa yang tidak orang lain miliki. Tentu sangat mungkin untuk Arian mendapatkan masa depan yang begitu cerah. Tapi Arian sendiri seakan tak menganggap hal itu penting, dia sama sekali tak tertarik dengan hal macam itu. Bukan dia tak normal, tapi mungkin karena umurnya yang sudah terlalu tua untuk memulai suatu hubungan, membuat Arian tak mempunyai banyak impian indah yang biasa menggoda kaum remaja. Dalam otaknya terlalu penuh dengan urusan kantor, bisnis, dan hal berbau pekerjaan lainnya.

"Baiklah, sekarang kamu bisa beristirahat. Fariza..." ucap tuan Alex dengan tegas, memanggil pelayan yang sedari tadi berdiri di dekat mereka, bersiap siaga jika suatu saat di butuhkan.

"Saya tuan.." Fariza menghadap dengan cepat.

"Tolong antarkan Nadia ke kamarnya. Dan antarkan makan malam untuknya."

"Baik tuan." jawabnya patuh.

Nadia pun bangkit dari duduknya karena Fariza sudah meraih tasnya.

"Tuan, saya permisi." ucap Nadia dengan sopan.

Tuan Alex hanya mengangguk kecil. Nadia pun langsung berlalu mengikuti langkah Fariza ke suatu ruangan.

Sebuah kamar yang ukurannya saja dua kali lipat dari kamarnya di kampung dulu, nuansa putih membuat ruangan itu begitu cerah dan ceria.

"Ini kamarnya nona." ucap Fariza dengan ramah.

"Ini.. Kamarku ?" tanya Nadia meyakinkan.

"Iya non Nadia, saya permisi.. " ucap Fariza sebelum mengundurkan diri dan menutup pintu.

Nadia masih terpukau, dia terus berputar mengelilingi ruangan itu. Memang ukuran kasurnya kecil, tapi begitu empuk dan selimutnya pun tebal dan halus.

"Ya ampun, mimpi apa aku semalam, sampai bisa masuk ke rumah seperti istana ini. Ini mah bikin gak bisa bangun cepet." ucap Nadia sambil mengelus selimbut yang begitu halus.

Nadia sampai mengeluskannya pada pipinya, dan saat itu pula ketukan pintu mengagetkannya.

Nadia cepat-cepat beringsut turun dari kasur dan membuka pintu. Ternyata Fariza sudah kembali lagi dengan nampan di tangannya.

"Nona, ini makan malamnya. Saya permisi." ucap Fariza lagi yang langsung mengundurkan diri.

Nadia begitu terharu. Jalan kehidupan seseorang memang tidak ada yang tau, dirinya yang di usir dari kampung malah di pungut dengan begitu terhormat oleh orang kaya. Walaupun hanya untuk bekerja.

Nadia langsung melahap makananyang di bawakan Fariza, rasa makanannya pun membuat Nadia memelototkan matanya, dia belum pernah merasakan masakan seenak ini sebelumnya.

"Terima kasih, tuhan. Masih ada orang baik yang dengan senang hati menerimaku." gumam Nadia dalam hatinya

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status