Arian masih memangku kepalanya dengan kdua tangan. Dia mencengkram kepalanya dengan kuat hingga jika ada yang melihatnya pasti beranggapan kalau dia sedang dalam fase frustasi tingkat tinggi.Arian merasa begitu terjebak dalam situasi yang tidak biasa dia mengerti. Bahkan perkataan yang keluar dari mulut Tris tadi pun masih meninggalkan tanda tanya besar dalam benaknya. Mungkin ,dia harus lebih banyak belajar lagi dalam menghadapi masalah seperti ini. "Hahh... Yang aku bisa pahami hanyalah bahwa dia tak mempunyai niatan buruk. Tapi apakah dia memang serius dengan ucapannya ?" Arian mulai mengangkat kepalanya, dia menyandarkannya di punggung kursi dan membuatnya kursinya berputar. "Eh, tunggu-tunggu ! Aku ini sedang apa sih ? Kenapa aku sampai setres begini karena wanita itu ? Kenapa ?" ***Di balkon kamar kakek, Nadia sedang menceritakan apa saja yang tadi dia lakukan bersama Tris di toko. Nadia pun menceritakan dengan antusias tentang rancangan toko barunya yang akan mulai di per
Arian masih mematung di posisinya semula, dia meneguk salivanya dengan susah payah. Sesuatu terasa terdorong di bawah sana, Arian menengok ke arah bawah, dapat di lihat sebuah tonjolan di bawah perutnya. Arian menghela nafasnya dengan lesu, dia pun akhirnya masuk lagi kekamar mandi. Beberapa saat kemudian, Arian sudah keluar dari kamar mandi dengan air yang masih menetes dari rambuttnya. Dia berjalan meraih handuk yang masih terlipat dengan raoi di dalam lemari, kemudian menggosokkannya di rambut. Setelah dirasa cukup kering, Arian pun membalikkan badannya menuju tempat tidur, namun dengan cepat dia memalingkan wajahnya lagi saat melihat posisi Nadia yang masih belum berubah. Perlahan dia memajukkan kakinya ke dekat tempatt tidur dengan wajahnya yang masih menghadap ke samping, dia perlahan menaiki tempat tidur dan meraba-raba di sana, niatnya dia ingin membenarkan selimut supaya menutupi tubuh istrinya supaya tak mengganggu juniornya, tapi Arian malah di buat terkejut dengan sesuatu
Pagi hari tiba, dia menggeluat dan mebgerjapkan matamya yang masih terasa perih. Arian memindai sekeliling, dia tidur di kamar ? Bukannya semalam dia keluar dan mengobrol bersama Tris di taman ? Arian merasakan kepalanya yang sedikit berdenyut, mungkin itu akibat dari tidurnya yang baru beberapa saat. Arian pun berjalan menuju kamar mandi, sengaja dia mandi emnggunakan air dingin, berharap supaya bisa menyegarkan kepala serta matanya. Lumayan, gumam Arian saat dia selesai dengan mandinya. Arian mendekati lemari baju dan memilih pakaian, setelah dia mengambil satu set pakaian, dia melihat ada pakaian yang sudah tergeletak di atas nakas. Arian celingukan mengedarkan pandang ke seluruh titik."Nadia ? Dia sudah tidak ada." Gumamnya. Arian pun menyimpan kembali baju pilihannya dan mengunakan baju yang sudah di siapkan istrinya. Arian berjalan dengan sedikut tergesa, dia melupakan sesuatu di kantor, walaupun tidak darurat, tapi cukup penting. "Pagi, kek." Ucap Arian saat menemukan Ale
"Loh... Tuan... Tuan..." Nadia terus memanggil, tapi Arian terus berjalan menaiki tangga sambil menarik tangan Nadia. Mereka memasuki kamar, Arian langsung menutupnya kembali. "Tuan ? Kok kita ke kamar ? Bukannya tadi anda bilang ingin saya buatkan kue ? Tapi...""Ssttt... Aduh, kamu berisik juga." Ucap Arian sambil menempelkan telunjuknya di bibir Nadia. Nadia yang terkejut langsung mengatupkan bibirnya. "Bisa gak, jangan panggil saya tuan ?" Tanya Arian dengan raut yang masih terlihat tegang."Bis-bisa, tuan. Tapi saya tadi keceplosan. Maaf." Ucap Nadia.Arian sangat kesal, lihatlah sikapnya yang sangat berbeda dengan saat bersama dengan Tris. Nadia tidak sekaku ini jika bersamanya, tapi Nadia bahkan sangat kaku dan seperti seorang bawahan yang menghormati majikan saat berada di dekat Arian, terus menunduk dan membatasi diri dalam berekspresi. Arian kesal karena itu. "Nadia... !" Arian memegang kedua bahu istrinya, Nadia menjadi tegang dengan sikap Arian yang tak seperti biasan
"Aduh, tuan. Saya sampai kaget." Ucap Nadia sambil tersenyum canggung. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Arian langsung duduk dan turun dari tempat tidur, dia berjalan mendekati Nadia dengan sorot mata yang menyeramkan."T-tuan... Anda kenapa ??" Tanya Nadia sambil terus melangkah mundur. Aduh, apa lagi yang terjadi pada tuan ? Apa dia kerasukan ? Gerutunya dalam hati.Nadia terus saja mundur dengan perlahan seiring dengan Arian yang terus mendekat, hingga kemudian...BruukkPunggung Nadia menabrak lemari pakaian, dia sangat tegang dan gelagapan, mencari jalan keluar tapi lewat mana. Saat Nadia hendak berjalan kearah samping, Arian dengan cepat menghadangnya dengan tangan kekarnya. Dia menempelkan tangannya di lemari pakaian, hingga membuat Nadia terkurung tak bisa menghindar. Nadia sudah sangat gugup, terlebih saat Arian semakin mendekatkan wajahnya. "T-tuan, apa yang kau lakukan ?" Ucap Nadia dengan lirih. "Apa kamu sudah melupakan apa yang aku ucapkan kemarin ?" Tanya A
Nadia sedang dalam mobil menuju tokonya. Dia masih saja terus-terusan teringat dengan kejadian tadi pagi yang cukup menguji nyalinya. Bahkan sampai saat inipun jantungnya masih saja berdebar-debar. Setiap kejadian tadi terlintas kembali di bayangannya, Nadia langsung menggeleng-gelengkan kepalanya dan kemudian menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Aahhh tidak-tidak ! Aku harus segera melupakannya. Atau aku tidak akan bisa berkonsentrasi nanti. Gumamnya dalam hati. Melihat gerak-gerik Nadia yang terlihat gelisah dan cemas, sang supir yang sedari tadi memperhatikan dari kaca spion pun mulai berbicara,"Nyonya ? Apa anda baik-baik saja ?" "Eh ? I-iya, pak. Saya baik-baik saja. Ya, tidak papa." Nadia tersenyum walau terpaksa. Setelah sang supir tak lagi bersuara, Nadia menghela nafas lega.Setelah cukup lama perjalanan, akhirnya Nadia sudah tiba di tokonya. Disana sudah ada beberapa orang yang menunggunya. Nadia pun segera turun dari mobil dan berlari ke arah orang-orang terse
Arian sedang duduk di kursi sambil memutar-mutar kursinya itu, dia menghadap ke jendela lebar yang menampilkan pemandangan indah di luar sana." Halo, tuan ?" Ucap seseorang dari sebrang sana. "Halo, Tris. Bagaimana kabar ibumu ?""Alhamdulillaah ibu sudah lebih baik, pak. Rencananya besok akan pulang kerumah. Emm... Pak, makasih untuk bantuan yang bapak berikan. Berkata bantuan itu, ibu saya bisa melewati masa kritisnya, dan sekarang sudah sehat. Saya sangat bersyukur." Ucapnya dengan tulus. "Yah, itu hanyalah bantuan kecil. Saya juga harus berterima kasih padamu."Tris terdiam sejenak disebrang sana."Berterima kasih untuk apa tuan ? Saya tidak melakukan apapun untuk anda.""Terima kasih untuk apa yang kamu sarankan dan beritahukan padaku."Seketika bayangan beberapa hari pun kembali terbersit di ingatannya. "Tris, aku tidak bisa melakukannya. Aku... Aku bahkan selalu merasa gugup jika berada dekat dengannya."Tris tersenyum dan kemudian mengeluarkan sebuah saran. Tidak apa membe
Alex masih memandang Arian dengan kening berkerut. "Arian ? Kamu sudah pulang ? Tanyanya dengan santai.""Sudah kek. Ini Arian sudah disini." Jawabnya sambil mengendikkan bahu. Matanya melirik Nadia yang masih menunduk tak bergerak."Emmm, kek, Nadia ke dalam dulu ya ? Mas, mau minum apa ?" Ucap Nadia begitu berdiri. Arian sedikit tertegun, dia mengira kalau Nadia itu sedang marah padanya. Tapi, ternyata dia melakukan hukumannya juga. Tapi tetap saja Arian merasa kalau istrinya itu menyembunyikan sesuatu darinya. Aku tidak akan tinggal diam, dan aku tidak mau sampai kamu diam-diam berencana untuk menghindariku. Gumamnya dalam hati."Mas ?""Eh, iya. Emmm, teh hangat saja, tapi saya mau mandi dulu." "Baiklah, Nadia siapkan tehnya, mas mandi, ya ?" Arian menganggukkan kepalanya dengan masih terpaku. Nadia sungguh menawan dengan sikapnya yang sangat menghormati suaminya seperti ini. Arian semakin menyukainya, rasa yang baru saja muncul dalam hatinya kian tumbuh dan membesar. Dengan