“Pastikan dulu apa yang lo perbuat.”Perkataan Yabes terus mengendap di pikiran Yanuar. Sejak semalam, ia tak bisa tidur nyenyak seperti biasa. Sampai berakibat di keesokkan pagi yang cukup berdampak buruk pada tubuhnya.Ia menggeliat di atas ranjang sembari menatap langit-langit kamar yang dicat putih tulang. Cahaya matahari memasuki celah-celah ventilasi kamar yang membuat keadaannya cukup terang, meski lampu dipadamkan.Kini Yanuar merasa sudut kedua matanya basah akibat lelehan air mata yang tak terbendung lagi. Perasaannya sesak saat banyak pikiran buruknya memenuhi kepala setelah sekian lama tak datang.“Ta, aku nggak bermaksud mengkhianati kamu.” Lirihan itu jelas terdengar bersama serak dan paraunya Yanuar sekarang. “Awalnya aku mau mengalihkan pikiran, biar sedihnya hilang, tapi … tapi setelah semuanya kembali normal, aku justru menyesal. Aku merasa udah jahat ke kamu, Ta,” isaknya yang diikuti napas tersengal. “Aku harus gimana ya, Ta … kamu mau aku gimana?”Yanuar menarik s
Tatapan Yanuar tak lepas dari pintu kamar Chiara yang belum lama ini dimasuki dokter pribadi keluarganya. Sesuai perintahnya tadi, Leona benar-benar menurut.Napasnya terhela panjang begitu mendapati pria berbaju putih keluar bersama Leona. Sesaat adiknya itu menangkap keberadaannya yang sedang asyik mengamati. Yanuar buru-buru memalingkan wajah sebelum masuk ke kamar demi menghindari serangan Leona.“Kak!”Benar saja dugaannya. Wanita muda itu datang dan langsung membuka pintu tanpa mengetuk permisi lebih dulu. Yanuar mengabaikannya sembari menutup wajah dengan siku yang menopang kedua lutut.“Jujur deh sama gue, lo balik ngerokok lagi?” cecar Leona dengan pertanyaan kedua. “Dokter Irawan bilang kalau Chiara ada asma dan penyebabnya karena asap rokok. Chiara juga udah mengiyakan, dia sesak karena rokok lo!”Itu bukan tudingan tanpa dasar yang ditujukan padanya, melainkan memang kebenaran. Yanuar tak berkilah, tak ingin membuat dalih sebab memang itu yang terjadi. Ia nyaris membuat Ch
Sejauh ini, Yanuar tak pernah ingat satu hal saat mabuk. Terkadang teman dan Avita yang memberitahunya di esok hari tentang apa yang dilakukannya semalam. Dan semenjak Avita pergi, tidak ada yang memberitahunya lagi.Sewaktu Chiara dengan gamblangnya mengungkap satu fakta itu, Yanuar ingin menggalinya lebih banyak. Selain menangis, hal apa saja yang pernah ia lakukan di hadapan Chiara. Termasuk mencari tahu penyebab, mengapa dengan Chiara, ia bisa kelaki-lakiannya ini bangkit setelah sekian lama lemas tak berdaya.Dan sekarang, Yanuar masih menunggu kemunculan Chiara dari kelasnya. Ia sengaja mengenakan masker dan topi karena beberapa mahasiswa yang sekelas bersama Chiara adalah anak magang di kantornya. Jika ketahuan, bisa beredar gosip aneh-aneh dan Papi jelas tak menyukai itu.“Hai,” sapa Yanuar seraya melambaikan tangan canggung ketika mendapati si gadis keluar ruangan.“Lho, Bapak masih di sini?” Chiara mendekat, tampak terkejut. Wajah pucatnya masih tampak jelas, sekalipun gadis
Sepanjang hidupnya selama 23 tahun ini, Chiara belum pernah menjumpai perkataan dari seorang pria yang menyangkut perasaan. Apalagi menyebabkan jantungnya berdebar tak karuan. Ia berdeham pelan beberapa kali demi mengubah wajahnya yang mungkin terlihat tegang.“Saya nggak mau jadi ani-ani.” Chiara menandaskan begitu saja tanpa berpikir lebih dulu.“Hah?” Kening Yanuar mengernyit dalam. “Kok malah ngomongin ani-ani?”Sungguh Yanuar tak mengerti arah pembicaraan ini berkelok pada pengakuan Chiara yang menolak menjadi simpanan untuk ke sekian kali. Memangnya sejak kapan ia ingin menjadikan gadis itu sebagai wanita simpanan? Terpikirkan pun tak pernah.Chiara menyandarkan punggung ke badan kursi sambil bersidekap. “Dari ucapan Bapak aja bisa ditarik kesimpulan kalau Bapak akan beriu penawaran setelah ini, ‘kan?”Napas Yanuar terhela berat. Pandangannya teralih ke arah belakang Chiara yang menampakkan pelanggan tengah menikmati makanan. “Jangan berpikiran macam-macam, saya nggak mungkin be
Suatu hal yang mustahil jika Chiara mengabaikan kata-kata Joko tadi. Meski kelihatannya ia cuek dan bertingkah seperti biasa, tapi siapa sangka dalam lubuk hatinya justru banyak yang dipendam. Termasuk perasaan tak terimanya itu.Ketika Yanuar memintanya menyantap makanan di piring, Chiara mengangguk pelan. Lidahnya hambar, nafsu makannya hilang. Ia tak percaya jika istilah wanita murahan menjadi nama tengahnya kini. Hanya karena ia menjabat sebagai asisten rumah tangga seorang duda kaya raya.Memang apa salahnya jika bekerja seperti ini? Mengapa ia mendapat kesan buruk dan serba negatif lebih dari pelakor di luaran sana, sih? Pertanyaan-pertanyaan itu terus bercokol di kepala. Hingga tangannya tersentak saat Yanuar tak sengaja menyenggolnya.“Bukannya tadi kamu bilang kalau orang macam dia sebaiknya dibiarkan?” ujar Yanuar setelah menelan kunyahan di mulutnya. “Terus kenapa sekarang kamu sendiri yang banyak pikiran? Selama apa yang dia bilang melenceng jauh, jangan dihiraukan. Buang-
Setelah menyerahkan makanan dari Yanuar pada Leona, Chiara mengayunkan langkah menuju ruang tamu. Ia baru sadar tak sengaja menjatuhkan selembar kertas yang berisi materi presentasinya tadi.Kaki yang hendak menginjak ubin di teras terpaksa terhenti ketika suara lantang Yanuar terdengar. Tatapan Chiara pun bergerak ke sumber suara, tampak tuannya tengah beradu mulut dengan seorang wanita berkelas di sana.“Sebaiknya jangan didengar,” bisik Leona yang mendadak sudah berdiri di sisinya sekarang. “Ayo masuk, kita makan camilan di dalam.”Wanita muda itu menyeret Chiara yang masih bertanya-tanya dengan kejadian tadi. Yanuar terlihat frustasi dan lelah menghadapi mertuanya itu. Mungkin Yanuar dimarahi karena kedapatan menggandeng asisten sepertinya di muka umum.“Ibu-ibu itu … mertuanya Pak Yanu ya, Mbak Le?” tanya Chiara akhirnya.Leona menoleh, bibirnya menyunggingkan senyum samar bersamaan dengan anggukan kepala. “Biarkan aja Kak Yanu menyelesaikan semuanya sendiri, kalau—“Perkataan Le
Chiara tak perlu meminta izin masuk ke kamar Yanuar karena pria itu tak lagi berada di dalam. Dengan gesit dan kepiawaiannya, Chiara menyiapkan air hangat di bathup untuk berendam sang tuan. Beberapa kali jemarinya masuk ke dalam untuk memastikan suhunya pas.Sebelum bangkit dari posisi jongkoknya, jemari Chiara mengerat di pinggiran bak porselen itu. Potongan memorinya menjelajah ke momen di mana Leona sangat bersyukuru atas kemajuan Yanuar yang tak lagi membatasi diri.Namun, mengapa orang yang pertama kali diperlakukan Yanuar adalah dirinya? Mengapa bukan wanita cantik dan berkelas seperti Lily yang jelas akan dijodohkan dengan tuannya?“Mau mandi bareng?”Suara berat itu menghujam sesi melamun Chiara di kamar mandi. Ia menoleh ke sumber suara dan menangkap Yanuar sudah berdiri di hadapannya. Tampilannya masih sama seperti tadi, hanya saja pasang mata itu memerah. Menyiratkan kesedihan yang mendalam karena pemiliknya menangis lagi untuk ke sekian kali.Chiara mencoba memahami. Seba
Chiara kontan mengerutkan alis beberangan dengan bibirnya yang mengerucut. Menandakan gadis itu jengkel sudah digoda atasannya yang asal-asalan. Sebelum melanjutkan menaiki anak tangga, ia mendorong dada Yanuar dan melewatinya kesal.Bersama perasaannya yang tak habis pikir itu, kakinya dihentak-hentakkan seperti balita tantrum. Yanuar terkekeh geli melihatnya. Ia semakin ingin menjahili gadis itu lagi dan lagi.Namun, waktunya belum sesuai. Yanuar menyusul dan melangkah cepat untuk mengarahkan si gadis ke suatu ruangan yang kerap ia kunci ketika pergi. Saat itu keadaannya tak terkunci sama sekali, Yanuar membukakan pintu dan mempersilakan Chiara masuk.Gadis berusia 23 tahun itu mematung saat mendapati banyak potret foto tertempel di beberapa bagian dinding. Pernak-pernik bayi dan pakaian wanita ada di lemari kaca. Rasanya Chiara seperti menghadiri undangan ke museum masa lalu Yanuar Atmajaya.Tanpa debu yang terkesan seperti harta karun, ruangan itu seakan sengaja dibersihkan sebelu