Share

Eps 2. Aman?

Mobil warna hitam yang Lingga kendarai berhenti tepat di depan rumah besar tempat tinggal Adis. Lingga menoleh tanpa mematikan mesin mobil.

“Aku langsung ke kantor ya,” katanya.

Ada rasa ingin protes. Jam longgar Lingga enggak banyak dan seringnya mereka berdua bisa jalan jika menemani Adis cek up seperti tadi itu. Setelahnya, Lingga akan kembali sibuk di kantor. Bukankah wajar seorang kekasih menginginkan banyak waktu berduaan?

“Uumm, enggak mampir? Mama ada di rumah.” Adis menawari dan sangat berharap Lingga bisa duduk sebentar di rumahnya.

Lingga mengangkat tangan kiri, menatap jam yang melingkar di sana. “Jam sepuluh aku ada janji temu sama pak Ragil. Aku harus nyiapin berkas dan file yang mau kupresentasikan ke beliau. Aku mampirnya kapan-kapan aja, oke?”

Kedua bahu Adis melemah, jelas terlihat kalau dia kecewa.

Lingga tersenyum manis, menarik tengkuk Adis dan mendaratkan kecupan di kening Adis cukup lama. “Jangan cemberut gitu. Cantiknya luntur.” Gombalnya sembari mencubit manja pipi Adis.

Adis memukul dada Lingga pelan dengan senyum malu-malu. “Jangan terlalu memforsir tenaga, Ling. Kamu masih manusia, masih butuh waktu santai juga. Butuh jalan-jalan untuk refresh otak.”

“Cckk, dari dulu kamu emang yang paling perhatian. Makin sayang aku,” kata Lingga, ngegombal lagi.

Adis jadi tertawa kecil. Tentu senang mendengar kalimat Lingga tadi.

“Ya udah, aku balik ke kantor ya.” Kembali Lingga mengulangi pamitnya.

Adis menganggukkan kepala. Mulai melepaskan sabuk pengaman dan membenarkan tali tasnya. “Hati-hati ya, Ling.”

**

Ting tung! Ting tung!

Suara bel rumah membuat Nada meninggalkan pekerjaan. Gegas dia melangkah lebar menuju pintu depan. Nada tersenyum tipis saat melihat Lauren, adiknya Lingga.

“Mau saya bantu bawa, non?” Nada menawarkan bantuan saat melihat tangan Lauren yang menenteng tas.

“Iya lah, bawain!” Lauren menyerahkan tas itu ke Nada. Tatapan Lauren mengelilingi rumah. “Sepi bener, Nad?”

“Tuan sama nyonya belum pulang, non.” Nada mengikuti langkah Lauren menuju ruang tengah. “Ini baju kotor, non? Kalau iya, biar saya taruh di belakang saja.”

Lauren mengangguk disela menuang air putih ke gelas. “Iya, itu baju kotor.”

“Non Lauren mau dibuatkan sesuatu? Minuman hangat, atau makanan … uumm, mie kuah?” Nada menawarkan lagi.

Lauren menerawang, membayangkan makanan atau apa pun. “Boleh deh, mie kuah yang soto. Tapi entaran. Gue mau mandi dulu.”

“Oh, iya, non. Saya selesaikan jemur baju dulu berarti.”

“Hhmm.” Singkat Lauren membalas. Dia tersenyum melihat Nada yang melangkah ke belakang, ke tempat cucian.

Ini yang membuat Lauren suka sama Nada. Nada itu cekatan, ramah dan kerjanya bagus. Nada juga banyak inisiatif. Kerjanya nggak Cuma monoton yang keliatan aja, bahkan kadang-kadang Lauren nyuruh Nada bantu ngerjain tugas kuliah juga.

Waktu semakin larut dan di luar sudah gelap, berganti sama terangnya lampu jalanan. Nada baru saja mengantarkan kopi untuk pak Saidi yang kerja serabutan di rumah ini.

Tin!

Suara klakson dari luar gerbang membuat pak Saidi yang baru akan mencomot gorengan singkong itu gagal. Dengan tergesa pak Saidi membukakan pintu gerbang.

Nada menggenggam erat nampan yang ada di tangan saat melihat mobil hitam milik Lingga itu melaju masuk. Cuma lihat mobilnya karna kaca mobil itu gelap dan ditutup rapat, tapi reaksi di dalam hatinya sana sungguh luar biasa. Emosinya terasa membuncah, terasa ingin membunuh lelaki yang sudah melecehkannya itu. Cckk, tapi kenyataannya Nada nggak bisa melakukannya.

Nada kembali masuk ke dalam rumah melewati pintu samping, pintu dapur. Walau Lingga sudah kembali ke rumah, Nada tak begitu takut karna setidaknya di rumah masih ada Lauren. Jadi malam ini dia tidak hanya jaga rumah berdua dengan Lingga.

“Kak, mana titipan gue?”

Melihat Lingga yang muncul di ruang tengah, Lauren langsung menodong dengan tangan yang menengadah. Kedua mata Lauren berbinar melihat tangan Lingga yang menenteng plastik bening berisi kardus box pesanannya.

“Yuuhuu!” teriak Lauren, sumringah. Bergegas dia mengambil martabak telur dari tangan Lingga dan membawanya ke meja makan. “Nad, Nada! Ambil piring!”

Kaki Lingga hampir melangkah menaiki undakan tangga, tapi mendengar nama yang diteriakkan Lauren, Lingga mengurungkan niatnya. Dia diam di ambang tangga, sengaja menunggu.

Tak lama, Nada muncul dari arah dapur. Penampilannya biasa, tidak pernah dandan dan selalu apa adanya. Pakai rok selutut dan kaos lengan pendek yang nggak ketat. Rambutnya yang asli lurus itu selalu diikat rapi di belakang. Tapi entah kenapa, ada hal yang membuat Lingga merasa bersemangat setiap kali melihat Nada.

‘Shit!’ umpat Lingga saat merasa di dalam tubuhnya sana mulai tak baik-baik saja.

“Ini disimpan buat besok, non?” tanya Nada saat Lauren meletakkan tiga potong martabak telur di piring.

“Cckk, buat lo,” kata Lauren sebelum menggigit martabak di tangannya.

Nada tersenyum manis. “Makasih, non.”

“Eh, mau kemana? Makan di sini aja.” Lauren menunjuk kursi di sebelahnya.

Nada menggeleng dengan bibir yang masih tersenyum. “Saya makan di belakang saja, non.”

Lauren kembali berdecak. “Hiliih ….”

Pukul 10.00pm

Nada sudah menidurkan diri di atas ranjang. Pintu kamarnya juga sudah ditutup rapat dan tentu dikunci dari dalam. Rasanya masih takut karna terbayang dengan Lingga yang semalam masuk ke kamarnya secara diam-diam.

‘Nggak. Dia nggak akan ke sini. Ada non Lauren di rumah. Kalau dia sampai berani macam-macam, dia nggak akan punya muka,’ gumamnya dalam hati.

‘Sekarang waktunya tidur.’

Nada tersenyum setelah membuang nafas berat dari dalam dada sana. Melantunkan doa sebelum tidur lalu mulai memejamkan mata karna memang sudah sangat ngantuk.

Pagi menyapa. Nada bangun dengan tangan yang sibuk memeriksa seluruh bagian tubuh. Setelahnya dia menghela nafas penuh kelegaan karna pakaiannya masih menempel dengan baik.

“Syukurlah,” ucapnya penuh lega.

Nada beranjak dari ranjang, merapikan tempat tidurnya lebih dulu lalu keluar untuk mandi sebelum melakukan aktifitas. Baru membuka pintu dan kedua matanya terbelalak karna melihat Lingga yang berdiri di depan pintu kamarnya.

Cepat Lingga mendorong pintu kamar yang akan kembali ditutup. Kekuatannya yang tak sebanding dengan Nada bisa dengan mudah melangkah masuk ke kamar Nada dan langsung mengunci pintu itu dari dalam.

“Tolo—eegh!” bibir yang akan berteriak itu dibekap cukup kuat.

Tubuh kecil Nada didekap dari belakang dengan sangat mudah. “Cuma minta sekali, Nad,” bisik Lingga, tepat di telinga Nada.

Nada menggeleng dengan isakan yang tak terdengar. Tangannya berusaha menyingkirkan tangan kekar Lingga yang sudah menggerayahinya.

“Jangan … tolong, Den … jangan lakukan lagi,” mohonnya, memelas.

Lingga menggelengkan kepala, mengecup pipi cubby Nada dari belakang. “Kamu wangi banget. Aku suka,” bisiknya lagi sebelum mengecup sisi leher Nada.

Nada tetap menggeleng, kakinya menghentak. Menginjak kaki Lingga cukup kuat. Lalu tangannya menyiku sisi perut Lingga. Nada berlari ke arah jendela kamar begitu terlepas dari dekapan Lingga.

“Bangsad!” umpat Lingga, murka. Dia tentu tak tinggal diam, melangkah lebar mengejar Nada yang akan kabur lewat jendela.

Komen (11)
goodnovel comment avatar
yunita zaidan
kesan pertama sebel banget sama orang kaya lingga. ga tau deh kedepannya. mak yuw kan klo buat cerita, penjahat aja bisa jadi idola pada akhirnya
goodnovel comment avatar
raya yuliana
ini lingga titisan apa sihh.. herman aku
goodnovel comment avatar
Pica-Mica
kesan pertama Lauren kek cewek sombong angkuh dan gak sopan, eh ternyata dugaanQ salah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status