Nada mengulum bibir, berusaha menahan desahan yang sebenarnya susah ditahan. Satu tangan yang tadi mencengkeram seprai itu berpindah, membekap mulut dan mendesah dalam persembunyian. Nafasnya memburu ketika Lingga berhenti bergerak, menjatuhkan tubuh berkeringat itu dan menindih tubuh kecil Nada.“Eeghh,” desah Nada tertahan ketika dadanya disesap terlalu kencang.Kembali lagi, Lingga meraih kedua tangan Nada, menggenggamnya dan bergerak maju mundur lebih cepat dari yang tadi.“Aahh….” Desahan panjang itu keluar dari bibir Lingga dan Nada ketika mereka berdua telah mencapai pada puncak permainan.Pelan-pelan Lingga menarik diri, menatap cairannya yang meluber karna terlalu penuh di dalam rahim Nada. Lingga mengambil celananya yang tergeletak di lantai. Dengan masih betelanjang ia mengusap layar hp yang menyala.“Hallo,” sapanya sembari menempelkan hp itu ke telinga.“Kamu di mana, Ling?” tanya Adis di seberang sana.Lingga mengasak-acak rambutnya yang basah karna keringat. “Aku di cof
Nada menyampirkan tas ransel ke bahu. Menatap kamar yang selama sebeberapa bulan telah menjadi tempat istirahatnya. Rasanya sudah amat nyaman di dalam kamar ini. walau memang kamar pembantu, tapi… setidaknya kamarnya tidak buruk.Tangan Nada mengusap kasur di atas ranjang kecil. Ia mendengus mengingat beberapa kejadian yang membuatnya harus terusir secara paksa dari rumah ini. Nada meremas seprai berwarna cokelat yang ia pegang. Wajah tampan Lingga dan kalimat manisnya terlintas di kepala. Terakhir Lingga telah berjanji untuk bertanggung jawab, untuk menceraikan Adis kemudian menikahinya. Tapi apa? Lingga malah pergi tanpa pamit. Pergi begitu saja….Dirasa terlalu lama merenungi semua itu, Nada melangkah keluar dari kamar. Satu tangannya menenteng tas berisi beberapa baju dan barangnya. Genggaman di tas mengerat ketika kedua mata melihat bu Marlin yang sedang duduk di ruang tengah, sedang ngobrol sama bu Ajeng dan Lauren.“Nad,” seru Lauren. Lalu dua wanita yang bersama dengannya itu
“Telpon mama nggak diangkat juga?” tanya Adis ketika melihat mama Ajeng menarik hp dari telinga.Mama Ajeng menatap lekat wajah menantunya yang dipenuhi emosi dan amarah. “Sebenarnya kamu dan Lingga ada masalah apa, Dis. Ayok duduk, ceritakan ke mama,” ajak mama Ajeng, menyentuh lengan Adis untuk mengajak duduk di sofa ruang tengah.Adis memejam dalam, memutar bola mata dan menarik nafas dengan posisi kedua tangan menekuk di pinggang. Benar-benar dia tak lagi bisa berpura lemah lembut selayaknya orang sakit-sakitan. Emosi dan amarahnya tak bisa dipendam lagi. Terlebih Lingga sudah mengatakan ‘cerai’ padanya. Katanya kata cerai dari bibir suami itu sama halnya talak satu, kan?Ah, tapi Adis tak peduli dengan talak seperti itu. Baginya, selama belum ada surat cerai, Lingga tetap sah miliknya sendiri.“Bu Sari, tolong ambilkan air putih!” suruh mama Ajeng, berteriak ke arah dapur.Tak lama bu Sari pengganti Nada, tergopoh-gopoh membawa segelas air putih dan meletakkannya di atas meja. “S
Nada mendorong Alfa sampai pelukan cowok yang seumuran dengannya itu terlepas. Wajah Nada terlihat kurang nyaman. “Nad, maaf. Aku… aku….” Alfa mengacak rambut bagian belakang. Terlihat salah tingkah dan malu. Saking kangennya sama Nada, Alfa sampai lupa kalau mereka ada di pinggir jalan. Faiz, adik Nada yang duduk di bangku SMA tertawa melihat tingkah Alfa. “Hadeww! Alay!” ledeknya. Lingga melangkah mendekat dan mengulurkan sebotol air putih ke Nada. Tatapannya terarah pada dua remaja yang jarak umurnya tak terlalu jauh. “Adiknya Nada?” tanya Lingga ke Alfa, karna yang tepat ada di hadapannya adalah Alfa. Sementara Faiz ada di tepi trotoar, nangkring di atas motor. Alfa melirik Nada dan keduanya beradu tatap. “Dia… dia dulu teman sekolah saya, Mas. Dan saya sama dia satu kampung beda Rt.” Nada yang menjawab. “Mas Lingga bonceng Alfa ya. Aku sama Faiz.” “Nad—” panggil Alfa, tapi Nada seperti menghindar. Gadis itu sudah melangkah menghampiri Faiz dan menepuk bahu Faiz, meminta untu
“Bagaimana para saksi? Sah?” tanya pak ustad yang menikahkan Nada dan Lingga.“Sah!!” semua serempak menyahuti.“Alhamdulilahirobil’alamin….”Lalu doa dipanjatkan, orang-orang satu Rt telah menjadi saksi pernikahan Lingga dan Nada secara siri. Malam ini juga, dengan KTP Lingga yang statusnya ‘belum kawin’, pak Rt dan para bapak-bapak setempat percaya. Pernikahan yang tanpa rencana dan pernikahan dadakan telah terjadi. Bukan apa, semua mereka lakukan karna Nada sudah berbadan dua.“Mas,” panggil Nada yang duduk di tepi kasur, di dalam kamar Nada sendiri.Ini mereka status sudah suami istri, makanya bu Salma dan Faiz juga mengijinkan Nada sekamar sama Lingga. Nada menatap tak tega pada wajah Lingga yang membengkak. satu matanya sampai tak bisa terbuka karna bekas pukulan Faiz tadi.Dengan satu mata Lingga menatap Nada. Tangannya memegang tangan Nada, lalu menggenggamnya. “Maafkan aku, Nad….”Nada menunduk, menyembunyikan kedua mata yang ingin menangis. Setiap orang pasti memiliki pernik
“Mas, sarapan,” ajak Nada setelah masuk ke kamar yang dipakai Lingga.Lingga menaruh hpnya di atas meja, pelan ia menurunkan kedua kaki dan duduk menatap Nada yang berdiri di ambang pintu. “Nad,” panggilnya. “Aku harus kembali ke Jakarta nanti sore, karna ada pekerjaan yang nggak bisa aku tunda. Kamu ikut ya,” pintanya.Kedua mata Nada mengerjab, terlihat bingung. Nada belum siap menghadapi kemarahan bu Marlin, atau Adisti. Lalu bu Ajeng? Pak Fandi? Bagaimana jika mereka nekat mendatangi ibunya di sini dan mengatakan sesuatu yang salah? Iya, memang berkesan Nada telah merebut suami orang, tapi Nada nggak salah. Karna kejadiannya memang berasal dari Lingga. Soal ibu, itu tak akan masalah, tapi bagaimana dengan tetangga?“Kamu bisa tinggal di apartemenku yang waktu itu. Aku akan bicara baik-baik ke mama dan papa. Jika mereka sudah tau situasi yang sebenarnya, kita temui mereka. Oke?” bujuk Lingga yang enggak mau berjauhan sama Nada.Nada menggigit bibir bagian dalam, pelan-pelan ia mend
Pagi menyapa. Seperti pada kebiasaannya, Nada bangun jam setengah lima pagi. Kedua mata menyipit, terbuka cepat saat menemukan ada sesuatu yang menumpang di perutnya. Nada menggigit bibir, menekan dada yang tiba-tiba berdebar. Menit kemudian ia tersenyum malu smapai pipinya merona. Ini untuk pertama kali ia tidur seranjang dengan Lingga. Dan di kelonin seperti ini. Hangat, nyaman dan perutnya yang kalau pagi sering terasa mual itu menghilang. Rasanya lain dari biasanya. Kedua mata Nada melebar ketika tangan Lingga makin memeluk dan membuat punggungnya teramat mepet dengan tubuh Lingga. Pelan Nada menoleh, terkejut karna ternyata Lingga sudah terjaga. Memejam sebentar saat Lingga mendaratkan kecupan di pipinya. “Bisa tidur?” tanya Lingga, jari-jemari di perut Nada bergerak kecil. mengusap-usap perut Nada yang terlapisi kaos warna putih. Nada meneguk ludah, mengangguk dengan begitu meyakinkan. Nada mengubah posisi, yang tadinya miring sekarang jadi terlentang dan menatap Lingga yang
Seharian bebersih rumah yang sebenarnya nggak begitu kotor. Lingga membayar jasa ceaning service untuk membersihkan unit apartemen seminggu sekali. Jarang ditempati, tentunya tidak akan terlalu kotor. Hanya beberapa debu yang butuh usapan.Sekarang Nada mengusap perut yang terasa kenyang. Hati yang bahagia membuatnya tidak merasakan mual lagi. Sungguh berbeda jauh saat ia masih bekerja di rumah orang tua Lingga dulu.Nada melirik jam dinding yang menunjuk di angka tujuh. Suaminya belum pulang, padahal Lingga bilang akan pulang cepat. Mendadak mulai kepikiran sama Adis yang tentu masih menjadi istri sahnya Lingga. Sementara dirinya malah hanya istri siri.Nada menatap hp yang hening. Biasanya akan ada chat dari Alfa, tapi semenjak pulangnya kemarin itu, Alfa sudah menghilang. Dan ternyata hampa itu mulai terasa. Bukannya egois, tapi dijauhi oleh orang yang biasanya peduli, kosongnya tuh beneran kerasa banget.Nada menghela nafasnya. Memilih beranjak dari sofa ruang tengah dan melangkah