"Kamu yakin ingin melakukan itu?" tanya Kenie sahabat dekat Laura saat Laura menangis di dalam sambungan telepon. "Pikirkan lagi Lau, jangan sampai kamu menyesal."
"Aku yakin, tolong pesankan saja. Aku tunggu kabarnya." Laura mengakhiri panggilan lalu kembali menikmati minuman beralkohol di depannya. "Brengsek! Brengsek kamu Lucas!" Sering kali kata kata kasar itu keluar dari mulut Laura yang saat ini tengah melampiaskan emosi dengan cara mabuk. Laura hancur berkeping keping. Dikhianati bukanlah masalah sepele, menyakitkan dan sempat membuatnya putus asa untuk melanjutkan hidup. "Selama tiga tahun aku menjalani hubungan denganmu, tetapi kenapa kamu melakukan semua ini padaku?" racau Laura yang semakin mabuk. Selang beberapa menit setelah menghubungi Kenie. Laura mendapatkan informasi tempat sesuai dengan permintaan pada sahabatnya tersebut. Laura berdiri, melangkah gontai menuju mobil yang terparkir di depan klub malam. Tidak! Dia tidak bisa menyetir dalam keadaan mabuk. Laura menghentikan taksi yang kebetulan melintas. "Antar aku ke Hotel Libran." "Baik Non." * Tiba di hotel yang dibooking oleh Kenie, Laura masuk ke hotel tersebut, naik ke lantai dua sesuai arahan sang sahabat. "Kamar ini? Atau ini?" Laura tampak bingung. "Mungkin ini?" racaunya lalu membuka pintu kamar yang menurutnya benar. Laura tersenyum melihat seorang lelaki di atas tempat tidur. Dengan cepat ia naik ke atas ranjang tersebut lalu menarik lengan lelaki yang tengah tertidur dengan posisi memunggunginya. Lelaki itu berbaring telentang, berusaha membuka matanya yang masih terpejam rapat. "Aku menyewamu untuk melayaniku. Cepat layani aku." Laura sudah kehilangan akal sehat. Entah mengapa keinginan itu tidak bisa dibendung lagi. Ia menginginkan pria yang berada di dalam kamar bersamanya untuk menyentuh seluruh tubuh. "Siapa kamu? Sialan!" umpat lelaki itu. Laura semakin menggila. "Layani aku, tolong cepat. Aku membutuhkan servis terbaik darimu. Tolong cepat layani aku." Lelaki itu mengernyitkan dahi. Pandangannya kabur efek alkohol yang diminum. "Kamu mau mendapatkan servis dariku? Kalau begitu, aku akan melakukannya." Lelaki itu mendorong tubuh Laura lalu mengungkungnya. "Jangan salahkan aku. Dasar wanita aneh." Lelaki mana yang bisa menolak jika sudah disuguhkan ikan segar seperti ini? Lelaki itu duduk lalu memutar tubuh Laura, mengungkung wanita cantik itu kemudian mulai meraba liar tubuh sintal Laura. Ia tidak dapat menolak keinginan wanita yang sama sekali tidak dikenal. Kemungkinan ada setan yang merasuki tubuh wanita itu, hingga tiba-tiba wanita mabuk tersebut masuk ke dalam kamar hotel lalu meminta dilayani. "Emm, sakit," racau Laura. "Ini menyenangkan," kekeh lelaki yang sama mabuknya dengan Laura. Laura mulai menggeliat saat merasakan milik lelaki itu mencoba menembus pertahannya. 'Ini salah!' Ia mulai sadar apa yang dilakukan adalah suatu kebodohan. "Aku tidak jadi memakai jasamu! Tolong lepaskan aku!" Laura memberontak mencoba melepaskan diri dari kungkungan lelaki di atas tubuhnya, tetapi percuma karena lelaki itu sudah diambang batas keinginan yang membuncah. "Sabar sedikit. Sebentar lagi kamu akan menikmatinya." Lelaki itu mengabaikan permintaan Laura begitu saja. Hasratnya sudah menggebu ingin segera disalurkan. Semua yang dilakukan bukanlah keinginannya, tetapi atas paksaan Laura. "Tolong lepas!" Laura tidak bisa berkutik saat lelaki itu mulai menekan bagian bawah hingga menembus pertahannya. "Akkhh! Sakit, sial!" Laura menjerit merasakan sakit teramat sangat di bagian inti tubuh. Bukannya melepas lelaki itu justru semakin menggila ketika merasakan sesuatu yang tidak pernah dirasakan sebelumnya. "Ugh, sial. Kenapa nikmat sekali?" racau lelaki di atas tubuh Laura. Laura meringis merasakan sakit, terlebih saat lelaki itu mulai memacu dengan ritme cepat. Suara teriakan Laura dibungkam dengan kecupan panas dari bibir. Lelaki itu menyapu bibir Laura dengan lembut kemudian penuh hasrat, melumatnya rakus hingga Laura kehabisan nafas. "Ini salah! Tolong lepas!" Laura menyadari apa yang dilakukan adalah kesalahan fatal. Ide gila ini terlintas begitu saja karena dia merasa sakit hati dan cemburu karena dikhianati oleh Lucas. "Aku menyesal," isak Laura menyadari kebodohannya. Namun percuma, karena sekarang semua sudah hilang. Tubuhnya sudah dinikmati oleh lelaki asing, bahkan dulunya dia menolak berhubungan dengan Lucas. Keduanya tak sadarkan diri setelah melalui malam panas. *** Laura membuka mata lebar lalu menyapu pandang ke seluruh ruang kamar hotel. Ia merasakan perih dan sakit di bagian bawah tubuh. Matanya membulat sempurna saat mendapati tubuhnya tidak memakai sehelai benang pun. "Aku? Ah, ini gila. Jadi aku benar benar melakukannya?" Laura memukul kepala frustasi. Ia bergegas turun dari atas ranjang. Rasa sakit di bagian inti tubuh semakin terasa ketika ia ingin menurunkan kaki ke bawah tempat tidur. Seluruh tubuh terasa remuk. Lebih hancur lagi hatinya saat ia mengingat kejadian tadi malam. Akibat emosi sesaat ia melakukan hal gila, meminum alkohol dan menyewa lelaki bayaran. Laura beringsut turun dari atas ranjang, perlahan dan sangat pelan karena takut membangunkan lelaki di sampingnya. Dia tidak berniat sama untuk melihat wajah lelaki yang memunggunginya. Namun jika dilihat dari postur tubuh, kulit putih dan rambut hitam yang wangi. Ia dapat membayangkan kalau wajah lelaki itu sangat tampan, tetapi sayang ... pekerjaannya hanya sebagai seorang Gig-olo. "Aku menyesal. Tapi semua sudah terjadi. Ini bayaran untukmu," ucap Laura mengeluarkan uang dari dalam dompet, lalu meletakkannya di atas nakas. Ia melangkah perlahan lalu mengambil pakaian yang teronggok di atas lantai, kemudian berlari kecil keluar dari kamar hotel setelah selesai memakai pakaiannya. Laura tidak ingin berurusan lagi dengan lelaki bayaran itu. Dia akan melupakan kejadian tadi malam. Semua adalah aib baginya. Dia tidak ingin ada yang tahu kalau dia sudah memberikan kehormatannya pada lelaki sewaan. "Lucas! Aku tidak akan melupakan semua yang kamu lakukan padaku! Dasar penghianat!" teriak Valery setelah berada di dalam taksi. Semua berawal dari Lucas. Andai saja kekasihnya tidak berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Dia tidak akan pernah melakukan hal bodoh seperti semalam. Terlebih, dia tidak tahu apakah lelaki sewaannya bersih dari penyakit atau tidak. Kini, kekhawatiran mulai menghantuinya. "Sial! Apa mungkin lelaki itu memiliki penyakit .... ? Kenapa rasanya sakit sekali? Aku tidak mau mengidap penyakit memalukan," gumam Laura mulai dihantui perasaan takut. "Nona ingin saya antar ke mana?" tanya supir taksi melihat wajah kacau Laura dari kaca spion. "Ke rumah sakit," jawab Laura sambil merapikan duduknya. "Tolong cepat ya. Saya sedang tidak enak badan." "Baik Nona." Mobil melaju meninggalkan gedung hotel mewah. Di sepanjang jalan, Laura mencoba memilih ingatan tentang kejadian semalam. Sebelum dia memutuskan untuk tidur di hotel dengan lelaki sewaan. Namun semakin dia mencoba mengingat, dia justru semakin merasa frustasi. "Kenneth, dia pasti tahu apa yang aku minta semalam? Kalau tidak salah aku menghubungi dia. Tapi aku ... ah, sial! Kenapa aku jadi sebodoh ini?" gumam Laura pelan. Menangis pun ia tidak memiliki tenaga. Rasanya seperti sedang berada di pinggir jurang, tinggal menunggu angin menjatuhkan tubuhnya hingga dia hancur berkeping-keping.Steve berusaha membuka mata saat menyadari tidurnya terlalu pulas.Kedua mata yang masih terasa sepet harus dipaksa terbuka, karena hari ini dia memiliki jadwal pertemuan dengan Klien penting.Kepalanya terasa sakit efek minuman beralkohol yang diminumnya semalam."Sial. Aku mabuk berat semalam," gumamnya melihat ke bagian bawah tubuh.Ia terhenyak kaget saat mendapati dirinya tidak memakai benang sehelai pun.Kilasan tentang kejadian semalam terlintas samar samar, suara desahan dan lenguhan juga masih terngiang di telinga."Apa yang aku lakukan semalam?" Ia mencoba mengingat kejadian itu, tetapi semakin dipaksa otaknya semakin sulit untuk diandalkan.Ia menurunkan kedua kaki ke bawah ranjang lalu melihat ke belakang, ada bercak merah di atas seprai sisa dari pergumulan yang dilakukannya entah dengan siapa.Sejujurnya dia sama sekali tidak dapat mengingat siapa wanita yang melewati malam panas dengannya.Steve memukul kepalanya berkali-kali, menarik rambut dengan frustasi. "Bodoh!" um
Meski masih diselimuti rasa menyesal dan penasaran tentang siapa lelaki yang tidur dengannya di kamar Hotel, Laura tidak ingin meninggalkan pekerjaannya di dunia entertainment.Saat ini dia sedang melakukan syuting untuk mempromosikan merk makanan ringan terbaru.Dia adalah model iklan untuk produk tersebut.Selesai bekerja Laura mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga perjalanan panjang berakhir dengan cepat.Laura keluar dari mobil melangkah mendekati gedung hotel mewah di depannya."Aku harus secepatnya ke hotel itu. Aku yakin ada petunjuk untuk mengetahui siapa lelaki semalam," gumam Laura.Tidak mempedulikan mobilnya yang terparkir di sembarang tempat.Dia tidak memiliki waktu untuk menata mobil. Pikirannya kacau, gelisah dan takut karena karirnya sedang terancam.Ia takut karirnya meredup kalau sampai lelaki semalam mengatakan pada Media, mereka berdua pernah tidur bersama. Dia harus membungkam mulut lelaki itu.Laura mulai sedikit mengingat kalau semalam dia salah m
Tak ingin karir hancur karena skandal murahan dan tak ingin pertunangan dibatalkan, Steve masih mencari tahu siapa wanita yang tidur dengannya pada malam itu.Di dalam ruang kerjanya Steve masih memikirkan kejadian malam itu. Meskipun sampai detik ini tidak ada satu pun wanita yang datang meminta pertanggung jawaban darinya.Namun Steve tetap khawatir akan adanya bumerang di kemudian hari.Sebenarnya berita tentang skandal malam itu juga tidak pernah terdengar. Walau merasa sedikit bingung, tetapi dia bersyukur karena karirnya aman dari konspirasi murahan seperti itu.Steve tengah berbicara dengan orang kepercayaan sekaligus bodyguardnya yaitu Trand."Bagaimana kabar tentang informasi yang aku inginkan?" tanya Steve, meletakkan kedua tangan di atas meja."Sama sekali tidak ada berita tentang Anda, atau seseorang yang mencari informasi tentang diri Anda, Tuan," jelas Trand yang duduk di depan meja kerja sang CEO."Kamu yakin wanita itu tidak pernah datang lagi ke hotel Gemintang?" Stev
Tok Tok Tok! Terdengar suara ketukan pintu dari luar ruang kerja Steve yang tengah sibuk berkutat dengan pekerjaan. "Masuk!" seru Steve sambil terus menatap laptop di depannya.Sekretaris cantik berjalan mendekati meja kerja bosnya lalu menarik kursi dan duduk. "Selamat pagi Pak Steve," sapanya ramah. "Hari ini Anda ada jadwal pertemuan dengan seorang artis cantik pendatang baru yang namanya sedang naik daun. Dia adalah Laura. Dia akan menjadi bintang untuk mengiklankan produk keluaran terbaru dari perusahaan Fusion." Sekretaris Steve merinci jadwal agenda harian bosnya. "Ada lagi?" tanya Steve hanya melirik sesaat lalu kembali fokus menatap layar laptopnya. "Hanya itu Pak." "Ya sudah. Kamu boleh keluar." "Baik Pak, saya permisi." Sekretaris itu keluar dari ruangan Steve setelah selesai memberitahu jadwal harian bosnya."Pagi Bu," sapa sekretaris Steve saat melihat seorang wanita menahan pintu yang hendak ditutup. Tak Tak Tak. Terdengar suara langkah kaki mendekati meja k
Diam-diam Steve melirik Laura lalu kembali fokus menyimak penjelasan yang dilakukan sekretarisnya. Sekertaris Steve tampak sangat detail menjelaskan apa saja yang harus dilakukan oleh Laura, untuk memikat pembeli dan memasarkan produk keluaran terbaru dari perusahaan Fusion. Laura dan Yona menyimak penjelasan itu dengan tenang dan teliti. "Untuk memasarkan produk terbaru ini, ada beberapa iklan yang harus Anda bintangi. Bagaimana, Anda paham dengan kerja sama dengan perusahaan Fusion? Kontrak kerja Anda untuk menjadi Brand Ambassador produk kami adalah tiga bulan." Sekretaris Steve menjelaskan dengan rinci.Yona sebagai asisten Laura menganggukkan kepala pelan sama seperti Laura yang memahami semua pekerjaan yang akan dia ambil."Bagaimana, Lau, apa kamu mengerti?" tanya Yona memastikan. "Aku sudah mengerti," angguk Laura sambil mengelus perutnya. Pandang mata Yona beralih ke perut Laura, kecurigaannya semakin besar
Yona memegang bahu Laura. "Kamu kenapa? Sudah jangan dipikirkan ucapan Pak Steve tadi. Yang aku dengar, dia memang seperti itu. Dia itu tidak pernah berkenalan dengan yang namanya ramah dan bersikap baik pada orang lain. Apalagi pada orang yang baru dikenal seperti kita. Yang terpenting sekarang, kamu sudah resmi menjadi bintang iklan produk keluaran perusahaan terkenal itu. Karir-mu bisa semakin cemerlang kalau kamu bisa bekerja dengan baik.""Jangan dipikirkan soal sikap kurang ramah Pak Steve. Daripada kamu memikirkan yang tidak tidak, lebih baik kamu fokus saja dengan pekerjaan barumu dan persiapkan diri agar kamu bisa bekerja jauh lebih baik lagi," sambung Yona menguatkan. "Iya, kamu benar." Laura menghela napas panjang sambil meminum minuman di atas meja."Mungkin Pak Steve kelamaan jomblo jadi begitu," kekeh Yona. "Yang penting kan kamu udah dapat kontrak kerjasama. Sulit loh bekerja sama dengan perusahaan itu." "Iya aku tahu, tapi tetap
"Maaf Yona, aku belum bisa memberitahumu," jawab Laura lesu. Ia mengambil tas tenteng yang berada di atas meja lalu berdiri. "Kita pulang, aku lelah. Aku ingin pulang ke rumah orang tuaku."Yona menganggukkan kepala, mencoba mengerti dengan kondisi Laura saat ini. "Biar aku bawakan," katanya mengambil tas dari tangan Laura. Mereka keluar dari restoran menuju parkiran. Di lahan luas yang dipenuhi mobil mobil mewah itu, terparkir mobil Laura dan mereka pun masuk ke mobil.*Laura tiba di rumahnya orang tuanya untuk melihat keadaan sang ibu yang sakit. Kedatangannya disambut lirikan sinis Nikolas yang sedang duduk di sofa ruang tamu bersama Yeni, calon ibu tirinya."Ke mana saja kamu beberapa hari ini? Kamu tidak tahu Ibumu terus saja bertanya keberadaanmu?" sarkas Nikolas berdiri sambil berkacak pinggang. Laura menghembus napas berat. Baru saja bertemu dengan sang ayah, Laura sudah dibuat emosi dengan nada bicara a
"Semua berkas yang sudah ditandatangani Bu Laura saya letakan di atas meja kerja Bapak." Sekretaris Steve meletakkan tas berkas ke atas meja kerja bosnya. "Hmm," sahut Steve lalu duduk di kursi kebanggaan."Saya permisi Pak." Sekretaris cantik itu keluar dari ruang kerja Steve lalu menutup pintu. Steve baru saja kembali ke perusahaan dengan kondisi mood berantakan. Semua terjadi karena tadi pagi Evelyn membawa kabar tentang pernikahan sang kekasih yang akan menikah dengan sahabatnya sendiri.Menghela napas panjang, Steve memandangi bingkai foto sang kekasih yang masih terpajang di atas meja kerja. Ia sadar kalau selama ini dia terlalu fokus bekerja hingga mengabaikan kekasihnya yang meminta untuk segera diresmikan. Namun kerja keras yang ia lakukan untuk masa depan hubungan mereka juga.Bodohnya, dia tidak tahu kalau kekasihnya itu selingkuh, bahkan dengan sahabatnya sendiri. "Sejak kapan mereka berdua