Tak ingin karir hancur karena skandal murahan dan tak ingin pertunangan dibatalkan, Steve masih mencari tahu siapa wanita yang tidur dengannya pada malam itu.
Di dalam ruang kerjanya Steve masih memikirkan kejadian malam itu. Meskipun sampai detik ini tidak ada satu pun wanita yang datang meminta pertanggung jawaban darinya. Namun Steve tetap khawatir akan adanya bumerang di kemudian hari. Sebenarnya berita tentang skandal malam itu juga tidak pernah terdengar. Walau merasa sedikit bingung, tetapi dia bersyukur karena karirnya aman dari konspirasi murahan seperti itu. Steve tengah berbicara dengan orang kepercayaan sekaligus bodyguardnya yaitu Trand. "Bagaimana kabar tentang informasi yang aku inginkan?" tanya Steve, meletakkan kedua tangan di atas meja. "Sama sekali tidak ada berita tentang Anda, atau seseorang yang mencari informasi tentang diri Anda, Tuan," jelas Trand yang duduk di depan meja kerja sang CEO. "Kamu yakin wanita itu tidak pernah datang lagi ke hotel Gemintang?" Steve menatap lelaki di depannya sangat lekat. "Hanya ada satu wanita cantik yang datang ke sana. Dia artis pendatang baru yang saat ini namanya sedang naik. Menurut informasi dari petugas resepsionis dia pernah bertanya tentang kamar 231," ungkap Trand. "Dia artis? Tidak mungkin dia datang ke Hotel dalam keadaan mabuk dan memesan Gigolo. Aku yakin bukan dia. Pasti yang datang ke kamarku waktu itu seorang gadis yang masih bersekolah atau mahasiswi." Trand mengangguk. "Iya sepertinya memang bukan dia, Tuan." Steve menghela napas panjang. Menyangga dagunya dengan kedua tangan yang bertumpu di atas meja, "Kemungkinan wanita itu juga sudah melupakan tentang kejadian malam itu," gumamnya. Steve berfikir kalau wanita pada malam itu sedang depresi berat, karena dia menyerahkan tubuhnya begitu saja. Yang lebih mengejutkan baginya, ternyata wanita itu masih perawan. Bahkan, dia meninggalkan uang dengan jumlah cukup besar di atas nakas. "Mungkin dia memang mengira kalau Anda …. " Trand tidak berani melanjutkan ucapannya saat melihat tatapan mata Steve seperti ingin menelannya hidup hidup. "Itu yang aku pikirkan sejak awal! Dia sudah menghina dan menginjak harga diriku! Brengsek!" Steve mengepalkan tinjuan. Trand menundukkan tubuh dan kepalanya. "Bangsat!" umpat Steve masih emosi karena dianggap seorang Gigolo. *** *Dua Bulan Berlalu.* Laura mulai bisa melupakan semua tentang kejadian itu. Toh tidak ada gosip atau berita apapun. Selama ini dia bisa tetap fokus mengejar mimpi menjadi artis terkenal agar bisa mewujudkan keinginannya keluar dari rumah yang dihuni orang-orang toxic. Saat ini, Laura sedang melakukan syuting singkat untuk mengiklankan produk terkenal. Kamera merekam setiap gerakan Laura yang tengah mengiklankan produk makanan ringan. "Bagus, hayati lagi seolah makanan itu sangat enak." Arahan Sutradara pada Laura sambil tersenyum kagum pada kecantikan artis baru itu. Laura mengikuti arahan Sutradara tersebut dengan sangat lihai. Gerakan yang tidak kaku dan wajahnya yang hanya menggunakan polesan make-up tipis terlihat begitu cantik memesona. Namun tiba-tiba gerakan Laura tidak konsisten saat ia merasakan mual yang teramat sangat seperti ada sesuatu yang mengaduk lambungnya. "Maaf," ucapnya mengangkat tangan ke depan meminta Sutradara untuk menghentikan merekam. "Sedikit lagi Lau. Ayo ambil satu adegan lagi," ucap sang Sutradara meminta Laura untuk melanjutkan. "Tunggu sebentar. Aku ingin ke toilet." Laura berlari menggunakan sepatu hak heels menuju toilet. Seorang wanita yang bekerja sebagai asisten pribadinya menyusul Laura ke kamar mandi. Asisten tersebut membantu Laura menyingsingkan rambut yang menutupi wajah artis cantik itu. Di dalam toilet wanita, Laura mengeluarkan semua isi di dalam perut hingga membuat tubuhnya lemas, dan wajahnya pucat pasi. "Kamu belum sarapan tadi pagi?" tanya Yona. "Akhir-akhir ini aku memang sering merasa mual. Tapi hanya di pagi hari, nanti siang juga mualnya hilang," jawab Laura lalu mengusap sudut bibir menggunakan tissue yang diberikan asistennya. Yona menatap Laura dengan tatapan penuh tanya. Ingin bertanya lebih jauh tentang keluhan Laura, tetapi dia takut wanita itu tersinggung. Dia mencurigai kalau Laura sedang mengalami Morning Sickness, keluhan yang biasa dialami ibu yang tengah hamil muda. Keluhannya sama, saat pagi hari ibu hamil akan mengalami mual, tetapi di siang hari perasaan mual itu hilang. Persis dengan keluhan yang dialami Laura saat ini. Namun, dia yakin Laura adalah wanita baik baik yang tidak pernah melakukan hubungan terlarang itu. Yona bekerja dengan Laura hampir setengah tahun. Selama itu ia tidak pernah melihat Laura dekat dengan lelaki lain selain Lucas. Hubungan mereka pun sudah lama kandas karena perselingkuhan yang dilakukan Lucas. Tidak mungkin Laura mengandung anak dari lelaki lain. Siapa? Yona tidak pernah melihat Laura dekat dengan siapapun selain Lucas. "Sudah lebih baik?" tanya Yona saat melihat Laura sudah mulai tenang. "Sudah," angguk Laura lalu ia kembali ke studio pemotretan setelah selesai memuntahkan isi perutnya hingga membuat tubuhnya lemas tak bertenaga. Sebenarnya sudah beberapa hari ini Laura merasa ada yang aneh di dalam tubuhnya. Namun, dia terus menepis kecurigaan itu karena menurut dokter, kalau hanya melakukan hubungan badan satu kali kemungkinan mengandung sangat kecil. Dia berharap dari kemungkinan kecil itu, tidak akan terjadi sesuatu yang akan menghancurkan semua mimpinya. "Maaf sudah menunggu," kata Laura saat kembali ke lokasi syuting. "Tidak apa apa. Kita lanjutkan ya." "Iya," angguk Laura. Sutradara kembali mengambil video terbaik artis cantik itu. "Oke, selesai. Kerja bagus," puji Sutradara sambil menyalami Laura. "Terima kasih." Laura tersenyum ramah lalu berjalan ke parkiran ingin secepatnya meninggalkan studio tempatnya syuting iklan. "Jam dua siang nanti, kita akan melakukan rapat dengan Agency Bintang, dan jam delapan malam kamu ada janji pertemuan dengan seorang aktor laki laki yang akan menjadi pasangan iklan," jelas Yona sambil berlari mengikuti langkah kaki Laura. "Tolong beritahu lagi aku, nanti. Kamu tahu kan aku sering lupa," pinta Laura. "Oke," angguk Yona. "Sebaiknya kamu sering sering memeriksakan kesehatan karena akhir akhir ini jadwal kamu padat," saran Yona. "Iya," angguk Laura. Jadwal Laura akhir akhir ini memang sangat padat. Bahkan, Laura kesulitan membagi waktu untuk sekedar membawa ibunya terapi ke rumah sakit. Yona membukakan pintu mobil untuk Laura. "Terima kasih." Laura masuk ke dalam mobil mewahnya tersebut. Dia bersandar di sandaran kursi mobil lalu memejamkan kedua mata. Pikirannya masih kacau mengingat kondisi tubuhnya yang tidak stabil. Merasa pusing, mual dan tidak nafsu makan. "Besok kita ada janji pertemuan dengan CEO dari perusahaan Fusion. Perusahaan mereka ingin mengajakmu untuk menjadi model iklan produk keluaran terbaru yang baru saja launching dari perusahaan itu," jelas Yona, merinci semua jadwal yang sudah tertulis di buku agenda. "Perusahaan Fusion? Aku baru dengar perusahaan itu," gumam Laura masih memejamkan kedua mata. "Fusion perusahaan baru. CEO dari perusahaan itu adalah anak dari Pak Johan. Pemilik perusahaan Star Fusion Group. Dan perusahaan Fusion sudah berkembang pesat dalam beberapa bulan ini. Bahkan CEO yang bernama Steve sudah dikenal sampai ke beberapa negara." Laura mengangguk pelan tidak terlalu menanggapi ucapan asistennya. Pikiran sang artis cantik tengah melayang jauh, takut kalau ternyata dia benar-benar sedang mengandung. Bisa redup karirnya di dunia entertainment. "Dia tampan, dan belum menikah," sambung Yona tersenyum lebar. Laura kembali menganggukkan kepala, tidak perduli dengan status dan wajah CEO itu. Yang ada di pikirannya saat ini hanya mencari uang, dan mengejar kesuksesan. Deg! Laura membuka kedua mata tiba tiba saat dia mengingat kalau dia sudah terlambat datang bulan. "Kamu tahu di mana toko yang menjual jamu jamu untuk kesehatan?" tanya Laura pada Yona yang tengah menyetir mobil. "Memangnya kenapa?" Yona menatap Laura lekat. Kecurigaan tadi kembali mengotori pikirannya. Apa mungkin benar kalau ternyata dia tengah mengandung. "Aku ingin membeli jamu untuk menambah nafsu makan," dusta Laura lalu kembali memejamkan mata. Yona mengangguk pelan, meskipun tidak percaya dengan ucapan Laura tadi.Tok Tok Tok! Terdengar suara ketukan pintu dari luar ruang kerja Steve yang tengah sibuk berkutat dengan pekerjaan. "Masuk!" seru Steve sambil terus menatap laptop di depannya.Sekretaris cantik berjalan mendekati meja kerja bosnya lalu menarik kursi dan duduk. "Selamat pagi Pak Steve," sapanya ramah. "Hari ini Anda ada jadwal pertemuan dengan seorang artis cantik pendatang baru yang namanya sedang naik daun. Dia adalah Laura. Dia akan menjadi bintang untuk mengiklankan produk keluaran terbaru dari perusahaan Fusion." Sekretaris Steve merinci jadwal agenda harian bosnya. "Ada lagi?" tanya Steve hanya melirik sesaat lalu kembali fokus menatap layar laptopnya. "Hanya itu Pak." "Ya sudah. Kamu boleh keluar." "Baik Pak, saya permisi." Sekretaris itu keluar dari ruangan Steve setelah selesai memberitahu jadwal harian bosnya."Pagi Bu," sapa sekretaris Steve saat melihat seorang wanita menahan pintu yang hendak ditutup. Tak Tak Tak. Terdengar suara langkah kaki mendekati meja k
Diam-diam Steve melirik Laura lalu kembali fokus menyimak penjelasan yang dilakukan sekretarisnya. Sekertaris Steve tampak sangat detail menjelaskan apa saja yang harus dilakukan oleh Laura, untuk memikat pembeli dan memasarkan produk keluaran terbaru dari perusahaan Fusion. Laura dan Yona menyimak penjelasan itu dengan tenang dan teliti. "Untuk memasarkan produk terbaru ini, ada beberapa iklan yang harus Anda bintangi. Bagaimana, Anda paham dengan kerja sama dengan perusahaan Fusion? Kontrak kerja Anda untuk menjadi Brand Ambassador produk kami adalah tiga bulan." Sekretaris Steve menjelaskan dengan rinci.Yona sebagai asisten Laura menganggukkan kepala pelan sama seperti Laura yang memahami semua pekerjaan yang akan dia ambil."Bagaimana, Lau, apa kamu mengerti?" tanya Yona memastikan. "Aku sudah mengerti," angguk Laura sambil mengelus perutnya. Pandang mata Yona beralih ke perut Laura, kecurigaannya semakin besar
Yona memegang bahu Laura. "Kamu kenapa? Sudah jangan dipikirkan ucapan Pak Steve tadi. Yang aku dengar, dia memang seperti itu. Dia itu tidak pernah berkenalan dengan yang namanya ramah dan bersikap baik pada orang lain. Apalagi pada orang yang baru dikenal seperti kita. Yang terpenting sekarang, kamu sudah resmi menjadi bintang iklan produk keluaran perusahaan terkenal itu. Karir-mu bisa semakin cemerlang kalau kamu bisa bekerja dengan baik.""Jangan dipikirkan soal sikap kurang ramah Pak Steve. Daripada kamu memikirkan yang tidak tidak, lebih baik kamu fokus saja dengan pekerjaan barumu dan persiapkan diri agar kamu bisa bekerja jauh lebih baik lagi," sambung Yona menguatkan. "Iya, kamu benar." Laura menghela napas panjang sambil meminum minuman di atas meja."Mungkin Pak Steve kelamaan jomblo jadi begitu," kekeh Yona. "Yang penting kan kamu udah dapat kontrak kerjasama. Sulit loh bekerja sama dengan perusahaan itu." "Iya aku tahu, tapi tetap
"Maaf Yona, aku belum bisa memberitahumu," jawab Laura lesu. Ia mengambil tas tenteng yang berada di atas meja lalu berdiri. "Kita pulang, aku lelah. Aku ingin pulang ke rumah orang tuaku."Yona menganggukkan kepala, mencoba mengerti dengan kondisi Laura saat ini. "Biar aku bawakan," katanya mengambil tas dari tangan Laura. Mereka keluar dari restoran menuju parkiran. Di lahan luas yang dipenuhi mobil mobil mewah itu, terparkir mobil Laura dan mereka pun masuk ke mobil.*Laura tiba di rumahnya orang tuanya untuk melihat keadaan sang ibu yang sakit. Kedatangannya disambut lirikan sinis Nikolas yang sedang duduk di sofa ruang tamu bersama Yeni, calon ibu tirinya."Ke mana saja kamu beberapa hari ini? Kamu tidak tahu Ibumu terus saja bertanya keberadaanmu?" sarkas Nikolas berdiri sambil berkacak pinggang. Laura menghembus napas berat. Baru saja bertemu dengan sang ayah, Laura sudah dibuat emosi dengan nada bicara a
"Semua berkas yang sudah ditandatangani Bu Laura saya letakan di atas meja kerja Bapak." Sekretaris Steve meletakkan tas berkas ke atas meja kerja bosnya. "Hmm," sahut Steve lalu duduk di kursi kebanggaan."Saya permisi Pak." Sekretaris cantik itu keluar dari ruang kerja Steve lalu menutup pintu. Steve baru saja kembali ke perusahaan dengan kondisi mood berantakan. Semua terjadi karena tadi pagi Evelyn membawa kabar tentang pernikahan sang kekasih yang akan menikah dengan sahabatnya sendiri.Menghela napas panjang, Steve memandangi bingkai foto sang kekasih yang masih terpajang di atas meja kerja. Ia sadar kalau selama ini dia terlalu fokus bekerja hingga mengabaikan kekasihnya yang meminta untuk segera diresmikan. Namun kerja keras yang ia lakukan untuk masa depan hubungan mereka juga.Bodohnya, dia tidak tahu kalau kekasihnya itu selingkuh, bahkan dengan sahabatnya sendiri. "Sejak kapan mereka berdua
Di kediaman Laura, setelah keributan terjadi di rumah itu. Laura memutuskan menenangkan diri di kamar ibunya.Laura menatap lirih ibunya yang tengah tertidur pulas. Wajah ibunya terlihat berseri, sangat cerah walaupun sedang sakit. Mengambil langkah perlahan lalu duduk di pinggir tempat tidur, memegang lengan sang ibu dengan lembut agar tidak menggangu istirahat ibu tersayang yang sangat ia rindukan setiap hari. Sambil menatap penuh kasih, ia mengusap bulir bening yang mengalir deras dari kedua pelupuk mata indahnya. Perasaan sesak di dada sangat menyiksa diri. Ingin sekali ia berlutut di kedua kaki ibunya lalu meminta maaf, karena sudah membuat kecewa dengan kehamilannya yang tanpa seorang ayah. Tidak tahu bagaimana cara untuk menjelaskan kalau dirinya sedang berbadan dua. Apakah mungkin ibunya bisa menerima itu? Atau justru kabar kehamilannya akan membuat kondisi ibunya semakin memburuk?"Aku menyayangimu, Ma," isak Laura l
Laura melangkah mendekati Yeni yang duduk di sofa ruang tamu rumah mewah ayahnya.Yeni menoleh ke belakang, menyadari seseorang mendekat dari suara langkah kakinya."Tante tadi masuk ke kamar aku, ya? Untuk apa Tante masuk ke kamar aku di saat aku sedang di kamar Mama? Tante mau mencuri apa di dalam kamarku?" cecar Laura yang berdiri di belakang Yeni. Mendengar itu Yeni langsung berdiri dari sofa lalu berjalan memutari sofa tersebut, menghampiri Laura. "Maksud kamu apa? Siapa yang masuk ke dalam kamarmu? Tante sama sekali tidak mengerti dengan tuduhan-mu itu. Untuk apa juga Tante masuk ke dalam kamarmu?"Laura tersenyum getir, "Jangan mencoba membohongiku. Aku tahu Tante baru saja keluar dari dalam kamarku. Apa yang Tante cari di sana? Tante ingin mencuri apa? Hah!""Kok kamu tega sih bicara begitu sama Tante? Apa buktinya kalau memang Tante masuk ke dalam kamarmu? Tante juga tidak pernah mengambil apapun di dalam sana. Kalau kamu memang
"Apa benar kamu hamil?" tanya Grace mengulang. Laura mengangguk pelan, menoleh sesaat lalu kembali fokus menyetir mobil. "Maaf Ma, aku sudah mengecewakan Mama," akunya lirih."Ya Tuhan." Grace menutup mulutnya menggunakan telapak tangan. "Berapa bulan usianya?" "Usianya sudah dua bulan, Ma," jawab Laura jujur.Grace tampak syok berat. "Maaf Ma, aku tahu Mama kecewa padaku," ucap Laura lirih. "Mama boleh marah padaku dan menghakimiku." "Mama tidak mungkin menghakimimu Sayang, karena kamu sudah banyak mendapatkan cobaan hidup. Mama hanya berharap, kamu bertanggung jawab atas perbuatanmu. Dan kamu mau mempertahankan kehamilanmu. Bayi itu tidak bersalah, yang salah itu kamu dan lelaki itu. Semoga ayah dari bayimu mau untuk menikahimu, Nak." Laura tak dapat membendung air matanya setelah mendengar ucapan sang ibu. Dia saja tidak tahu siapa ayah dari bayinya. Apa yang harus dia katakan pada ibunya?Sela