Di kediaman Laura, setelah keributan terjadi di rumah itu. Laura memutuskan menenangkan diri di kamar ibunya.Laura menatap lirih ibunya yang tengah tertidur pulas. Wajah ibunya terlihat berseri, sangat cerah walaupun sedang sakit. Mengambil langkah perlahan lalu duduk di pinggir tempat tidur, memegang lengan sang ibu dengan lembut agar tidak menggangu istirahat ibu tersayang yang sangat ia rindukan setiap hari. Sambil menatap penuh kasih, ia mengusap bulir bening yang mengalir deras dari kedua pelupuk mata indahnya. Perasaan sesak di dada sangat menyiksa diri. Ingin sekali ia berlutut di kedua kaki ibunya lalu meminta maaf, karena sudah membuat kecewa dengan kehamilannya yang tanpa seorang ayah. Tidak tahu bagaimana cara untuk menjelaskan kalau dirinya sedang berbadan dua. Apakah mungkin ibunya bisa menerima itu? Atau justru kabar kehamilannya akan membuat kondisi ibunya semakin memburuk?"Aku menyayangimu, Ma," isak Laura l
Laura melangkah mendekati Yeni yang duduk di sofa ruang tamu rumah mewah ayahnya.Yeni menoleh ke belakang, menyadari seseorang mendekat dari suara langkah kakinya."Tante tadi masuk ke kamar aku, ya? Untuk apa Tante masuk ke kamar aku di saat aku sedang di kamar Mama? Tante mau mencuri apa di dalam kamarku?" cecar Laura yang berdiri di belakang Yeni. Mendengar itu Yeni langsung berdiri dari sofa lalu berjalan memutari sofa tersebut, menghampiri Laura. "Maksud kamu apa? Siapa yang masuk ke dalam kamarmu? Tante sama sekali tidak mengerti dengan tuduhan-mu itu. Untuk apa juga Tante masuk ke dalam kamarmu?"Laura tersenyum getir, "Jangan mencoba membohongiku. Aku tahu Tante baru saja keluar dari dalam kamarku. Apa yang Tante cari di sana? Tante ingin mencuri apa? Hah!""Kok kamu tega sih bicara begitu sama Tante? Apa buktinya kalau memang Tante masuk ke dalam kamarmu? Tante juga tidak pernah mengambil apapun di dalam sana. Kalau kamu memang
"Apa benar kamu hamil?" tanya Grace mengulang. Laura mengangguk pelan, menoleh sesaat lalu kembali fokus menyetir mobil. "Maaf Ma, aku sudah mengecewakan Mama," akunya lirih."Ya Tuhan." Grace menutup mulutnya menggunakan telapak tangan. "Berapa bulan usianya?" "Usianya sudah dua bulan, Ma," jawab Laura jujur.Grace tampak syok berat. "Maaf Ma, aku tahu Mama kecewa padaku," ucap Laura lirih. "Mama boleh marah padaku dan menghakimiku." "Mama tidak mungkin menghakimimu Sayang, karena kamu sudah banyak mendapatkan cobaan hidup. Mama hanya berharap, kamu bertanggung jawab atas perbuatanmu. Dan kamu mau mempertahankan kehamilanmu. Bayi itu tidak bersalah, yang salah itu kamu dan lelaki itu. Semoga ayah dari bayimu mau untuk menikahimu, Nak." Laura tak dapat membendung air matanya setelah mendengar ucapan sang ibu. Dia saja tidak tahu siapa ayah dari bayinya. Apa yang harus dia katakan pada ibunya?Sela
"Ternyata obat itu palsu, berarti selama ini Mama sudah diracuni oleh wanita ular itu," gumam Laura di dalam mobilnya. Meremas stir mobil sangat kencang, Laura meluapkan emosi di dalam mobil sebelum pulang ke rumah."Mama tidak boleh tahu, aku harus menghancurkan hidup wanita itu sendiri!" desis Laura dan tak lama ia menghidupkan mesin lalu melajukan mobil menuju hotel.Sepanjang perjalanan, Laura memikirkan cara agar bisa membalas kejahatan Yani, wanita yang hampir membunuh ibunya. Selama ini, dia memang sudah curiga dengan wanita itu, tetapi dia tidak memiliki waktu untuk menyelidiki dan sekarang ... semuanya terungkap."Aku akan membalasmu!" Laura mendesis sambil merapatkan gigi atas dan bawahnya hingga menimbulkan suara.*Pagi harinya, Laura sudah mulai beraktivitas seperti biasa."Kamu mau kerja hari ini?" tanya Grace pada Laura yang berpamitan dengannya. "Iya Ma, aku harus bekerja agar bisa me
"Bisa-bisanya seorang artis pendatang baru tidak memperhatikan bentuk tubuhnya," gumam Steve sambil menatap Laura lekat. Perut Laura memang terlihat lebih buncit, yang membuat penampilan artis cantik itu sedikit berubah.Deg! Ke-dua manik mata Laura dan Steve bertemu, Laura memandangi lelaki tampan di depannya yang terus memperhatikan tanpa berkedip. Wajah dingin lelaki itu tidak lagi menakutkan bagi Laura yang mulai terbiasa dengan sikap arogan Steve. Semangatnya dalam memperagakan gerakan dan pose terbaik semakin menggebu. Rasanya seperti sedang diperhatikan oleh kekasih hati. Walau kenyataannya dia sedang di awasi CEO yang membayarnya. Fotografer yang tengah mengabadikan momen terbaik Laura yang tersenyum kagum pada pose yang mengalir begitu saja. Wajah anggun model cantik itu semakin terlihat memesona di dalam lensa kamera."Bagus, pertahankan gaya seperti itu," ucap sang fotografer tersenyum sangat lebar.Tanpa sadar, Steve terlalu fokus memandangi Laura, hingga ia pun menyun
"Jadi parfum itu limited edison?" tanya Laura memastikan. Steve tersenyum angkuh, "Ya, parfum itu memang hanya dibuat beberapa saja dan harganya sangat mahal."Mendengar penjelasan Steve tentang parfum yang digunakan oleh CEO itu, membuat Valery terdiam, memikirkan kembali malam panas yang pernah dia lewati dengan lelaki asing. Apa mungkin lelaki itu ... Steve? pikirnya. Laura menatap Steve lekat, mencoba mengingat kembali kejadian malam itu. Namun, semua ingatannya seakan hilang."Memangnya kenapa kamu menanyakan tentang parfum yang saya pakai?" tanya Steve menatap wanita cantik di depannya.Laura bergeming, tatapannya kosong dan hanya tertuju pada gelas di atas meja.Yona melirik bosnya. "Kamu kenapa?"Laura menggeleng lalu tatapannya beralih pada Steve. "Anda pernah menginap di hotel .... "Belum selesai ucapan Laura, Steve sudah beranjak dari duduknya saat melihat ada panggilan masuk di ponselnya."Maaf, saya terima telepon dulu." Steve meninggalkan meja makan yang diduduki Laur
Perjalanan berakhir, Laura di hotel sewaannya. Ia melangkah gontai melewati lobby hotel menuju lift.Lelah yang terasa menyiksa harus ia lupakan untuk sementara waktu, sampai tiba saatnya ia akan beristirahat ketika kandungannya sudah membesar.DEG!Setibanya di kamar hotel, Laura tertegun saat melihat sang ibu berada di dekat pintu, menyambut kedatangannya dengan senyuman lebar."Sayang, kamu sudah pulang," sambut Grace yang duduk di atas kursi roda. Melihat ibunya sudah bisa duduk di kursi roda tanpa bantuan siapapun, membuat Laura menatap bingung. Ia melepas tas tenteng di tangan kemudian berjongkok di depan sang ibu. "Ma, i-ini beneran. Mama sudah bisa duduk di kursi roda? A-aku tidak salah lihat kan?" Laura memegang kedua kaki ibunya sambil menatap tak percaya. "Kok bisa Ma?" Bulir bening mengalir dengan sendirinya. "Kamu sama sekali tidak salah lihat. Mama sudah bisa menggerakkan tubuh Mama. Ya, walau pun hanya bisa meraih kursi roda ini lalu duduk, tapi semua ini suatu kemaj
Pagi harinya, seperti biasa ... morning sickness yang dirasakan Steve terasa sangat mengganggu, bahkan membuatnya semakin tersiksa. CEO tampan itu terus memuntahkan isi perut hingga membuat kondisi tubuh melemah. Namun ia harus tetap beraktivitas seperti biasa.Steve berjalan gontai keluar kamar, pemandangan tak biasa itu disaksikan langsung oleh sang ibu. "Kamu kenapa, Bara?" tanya ibunya yang melihat wajah Steve pucat pasi. "Aku agak mual dan pusing," jawab Steve sambil memegang kening. "Mau ke Dokter? Kita periksakan kondisimu ya. Akhir-akhir ini Mama lihat kamu kok kayak orang sakit parah. Sebenarnya kamu kenapa? Salah makan? Atau kamu sering minum minuman beralkohol?" selidik Yohana menatap anaknya lekat."Aku baik baik saja, Ma, hanya sedikit kelelahan. Maybe. Nanti juga semua keluhan ini hilang." Steve menarik kursi lalu duduk di depan meja makan. "Makan dulu sarapanmu. Jangan terlalu lelah bekerja. Tubuh jug