Diam-diam Steve melirik Laura lalu kembali fokus menyimak penjelasan yang dilakukan sekretarisnya.
Sekertaris Steve tampak sangat detail menjelaskan apa saja yang harus dilakukan oleh Laura, untuk memikat pembeli dan memasarkan produk keluaran terbaru dari perusahaan Fusion. Laura dan Yona menyimak penjelasan itu dengan tenang dan teliti. "Untuk memasarkan produk terbaru ini, ada beberapa iklan yang harus Anda bintangi. Bagaimana, Anda paham dengan kerja sama dengan perusahaan Fusion? Kontrak kerja Anda untuk menjadi Brand Ambassador produk kami adalah tiga bulan." Sekretaris Steve menjelaskan dengan rinci. Yona sebagai asisten Laura menganggukkan kepala pelan sama seperti Laura yang memahami semua pekerjaan yang akan dia ambil. "Bagaimana, Lau, apa kamu mengerti?" tanya Yona memastikan. "Aku sudah mengerti," angguk Laura sambil mengelus perutnya. Pandang mata Yona beralih ke perut Laura, kecurigaannya semakin besar, tetapi dia tidak ingin merusak ketenangan meeting dengan pertanyaan yang tidak-tidak. "Kalau sudah mengerti, tolong tandatangani kontrak kerja sama kita di sini," pinta sekretaris Steve, memberikan beberapa berkas yang dia keluarkan dari dalam tas tenteng. Hening! Laura menatap kosong ke depan sambil mengusap perut. "Bu, tolong tandatangani surat perjanjian kontrak kerjasama kita," ulang wanita cantik yang duduk di sebelah Steve, itu. Sekretaris Steve menatap bingung pada Laura yang mengabaikan ucapannya, bahkan Laura sama sekali tidak fokus memperhatikan penjelasannya sedari tadi. "Bu Laura, bisa tolong tanda tangani kontrak kerja sama kita?" ulang sang sekretaris sedikit kesal. Yona melirik Laura yang tengah termenung. "Cepat tanda tangan," bisiknya menyenggol lengan Laura Steve yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya, mengangkat kepala lalu menatap Laura. "Lau," tegur Yona, kembali menyenggol lengan Laura. "Eh, i-iya," ucap Laura gugup setelah pandang matanya bertemu langsung dengan manik mata Steve yang berwarna kebiruan. Harus diakui Steve sangat tampan, dilihat dari mana pun lelaki itu tidak memiliki sesuatu yang bisa dihina. Hampir sempurna dengan mata indah yang memesona, rahang tegas dan hidung mancung juga badan kekar dan tegap. Namun, bukan itu yang membuat Laura menjadi kehilangan fokus. Entah mengapa setiap kali memandangi Steve, perasaan mual yang ia rasakan hilang seketika. Meeting pun selesai setelah Laura menandatangani berkas berkas kontrak kerjasama. "Terima kasih untuk kepercayaan Anda menggunakan Laura sebagai bintang iklan produk dari perusahaan sebesar Fusion," ucap Yona menyalami tangan sekretaris Steve. Pertemuan diakhiri dengan berjabat tangan. Namun lagi-lagi Steve menolak untuk berjabat tangan dengan Laura dan Yona. Meski tersinggung dengan perlakuan Steve, Laura tak ingin ambil pusing. "Besok pagi Anda bisa datang ke perusahaan kami untuk memulai pekerjaan Anda sebagai bintang iklan produk keluaran terbaru dari perusahaan Fusion," ucap sekretaris yang sedari tadi lebih banyak berbicara. Sedangkan Steve hanya diam dengan wajah dinginnya yang menyeramkan. Sikap dingin yang menakutkan itu tidak membuat Laura ingin membatalkan kerja sama, tetapi ia membutuhkan uang untuk membiayai kelahiran anaknya. Steve dan sekretarisnya bersiap meninggalkan restoran. "Terima kasih atas kepercayaan Anda menggunakan saya sebagai bintang iklan Pak Steve," ucap Laura sambil menundukkan tubuhnya. "Lain kali lebih fokus lagi. Saya tidak akan ragu mencari bintang iklan lain kalau Anda tidak bisa profesional," tegur Steve ketus. Deg! Laura terhenyak mendengar teguran itu. "Maaf Pak Steve," ucap Laura penuh kehati-hatian. "Sekali lagi maaf Pak Steve, Laura memang sedang kurang sehat, tapi dia memaksa untuk menghadiri meeting bersama Anda hari ini," sambung Yona. "Kita harus tetap profesional," tegas Steve. Laura menelan saliva seraya memandang lirih, berharap penjelasan Yona tadi mampu meluluhkan sedikit kerasnya hati Steve. Namun pada kenyataannya, sepertinya dia tidak perduli pada kesehatan Laura. Tanpa kata apapun, Steve berjalan pergi meninggalkan Laura dan Yona, pun sekretarisnya sendiri yang masih berdiri mematung. "Saya permisi. Terima kasih sudah meluangkan waktu melakukan meeting dengan kami," ucap sekretaris Steve merasa tidak nyaman. "Tolong katakan pada Bosmu untuk bersikap lebih baik sedikit," bisik Yona sambil menatap Steve yang berjalan keluar restoran. "Iya," angguknya lalu berjalan menyusul bosnya. Laura menghela napas panjang, terduduk lemas. "Menyebalkan," gumamnya pelan. Ia masih memandangi punggung tegap lelaki tampan itu. Kilasan tentang kejadian sebulan yang lalu terlintas dalam ingatan. Wangi maskulin Steve sama seperti wangi lelaki sewaan yang waktu itu menghabiskan malam dengannya. Apa mungkin seorang gigolo bisa membeli minyak wangi mahal kelas seorang CEO. Atau sebaliknya, parfum yang di pakai Steve hanya parfum murahan? Pertanyaan itu muncul di benak Laura, kenapa dia baru menyadari semua itu setelah Steve pergi? "Kamu kenapa Laura?" tanya Yona memandangi bosnya yang termenung. "Masih memikirkan soal tadi?" Ia pun kembali duduk menemani Laura.Yona memegang bahu Laura. "Kamu kenapa? Sudah jangan dipikirkan ucapan Pak Steve tadi. Yang aku dengar, dia memang seperti itu. Dia itu tidak pernah berkenalan dengan yang namanya ramah dan bersikap baik pada orang lain. Apalagi pada orang yang baru dikenal seperti kita. Yang terpenting sekarang, kamu sudah resmi menjadi bintang iklan produk keluaran perusahaan terkenal itu. Karir-mu bisa semakin cemerlang kalau kamu bisa bekerja dengan baik.""Jangan dipikirkan soal sikap kurang ramah Pak Steve. Daripada kamu memikirkan yang tidak tidak, lebih baik kamu fokus saja dengan pekerjaan barumu dan persiapkan diri agar kamu bisa bekerja jauh lebih baik lagi," sambung Yona menguatkan. "Iya, kamu benar." Laura menghela napas panjang sambil meminum minuman di atas meja."Mungkin Pak Steve kelamaan jomblo jadi begitu," kekeh Yona. "Yang penting kan kamu udah dapat kontrak kerjasama. Sulit loh bekerja sama dengan perusahaan itu." "Iya aku tahu, tapi tetap
"Maaf Yona, aku belum bisa memberitahumu," jawab Laura lesu. Ia mengambil tas tenteng yang berada di atas meja lalu berdiri. "Kita pulang, aku lelah. Aku ingin pulang ke rumah orang tuaku."Yona menganggukkan kepala, mencoba mengerti dengan kondisi Laura saat ini. "Biar aku bawakan," katanya mengambil tas dari tangan Laura. Mereka keluar dari restoran menuju parkiran. Di lahan luas yang dipenuhi mobil mobil mewah itu, terparkir mobil Laura dan mereka pun masuk ke mobil.*Laura tiba di rumahnya orang tuanya untuk melihat keadaan sang ibu yang sakit. Kedatangannya disambut lirikan sinis Nikolas yang sedang duduk di sofa ruang tamu bersama Yeni, calon ibu tirinya."Ke mana saja kamu beberapa hari ini? Kamu tidak tahu Ibumu terus saja bertanya keberadaanmu?" sarkas Nikolas berdiri sambil berkacak pinggang. Laura menghembus napas berat. Baru saja bertemu dengan sang ayah, Laura sudah dibuat emosi dengan nada bicara a
"Semua berkas yang sudah ditandatangani Bu Laura saya letakan di atas meja kerja Bapak." Sekretaris Steve meletakkan tas berkas ke atas meja kerja bosnya. "Hmm," sahut Steve lalu duduk di kursi kebanggaan."Saya permisi Pak." Sekretaris cantik itu keluar dari ruang kerja Steve lalu menutup pintu. Steve baru saja kembali ke perusahaan dengan kondisi mood berantakan. Semua terjadi karena tadi pagi Evelyn membawa kabar tentang pernikahan sang kekasih yang akan menikah dengan sahabatnya sendiri.Menghela napas panjang, Steve memandangi bingkai foto sang kekasih yang masih terpajang di atas meja kerja. Ia sadar kalau selama ini dia terlalu fokus bekerja hingga mengabaikan kekasihnya yang meminta untuk segera diresmikan. Namun kerja keras yang ia lakukan untuk masa depan hubungan mereka juga.Bodohnya, dia tidak tahu kalau kekasihnya itu selingkuh, bahkan dengan sahabatnya sendiri. "Sejak kapan mereka berdua
Di kediaman Laura, setelah keributan terjadi di rumah itu. Laura memutuskan menenangkan diri di kamar ibunya.Laura menatap lirih ibunya yang tengah tertidur pulas. Wajah ibunya terlihat berseri, sangat cerah walaupun sedang sakit. Mengambil langkah perlahan lalu duduk di pinggir tempat tidur, memegang lengan sang ibu dengan lembut agar tidak menggangu istirahat ibu tersayang yang sangat ia rindukan setiap hari. Sambil menatap penuh kasih, ia mengusap bulir bening yang mengalir deras dari kedua pelupuk mata indahnya. Perasaan sesak di dada sangat menyiksa diri. Ingin sekali ia berlutut di kedua kaki ibunya lalu meminta maaf, karena sudah membuat kecewa dengan kehamilannya yang tanpa seorang ayah. Tidak tahu bagaimana cara untuk menjelaskan kalau dirinya sedang berbadan dua. Apakah mungkin ibunya bisa menerima itu? Atau justru kabar kehamilannya akan membuat kondisi ibunya semakin memburuk?"Aku menyayangimu, Ma," isak Laura l
Laura melangkah mendekati Yeni yang duduk di sofa ruang tamu rumah mewah ayahnya.Yeni menoleh ke belakang, menyadari seseorang mendekat dari suara langkah kakinya."Tante tadi masuk ke kamar aku, ya? Untuk apa Tante masuk ke kamar aku di saat aku sedang di kamar Mama? Tante mau mencuri apa di dalam kamarku?" cecar Laura yang berdiri di belakang Yeni. Mendengar itu Yeni langsung berdiri dari sofa lalu berjalan memutari sofa tersebut, menghampiri Laura. "Maksud kamu apa? Siapa yang masuk ke dalam kamarmu? Tante sama sekali tidak mengerti dengan tuduhan-mu itu. Untuk apa juga Tante masuk ke dalam kamarmu?"Laura tersenyum getir, "Jangan mencoba membohongiku. Aku tahu Tante baru saja keluar dari dalam kamarku. Apa yang Tante cari di sana? Tante ingin mencuri apa? Hah!""Kok kamu tega sih bicara begitu sama Tante? Apa buktinya kalau memang Tante masuk ke dalam kamarmu? Tante juga tidak pernah mengambil apapun di dalam sana. Kalau kamu memang
"Apa benar kamu hamil?" tanya Grace mengulang. Laura mengangguk pelan, menoleh sesaat lalu kembali fokus menyetir mobil. "Maaf Ma, aku sudah mengecewakan Mama," akunya lirih."Ya Tuhan." Grace menutup mulutnya menggunakan telapak tangan. "Berapa bulan usianya?" "Usianya sudah dua bulan, Ma," jawab Laura jujur.Grace tampak syok berat. "Maaf Ma, aku tahu Mama kecewa padaku," ucap Laura lirih. "Mama boleh marah padaku dan menghakimiku." "Mama tidak mungkin menghakimimu Sayang, karena kamu sudah banyak mendapatkan cobaan hidup. Mama hanya berharap, kamu bertanggung jawab atas perbuatanmu. Dan kamu mau mempertahankan kehamilanmu. Bayi itu tidak bersalah, yang salah itu kamu dan lelaki itu. Semoga ayah dari bayimu mau untuk menikahimu, Nak." Laura tak dapat membendung air matanya setelah mendengar ucapan sang ibu. Dia saja tidak tahu siapa ayah dari bayinya. Apa yang harus dia katakan pada ibunya?Sela
"Ternyata obat itu palsu, berarti selama ini Mama sudah diracuni oleh wanita ular itu," gumam Laura di dalam mobilnya. Meremas stir mobil sangat kencang, Laura meluapkan emosi di dalam mobil sebelum pulang ke rumah."Mama tidak boleh tahu, aku harus menghancurkan hidup wanita itu sendiri!" desis Laura dan tak lama ia menghidupkan mesin lalu melajukan mobil menuju hotel.Sepanjang perjalanan, Laura memikirkan cara agar bisa membalas kejahatan Yani, wanita yang hampir membunuh ibunya. Selama ini, dia memang sudah curiga dengan wanita itu, tetapi dia tidak memiliki waktu untuk menyelidiki dan sekarang ... semuanya terungkap."Aku akan membalasmu!" Laura mendesis sambil merapatkan gigi atas dan bawahnya hingga menimbulkan suara.*Pagi harinya, Laura sudah mulai beraktivitas seperti biasa."Kamu mau kerja hari ini?" tanya Grace pada Laura yang berpamitan dengannya. "Iya Ma, aku harus bekerja agar bisa me
"Bisa-bisanya seorang artis pendatang baru tidak memperhatikan bentuk tubuhnya," gumam Steve sambil menatap Laura lekat. Perut Laura memang terlihat lebih buncit, yang membuat penampilan artis cantik itu sedikit berubah.Deg! Ke-dua manik mata Laura dan Steve bertemu, Laura memandangi lelaki tampan di depannya yang terus memperhatikan tanpa berkedip. Wajah dingin lelaki itu tidak lagi menakutkan bagi Laura yang mulai terbiasa dengan sikap arogan Steve. Semangatnya dalam memperagakan gerakan dan pose terbaik semakin menggebu. Rasanya seperti sedang diperhatikan oleh kekasih hati. Walau kenyataannya dia sedang di awasi CEO yang membayarnya. Fotografer yang tengah mengabadikan momen terbaik Laura yang tersenyum kagum pada pose yang mengalir begitu saja. Wajah anggun model cantik itu semakin terlihat memesona di dalam lensa kamera."Bagus, pertahankan gaya seperti itu," ucap sang fotografer tersenyum sangat lebar.Tanpa sadar, Steve terlalu fokus memandangi Laura, hingga ia pun menyun